Anda di halaman 1dari 8

A.

PENGERTIAN
1. Kehamilan dengan penyulit janin besar

Kehamilan dengan janin besar merupakan salah satu penyulit pada kehamilan
yang bisa disebabkan beberapa faktor antara lain adalah karena penyakit Diabetes
Mellitus yang diderita ibu, faktor genetik dan faktor kecukupan gizi selama hamil. Pada
ibu hamil pemeriksaan antenatal memegang peranan penting dalam perjalanan
kehamilan dan persalinannya.

Usaha untuk pencegahan penyulit kehamilan dan persalinan tergantung pada


berbagai faktor dan tidak semata-mata tergantung dari sudut medis atau kesehatan saja.
Faktor sosial ekonomi diduga sangat berpengaruh. Karena pada umumnya seseorang
dengan keadaan sosial ekonomi baik memiliki kemampuan untuk memenuhi gizi
seimbang pada saat hamil. Hal ini juga memungkinkan ibu kelebihan nutrisi pada saat
hamil sehingga menyebabkan bayi besar. oleh karena itu pemeriksaan antenatal yang
sesuai standar dapat membantu mendeteksi penyulit pada masa kehamilan.
Dalam kehamilan, pertumbuhan dan perkembangan janin sebaiknya harus dapat diikuti
dengan baik. Adanya kelainan pertumbuhan janin seperti KMK (kecil untuk masa
kehamilan), BMK (besar untuk masa kehamilan), kelainan bawaan seperti hidrosefalus,
hidramnion, kehamilan ganda ataupun adanya kelainan letak janin sedini mungkin harus
segera dapat di deteksi. Bila keadaan ini baru di diagnosa pada kehamilan lanjut, maka
penyulit pada kehamilan dan persalinan akan sering dijumpai.

Jika ibu sehat dan didalam darahnya terdapat zat-zat makanan dan bahan-bahan
organis dalam jumlah yang cukup, maka pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam
kandungan akan berjalan baik. Demikian juga bila ditemukan kelainan pertumbuhan
janin baik berupa kelainan bawaan ataupun kelainan karena pengaruh lingkungan, maka
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan dapat mengalami gangguan.
(RHaryono Roeshadi, 2009)

2. Persalinan dengan janin besar

Persalinan dengan penyulit makrosomia adalah penyulit dalam persalinan akibat


janin besar yang merupakan kelanjutan dari penyulit kehamilan dengan janin besar.
Apabila tidak ditangani secara tepat akan berakibat fatal bagi ibu dan bayi. Kehamilan
Implikasi makrosomia bagi ibu melibatkan distensi uterus, menyebabkan peregangan
yang berlebihan pada serat-serat uterus. Hal ini menyebabkan disfungsional persalinan,
kemungkinan ruptur uterus, dan peningkatan insiden perdarahan postpartum. Persalinan
dapat menjadi lebih lama dan tindakan operasi pada saat melahirkan menjadi lebih
dimungkinkan. (Persis Mary, 2010)

Pada panggul normal, janin dengan berat badan 4000 - 5000 gram pada
umumnya tidak mengalami kesulitan dalam melahirkannya. Menentukan besarnya janin
secara klinis memang sulit. Kadang-kadang baru diketahui adanya janin besar setelah
tidak adanya kemajuan persalinan pada panggul normal dan his yang kuat. Pemeriksaan
yang teliti tentang adanya disproporsi sefalopelvik dalam hal ini perlu dilakukan.
Besarnya kepala dan tubuh janin dapat diukur pula secara teliti dengan menggunakan
alat ultrasonik.

Pada panggul normal, janin dengan berat badan kurang dari 4500 gram pada
umumnya tidak menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran dapat terjadi karena
kepala yang besar atau kepala yang lebih keras (pada post maturitas) tidak dapat
memasuki pintu atas panggul, atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul.
Pada disproporsi sefalopelvik (tidak seimbang kepala panggul) karena janin besar, seksio
sesarea perlu dipertimbangkan. (http://www.drdidispog.com/2008)

