Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Menurut WHO keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling

berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan (Harmoko,2012)

dalam Indra Amarudin Setiana, 2016. Keluarga adalah unit terkecil dari suatu

masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapah orang yang

terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling

ketergantungan (Depkes RI, 1998) dalam Maria H. Bakri, 2017.

WHO (2008) mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan sehat adalah

meliputi karakteristik individu, perilaku dan lingkungan fisik,social dan ekonomi

(Maria H. Bakri, 2017). Kesehatan keluarga merupakan suatu perubahan

dinamika social yang meliputi factor biologis, psikologis, spiritual, sosiologis dan

budaya anggota keluarga sebagaikeseluruhan sistem keluarga (Hanson, 2005)

dalam Maria H. Bakri, 2017).

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi yang

menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran pernafasan mulai dari hidung

hingga alveoli, seperti sinus, rongga telinga dan pleura. Baktri yang dapat

menyebabkan ISPA paling banyak ialah Haemophilus influenza dan

Streptoccocus pneumonia (Najma, 2016). ISPA masih merupakan masalah

kesehatan utama yang banyak ditemukan di Indonesia. Hal ini disebabkan masih

tingginya angka kematian karena ISPA teruatama pada bayi dan balita. Infeksi

1
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering dijumpai dan

merupaka penyebab kematian paling tinggi pada anak dan balita.

WHO memperkirakan insiden ISPA di Negara berkembang dengan angka

kematian balita di atas 40 per 100 kelahiran hidup adalah 15-20% pertahun pada

golongan usia balita. Menurut WHO kurang lebih 13 juta anak balita di dunia

meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian terdapat di Negara

berkembang, dimana ISPA merupakan salah satu penyebabutama kematian

dengan membunuh ± 4 juta anak balita setiap tahun (Rudianto, 2013) dalam

(Patmawati Dongky & Kadrianti / Unnes Journal of Public Health 5 (4) (2016).

Kasus ISPA terbanyak terjadi di India 43 juta, China 21 juta, Pakistan 10 juta dan

Bangladesh, Indonesia, masing-masing 6 juta episode. Dari semua kasus yang

terjadi di masyarakat, 7-13 % kasus berat dan memerlukan perawatan rumah

sakit.

Di Indonesia, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) selalu menempati

uruutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita (Najmah,

2016). Berdasarkan prevalensi ISPA tahun 2016 di Indonesia telah mencapai

25% dengan rentng kejadian yaitu sekitar 17,5% - 41,4% dengan 16 provinsi

diantaranya mempunyai prevalensi diatas angka nasional. Kejadian ISPA

tertinggi berada pada Provinsi Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%),

Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barar (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%)

(Riskesdas, 2013). Prevalensi penyakit menular ISPA pada balita mengalami

penurunan jika dibandingkan dengn hasil Riskesdas 2013. Prevalensi ISPA turun

dari 13,8% menjadi 4,4% (Riset Kesehatan Dasar Indonesia 2013). Tetapi kasus

2
ISPA masih banyak ditemukan ditempat pelayanan kesehatan, baik di tingkat

Puskesmas maupun di tingkat Rumah Sakit. Berbagai upaya telah dilakukan oleh

pemerintah untuk mengendalikan penyakit ISPA, dimulai sejak tahun 1984

bersamaan dengan diawalinya pengendalian ISPA ditingkat global oleh WHO.

Namun sampai saat ini, upaya tersebut belum memperlihatkan hasil yang

signifikan (Najmah, 2016).

Target nasional penemuan kasus ISPA adalah 10% dari jumlah penduduk

kelompok umur bayi dan balita, sedangkan cakupan penemuan kasus tahun 2013

yaitu 90% dan estimasi jumlah penduduk kelompok umur bayi dan balita 10%

dari jumlah penduduk pertahun. Cakupan penemuan penderita ISPA pada bayi

dan balita di Povinsi Sulawesi Utara untuk tahun 2015 sebanyak 812 kasus dan

untuk tahun 2016 sebanyak 635 kasus (3,04%). Dari cakupan penemuan ISPA di

Kabupaten Minahasa Selatan pada tahun 2016 tergetnya adalah 1.591 orang

dengan jumlah penderita ISPA ditemukan sebanyak 52 kasus (Riskesdas, 2016).

ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan kunjungan pasien di

Puskesmas (40%-60%) dan Rumah Sakit (15%-30%) (Direktorat Jenderal

Pengemdalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL,2011).

Menurut data yang saya dapatkan di Puskesmas Amurang Barat ISPA masuk

dalam 10 penyakit menonjol dan berada pada urutan pertama. Seperti data yang

ada di bawah ini :

3
Sepuluh penyakit terbanyak tahun 2018 Puskesmas Amurang Barat :

NO PENYAKIT JUMLAH

1 ISPA 1139
2 HIPERTENSI 635
3 GASTRITIS 419
4 TONSILITIS 234
5 PENYAKIT KULIT ALERGI 230
6 PENYAKIT PADA SISTEM OTOT DAN 217
JARINGAN PENGIKAT (TULANG
BELAKANG, RADANG SENDI TERMASUK
REMATIK).
7 DIABETES MELITUS 207
8 PENYAKIT MATA LAINNYA 190
9 PENYAKIT KULIT INFEKSI 90
10 KATARAK 80

Dari uraian latar belakang, penulis tertarik untuk melakukan “Asuhan

Keperawatan dengan ISPA di Wilayah Kerja Puskesma Amurang Barat”, karena

di Puskesmas Amurang Barat penyakit ISPA berada diurutan pertama 10

penyakit terbanyak di tahun 2018.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas penulis merumuskan masalah, yaitu bagaimana

penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pernafasan “Infeksi

Saluran Pernafasan Akut” di Puskesmas Amurang Barat.

