Anda di halaman 1dari 15

TUGAS INDIVIDU

PER UU/KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESMAVET

“RUMAH POTONG HEWAN”

Oleh

NAMA : FADHLIYAH AMINUDDIN


NIM : I111 16 057
KELAS : A1

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peternakan merupakan sektor yang memiliki peluang sangat besar untuk

dikembangkan sebagai usaha di masa depan. Kebutuhan masyarakat akan produk

-produk peternakan akan semakin meningkat setiap tahunnya. Peternakan sebagai

penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

meningkatnya kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi guna meningkatkan

kualitas hidup.

Protein hewani yang berasal dari daging, telur dan susu mampu membuat

pertumbuhan sel-sel organ tubuh dengan baik. Diantara sumber protein hewani

yang berasal dari hewan ternak yaitu daging. Daging sebagai salah satu bahan

makanan yang hampir sempurna, karena mengandung gizi yang lengkap dan

dibutuhkan oleh tubuh, yaitu protein hewani, energi, air, mineral dan vitamin.

Disamping itu, daging memiliki rasa dan aroma yang enak, sehingga disukai oleh

hampir semua orang.

Daging itu sendiri merupakan sumber protein hewani yang bermutu tinggi

dan perlu dikosumsi oleh masyarakat, namum daging yang kita konsumsi haruslah

daging yang baik dan sehat. Daging yang dihasilkan dari tempat pemotongan

hewan, baik tempat pemotongan sederhana sampai rumah potong hewan pabrik

sebelum dipasarkan terlebih dahulu harus diperiksa untuk mencegah hal-hal yang

dapat merugikan konsumen dan mencegah penularan penyakit diantara ternak,

maka dilakukan pemeriksaan. Salah satu tahap yang sangat menentukan kualitas

dan keamanan daging dalam mata rantai penyediaan daging adalah tahap di rumah

pemotongan hewan (RPH).


Rumusan Masalah

Bagaimana keadaan mengenai Rumah Potong Hewan?

Tujuan

Untuk mengetahui hal-hal mengenai Rumah Potong Hewan


PEMBAHASAN

Rumah Potong Hewan (RPH)

Menurut SK Menteri Lingkungan Hidup Nomor 23 tahun 2006, Rumah

Pemotongan Hewan yang selanjutnya disebut RPH adalah suatu bangunan atau

kompleks bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi

persyaratan teknis dan higienis tertentu serta digunakan sebagai tempat

pemotongan hewan. Rumah Pemotongan Hewan adalah kompleks bangunan

dengan disain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan

higiene tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong hewan potong selain

unggas bagi konsumsi masyarakat. Usaha dan/atau kegiatan RPH meliputi:

pemotongan, pembersihan lantai tempat pemotongan, pembersihan kandang

penampung, pembersihan kandang isolasi, dan/atau pembersihan isi perut dan air

sisa perendaman.

Rumah Pemotongan Hewan merupakan unit/sarana pelayanan masyarakat

dalam penyediaan daging sehat mempunyai fungsi sebagai:

1. Tempat dilaksanakannya pemotongan hewan secara benar.

2. Tempat dilaksanakannya pemeriksaan hewan sebelum dipotong

(antemortem) dan pemeriksaan daging (post mortem) untuk mencegah

penularan penyakit hewan ke manusia.

3. Tempat untuk mendeteksi dan memonitor penyakit hewan yang ditemukan

pada pemeriksaan ante mortem dan post mortem guna pencegahan dan

pemberantasan penyakit hewan menular di daerah asal hewan.

4. Melaksanakan seleksi dan pengendalian pemotongan hewan besar betina

bertanduk yang masih produktif.


Rumah Pemotongan Hewan mempunyai fungsi antara lain sebagai:

1. Sarana strategis tata niaga ternak ruminansia, dengan alur dari peternak,

pasar hewan, RPH yang merupakan sarana akhir tata niaga ternak hidup,

pasar swalayan/pasar daging dan konsumen yang merupakan sarana awal

tata niaga hasil ternak.

2. Pintu gerbang produk peternakan berkualitas, dengan dihasilkan ternak

yang gemuk dan sehat oleh petani sehingga mempercepat transaksi yang

merupakan awal keberhasilan pengusaha daging untuk dipotong di RPH

terdekat.

