Anda di halaman 1dari 18

PERCOBAAN 5

ESTERIFIKASI FENOL : SINTESI ASPIRIN

I. Tujuan Percobaan
 Mensintesis aspirin dari asam salisilat dengan reaksi eterifikasi
 Memurnikan hasil sintessis dengan rekristalisasi dengan uji reaksi
pengompleksan dengan FeCl3
 Menguji hasil sintesis kemurnian dengan penentuan titik leleh dengan alat
melting block
 Menentukan kadar aspirin dari tablet yang dijual dengan titrasi asam basa.
 Mengidentifikasi keberadaan aspirin dengan kromatografi lapis tipis
II. Prinsip Percobaan
 Rekristalisasi pemurnian zat pada berdasarkan kelarutan
 Menguji adanya kandungan asam salisilat terhadap sampel yang dipakai
menggunakan campuran besi (III) klorida yang hasil positifnya ditunjukkan
dengan adanya perubahan warna ungu pada sampel uji
 Penentuan titik leleh merupakan cara yang baik untuk mengetahui
kemurnian suatu sampel. Melting block digunakan untuk menghitung titik leleh
pada kisaran 25 – 4000 C yang dihitung pada trayek sampel saat mulai leleh
sampai pelarutnya menjadi cair
 Mentitrasi sampel dengan larutan baku NaOH sampai mencapai titik akhir
titrasi yaitu ketika terjadi perubahan warna indicator dalam larutan
 Perbedaan kepolaran senyawa pada fase diam dan fase gerak
III. Teori Dasar
1. Pengertian Aspirin
Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) yaitu merupakan suatu jenis
obat turunan dari salisilat. Pembuatan aspirin yaitu dengan reaksi asetylasi.
Reaksi asetylasi adalah suatu reaksi dimana memasukkan gugus acetyl kedalam
suatu substrat yang sesuai. Gugus acetyl yaitu R-COO- (yaitu dimana R
merupakan alkil atau aril). Aspirin juga disebut asam asetil salisilat atau
acetylsalicylic acid dan dapat dibuat dengan cara asetilasi senyawa fenol (yaitu
dalam bentuk asam salisilat) dengan menggunakan anhidrida asetat dan juga
dengan bantuan sedikit katalis yaitu asam sulfat pekat. Pada pembuatan aspirin,
asam salisilat (o-hydroxiy benzoic acid) berfungsi sebagai alkohol dan
reaksinya berlangsung pada gugus hidroksi (Clark, 2007).
2. Pembentukan Aspirin

Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi antara asam karboksilat dan

alkohol membentuk ester. Turunan asam karboksilat membentuk ester asam

karboksilat. Ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung

gugus -COOR dengan R dapat berupa alkil maupun aril. Esterifikasi dikatalisis

asam dan bersifat dapat balik (Fessenden, 1990).

Ester diturunkan dari asam karboksilat. Sebuah asam karboksilat

mengandung gugus -COOH, dan pada sebuah ester hidrogen di gugus ini

digantikan oleh sebuah gugus hidrokarbon dari beberapa jenis. Disini akan

terlihat kasus-kasus dimana hidrogen pada gugus –COOH digantikan oleh

sebuah gugus alkil, meskipun tidak jauh beda jika diganti dengan sebuah gugus

aril (yang berdasarkan pada sebuah cincin benzen)(Clark, 2007).

Sintetis aspirin termasuk reaksi esterifikasi. Asam salisilat dicampur

dengan anhidrin asetat, menyebabkan reaksi kimia yang mengubah grup

alkanol asam salisilat menjadi grup asetil (R-OH→R -OCOCH3). Proses ini
menghasilkan aspirin dan asam asetat, yang merupakan produk sampingan.

Sejumlah kecil asam sulfat umumnya digunakan sebagai katalis. Asam sulfat

berfungsi sebagai donor proton sehingga ikatan rangkap pada anhidrida asetat

lebih mudah terbuka lalu bergabung dengan asam salisilat yang kehilangan

hidrogennya. Setelah proses pengikatan selesai, ion SO42- kembali mengikat

proton H+ yang berlebih.