4
C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan keluarga dengan ISPA di

Wilayah Kerja Puskesmas Amurang 2.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu mendeskripsikan pengkajian keperawatan keluarga dengan Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Wilayah Kerja Puskesmas Amurang

Barat.

b. Mampu mendekripsikan diagnosa keperawatan keluarga dengan Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Wilayah Kerja Puskesmas Amurang

Barat.

c. Mampu mendekripsikan rencana keperawatan keluarga dengan Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Wilayah Kerja Puskesmas Amurang

Barat.

d. Mampu mendekripsikan tindakan keperawatan keluarga dengan Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Wilayah Kerja Puskesmas Amurang

Barat.

e. Mampu mendekripsikan evaluasi keperawatan keluarga dengan Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Wilayah Kerja Puskesmas Amurang

Barat.

5
D. MANFAAT PENULISAN

1. Bagi Penulis / Peneliti

Dapat di jadikan sebagai pengembangan pengetahuan sehingga dapat

mengaplikasikan ilmu yang telah di dapat di bangku perkuliahan dan dapat

menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi peneliti dalam penelitian ilmiah.

2. Tempat Penelitian

Menjadi bahan masukan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan, khusunya

perawatan pada pasien dengan ISPA.

3. Bagi Institusi

Sebagai referensi dalam penelitian lanjutan dan bahan pertimbangan bagi

yang berkepentingan untuk melanjutkan penelitian sejenis.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Keluarga

1. Pengertian

Menurut WHO keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling

berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan.

(Harmoko,2012) dalam Indra Amarudin Setiana 2016.

Keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri

dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal

di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling

ketergantungan (Depkes RI, 1998) dalam Maria H. Bakri 2018, hal12.

Secara umum, keluarga didefinisikan sebagai unit sosial-ekonomi

terkecil dalam masyarakat yang merupakan landasan dasar dari semua

institusi. Keluarga merupakan kelompok primer yang terdiri dari dua

atau lebih orang yang mempunyai jaringan interaksi interpersonal,

hubungan darah, hubungan perkawinan, dan adopsi.

2. Tipe Keluarga

Secara umum tipe keluarga dibagi menjadi dua, yaitu keluarga

tradisional dan keluarga modern (nontradisional), dalam Maria H.

Bakri 2018, hal 14.

a. Tipe Keluarga Tradisional

1) Keluarga Inti (Nuclear Family)

7
Keluarga inti merupakan keluarga kecil dalam satu rumah.

Dalam keseharian, anggota keluarga inti ini hidup bersama

dan saling menjaga. Mereka adalah ayah, ibu, dan anak-anak.

2) Keluarga Besar (Exstended Family)

Keluarga besar cenderung tidak hidup bersama-sama dalam

kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan karena keluarga

besar merupakan gabungan dari beberapa keluarga inti yang

bersumbu dari satu keluarga inti. Satu keluarga memiliki

beberapa anak, dan kemudian menikah lagi dan memiliki anak

pula.

3) Keluarga Dyad (Pasangan Inti)

Tipe keluarga ini biasanya terjadi pada sepasang suami-istri

yang baru menikah. Mereka tgelah membina rumah tangga

tetapi belum dikarunia anak atau keduanya bersepakat untuk

tidak memiliki anak lebih dulu. Akan tetapi jika dikemudian

hari memiliki anak, maka status tipe keluara mereka akan

menjadi keluarga inti.

4) Keluarga Single Parent

Keluarga Single Parent adalah kondisi seseorang tidak

memiliki pasangan lagi. Hal ini bias disebabkan karena

perceraian atau meninggal dunia. Akan tetapi Single Parent

mensyaratkan adanya anak, baik anak kandun maupun anak

8
angkat. Jika ia sendirian, maka tidak bias dikatakan sebagai

keluarga meski sebelumnya pernah membina rumah tangga.

5) Keluarga Single Adult (Bujan Dewasa)

Dalam istilah kekinian, tipe keluarga ini disebut sebagai

pasangan yang Long Distance Relationship (LDR), yaitu

pasangan yang menambil jarak atau berpisah sementara waktu

untuk kebutuhan tertentu, misalnya bekerja atau kuliah.

Seseorang yan berada jauh dari keluarga ini kemudian tinggal

di rumah atau indekos. Orang dewasa inilah yang kemudian

disebut sebagai singleadult. Meski ia telah memiliki pasangan

di suatu tempat, namun ia terhitung single di tempat lain.

b. Tipe Keluarga Modern (Nontradisional)

1) The Unmarriedteenege Mother

Belakangan ini, hubungan seks tanpa pernikahan sering terjadi

di masyarakat kita. Meski pada akhirnya pasangan itu

beberapa menikah, namun banyak pula yang kemudian

memilih hidup sendiri, misalnya pada akhirnya si perempuan

memilih merawat anaknya sendirian. Kehidupan seorang ibu

bersama anaknya tanpa pernikahan inilah yang kemudian

masuk dalam kateori keluarga.

2) Reconstituded Nuclear

Sebuah keluarga yan tadinya berpisah, kemudian kembali

membentuk keluarga inti melalui perkawinan kembali.

9
Mereka tinggal serta hidup bersama anak-anaknya, baik anak

dari pernikahan sebelumnya, maupun hasil dari perkawinan

baru.

3) The Stepparent Family

Dengan berbagai alasan, dewasa ini kita temui seorang anak

diadopsi oleh sepasang suami-istri, baik yang sudah memiliki

anak maupun belum. Kehidupan anak dengan orangtua tirinya

inilah yang dimaksud dengan the stepparent family.

4) Commune Family

Tipe keluarga ini biasanya hidup di dalam penampungan atau

memang memiliki kesepakatan bersam untuk hidup satu atap.

Hal ini bisa berlamgsung dalam waktu singkat, sampai dengan

waktu yang lama. Mereka tidak memiliki hubungan darah

namun memutuskan hidup bersama dalam satu rumah, satu

fasilitas, dan pengalaman yang sama.