3. Menjamin penyediaan bahan makanan hewani yang sehat, karena di RPH

hanya ternak yang sehat yang bisa dipotong.

4. Menjamin bahan makanan hewani yang halal.

5. Menjamin keberadaan menu bergizi tinggi, yang dapat memperkaya

masakan khas Indonesia dan sebagai sumber gizi keluarga/rumah tangga.

6. Menunjang usaha bahan makanan hewani, baik di pasar swalayan, pedagang

kaki lima, industri pengolahan daging dan jasa boga.

Syarat-syarat RPH

Rumah potong hewan harus memenuhi beberapa syarat seperti :

a. Berlokasi didaerah yang tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran

lingkungan serta mudah dicapai oleh kendaraan;

b. Komplek RPH harus dipagar yang berfungsi untuk memudahkan penjagaan

keamanan;

c. Memiliki ruangan yang digunakan sebagai tempat penyembelihan, dinding dan

lantai kedap air, ventilasi yang cukup;


d. Mempunyai perlengkapan yang memadai;

e. Pekerja berpengalaman dalam bidang kesehatan masyarakat veteriner,

f. Bangunan utama RPH, kandang dan tempat penyimpanan alat-alat untuk

pemotongan babi harus terpisah dengan alat dan tempat pemotongan sapi,

kerbau dan kambing.

Perancangan bangun RPH berkualitas sebaiknya sesuai dengan standar yang

telah ditentukan dan sebaiknya sesuai dengan Instalasi Standar Internasional dan

menjamin produk sehat dan halal. RPH dengan standar internasional biasanya

dilengkapi dengan peralatan moderen dan canggih, rapi bersih dan sistematis,

menunjang perkembangan ruangan dan modular sistem. Produk sehat dan halal

dapat dijamin dengan RPH yang memiliki sarana untuk pemeriksaan kesehatan

hewan potong, memiliki sarana menjaga kebersihan, dan mematuhi kode etik dan

tata cara pemotongan hewan secara tepat. Selain itu juga harus bersahabat dengan

alam, yaitu lokasi sebaiknya di luar kota dan jauh dari pemukiman dan memiliki

saluran pembuangan dan pengolahan limbah yang sesuai dengan AMDAL.

Produk peternakan asal hewan mempunyai sifat mudah rusak dan dapat

bertindak sebagai sumber penularan penyakit dari hewan ke manusia. Untuk itu

dalam merancang tata ruang RPH perlu diperhatikan untuk menghasilkan daging

yang sehat dan tidak membahayakan manusia bila dikonsumsi sehingga harus

memenuhi persyaratan kesehatan veteriner.

Persyaratan Lokasi

Tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR), Rencana

Detail Tata Ruang (RDTR) dan/atau Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK).

Tidak berada di bagian kota yang padat penduduknya serta letaknya lebih rendah
dari pemukiman penduduk, tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran

lingkungan. Tidak berada dekat industri logam dan kimia, tidak berada di daerah

rawan banjir, bebas dari asap, bau, debu dan kontaminan lainnya. Memiliki lahan

yang relatif datar dan cukup luas untuk pengembangan rumah pemotongan hewan.

Syarat Peralatan

Seluruh perlengkapan pendukung dan penunjang di Rumah Pemotongan

Hewan harus terbuat dari bahan yang tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan

didesinfeksi serta mudah dirawat. Peralatan yang langsung berhubungan dengan

daging harus terbuat dari bahan yang tidak toksik, tidak mudah korosif, mudah

dibersihkan dan didesinfeksi serta mudah dirawat.

Di dalam bangunan utama harus dilengkapi dengan sistem rel (railing

system) dan alat penggantung karkas yang didisain khusus dan disesuaikan dengan

alur proses untuk mempermudah proses pemotongan dan menjaga agar karkas tidak

menyentuh lantai dan dinding.

Sarana untuk mencuci tangan harus didisain sedemikian rupa agar tangan

tidak menyentuh kran air setelah selesai mencuci tangan, dilengkapi dengan sabun

dan pengering tangan seperti lap yang senantiasa diganti, kertas tissue atau

pengering mekanik (hand drier). Jika menggunakan kertas tissue, maka disediakan

pula tempat sampah tertutup yang dioperasikan dengan menggunakan kaki.