Aspirin adalah turunan dari asam salisilat. Aspirin berbentuk kristal


berwarna putih, bersifat asam lemah (pH 3,5) dengan titik lebur 136°C. Aspirin
mudah larut dalam cairan ammonium asetat, karbonat, sitrat atau hidroksida
dari logam alkali. Aspirin stabil dalam udara kering, tetapi terhidrolisis
perlahan menjadi asetat dan asam salisilat bila kontak dengan udara lembab.
Dalam campuran basa, proses hidrolisis ini terjadi secara cepat dan sempurna.

3. Manfaat Aspirin

Aspirin bersifat analgesik yang efektif sebagai penghilang rasa sakit.


Selain itu, aspirin juga merupakan zat anti-inflammatory ,untuk mengurangi
sakit pada cedera ringan seperti bengkak dan luka yang memerah. Aspirin juga
merupakan zat antipiretik yang berfungsi untuk mengurangi demam. Tiap
tahunnya, lebih dari 40 juta pound aspirin diproduksi di Amerika Serikat,
sehingga rata-rata penggunaan aspirin mencapai 300 tablet untuk setiap pria,
wanita serta anak-anak setiap tahunnya. Penggunaan aspirin secara berulang-
ulang dapat mengakibatkan pendarahan pada lambung dan pada dosis yang
cukup besar dapat mengakibatkan reaksi seperti mual atau kembung, diare,
pusing dan bahkan berhalusinasi. Dosis rata-rata adalah 0.3-1 gram, dosis yang
mencapai 10-30 gram dapat mengakibatkan kematian.

4. Esterifikasi
Reaksi esterifikasi merupakan suatu reaksi yaitu antara asam
karboksilat dan alcohol yang kemudian akan membentuk ester. Turunan dari
asam karboksilat membentuk ester asam karboksilat. Ester asam karboksilat
yaitu suatu senyawa yang mengandung gugus -COOR dengan R yang dapat
berupa alkil ataupun berupa aril. Esterifikasi dikatalisis asam dan bersifat dapat
kembali lagi (Fessenden, 1990).
Reaksi esterifikasi ini merupakan reaksi bolak-balik atau reversible, jika
alcohol yang dipakai berlebih jumlahnya, maka kesetimbangan beranjak ke
arah pembentukan ester, sebaliknya, jika ester dipanaskan dengan air yang
berlebihan beserta suatu katalisator asam, maka ester akan dihidrolisis menjadi
asam dan alkohol (Ganiswarna, 1995).
Ester diturunkan dari asam karboksilat. Asam karboksilat yang
mengandung gugus –COOH dan sebuah ester hidrogen pada gugus ini akan
digantikan oleh sebuah gugus hidrokarbon dari beberapa jenis. Sehingga akan
terlihat hidrogen pada gugus –COOH akan digantikan oleh sebuah gugus alkil,
walaupun tidak jauh berbeda jika diganti dengan sebuah gugus aril (dimana
berdasarkan pada sebuah cincin benzen) (Clark, 2007).
Ester mengalami hidrolisis menjadi asam karboksilat dan alkohol,
contohnya hidrolisis etil asetat akan menghasilkan asam asetat dan entanol.
Ester yang banyak digunakan seharu-hari adalah etil asetat, yang digunakan
sebagai pelarut cat atau cat kuku maupun perekat. Etil asetat dan ester-ester
yang lain adalah suatu cairan yang mudah menguap dengan mempunyai bau
khas (Hedricson, 1988).
Sintetis aspirin termasuk reaksi esterifikasi. Asam salisilat yang
dicampur dengan anhidrin asetat akan menyebabkan reaksi kimia yang dapat
mengubah kelompok alkanol asam salisilat menjadi grup asetil (R-OH→R -
OCOCH3). Proses ini akan menghasilkan aspirin dan juga asam asetat yaitu
merupakan produk sampingan. Sebagian kecil asam sulfat digunakan sebagai
katalis. Asam sulfat berfungsi sebagai donor proton sehingga ikatan rangkap
pada anhidrida asetat akan lebih mudah terbuka kemudian bergabung dengan
asam salisilat yang kehilangan hidrogennya. Setelah proses pengikatan selesai,
ion SO42- akan kembali mengikat proton H+ yang berlebih (Fessenden, 1990).
Poses esterifikasi adalah proses yang biasa digunakan dalam produksi
ester dari asam lemak spesifik. Berikut adalah faktor-faktor yang akan
mempercepat atau memperlambat proses terjadinya reaksi esterifikasi:
a. Alkohol primer bereaksi paling cepat, selanjutnya alkohol sekunder, dan paling
lambat bereaksi alkohol tersier.
b. Adanya Ikatan rangkap memperlambat reaksi.
c. Asam aromatik (benzoat dan p-toluat) bereaksi dengan lambat (Halim, 1990).
5. Rekristalisasi