5) TheNon Marital Heterosexual Conhibitang Family

Tanpa ikatan pernikahan, sesorang memutuskan untuk hidup

bersama dengan pasangannya. Namun dalam waktu yang

relatif singkat, seorang itu kemudian berganti pasangan lagi

dan tetap tanpa hubungan pernikahan.

6) Gay and Lesbian Family

Seseorang dengan jenis kelamin yang sama menyatakan hidup

bersama sebagaiman pasangan suami-istri (marital partners).

10
7) Cohibiting Couple

Misalnya dalam perantauan, karena merasa satu negara atau

satu darerah, kemudian dua atau lebih orang bersepakatan

untuk tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan. Kehidupan

mereka sudah seperti kehidupan berkeluarga. Alasan untuk

hidup bersama ini bisa beragam.

8) Group-Marriage Family

Beberapa orang dewasa menggunakan alat-alat rumah tangga

bersama dan mereka merasa sudah menikah, sehingga berbagi

sesuatu termasuk seksual dan membesarkan anaknya bersama.

9) Group Network Family

Keluarga inti yang dibatasi oleh aturan atau nilai-nilai hidup

bersama atau berdekatan satu sama lainya, dan saling

menggunakan barang-barang rumah tangga bersama,

pelayanan dan tanggung jawab membesarkan anaknya.

10) Foster Family

Seorang anak kehilangan orangtuanya, lalu ada sebuah

keluarga yang bersedia menampungnya dalam kurun waktu

tertentu. Hal ini dilakukan hingga anak tersebut bisa bertemu

dengan orangtua kandungnya. Dalam kasus lain, bisa jadi

orangtua si anak menitipkan kepada seseorang dalam waktu

tertentu hingga ia kembali mengambil anaknya.

11
11) Institusional

Anak atau orang dewasa yang tinggal dalam suatu panti.

Entah dengan alasan dititipkan oleh keluarga atau memang

ditemukan dan kemudian ditampung oleh panti atau dinas

sosial.

12) Homeless Family

Keluarga yang terbentukn dan tidak mempunyai perlindungan

yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan

dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.

3. Struktur Dalam Keluarga

Friedman (via Effendy, 1998) dalam Maria H. Bakri, 2017

menjelaskan bahwa struktur dalam keluarga terbagi menjadi empat,

yaitu 1) pola klomunikasi keluarga; 2) struktur peran; 3) struktur

kekuatan; dan 4) nilai-nilai keluarga.

a. Pola Komunikasi Keluarga

Komunikasi menjadi hal yang sangat penting dalam sebuah

hubungan, tak hanya bagi keluarga melainkan berbagai macam

hubungan. Di dalam keluarga, komunikasi yang dibangun akan

menentukan kedekatan antara anggota keluarga. Pola komunikasi

berupa interaksi, ada interaksi yang berfungsi dan ada yang tidak

berfungsi. Pola interaksi yang berfungsi dalam keluarga memiliki

karakteristik ; terbuka, jujur, berpikiran positif, dan selalu berupaya

menyelesaikan konflik keluarga. Dengan pola komunikasi yang

12
berfungsi dengan baik ini, penyampai pesan (pembicara) akan

mengemukakan pendapat, meminta dan menerima umpan balik.

Sedangkan pola interaksi yang tidak berfungsi, yaitu; 13onge

pembicaraan hanya pada satu orang, misalnya kepala keluarga yang

menjadi penetu atas segala apa yang terjadi dan dilakukan oleh

anggota keluarga, tidak ada diskusi didalam rumah, seluruh

keluarga hanya menyetujui, entah benar-benar setuju atau hanya

terpaksa, hilangnya empati didalam keluarga kerena masing-masing

anggota keluarga tidak bisa menyatakan pendapatnya.

b. Struktur Peran

Struktur peran merupakan serangkaian perilaku yang diharapkan

sesuai dengan posisi 13onger yang diberikan. Bapak berperan

sebagai kepala rumah tangga, ibu berperan dalam wilayah

13ongerin, anak dan lain sebagainya memiliki peran masing-masing

dan diharapkan saling mengerti dan mendukung.

c. Struktur Kekuatan

Struktur kekuatan keluarga menggambarkan adanya kekuasaan atau

kekuatan dalam sebuah keluarga yang digunakan untuk

mengendalikan dan memengaruhi anggota keluarga. Beberapa

13onger yang mendasari terjadinya struktur kekuatan keluarga.

1) Legitimate power (kekuatan/wewenang yang sah)

13
Dalam konteks keluarga, kekuatan ini sebenarnya tumbuh

dengan sendiri karena ada hirearki yang merupakan konstruk

masyarakat kita.

2) Referent power

Friedman (1998) menunjukkan bahwa kekuatan tidak harus

ditunjukan secara fisik, melainkan juga dengan teladan.

3) Reward power

Kekuasaan penghargaan berasal dari adanya harapan bahwa

orang yang berpengaruhdan dominan akan melakukan sesuatu

yang positif terhadap ketaatan seeorang (Friedman, 1998).

4) Coercive power

Friedman (1998) mendefinisikan kekuatan ini sebagai

kekuasaan dominasi atau paksaan yang mampu untuk

menghukum bila tidak taat.

d. Nilai-Nilai dalam Kehidupan Keluarga

Dalam suatu kelompok selalu terdapat nilai-nilai yang dianut

bersama, meski tanpa tertulis. Nilai-nilai tersebut akan terus bergulir

jika masih ada anggota kelompok yang melestarikannya. Artinya,

sebuah nilai akan terus berkembang mengikuti anggotanya.

Demikian pula dalam keluarga. Keluarga sebagai kelompok kecil

dalam sistem 14onger memiliki nilai yang diterapkan dalam tradisi

keluarga. Misalnya tradisi makan bersama, yang memiliki nilai

positif dalam membangun kebersamaan dan melatih untuk berbagi.