Harus disediakan sarana/peralatan untuk mendukung tugas dan pekerjaan

dokter hewan atau petugas pemeriksa berwenang dalam rangka menjamin mutu

daging, sanitasi dan higiene di Rumah Pemotongan Hewan. Perlengkapan standar

untuk karyawan pada proses pemotongan dan penanganan daging adalah pakaian

kerja khusus, apron plastik, penutup kepala, penutup hidung dan sepatu boot.
Higiene Karyawan dan Perusahaan

Rumah Pemotongan Hewan harus memiliki peraturan untuk semua

karyawan dan pengunjung agar pelaksanaan sanitasi dan higiene rumah

pemotongan hewan dan higiene produk tetap terjaga baik. Setiap karyawan harus

sehat dan diperiksa kesehatannya secara rutin minimal satu kali dalam setahun.

Setiap karyawan harus mendapat pelatihan yang berkesinambungan tentang

hygiene dan mutu. Daerah kotor atau daerah bersih hanya diperkenankan dimasuki

oleh karyawan yang bekerja di masing-masing tempat tersebut, dokter hewan dan

petugas pemeriksa yang berwenang.

Syarat Pemotongan Hewan

Pada dasarnya ada dua cara atau teknik pemotongan atau penyembelihan

ternak, yaitu teknik pemotongan ternak secara langsung dan teknik pemotongan

ternak secara tidak langsung. Pemotongan ternak secara langsung, dilakukan

setelah ternak diperiksa dan dinyatakan sehat, maka ternak langsung dapat

disembelih. Pemotongan ternak secara tidak langsung ialah ternak dipotong setelah

dilakukan pemingsanan dan ternak telah benar-benar pingsan.

Pada proses pemotongan ternak di Indonesia harus benar-benar

memperhatikan hukum-hukum agama Islam, karena ada kewajiban menjaga

ketentraman batin masyarakat. Pada pelaksanaannya ada 2 cara yang digunakan di

Indonesia, yaitu :

a). Tanpa “Pemingsanan”

Cara ini banyak dilakukan di Rumah-rumah Potong tradisional.

Penyembelihan dengan cara ini ternak direbahkan secara paksa

denganmenggunakkan tali temali yang diikatkan pada kaki-kaki ternak


yangdihubungkan dengan ring-ring besi yang tertanam pada lantai Rumah Potong,

dengan menarik tali-tali ini ternak akan rebah. Pada penyembelihandengan sistem

ini diperlukan waktu kurang lebih 3 menit untuk mengikat dan merobohkan ternak.

Pada saat ternak roboh akan menimbulkan rasa sakit karena ternak masih dalam

keadaan sadar.

b). Dengan Pemingsanan

Di Rumah Potong Hewan yang besar dan modern, sebelum ternak dipotong

terlebih dahulu dilakukan “pemingsanan”, maksudnya agar ternak tidak menderita

dan aman bagi yang memotong.

Hewan yang disembelih harus memenuhi syarat dan rukun yang telah

ditentukan menurut syariah. Penyembelihan dilaksanakan dengan memotong mari’

(kerongkongan), hulqum (jalan pernapasan) dan dua urat darah pada leher. Pada

proses pemotongan ternak di Indonesia harus benar-benar memperhatikan hukum-

hukum agama Islam, karena ada kewajiban menjaga ketentraman batin masyarakat.

Penyembelihan hewan potong di Indonesia harus menggunakan metode

secara Islam (Kesmavet, 1992). Hewan yang disembelih harus memenuhi syarat

dan rukun yang telah ditentukan menurut syariah. Penyembelihan dilaksanakan

dengan memotong mari’ (kerongkongan), hulqum (jalan pernapasan) dan dua urat

darah pada leher. Hewan yang telah pingsan diangkat pada bagian kaki belakang

dan digantung. Pisau pemotongan diletakkan 45 derajat pada bagian brisket,

dilakukan penyembelihan oleh modin dan dilakukan bleeding, yaitu menusukan

pisau pada leher kearah jantung. Posisi ternak yang menggantung menyebabkan

darah keluar dengan sempurna. Hewan yang dipotong baru dianggap mati bila

pergerakan-pergerakan anggota tubuhnya dan lain-lain bagian berhenti.