Rekristalisasi merupakan cara yang paling efektif untuk memurnikan

zat-zat organik dalam bentuk padat. Oleh karena itu teknik ini secara rutin

digunakan untuk pemurnian senyawa hasil sintesis atau hasil isolasi dari bahan

alami, sebelum dianalisis lebih lanjut, misalnya dengan instrumen spektoskopi

seperti UV, IR, NMR, dan MS.

Sebagai metoda pemurnian padatan, rekristalisai memiliki sejarah yang

panjang seperti distilasi. Walaupun beberapa metoda yang lebih rumit telah

dikenalkan, rekristalisasi adalah metoda yang paling penting untuk pemurnian

sebab kemudahannya (tidak perlu alat khusus) dan arena keefektifannya.

Metoda ini sederhana, material padatan ini terlarut dalam pelarut yang

cocok pada suhu tinggi (pada atau dekat titik didih pelarutnya) untuk

mendapatkan jumlah larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika larutan panas
perlahan didinginkan, kristal akan mengendap karena kelarutan padatan

biasanya menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan bahwa pengotor tidak akan

pengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk

mencapai jenuh.

Adapun tahap-tahap yang dilakukan pada proses rekristalisasi pada

umumnya, yaitu :

1) Memilih pelarut yang cocok

Pelarut yang umum digunakan jika dirutkan sesuai dengan kenaikan

kepolarannya adalah petroleum eter ( n-heksan, toluene, kloroform, aseton,

etilasetat, etanol, methanol, dan air). Pelarut yang cocok untuk

merekristalisasi suatu sampel zat tertentu adalah pelarut yang dapat

melarutkan secara baik zat tersebut dalam keadaan panas, tetapi sedikit

melarutkan dalam keadaan dingin.

2) Melarutkan senyawa ke dalam pelarut panas sedikit mungkin

Zat yang akan dilarutkan hendaknya dilarutkan dalam pelarut panas dengan

volume sedikit mungkin, sehingga diperkirakan tepat sekitar titik jenuhnya.

Jika terlalu encer, uapkan pelarutnya sehingga tepat jenuh. Apabila

digunakan kombinasi dua pelarut, mula-mula zat itu dilarutkan dalam

pelarut yang baik dalam keadaan panas sampai larut, kemudian

ditambahkan pelarut yang kurang baik tetes demi tetes sampai timbul
kekeruhan. Tambahkan beberapa tetes pelarut yang baik agar kekeruhannya

hilang kemudian disaring.

3) Penyaringan

Larutan disaring dalam keadaan panas untuk menghilangkan pengotor yang

tidak larut. Penyaringan larutan dalam keadaan panas dimaksudkan untuk

memisahkan zat-zat pengotor yang tidak larut atau tersuspensi dalam

larutan, seperti debu, pasir, dan lainnya. Agar penyaringan berjalan cepat,

biasanya digunakan corong Buchner. Jika larutannya mengandung zat

warna pengotor,maka sebelum disaring ditambahkan sedikit ( ± 2 % berat )

arang aktif untuk mengadsorbsi zat warna tersebut. Penambahan arang aktif

tidak boleh terlalu banyak karena dapat mengadsorbsi senyawa yang

dimurnikan

4) Pendinginan filtrat

Filtrat didinginkan pada suhu kamar sampai terbentuk Kristal. Kadang-

kadang pendinginan ini dilakukan dalam air es. Penambahan umpan (feed)

yang berupa Kristal murni ke dalam larutan atau penggoresan dinding

wadah dengan batang pengaduk dapat mempercepat rekristalisasi

5) Penyaringan dan pendinginan kristal

Apabila proses kristalisasi telah berlangsung sempurna, Kristal yang


diperoleh perlu disaring dengan cepat menggunakan corong Buchner.
Kemudian kristal yang diperoleh dikeringkan dalam eksikator.