3. Bayi makrosomia
Pengertian dari makrosomia menurut pendapat para ahli sebagai berikut :
Makrosomia adalah bayi yang berat badannya pada saat lahir lebih dari 4.000 gram.
(Keperawatan Maternitas Edisi 4. Bobak Lowdermilk, Jensen)
Menurut Cunningham (1995 : 421) semua neonatus dengan berat badan 4000
gram atau lebih tanpa memandang umur kehamilan dianggap sebagai makrosomia.
Kondisi bayi dengan berat lahir makrosomia membutuhkan perawatan yang lebih/intensif
dan harus selalu dipantau untuk menghindari resiko dikemudian hari. Berat neonatus
pada umumnya kurang dari 4000 gram dan jarang melebihi 5000 gram. Frekuensi berat
badan lahir lebih dari 4000 gram adalah 5,3% dan yang lebih dari 4500 gram adalah
0,4%. (www.drdidispog.com/2010).
B. ETIOLOGI
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan terjadinya kelahiran bayi besar / Baby giant.
Faktor-faktor tersebut diantaranya :
1. Ibu yang menderita Diabetes Mellitus (DM) sebelum dan selama kehamilan.
Kadar gula darah ibu hamil penderita Diabetes Melitus tergolong tinggi. Kondisi inilah
yang memberi peluang janin untuk tumbuh melebihi ukuran rata-rata. Jika fungsi
plasenta dan tali pusaT baik, maka si calon bayi dapat tumbuh makin subur.
2. Ibu mempunyai riwayat melahirkan bayi besar.
Ibu yang pada kehamilan pertama melahirkan Baby giant berpeluang besar melahirkan
anak kedua dengan kondisi yang sama pada kehamilan berikutnya.
3. Faktor genetic
Obesitas dan overweight yang dialami ayah-ibu dapat menurun pada bayi.
4. Pengaruh kecukupan gizi
Porsi makanan yang dikonsumsi ibu hamil akan berpengaruh terhadapa bobot janin.
Asupan gizi yang berlebih bisa mengakibatkan bayi lahir dengan berat diatas rata-rata.
Pola makan ibu yang tidak seimbang atau berlebihan juga mempengaruhi kelahiran bayi
besar.
5. Bukan kehamilan pertama
Ada kecenderungan berat badan lahir anak kedua dan seterusnya lebih besar daripada
anak pertama. (www.wikimu.com).
C. Manifestasi Klinis
1. Pada saat kehamilan :
a) Uterus lebih besar dari biasanya atau tidak sesuai dengan usia gestasi
b) Tinggi fundus pada kehamilan aterm lebih dari 40 cm.
c) Taksiran berat badan janin (TBBJ) dari 4000 gram.
2. Pada bayi baru lahir :
a) Berat badan lebih dari 4000 gram
b) Badan montok dan kulit kemerahan
c) Organ internal membesar (hepatosplenomegali, spenomegali, kardiomegali)
d) Lemak tubuh banyak. (Markum, A.H. 1996)
C. Patofisiologis
Makrosomia ini disebabkan oleh terjadinya hiperglikemia pada janin (akibat hiperglikemia ibu)
dan hiperinsulinisme janin yang menyebabkan :
- Timbunan lemak subkutan janin dan glikogen hati bertambah
- Pertambahan ukuran dan berat dari hampir seluruh organ, yang memperlihatkan hipertropf
dan hyperplasia seluler
- Hematopiesis ektramedularis khususnya dari hepar yang menyebabkan pertambahan berat
badan. (Markum, A.H. 1996)