Kasus Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan (RPH)

Sapi betina produktif adalah sapi yang melahirkan kurang dari 5 (lima) kali

atau berumur dibawah 8 (delapan) tahun, atau sapi betina yang berdasarkan hasil

pemeriksaan reproduksi dokter hewan atau petugas teknis yang ditunjuk di bawah

pengawasan dokter hewan dan dinyatakan memiliki organ reproduksi normal serta

dapat berfungsi optimal sebagai sapi induk.

Menurut Undang-Undang No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan

Kesehatan, sapi betina yang boleh di potong adalah yang mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut :

1. Berumur lebih dari 8 (delapan) tahun atau sudah lebih dari 5 (lima) kali

2. Tidak produktif (majir) dinyatakan oleh dokter hewan atau tenaga asisten

kontrol teknik reproduksi di bawah penyeliahan dokter hewan.

3. Mengalami kecelakaan yang berat

4. Menderita cacat tubuh yang bersifat genetis yang dapat menurun pada

keturunannya sehingga tidak baik untuk ternak bibit.

5. Menderita penyakit menular yang menurut Dokter Hewan pemerintah harus

dibunuh/dipotong bersyarat guna membrantas dan mencegah penyebaran

penyakitnya, menderita penyakit yang mengancam jiwanya.

6. Membahayakan keselamatan manusia (tidak terkendali).

Pemotongan sapi betina produktif di RPH Kota Makassar memang sangat

tinggi dimana angka pemotongannya dapat meningkat tiap minggunya, untuk

melihat jumlah pemotongan sapi berdasarkan jenis kelamin di RPH Kota Makassar

dapat dilihat pada tabel berikut


Tabel Jumlah Pemotongan Sapi Berdasarkan Jenis Kelamin Di RPH Kota Makassar
Bulan Oktober 2015.

Sumber : Isnaenul, 2016

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pemotongan sapi betina sangat sering

dilakukan hal ini dapat disebabkan beberapa faktor seperti kurangnya sapi jantan

yang dipasok, faktor ekonomi peternak, permintaan pasar, dan harga sapi betina

lebih murah. Faktor yang paling dominan penyebab pemotongan sapi betina

produktif yaitu faktor ekonomi peternak, hal ini disebabkan peternak kebanyakan

menjual sapi mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka hal ini sesuai

dengan pendapat Palmarudi (2011) penjualan sapi betina produktif dilakukan

peternak untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan untuk mendapatkan uang

cash.

Pemotongan sapi betina produktif salah satunya disebabkan oleh kurangnya

sapi jantan yang disuplai ke RPH Kota Makassar, hal ini disebabkan karena struktur

populasi sapi potong memeang lebih dominan sapi betina dibandingkan sapi jantan,

hasil Sensus Pertanian (2013) memperlihatkan bahwa jumlah populasi sapi betina

sebanyak 705.119 ekor dan sapi jantan 278.917 ekor. Terdapat selisih yang sangat

jauh antara jumlah sapi betina dan sapi jantan. Sapi jantan juga kebanyakan
dikandangkan oleh peternak untuk dipersiapkan pada saat hari besar keagamaan

seperti idul adha sehingga tidak tersedia untuk dipotong pada hari biasa.

Pemotongan sapi betina produktif salah satu penyebabnya yaitu harga sapi

betina di pasaran lebih murah dibandingkan dengan sapi jantan, harga sapi betina

indukan di pasaran berharga sekitar Rp.7.000.000 sedangkan untuk jantan berharga

Rp. 8.000.000, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Litbang Pertanian, (2012)

dimana selisih harga sapi betina dan jantan dapat mencapai Rp. 500.000-

1.000.000/ekor dengan umur dan berat yang hampir sama, hal ini disebabkan

kebanyakan pedagang sapi menyimpan sapi jantan mereka untuk dijual nanti pada

saat hari besar keagamaan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih banyak.

Akibat dari hal ini maka untuk penyediaan daging setiap harinya diluar hari-hari

besar keagamaan sapi betina lebih banyak dipotong.