6. Titik Leleh
Titik leleh adalah temperatur senyawa padat dimana benda tersebut
akan berubah wujud menjadi zat cair. Pada senyawa dengan berat molekul
hampir sama, senyawa lebih polar dan struktur molekulnya lebih simetris
mempunyai titik leleh yang lebih tinggi. Titik leleh senyawa murni ditentukan
dengan pengamatan temperetur saat terjadi perubahan padatan dan
cairan. Sejumlah kecil zat padat diletakkan dalam tabung kapiler gelas dan
diapanaskan merata.Pertama diamati temperatur saat mulai terbentuk cairan
kemudian temperature saat padatan berubah menjadi cairan semua
(Setyopratomo, 2003).
Dalam menentukan titik leleh suatu zat, adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi cepatatau lambatnya zat tersebut meleleh adalah :
a. Ukuran Kristal
Ukuran Kristal sangat berpengaruh dalam menentukan titik leleh suatu zat.
Apabilasemakin besar ukuran partikel yang digunakan, maka semakin sulit
terjadinya pelelehan.
b. Banyaknya Sampel.
Banyaknya sampel suatu zat juga dapat mempengaruhi cepat lambatnya
proses pelelehan. Hal ini dikarenakan, apabila semakin sedikit sampel yang
digunakanmaka semakin cepat proses pelelehannya, begitu pula sebaliknya jika
semakin banyak sampel yang digunakan maka semakin lama proses
pelelehannya.
c. Pengemasan Dalam Kapiler.
 Pemanasan dalam suatu pemanas harus menggunakan bara api atau
pamanas yang bertahan.
 Adanya senyawa lain yang dapat mempengaruhi range titik leleh
(Setyopratomo, 2003).
IV. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah labu erlenmeyer 125
mL, batang pengaduk kaca, penangas air, klem, wadah penangas, corong
Buchner, tabung kapiler, melting block, termometer, timbangan analitik, gelas
kimia, gelas ukur, pipet tetes, mortar, statip, melting block, buret, stamper.

Bahan yang digunakan dalam perobaan ini adalah asam salisilat,


anhidrida asetat, H2SO4, aqua dm, batu es, kertas saring, etanol, FeCl3,
fenolftalein, NaOH, C9H7O4., tablet aspirin komersial, kertas perkamen, etil
asetat.

V. Prosedur
1. Pembuatan Aspirin

Dipanaskan air didalam gelas kimia diatas hot plate. Dimasukkan 1,4
gram asam salisilat dan 4 ml anhidrida asetat kedalam erlenmeyer. Kemudian
ditambahkan 5 tetes H2SO4 kedalam erlenmeyer tersebut. Diaduk campuran
tersebut dengan batang pengaduk. Kemudian erlenmeyer tersebut dipanaskan
di pengangas air selama 5 menit. Setelah 5 menit dimasukkan kedalam
erlenmeyer 2 ml aqua dm. Ditunggu 2 sampai 3menit kemudian dimasukkan 20
ml aqua dm dan erlenmeyer dimasukkan kedalam wadah berisi es sampai
terbentuk kristal. Kristal yang didapatkan disaring dengan corong Buchner dan
kristalnya dicuci dengan sedikit air dingin. Dihitung rendemen yang
didapatkan.

2. Uji Reaksi Pengkompleksan dengan FeCl3

Dimasukkan kedalam plat tetes kristal aspirin yang didapatkan,


kemudian ditambhakan 10 tetes FeCl3 dan 20 tetes aqua dm. Kemudian diamati
warna yang terjadi dari campuran tersebut. Warna ungu menunjuukan adanya
asam salisilat.
3. Penentuan Titik Leleh Aspirin
Dimasukkan kedalam pipa kapiler aspirin yang didapatkan sampai
tingginya 0,5 cm. Kemudian pipa kapiler dipasang di alat melting block beserta
termometer. Dinyalakan bunsen yang ada dibawah alat melting block. Dicatat
suhu saat aspirin mulai meleleh sampai seluruh aspirin leleh sempurna.
4. Identifikasi Aspirin dengan KLT

Ditotolkan aspirin hasil sintesis diatas plat KLT yang sudah diberi tanda
batas atas dan bawah sebesar masing-masing 1cm. Ditotolkan pula pembanding
keatas plat KLT. Plat KLT dielusi dengan eluen ebruapa etil asetat : methanol
(3:1). Ditunggu sampai tandai batas atas, kemudian dikeringkan plat KLT dan
diamati noda yang terbentuk didalam spektofotometri.