14
e. Struktur Keluarga dari Dimensi Budaya

Berikut ini jenis-jenis struktur keluarga :

1) Berdasarkan Jalur Hubungan Darah

a) Patrilineal

Ialah suatu adat masyarakat dimana pengatur alur keurunan

berasal dari pihak ayah.

b) Matrilineal

Ialah suatu adat masyarakat di mana pengatur alur

keturunan berasal dari pihak ibu. Kita bisa menemukan

budaya ini pada beberapah suku yang merupakan penduduk

asli Amerika Serikat.

2) Berdasarkan Dominasi Keberadaan Tempat Tinggal

a) Patrilokal

Ialah adat yang mengatur pasangan suami-istri untuk

tinggal bersama atau di sekitar tempat tinggal keluarga dari

pihak suami.

b) Matrilokal

Ialah adat di mana pasangan baru diwajibkan tinggal

disekitar atau bersama dengan keluarga sedarah pihak istri

(Harlinawati, 2013) dalam Maria H. Bakri, 2017.

3) Berdasarkan Dominasi Pengambilan Keputusan

a) Patriarkal

15
Ialah suatu kondisi rumah tangga di mana pengambilan

keputusan didominasi oleh pihak suami, bahkan oleh

keluarga besarnya.

b) Matriarkal

Ialah suatu kondisi rumah tangga dimana pengambilan

keputusan berada pada pihak istri, bahkan oleh keluarga

besarnya.

c) Equalitrian

Ialah suatu kondisi rumah tangga dimana pihak suami dan

pihak istri mebahas suatu masalah untuk menentukan

keputusan bersama.

4. Fungsi dan Peran Keluarga

Fungsi dan peran keluarga merupakan hal penting yang harus

dijalankan dan dipatuhi oleh setiap anggotanya.

a. Fungsi Keluarga

Aspek fungsional keluarga adalah usaha untuk membentuk

ikatan keluarga yang intim, interaktif , dan saling ketergantungan

yang memiliki nilai-nilai, tujuan, sumber, tanggungjawab, dan

keputusan sepanjang waktu (Steinmetz Clavan & Stein, 1990)

dalam Maria H. Bakri, 2017.

Friedman (1998) mengelompokkan fungsi pokok keluarga

dalam lima poin yaitu fungsi reproduktif, sosialisasi, affektif,

ekonomi, dan perawatan kesehatan.

16
1) Fungsi reproduktif keluarga

Hubungan suami –istri terkait pola reproduksi. Fungsi ini

ialah untuk mempertahankan generasi dan menjaga

kelangsungan sebuah keluarga.

2) Fungsi social keluarga

Mengembangkan dan melatih anak untuk hidup bersosial

sebelum meninggalkan rumah dan berhubungan dengan orang

lain. Dalam hal ini, anggota keluarga belajar disiplin, norma-

norma, budaya dan perilaku melalui interaksi dengan anggota

keluarganya sendiri.

3) Fungsi affektif keluarga

Fungsi ini hanya bisa diperoleh dalam keluarga, tidak dari

pihak luar. Maka komponen yang diperlukan dalam

melaksanakan fungsi ini yaitu saling mendukung,

menghormati, dan saling asuh. Intinya, seorang anggota

keluarga merasa mendapatkan perhatian, kasih sayang,

dihormati, kehangatan dan lain sengainya.

4) Fungsi ekonomi keluarga

Faktor ekonomi menjadi hal penting dalam sebuah keluarga.

Fungsi ekonomi keluarga meliputi keputusan rumah tangga,

pengelolaan keuangan, pilihan asuransi, jumlah uang yang

digunakan, perencanaan 17ongeri, dan tabungan.

5) Fungsi perawatan keluarga

17
Keluarga merupakan perawat primer bagi anggotanya. Untuk

itu, fungsi ini penting ada untuk mempertahankan keadaan

kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produkivitas

tinggi.

Selain lima fungsi keluarga menurut Friedman tadi,

BKKN (1992) menambahkan beberapah fungsi keluarga. Hal

ini disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang dihadapi oleh

masyarakat Indonesia.

a) Fungsi pendidikan

Keluarga memiliki kewajiban mendidik anak sesuai

dengan tingkat perkembangan anak.

b) Fungsi budaya

Setiap wilayah, memiliki tradisi atau budaya yang

dipegang oleh masyarakatnya.

c) Fungsi agama

Masyarakat kita, dilihat dari dasar 18onger, adalah

masyarakat yang memegang teguh ajaran-ajaran agama.

d) Fungsi cinta kasih

Keluarga berfungsi untuk memberikan pembelajaran

kepada anggota keluarganya akan arti cinta kasih.

Terutama adalah orangtua yang harus memberikan contoh

bagaiman sikap saling menyayangi, menghargai,

18
mengasihin dan mencintai sehingga tumbuh perasaan

nyaman berada di luar rumah.

e) Fungsi perlindungan

Fungsi ini menegaskan bahwa keluarga merupakan

tempat berlindung, dapat memberikan rasa aman, baik

ketika berada didalam rumah maupun diluar rumah, baik

fisik maupun psikis, bagi anggotanya.

f) Fungsi pelestarian lingkungan

Manusia hidup tidak terlepas dari lingkungan dan penting

untuk keselamatan bersama. Untuk itulah, fungsi keluarga

adalah membangun kesadaran, sikap, dan praktik kepada

anak untuk menjaga lingkungan tetap lestari.

b. Peran Keluarga

Terdapat delapan posisi yang harus dipenuhi sepasang suami-

istri dalam berumah tangga, yaitu memberi nafkah, mengurus

rumah tangga, perawatan anak, sosialisasi, seksual, terapeutik,

rekreasi dan kekerabatan.

Adapun peran masing-masing anggota keluarga dapat

dideskripsikan sebagai berikut.