Umumnya bayi dengan makrosomia ini dilahirkan oleh ibu diabetik kelas A, B dan C. Insulin
dikatakan merupakan hormon pertumbuhan primer untuk perkembangan intra uterin. Diabetes
Maternal mengakibatkan peningkatan kadar asam-asam amino bus plasenta, pancreas janin
berespon dengan memproduksi insulin untuk disesuaikan dengan sediaan bahan baker
akselerasi sintesis protein yang diakibatkan bersama dengan penyimpanan glikogen dan lemak
berlebih bertanggung jawab terhadap terjadinya makrosomia yang khas pada kehamilan
diabetik. (Markum, A.H. 1996)
Bayi dari ibu yang menderita diabetes memperlihatkan insiden sindrom kegawatan pernafasan
yang lebih besar dari pada bayi ibu yang normal pada umur kehamilan yang sama. Insiden yang
lebih besar mungkin terkait dengan pengaruh antagonis antara kortisol dan insulin pola sintesis
surfakton. (Arvin Behrman Kliegmen, 1996)
D. Komplikasi
Bayi besar yang sedang berkembang merupakan suatu indikator dari efek ibu. Yang walaupun
dikontrol dengan baik dapat timbul pada janin, maka sering disarankan persalinan yang lebih
dini sebelum aterm. Situasi ini biasanya dinilai pada sekitar kehamilan 38 minggu. Penilaian
yang seksama terhadap pelvis ibu. Tingkat penurunan kepala janin dan diatas serviks. Bersama
dengan pertimbangan terhadap riwayat kebidanan sebelumnya. Seringkali akan menunjukkan
apakah induksi persalinan kemungkinan dan menimbulkan persalinan pervaginam. (Bobak, dkk.
2005)
Jika terjadi penyulit-penyulit ini dapat dinyatakan sebagai penatalaksanaan yang salah. Karena
hal ini sebenarnya dapat dihindarkan dengan seksio sesarea yang terencana. Walaupun
demikian, yang perlu dingat bahwa persalinan dari bayi besar (baby giant) dengan jalan
abdominal bukannya tanpa resiko dan hanya dapat dilakukan oleh dokter bedah kebidanan yang
terampil. (Arvin Behrman Kliegmen, 1996).
Bayi besar juga kerap menjadi penyulit pada saat persalinan normal, karena dapat
menyebabkan cedera baik pada ibu maupun bayinya.
Kesulitan yang dapat terjadi adalah :
1. Kesulitan pada ibu :
a) Robekan hebat jalan lahir
b) Perdarahan
c) Terjadi peningkatan persalinan dengan sectio caesaria.
d) Ibu sering mengalami gangguan berjalan pasca melahirkan akibat peregangan maksimal
struktur tulang panggul. Keluhan keluhan tersebut bisa sembuh dengan perawatan yang baik.
2. Pada bayi :
a) Terjadinya distosia bahu yaitu kepala bayi telah lahir tetapi bahu tersangkut di jalan lahir.
b) Asfiksia pada bayi sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan untuk melahirkan bahu.
c) Brachial Palsy (kelumpuhan syaraf di leher) yang ditandai dengan adanya gangguan motorik
pada lengan.
d) Patah tulang selangka (clavicula) yang sengaja dilakukan untuk dapat melahirkan bahu.
e) Kematian bila bayi tidak dapat dilahirkan.
Makrosomia dapat meningkatkan resiko pada bayi mengalami hipoglikemia, hipokalsemia,
hiperviskostas, dan hiperbilirubinemia.
1. Hipoglikemia
Hipoglikemi sering terjadi pada bayi dari ibu yang menderita penyakit DM karena cadangan
glukosa rendah. Pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin sehingga
respon insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir di mana jalur plasenta terputus maka
transfer glukosa berhenti sedangkan respon insulin masih tinggi (transient hiperinsulinisme)
sehingga terjadi hipoglikemi.
Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat menimbulkan kejang
yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan
kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan sampai kematian.
Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup selama proses
persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir. Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan
glukosa yang ada karena meningkatkan penggunaan cadangan glukosa, misalnya pada asfiksia,
hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan. (Khosim MS, dkk. 2004)
Istilah hipoglikemia digunakan bila kadar gula darah bayi secara bermakna dibawah kadar
rata-rata. Dikatakan hipoglikemia bila kadar glukosa darah kurang dari 30 mg/dl pada semua
neonatus tanpa menilai masa gestasi atau ada tidaknya gejala hepoglikemia. Umumnya
hepoglikemia terjadi pada neonatus umur 1 – 2 jam.
2. Hipokalsemia
Bayi menderita hipokalsemia bika kadar kalsium dalam serum kurang dari 7 mg/dl
(dengan/tanpa gejala), atau kadar kalsium 10 n kurang dari 3 mg/dl. Kejadiannya adalah kira-
kira 50% pada bayi dari ibu penderita DM. Beratnya hipokalsemia berhubungan dengan
beratnya diabetes ibu dan berkurangnya fungsi kelenar paranoid kadar kalsium terendah terjadi
pada umur 24-72 jam.
3. Polestemia dan Hiperviskositas
Penyebab polestemia kurang jelas akan tetapi mungkin disebabkan oleh meningkatnya produksi
sel darah merah yang sekunder disebabkan oleh hipoksia intra uterin kronik pada ibu dengan
penyakit vaskuler dan oleh transfusi plasenta intra uterin akibat hipoksia akut pada persalinan
atau kelahiran.
Dengan adanya polisetemia akan menyebabkan hiperviskositas darah dan akan merusak
sirkulasi darah. Selain itu peningkatan sel darah yang akan dihemolisis ini meningkatkan beban
hederobin potensial heperbilirubinemia. Bayi makrosomia dapat menderita fraktur klavikula,
laserasi limpa atau hati cedera flesus brakial, palsi fasial, cedera saraf frenik atau hemoragi
subdural.
Hiperviskositas mengakibatkan menurunnya aliran darah dan terjadinya hipoksia jaringan serta
manifestasi susunan saraf pusat berupa sakit kepala, dizziness, vertigo, stroke, tinitus dan
gangguan penglihatan berupa pandangan kabur, skotoma dan diplopia. (Markum, A.H. 1996).

4. Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL. Bilirubin pada
neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin mulai meningkat secara
normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan akan
menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu. Pada bayi baru lahir, ikterus yang
terjadi pada umumnya adalah fisiologis, kecuali:
a) Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan
b) Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10 mg/dL
c) Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam
d) Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL
e) Ikterus menetap pada usia >2 minggu
f) Terdapat faktor resiko
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:
- Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih
pendek.
- Fungsi hepar yang belum sempurna

E. Mekanisme Persalinan
Pada panggul normal, janin dengan berat badan 4000 - 5000 gram pada umumnya tidak
mengalami kesulitan dalam melahirkannya. Menentukan besarnya janin secara klinis memang
sulit. Kadang-kadang baru diketahui adanya janin besar setelah tidak adanya kemajuan
persalinan pada panggul normal dan his yang kuat. Pemeriksaan yang teliti tentang adanya
disproporsi sefalopelvik dalam hal ini perlu dilakukan. Besarnya kepala dan tubuh janin dapat
diukur pula secara teliti dengan menggunakan alat ultrasonik.
Pada panggul normal, janin dengan berat badan kurang dari 4500 gram pada umumnya tidak
menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran dapat terjadi karena kepala yang besar atau
kepala yang lebih keras (pada post maturitas) tidak dapat memasuki pintu atas panggul, atau
karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul. Apabila kepala anak sudah lahir tetapi
kelahiran bagian-bagian lain macet karena lebarnya bahu, janin dapat meninggal akibat
asfiksia. (http://www.drdidispog.com/2008)
Pada disproporsi sefalopelvik (tidak seimbang kepala panggul) karena janin besar, seksio
sesarea perlu dipertimbangkan. Kesulitan melahirkan bahu tidak selalu dapat diduga
sebelumnya. Apabila kepala sudah lahir sedangkan bahu sulit dilahirkan, hendaknya dilakukan
episiotomi mediolateral yang cukup luas, hidung serta mulut janin dibersihkan, kemudian kepala
ditarik curam ke bawah secara hati-hati dengan kekuatan yang terukur.
Bila tidak berhasil, tubuh janin diputar dalam rongga panggul, sehingga bahu belakang menjadi
bahu depan dan lahir di bawah simfisis. Bila dengan cara ini pun belum berhasil, penolong
memasukkan tangannya ke dalam vagina dan berusaha melahirkan lengan belakang janin
dengan menggerakkan di muka dadanya. Untuk melahirkan lengan kiri digunakan tangan kanan
penolong, dan sebaliknya. Kemudian bahu depan diputar ke diameter miring dari panggul guna
melahirkan lengan depan.
Pada keadaan dimana janin telah mati sebelum bahu dilahirkan, dapat dilakukan kleidotomi
pada satu atau kedua klavikula (tulang disamping leher) untuk mengurangi kemungkinan
perlukaan jalan lahir. (http://www.drdidispog.com/2008)

F. Pencegahan
Selama perawatan antepartal dilakukan pengkajian ukuran pelvic ibu dan ukuran janin yang
sedang berkembang. Ukuran janin ditentukan dengan palpasi panjang crown-rump janin dalam
uterus. Sonografi pelvimetri dapat memberikan informasi lebih lanjut. Bila terlihat uterus yang
sangat besar, hidramnion, atau ukuran janin yang sangat besar, atau janin lebih dari satu
merupakan hal yang perlu dipertimbangkan sebagai kemungkinan penyebab.