5. Analisis Kandungan Aspirin dalam Tablet Aspirin Komersial

Dimasukkan kedalam labu ukur 50 ml 2 tablet aspirin yang sudah


digerus halus. Ditambahkan kedalamnya 10 ml etanol. Kemudian ditambahkan
aqua dm sampai volume tepat 50 ml. Dipindahkan campuran yang ada didalam
labu ukur kedalam erlenmeyer dan ditambahkan 3 tetes fenolftalein. Campuran
tersebut dititrasi dengan NaOH 0,1 M. Dicatat volume NaOH yang didapat.
Pekerjaan ini dilakukan triplo. Kemudian dihitung massa aspirin per tabletnya.

VI. Pengamatan
Pembuatan Aspirin :
Terbentuk kristal setelah didinginkan (warna putih)

Bobot kristal yang didapatkan = 1,5 gram


Bobot aspirin teoritis = 1,8 gram

Rendemen = (Bobot kristal yang didapatkan) x 100%


(Bobot aspirin teoritis)
Rendemen = (1,5 0 gram) × 100%
(1,8 gram)
= 83,33 %

Uji terhadap aspirin :


Terbentuknya kristal dan terjadi perubahan warna ungu, yang menandakan
asam salisilat tidak sepenuhnya bereaksi.

Penentuan titik leleh :

Pembanding : Titik leleh awal = 1310 C


Titik leleh sepenuhnya = 1560 C
Sampel : Titik leleh awal = 1100 C
Titik leleh sepenuhnya = 1400 C
KLT : Jarak eluen = 5,5 cm
Spot1 = 4,5 cm
Spot2 = 4,9 cm
Rf1 = (Jarak yang ditempuh senyawa)
(Jarak yang ditempuh pelarut)
= (4,5 cm)
(5,5 cm)
= 0,81 (sampel/aspirin)
Rf2 = (Jarak yang ditempuh senyawa)
(Jarak yang ditempuh pelarut)
= (4,9 cm)
(5,5 cm)
= 0,89 (sampel/aspirin)
Analisis kandungan aspirin dalam tablet aspirin komersial :
Pada titrasi pertama volume NaOH yang terpakai adalah 11,7 ml.
V1 × N1 = V2 × N2
V NaOH × N NaOH = V aspirin × N aspirin
11,7 ml × 0,1 = 50 ml × N aspirin

N aspirin = (11,7 ×0,1)


50
N aspirin = 0,0234 N
Pada titrasi kedua volume NaOH yang terpakai adalah 12,3 ml.
V1 × N1 = V2 × N2
V NaOH × N NaOH = V aspirin × N aspirin
12,3 ml × 0,1 = 50 ml × N aspirin

N aspirin = (12,3 ×0,1)


50
N aspirin = 0,0246 N
Pada titrasi ketiga volume NaOH yang terpakai adalah 11,3 ml.
V1 × N1 = V2 × N2
V NaOH × N NaOH = V aspirin × N aspirin
11,3 ml × 0,1 = 50 ml × N aspirin

N aspirin = (11,3 ×0,1)


50
N aspirin = 0,0226 N

0,0234 + 0,0246 + 0,0226


Rata – ratanya = 3

= 0,0235 N
Gram tablet aspirin
Mr aspirin = 80
𝐺𝑟𝑎𝑚 1000
M= x
𝑀𝑟 𝑣
𝑔𝑟 1000
0,235 = x
180 50

Gr = 0,2115 gram (untuk 2 tablet)