1) Peranan Ayah

Peran seoarang ayah bagi keluarganya, jika dideskripsikan

satu per satu adalah sebagai berikut.

a) Pemimpin/Kepala Keluarga

19
b) Pencari Nafkah

c) Partner Ibu

d) Pelindung

e) Pemberi Semangat

f) Memberi Perhatian

g) Pengajar dan Pendidik

h) Sebagai Teman

i) Menyediakan Kebutuhan

2) Peranan Ibu

Peran ibu tidak kalah penting dengan ayah. Ibu cenderung

menjadi teman dan pendidik pertama bagi anak. Peran

seoarang ibu bagi keluarganya, jika dideskripsikan satu per

satu adalah sebagai berikut.

a) Pengasuh dan Pendidik Anak

b) Partner Ayah

c) Manajer Keluarga

d) Menteri Keuangan Keluarga

e) Pemberi Teladan

f) Psikolog Keluarga

g) Perawat dan Dokter Keluarga

h) Satpam bagi Anak-Anaknya

3) Peranan Anak

20
Anak menjadi objek sekaligus subjek. Dalam tradisi

masyarakat kita, anak melaksanakan peranan psikososial

sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik fisik, mental,

21onger, dan spiritual.

Peran anak dalam keluarga, adalah sebagai berikut.

a) Pemberi Kebahagiaan

b) Pemberi Keceriaan Kelurga

c) Penjaga Nama Baik Keluarga

d) Perawat Orang Tua

5. Perkembangan Keluarga

Perkembangan keluarga adalah sebuah proses perubahan sistem

keluargayang bergerak bertahap dari waktu ke waktu. Setiap tahapan

umumnya memiliki tugas dan resiko kesehatan yang berbeda-beda.

Duval (via Dion dan Betan, 2013), membagi keluarga dalam 8 tahap

perkembangan, yaitu :

a. Keluarga Baru (Berganning Family)

Keluarga baru dimulai ketika dua individu membentuk keluarga

melalui perkawinan..

b. Keluarga dengan Anak Pertama < 30 bulan (Child Bearing)

Tahap keluarga dengan anak pertama ialah masa transisi

pasangan suami-istri yang dimulai sejak anak pertama lahir

sampai berusia kurang dari 30 bulan.

c. Keluarga dengan Anak Prasekolah

21
Tahap ini berlangsung sejak anak pertama berusia 2,5 tahun

hingga 5 tahun.

d. Keluarga dengan Anak Usia Sekolah (6-13 tahun)

Tahap ini berlangsung sejak anak pertama menginjak sekolah

dasar sampai memasuki awal masa remaja.

e. Keluarga dengan Anak Remaja (13-20 tahun)

Dalam perkembangan tahap remaja ini orang tua perlu

memberikan kebebasan yang seimbang dan bertaggungjawab.

f. Keluarga dengan Anak Dewasa (anak 1 meninggalkan rumah)

Tahapan ini dimulai sejak anak pertama meninggalkan rumah.

Artinya keluarga sedang menghadapi persiapan anak yang mulai

mandiri.

g. Keluarga Usia Pertengahan (Midle Age Family)

Tahapan ini ditandai dengan perginya anak terakhir dari rumah

dan salah satu pasangan bersiap 22ongerin atau meninggal.

h. Keluarga Lanjut Usia

Masa usia lanjut adalah masa-masa akhir kehidupan manusia.

B. Konsep Dasar Teori Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

1. Definisi ISPA

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan istilah yang

diadaptasi dari istilah bahasa Inggris Acute Respiratory Infections

(ARI) yaitu penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu atau

lebih dari saluran pernapasan, mulai dari hidung (saluran atas)

22
hingga alveoli (saluran bawah) beserta organ adneksanya seperti

sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Hartono dan

Rahmawati, 2012).

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran

pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru

yang berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur

saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai

bagian saluran atas dan bawah secara 23ongering atau berurutan

(Muttaqin, 2008).

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran

pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti

23ongerin, faringitis, dan otitis serta saluran pernafasan bagian

bawah seperti 23ongering23, 23ongering23, bronkiolitis dan

pneumonia, yang dapat berlangsung selama 14 hari. Batas waktu 14

hari diambil untuk menentukan batas akut dari penyakit tersebut.

Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli

beserta organ seperti sinus, ruang telinga tengah dan pleura (Depkes

RI, 2008).

Jumlah penderita infeksi pernapasan akut kebanyakan pada anak.

Etiologi dan infeksinya mempengaruhi umur anak, daya tahan,

musim, kondisi tempat tinggal, dan masalah kesehatan yang ada.

Banyaknya 23ongerin pada sistem pernapasan yang muncul dalam

wabah selama musim semi dan dingin, tetapi mycoplasma sering

23
muncul pada musim gugur dan awal musim semi (Hartono dan

Rahmawati, 2012).

2. Anatomi Fisiologi Sistem

Gambar.1 sistem pernapasan

a. Organ Pernafasan

1) Hidung

Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama,

mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat

hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang

berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang

masuk ke dalam lubang hidung (Adib, 2017).

Di bagian depan berhubungan keluar melalui nares

(cuping hidung) anterior dan di belakang berhubungan dengan

bagian atas farings (nasofaring). Masing-masing rongga

hidung dibagi menjadi bagian vestibulum, yaitu bagian lebih

lebar tepat di belakang nares anterior, dan bagian respirasi

(Adib, 2017).

24
Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang

atas, keatas rongga hidung berhubungan dengan beberapa

rongga yang disebut sinus paranasalis, yaitu sinus maksilaris

pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada rongga tulang

dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji dan sinus

etmodialis pada rongga tulang tapis (Adib, 2017).