Hal hal yang dilakukan untuk mengantisipasi makrosomia :


1. Melakukan pemeriksaan kehamilan yang teratur sehingga kenaikan berat badan janin saat
masih dalam kandungan dapat dikontrol dengan baik.
2. Melakukan pemeriksaan kadar gula dalam darah.
3. Konsultasikan pola makan dan asupan gizi semasa hamil dengan dokter.
4. Sesuaikan kenaikan berat badan ibu selama kehamilan antara 8-12 kg.
5. Lebih banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung protein (ikan, susu, daging, tahu,
tempe) vitamin dan mineral (sayur dan buah buahan).
6. Kurangi makan makanan yang banyak mengandung karbohidrat seperti nasi, gula, mie,
roti/kue, dll. Melakukan USG secara rutin selama kehamilan, sehingga dapat memantau
penambahan berat badan bayi selama dalam kandungan dan dapat diambil langkah langkah
untuk mencegah terjadinya bayi besar. (Hendrik, 2009)
G. Penatalaksanaan Medis
Pemeriksaan klinik dan ultrasonografi yang seksama terhadap janin yang sedang tumbuh,
disertai dengan faktor-faktor yang diketahui merupakan predisposisi terhadap makrosomia (bayi
besar) memungkinkan dilakukannya sejumlah kontrol terhadap pertumbuhan yang berlebihan.
Peningkatan resiko bayi besar jika kehamilan dibiarkan hingga aterm harus diingat dan seksio
sesarea efektif harus dilakukan kapan saja persalinan pervaginam. (Arvin Behrman Kliegmen,
1996).
Tanpa memandang besarnya semua bayi dari ibu diabetes sejak semula harus mendapat
pengamatan dan perawatan yang intensif, kadar gula darah pada bayi harus ditentukan pada 1
jam post partum dan kemudian setiap 6 – 8 jam berikutnya, jika secara klinis baik dan kadar
gula darahnya normal. Mula-mula diberikan makanan oral/sonde air glukosa 5% dilanjutkan
dengan ASI. Air susu formula yang dimulai pada umur 2 – 3 jam dan diteruskan dengan interval
makanan oral. Pemberian makanan harus dihentikan dan glukosa di berikan dengan infus
intravena perifer pada kecepatan 4 – 8 mg/kg BB/menit untuk mengatasi :
1. Hipoglikemia
Tujuan utama pengobatan hipoglikemia adalah agar kadar glukosa serum tetap normal pada
kasus hipoglikemia tanpa gejala lakukan tindakan berikut :
- Apabila kadar glukosa dengan dextrosix 25 mg/dl maka bayi diberi larutan glukosa sebanyak 6
mg/kg BB/menit dan kemudian diperiksa tiap 1 jam hingga normal dan stabil.
- Bila doxtrosix menunjukkan hasil 25 – 46 mg/dl dan bayi tidak tampak sakit maka diberi
minum glukosa 5% lalu diperiksa tiap jam hingga stabil. Pada kasus hipoglikemia dengan gejala
diberikan larutan glukosa 10% sebanyak 2 – 4 ml/kg BB intra vena selama 2 – 3 menit hingga
kadar glukosa stabil.
2. Hipokalsemia
Hipokalsemia dengan kejang harus diobati dengan larutan kalsium glukonat 10% sebanyak 0.2
– 0.5 ml/kg BB intravena yang harus diperhatikan selama pemberian adalah aritmia jantung,
bradikardi dan ekstravasasi cairan dan alat infuse, kadar kalsium serum harus dipantau tiap
jam.
3. Hiperbilirubinemia
Sejak bayi mulai kurang kadar bilirubin harus dipantau dengan teliti kalau perlu berikan terapi
sinar/transfusi darah.
4. Polisitemia
Dicoba dengan penambahan pemberian minum sebanyak 20 – 40 ml/kg BB/ hari disamping itu
dipantau Hb darah tiap 6 – 12 jam tanpa gejala, bila dengan gejala seperti gangguan nafas
jantung atau kelainan neurologik harus dilakukan transfusi parsial dengan plasma beku segar.
(Bobak, dkk. 2005)

Anda mungkin juga menyukai