Dasar hukum larangan pemotongan sapi betina produktif adalah Undang-

Undang No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pasal 18 ayat

2 bahwa ternak ruminansia betina produktif dilarang disembelih karena merupakan

penghasil ternak yang baik, kecuali untuk keperluan penelitian, pemuliaan atau

untuk keperluan pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan.

Dijelaskan lebih lanjut bahwa jika larangan pemotongan ternak betina

produktif tetap dilanggar maka ada sangsi hukumannya dan ini berlaku pula untuk

pemotongan ternak ruminansia kecil. Ketentuan Pidana pada Undang-Undang

No.18 Tahun 2009 pasal 86 sebagi berikut :

1. Ternak ruminansia kecil betina produktif sebagaimana dimaksud pada pasal

18 ayat 2 dipidana dengan pidan kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan
paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,- (satu

juta rupiah) dan paling banyak Rp.5.000.000,- (limajuta rupiah).

2. Ternak ruminansia besar betina produktif sebagaimana dimaksud dalam

pasal 18 ayat 2 dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 3 (tiga)

bulan dan paling lama 9 (Sembilan) bulan dan atau denda paling sedikit

Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp.25.000.000,- (dua

puluh lima juta rupiah).

3. Pelanggaran pasal 18 (2) juga termasuk pelanggaran yang dikenakan sangsi

administrative, antara lain: peringatan secara tertulis, penghentian

sementara ijin pemotongan (jagal), pencabutan ijin pemotongan/jagal dan

pengenaan denda.

Sampai saat ini, berbagai upaya kebijakan telah ditempuh pemerintah

(pusat dan daerah) untuk penyelamatan sapi betina produktif, baik secara makro

(kebijakan pelarangan pemotongan dan pembatasan pengeluaran sapi betina

produktif) maupun secara mikro (kebijakan pemberian dana insentif pada

peternak), namun pemotongan sapi betina produktif di RPH dan perdagangan sapi

betina produktif antar pulau dan pasar hewan di wilayah sentra produksi masih

terus berlangsung dan bahkan sulit untuk dikendalikan.


PENUTUP

Kesimpulan

RPH adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan desain dan

konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higienis tertentu serta

digunakan sebagai tempat pemotongan hewan. Memiliki fungsi antara lain tempat

dilaksanakannya pemotongan hewan secara benar, tempat mendeteksi penyakit dll.

Salah satu syarat dari RPH adalah berada dilokasi yang tidak menimbulkan

gangguan dan kendaraan mudah masuk. Pemotongan sapi betina produktif masih

sering dilakukan dikarenakan beberapa faktor seperti kurangnya sapi jantan yang

dipasok, faktor ekonomi peternak, permintaan pasar, dan harga sapi betina lebih

murah.

Saran

Sebaiknya pemerintah lebih tegas dalam menjalankan Undang-undang

mengenai pemotongan hewan betina produktif agar produktivitas sapi dapat

ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA

Asdar, Z. 2014. Analisis proses pengelolaan pemotongan sapi dan kebau di rumah
potong hewan tamangapa kecamatan manggala makassar. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar

Data Sensus Pertanian, 2013. Populasi Sapi Potong Berdasarkan Jenis Kelamin.

Isnaenul, M. 2016. Implementasi uu no. 18 tahun 2009 pasal 18 ayat 2 tentang


pelarangan pemotongan sapi betina produktif di rph kota makassar. Skripsi.
Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar

Kesmavet, 1992. Pedoman Pembinaan Kesmavet. Direktorat Bina Kesehatan


Hewan Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta.

Palmarudi, M. 2011. Perilaku Peternak Sapi Potong Dalam Penjualan Sapi Betina
Produktif (Kasus Pada Sentra Produksi Sapi Bali Di Sulawesi Selatan).
Prosiding Seminar Nasional & Workshop Optimallisasi Sumberdaya Lokal
pada Peternakan Rakyat Berbasis Teknologi. Makassar

Sartono, D. 2011. Studi evaluative prosedur penyembelihan sapi di rumah


pemotongan hewan kota pekanbaru. Skripsi. Fakultas Pertanian dan
Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Pekanbaru

Anda mungkin juga menyukai