Pada sinus etmodialis, keluar ujung-ujung saraf

penciuman yang menuju ke konka nasalis. Pada konka nasalis

terdapat sel-sel penciuman, sel tersebut terutama terdapat di

bagianb atas. Pada hidung di bagian mukosa terdapat serabut-

serabut syaraf atau respektor dari saraf penciuman disebut

nervus olfaktorius (Adib, 2017).

Disebelah belakang konka bagian kiri kanan dan sebelah

atas dari langit-langit terdapat satu lubang pembuluh yang

menghubungkan rongga tekak dengan rongga pendengaran

tengah, saluran ini disebut tuba auditiva eustaki, yang

menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring.

Hidung juga berhubungan dengan saluran air mata disebut

tuba lakminaris (Adib, 2017).

Fungsi hidung, terdiri dari :

a) Bekerja sebagai saluran udara pernafasan

b) Sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh

bulu-bulu hidung

25
c) Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa

d) Membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-sama

udara pernafasan oleh leukosit yang terdapat dalam

selaput 26onger (mukosa) atau hidung.

2) Faring

Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antara

jalan pernapasan dan jalan makanan. Terdapat dibawah dasar

tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan

ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain

keatas berhubungan dengan rongga hidung, dengan

perantaraan lubang yang bernama koana. Ke depan

berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini

bernama istmus fausium. Ke bawah terdapat dua lubang, ke

depan lubang laring, ke belakang lubang 26ongering (Adib,

2017).

Dibawah selaput 26onger terdapat jaringan ikat, juga

dibeberapa tempat terdapat folikel getah bening. Perkumpulan

getah bening ini dinamakan adenoid. Disebelahnya terdapat 2

buah tonsilkiri dan kanan dari tekak. Di sebelah belakang

terdapat epiglottis (empang tenggorok) yang berfungsi

menutup laring pada waktu menelan makanan (Adib, 2017).

Menurut Graaff (2010 dalam Adib, 2017) Faring dapat dibagi

menjadi tiga, yaitu:

26
a) Nasofaring, yang terletak di bawah dasar tengkorak,

belakang dan atas palatum molle. Pada bagian ini terdapat

dua struktur penting yaitu adanya saluran yang

menghubungkan dengan tuba eustachius dan tuba

auditory. Tuba Eustachii bermuara pada nasofaring dan

berfungsi menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi

membrane timpani. Apabila tidak sama, telinga terasa

sakit. Untuk membuka tuba ini, orang harus menelan.

Tuba Auditory yang menghubungkan nasofaring dengan

telinga bagian tengah.

b) Orofaring merupakan bagian tengah farings antara

palatum lunak dan tulang 27onge. Pada bagian ini traktus

respiratory dan traktus digestif menyilang dimana

orofaring merupakan bagian dari kedua saluran ini.

Orofaring terletak di belakang rongga mulut dan

permukaan belakang lidah. Dasar atau pangkal lidah

berasal dari dinding anterior orofaring, bagian orofaring

ini memiliki fungsi pada system pernapasan dan system

pencernaan. 27onger menelan berawal dari orofaring

menimbulkan dua perubahan makanan terdorong masuk

ke saluran cerna (oesophagus) dan secara stimulant, katup

menutup laring untuk mencegah makanan masuk ke dalam

saluran pernapasan. Orofaring dipisahkan dari mulut oleh

27
fauces. Fauces adalah tempat terdapatnya macam-macam

tonsila, seperti tonsila 28ongerin, tonsila faringeal, dan

tonsila lingual.

c) Laringofaring terletak di belakang larings. Laringofaring

merupakan posisi terendah dari farings. Pada bagian

bawah laringofaring system respirasi menjadi terpisah dari

sitem digestif. Udara melalui bagian anterior ke dalam

larings dan makanan lewat posterior ke dalam esophagus

melalui epiglottis yang fleksibel.

3) Laring

Pangkal Tenggorokan (laring) merupakan saluran udara dan

bertindak sebagai pembentukan suara terletak di depan bagian

faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke

dalam trakea dibawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat

ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut

28ongering28, yang terdiri dari tulangtulang rawan yang

berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring

(Adib, 2017).

Laring terdiri dari 5 tulang rawan antara lain:

a) Kartilago tiroid (1 buah) depan jakun sangat jelas terlihat

pada pria.

b) Kartilago ariteanoid (2 buah) yang berbentuk beker

c) Kartilago krikoid (1 buah) yang berbentuk cincin

28
d) Kartilago 29ongering29 (1 buah).

Laring dilapisi oleh selaput 29onger, kecuali pita suara

dan bagian 29ongering29 yang dilapisi oleh sel

29ongering29 berlapis (Adib, 2017). Proses pembentukan

suara :

Terbentuknya suara merupakan hasil dari kerjasama antara

rongga mulut, rongga hidung, laring, lidah dan bibir. Pada

pita suara palsu tidak terdapat otot, oleh karena itu pita

suara ini tidak dapat bergetar, hanya antara kedua pita

suara tadi dimasuki oleh aliran udara maka tulang rawan

gondok dan tulang rawan bentuk beker tadi diputar.

Akibatnya pita suara dapat mengencang dan mengendor

dengan demikian sela udara menjadi sempit atau luas

(Adib, 2017).

Pergerakan ini dibantu pula oleh otot-otot laring, udara

yang dari paru-paru dihembuskan dan menggetarkan pita

suara. Getaran itu diteruskan melalui udara yang keluar –

masuk. Perbedaan suara seseorang bergantung pada tebal

dan panjangnya pita suara. Pita suara pria jauh lebih tebal

daripada pita suara wanita (Adib, 2017).

4) Trakea

Batang Tenggorokan (trakea) merupakan lanjutan dari

laring yang terbentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri dari

29
tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda.

Panjang trakea 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan

ikat yang dilapisi oleh otot polos. Sebelah dalam diliputi oleh

selaput 30onger yang berbulu getar yang disebut sel bersilia

hanya bergerak kearah luar (Adib, 2017).