Sehingga 1 tabletnya = 0,1057 gram
VII. Pembahasan

Pada percobaan ini dilakukan sintesis aspirin dari asam salisilat dan
anhidrida asetat dengan metode esterfikasi. Pertama asam salisilat ditimbang
sejumlah 1,4 gram dengan tujuan untuk memperoleh data untuk menghitung
rendemen, kemudian asam salisilat yang sudah ditimbang dimasukkan kedalam
Erlenmeyer. Kemudian ditambahkan anhidra asetat dengan berlebihan dengan
tujuan untuk membilas asam asetat yang pada saat dipanaskan menempel pada
dinding erlenmeyer, penuangan anhidra asetat harus mengenai semua dinding
erlenmeyer agar asam salisilat yang menempel tidak ada lagi. Asam salisilat
memiliki gugus fenol, sehingga asam salisilat berperan sebagai gugus alkohol.
Setelah penambahan anhidrat asetat ditambahkan H2SO4 pekat, asam sulfat
berperan sebagai katalisator, dimana tujuan dari katalisator adalah untuk
mempecepat suatu reaksi. Kemudian dipanaskan diatas hot plate yang
sebelumnya telah dimasukan stirrer ke dalam erlenmeyer. Penambahan stirrer
bertujuan agar panas dan pencampuran larutan dapat bercampur dengan
homogen.
Kemudian ditambahkan aqua dm yang berfungsi untuk menetralisir
anhidra asetat yang berlebihan agar dibebaskan keluar. Sehingga, apabila reaksi
berjalan dengan baik maka akan menghasilkan bau seperti cuka karena anhidra
asetat telah dibebaskan dengan dinetralisir oleh aqua dm. kemudian erlenmeyer
diletakkan didalam wadah yang berisi es agar terbentuk kristal, kemudian
apabila kristal sudah terbentuk kemudian dilakukan penyaringan dengan
menggunakan corong Buchner untuk mendapatkan kristal murni, tetapi yang
didapatkan adalah aspirin serbuk tidak berbentuk kristal, hal ini disebabkan
karena kurangnya bongkahan es, ataupun kurang dinginnya es yang digunakan
untuk membentuk kristal. Sehingga kristal tidak terbentuk secara sempurna.
Hasil yang didapatkan ditimbang untuk mendapatkan hasil rendeman. Hasil
rendeman yang didapatkan yaitu 83,33 % dari hasil yang didapat agak jauh dari
hasil murni suatu rendeman aspirin, hal ini bisa terjadi karena beberapa factor
dan kesalahan yang dilakukan pada proses sintesis. Factor-faktor kesalahan
yang mungkin terjadi diantaranya:
1. Belum terbentuk semua kristal pada proses perendaman dalam es, sehingga
hasil redemannya kecil
2. Pengadukan stirrer yang kurang kuat
3. Kristal ikut terjerap pada corong Buchner
4. Kesalahan penimbangan.

Pada uji yang kedua yaitu dilakukan uji pengompleksan dengan FeCl3.
Pada uji reaksi pengkompleksan FeCl3 akan berwarna kecoklatan ketika
direaksikan dengan aspirin dari hasil sintesis. Tetapi ketika direaksikan
berwarna ungu itu menandakan hasil negatif, yaitu masih adanya asam salisilat
yang belum berubah menjadi aspirin dikarenakan belum sepenuhnya bereaksi,
karena reaksi positif adanya fenol yaitu berwarna ungu, sedangkan aspirin tidak
memiliki gugus fenol. Maka harus dilakukan rekristalisasi lagi untuk
mengujinya.

Setelah itu dilakukan uji titik leleh dengan pada kristalnya untuk
mengetahui kemurniannya dengan menggunakan melting block. Diambil
tabung kapiler (kaca) yang ujung satunya tertutup. Dibalikkan ujung yang
terbuka, lalu ditekan-tekan kedalam serbuk kristal sampai serbuk masuk
kedalam tabung kapiler. Dibalikkan lagi tabung dan diketuk sampai serbuk
kristal turun ke dasar kapiler, hingga tinggi serbuk sekitar 0,5 cm, ketika
memasukkan kristal aspirin kedalam pipa kapiler jangan memegang mulut pipa,
karena akan menyebabkan kristal menggumpal di mulut pipa, hal ini
disebabkan karena adanya suhu tubuh ketika tangan memegang mulut pipa.
Lalu dipasang kapiler di pada melting block dan ditempatkan juga termometer
untuk menentukan skala titik leleh dari kristal aspirin, ditentukan titik lelehnya
pada saat kristal kamper mulai meleleh dan pada saat kristal aspirin meleleh
sempurna.
Trayek titik leleh dapat menunjukan kemurnian suatu bahan. Jika trayek
titik lelehnya mempunyai skala lebih dari 2°C maka senyawa itu tidak murni
dan mengandung banyak pengotor. Dan hasil yang didapatkan titik leleh ketika
mulai meleleh yaitu 1100 C dan ketika mulai meleh seluruhnya yaitu 1400 C.
Sedangkan pembandingnya yaitu awal meleleh pada 1310 C dan meleleh
seluruhnya pada 1560 C. Dan faktor kesalahan yang mungkin terjadi karena
kesalahan saat membaca waktu pertama kali meleleh, api yang digunakan
terlalu besar sehingga suhunya pun cukup besar, dan kurang telitinya saat
melihat skala pada termometer.

Uji identifikasi aspirin dengan KLT. Pada percobaan ini menggunakan


fase diam berupa silica gel. Fase gerak merupakan pelarut organik tunggal
ataupun kombinasi pelarut. Eluen yang digunakan dijenuhkan dahulu dengan
cara memasukan eluen ke dalam chamber kemudian di tutup rapat dan
didiamkan agar atmosfer dalam chamber dapat terjenuhkan dengan uap pelarut,
sebenarnya dapat dijenuhkan dengan kertas saring, tetapi karena pemakaian
eluen masih lama, jadi untuk menghemat penggunaan dapat didiamkan lebih
lama tanpa menggunakan kertas saring. Fasa gerak yang bersifat nonpolar
sehingga pada saat campuran pelarut dimasukkan, senyawa-senyawa yang
polar akan semakin lama tertahan pada fasa diam (silika gel) yang juga bersifat
polar, dan senyawa-senyawa yang semakin kurang polar akan terbawa naik ke
atas. Dan didapatkan hasil RF yaitu 0,81 dan 0,89. Sehingga bisa diketahui juga
bahwa aspirin merupakan senyawa yang kurang polar karena memiliki nilai Rf
yang tinggi.
Dan yang terakhir dilakukan uji analisis kandungan aspirin dalam tablet
aspirin komersial. Pada percobaan ini menggunakan 2 tablet aspirin yang telah
dihancurkan lalu dilarutkan dalam etanol. Setelah itu ditetesi oleh fenoftalein
dan aqua dm secukupnya sehingga volumenya mencapai 50 mL. Dan dilakukan
titrasi dengan menggunakan NaOH. Digunakannya indikator fenolftalein pada
larutan yang bersifat asam agar perubahan warnanya dapat terlihat, karena jika
fenolftalein ditambahkan pada larutan yang bersifat basa perubahan warnanya
tidak dapat diidentifikasi karena fenolftalein akan tetap berwarna bening jika
ditambahkan pada larutan yang bersifat basa. Titik akhir titrasi dapat terlihat
ketika terjadi perubahan warna menjadi warna merah muda. Titrasi dilakukan
triplo, dimana volume yang diperoleh tidak dapat langsung dirata-ratakan
karena berbedanya massa aspirin yang digunakan pada setiap pengujian.
Setelah didapatkan molaritasnya kemudian dirata-ratakan. Dan didapatkan
hasil akhir dari perihitungan yaitu massa aspirin yang didapat dalam 1 tabletnya
adalah 0,10575 gram atau sama dengan 105,75 mg. Dan jika dibandingkan
dengan data yang diperoleh dari kemasan menyatakan bahwa setiap tabletnya
mengandung 100 mg aspirin. Datanya cukup sesuai karena tidak berbeda jauh.

VIII. Kesimpulan
Hasil dari praktikum ini yaitu:

1. Aspirin dapat disintesis dari asam salisilat dan anhidrida asetat dengan
katalis asam melalui reaksi esterifikasi, hasil rendemennya 83,33 %
2. Hasil Uji FeCl3 negatif karena aspirinnya terbentuk, namun asam salisilat
tidak sepenuhnya bereaksi sehingga terjadi warna ungu.
3. Titik leleh aspirin yang didapatkan adalah 110 ̊C dan meleleh sepenuhnya
pada 1400 C
4. Didapatkan aspirin pada 1 tabletnya yaitu 0,10575 gram atau 105,75 mg.
5. Hasil Rf pada uji KLT adalah 0,81 dan 0,89.
IX. Daftar Pustaka
Clark, Jim. (2007). Pengantar Alkohol Dalam situs Kimia Indonesia. Erlangga:
Jakarta.

Fessenden. (1990). Kimia Organik. Erlangga: Jakarta.


Ganiswarna. (1995). Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Universitas Indonesia:
Jakarta.

Halim. (1990). Kimia Organik Edisi II. Erlangga: Jakarta.

Hedricson. (1988). Penuntun Praktikum Kimia Organik Sintetik. Fakultas


Farmasi UMI: Makasar.

Setyopratomo, P, dkk. (2003). Studi Eksperimental Permurnian Garam NaCl


Dengan Cara Rekristalisas: Unitas: Palembang

Anda mungkin juga menyukai