Trakea terletak di depan saluran 30ongering, mengalami

percabangan di bagian ujung menuju ke paru-paru. Yang

memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut

karina. Dinding-dinding trakea tersusun atas sel epitel bersilia

yang menghasilkan 30onger. Lendir ini berfungsi untuk

penyaringan lanjutan udara yang masuk, menjerat partikel-

partikel debu, serbuk sari dan kontaminan lainnya. Sel silia

berdenyut akan menggerakan 30onge ini naik ke faring yang

dapat ditelan atau dikeluarkan melalui rongga mulut. Hal ini

bertujuan untuk membersihkan saluran pernapasaan (Adib,

2017).

5) Bronkus

Bronkus terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri, bronkus

lobaris kanan ( 3 lobus) dan bronkus lobaris kiri ( 2 bronkus).

Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental

dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental.

Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi

30
bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang

memiliki arteri, limfatik dan saraf (Adib, 2017).

a) Bronkiolus

Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus.

Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa yang

memproduksi 31onger yang membentuk selimut tidak

terputus untuk melapisi bagian dalam jalan nafas.

b) Bronkiolus terminalis

Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus

terminalis (yang mempunyai kelenjar 31onger dan silia).

c) Bronkiolus respiratori

Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus

respirstori. Bronkiolus respiratori dianggap sebagai

saluran transisional antara lain jalan nafas konduksi dan

jalan udara pertukaran gas.

d) Duktus alveolar dan sakus alveolar

Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam

duktus alveolar dan sakus alveolar. Dan kemudian menjadi

31ongeri.

6) Paru-Paru

Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian

besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli).

31
Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel.

Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m².

Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam

darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung

paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri

dan kanan) (Adib, 2017).

Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3

lobus (belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus

media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh 32ongeri.

Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan

lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil

bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu

5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada

inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah

segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus

medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap

segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang

bernama 32ongeri (Adib, 2017).

Di antara 32ongeri satu dengan yang lainnya dibatasi oleh

jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan

saraf, dan tiap 32ongeri terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam

32ongeri, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali,

32
cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap duktus alveolus

berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm

(Adib, 2017).

Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke

tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian

tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada

mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus

oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2

yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada

pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus

paruparu. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang melapisi

rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum

pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat

berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat)

yang berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura),

menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada

sewaktu ada gerakan bernapas (Adib, 2017).

Persyarafan penting dalam aksi pergerakan pernapasan

disuplai melalui N. Phrenicus dan N. Spinal Thoraxic. Nervus

Phrenicus mempersyarafi diafragma, sementara N.Spinal

Thoraxic mempersyarafi intercosta. Di samping syaraf-syaraf

33
tersebut, paru juga dipersyarafi oleh serabut syaraf simpatis

dan para simpatis (Adib, 2017).

Di dalam paru terdapat peredaran darah ganda. Darah

yang miskin oksigen dari ventrikel kanan masuk ke paru

melalui arteri pulmonalis.

Selain system arteri dan vena pulmonalis, terdapat pula

arteri dan vena bronkialis, yang berasal dari aorta, untuk

memperdarahi jaringan bronki dan jaringan ikat paru dengan

darah kaya oksigen. Ventilasi paru (bernapas) melibatkan

otot-otot pernapasan, yaitu diafragma dan otototot interkostal.

Selain ini ada otot-otot pernapasan tambahan eperti otot-otot

perut (Adib, 2017).

3. Etiologi ISPA

Secara umum terdapat 3 (tiga) 34onger resiko terjadinya ISPA yaitu

34onger lingkungan, 34onger individu anak, serta 34onger perilaku.

a. Faktor individu anak

1) Umur anak

Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden

penyakit pernafasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia

dini anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Insiden

ISPAtertinggi pada umur 6-12 bulan dan pada balita usia 1-4

tahun (Rahajoe, 2008).

34
2) Berat badan lahir

Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan

perkembangan fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan

berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian

yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir

normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena

pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga

lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan

sakit saluran pernafasan lainnya.

Penelitian menunjukkan bahwa berat bayi kurang dari

2500 gram dihubungkan dengan meningkatnya kematian

akibat infeksi saluran pernafasan dan hubungan ini menetap

setelah dilakukan adjusted terhadap status pekerjaan,

pendapatan, pendidikan. Data ini mengingatkan bahwa anak-

anak dengan riwayat berat badan lahir rendah tidak mengalami

rate lebih tinggi terhadap penyakit saluran pernafasan, tetapi

mengalami lebih berat infeksinya (Behrman, 1999).

3) Status gizi

Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap

pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh :

umur, keadaan fisik, kondisi kesehatannya, kesehatan

fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan aktivitas

dari si anak itu sendiri. Penilaian status gizi dapat dilakukan

35
antara lain berdasarkan antopometri : berat badan lahir,

panjang badan, tinggi badan, lingkar lengan atas. Keadaan

gizi yang buruk muncul sebagai 36onger resiko yang penting

untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah

membuktikan tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan

infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk

seringmendapat pneumonia. Disamping itu adanya hubungan

antara gizi buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat

lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap

infeksi.

Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang

ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena 36onger

daya tahan yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan

menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan

mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang,

balita lebih mudah terserang “ISPA berat” bahkan

serangannya lebih lama (Rahajoe, 2008).

4) Vitamin A

Sejak tahun 1985 setiap enam bulan Posyandu

memberikan kapsul 200.000 IU vitamin A pada balita dari

umur satu sampai dengan empat tahun. Balita yang mendapat

vitamin A lebih dari 6 bulan sebelum sakit maupun yang tidak

pernah mendapatkannya adalah sebagai resiko terjadinya suatu

36
penyakit sebesar 96,6% pada kelompok kasus dan 93,5% pada

kelompok 37ongeri.

Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan

imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer 37ongerin yang

spesifik dan tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup

tinggi. Bagi 37ongerin yang ditujukan terhadap bibit penyakit

dan bukan sekedar antigen asing yang tidak berbahaya,

niscaya dapatlah diharapkan adanya perlindungan terhadap

bibit penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang tidak

terlalu singkat. Karena itu usaha 37onger pemberian vitamin A

dan imunisasi secara berkala terhadap anak-anak prasekolah

seharusnya tidak dilihat sebagai dua keinginan terpisah.

Keduanya haruslah dipandang dalam suatu kesatuan yang

utuh, yaitu meningkatkan daya tahan tubuh dan perlindungan

terhadap anak Indonesiasehingga mereka dapat tumbuh,

berkembang dan berangkat dewasa dalam keadaan yang

sebaik-baiknya.

Selain itu vitamin A sangat berhubungan dengan beratnya

infeksi. Grant melaporkan bahwa anak dengan defisiensi

vitamin A yang ringan mengalami ISPA dua kali lebih banyak

daripada anak yang tidak mengalami defisiensi vitamin A

(Rahajoe, 2008)

5) Status Imunisasi

37
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat

akan mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai

komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA,

diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang

mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA

dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan

menjadi lebih berat. Cara yang terbukti paling efektif saat ini

adalah dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis

(DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11%

kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan

imunisasi pertusis (DPT) 6% kematian pneumonia dapat

dicegah (Behrman, 1999).

6) Jenis Kelamin

Pada umumnya tidak ada insidens ISPA akibat virus atau

bakteri pada laki-laki atau perempuan. Akan tetapi, ada yang

mengemukakan bahwa terdapat sedikit perbedaan, yaitu

insidens lebih tinggi pada anak laki-laki usia di atas 6

tahun(Behrman, 1999).

b. Faktor lingkungan

1) Pencemaran udara dalam rumah

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk

memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme

pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA.

38
Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya

kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan

kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal

ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama

berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis

pencemaran tentunya akan lebih tinggi (Rahajoe, 2008).

2) Ventilasi rumah

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan

udara 39ongeri dari ruangan baik secara alami maupun secara

mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai

berikut:

a) Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar

oksigen yang optimum bagi pernafasan

b) Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun

debu dan zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran

udara

c) Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang

d) Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan

bangunan

e) Mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh

radiasi tubuh, kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal.

f) Mendisfungsikan suhu udara secara merata

3) Kepadatan hunian rumah

39
Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan

menteri kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang

persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal menempati

luas rumah 8m2. Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat

mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.

Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan

40onger polusi dalam rumah yang telah ada (Rahajoe, 2008).

c. Faktor perilaku

Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan

penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek

penangananISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu

ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit

terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu

rumah tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan

berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga

mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap

anggota keluarga lainnya.

Peran aktif keluarga/masyarakat dalam mengenali ISPA sangat

penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada

seharihari di dalam masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu

mendapat perhatian serius oleh kita semua karena penyakit ini

banyak menyerang balita, sehingga ibu balita dan anggota

40
keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan

terampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit.

Keluarga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan

dini pneumonia dan kapan mencari pertolongan dan rujukan pada

sistem pelayanan kesehatan agar penyakit anak balitanya tidak

menjadi lebih berat. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan

dengan jelas bahwa peran keluarga dalam praktek penanganan dini

bagi balita sakit ISPA sangatlah penting, sebab bila praktek

penanganan ISPA tingkat keluarga yang kurang/buruk akan

berpengaruh pada perjalanan penyakit dari ringan menjadi

bertambah berat.

4. Patofisiologi ISPA

Saluran pernapasan dari hidung sampai 41ongerin dilapisi oleh

41ongerin mukosa bersilia, udara yang masuk melalui rongga hidung

disaring, dihangatkan dan dilembutkan. Partikel debu yang kasar

dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan

partikel debu yang halus akan terjerat dalam 41ongerin mukosa.

Gerakan silia mendorong 41ongerin mukosa ke posterior ke rongga

hidung 41onger arah superior menuju faring.

Penyebaran melalui kontak langsung atau tidak langsung dari

benda yang telah dicemari virus dan bakteri penyebab ISPA (hand to

hand transmission) dan dapat juga ditularkan melalui udara tercemar

(air borne disease) pada penderita ISPA yang kebetulan mengandung

41
bibit penyakit melalui sekresi berupa saliva atau sputum, bibit

penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernapasan (Depkes, 2007).

Mikroorganisme penyebab ISPA ditularkan melalui udara.

Mikroorganisme yang ada diudara akan masuk kedalam tubuh melalui

saluran pernapasan dan menimbulkan infeksi dan penyakit ISPA.

Selain itu mikroorganisme penyebab ISPA berasal dari penderita yang

kebetulan terinfeksi baik yang sedang jatuh sakit maupun yang

membawa mikroorganisme di dalam tubuhnya (Hartono dan

Rahmawati, 2012).

Mikroorganisme di udara umumnya berbentuk aerosol yakni suatu

42ongerin yang melayang di udara, dapat seluruhnya berupa bibit

penyakit atau hanya sebagian. Adapun bentuk aerosol dari penyebab

penyakit ISPA tersebut yakni droplet nuclei dan dust. Droplet nuclei

adalah partikel yang sangat kecil sebagai sisa dari sekresi saluran

pernapasan yang 42ongering dan melayang di udara. Pembentukannya

melalui evaporasi droplet yang dibatukkan atau dibersinkan ke udara,

karena ukuran sangat kecil, dapat bertahan diudara untuk waktu yang

cukup lama dan dapat dihirup pada waktu bernapas dan masuk ke

saluran pernapasan. Dust adalah partikel dengan berbagai ukuran

sebagai hasil dari resuspensi partikel yang menempel di lantai, di

tempat tidur serta dapat tertiup angin bersama debu lantai/tanah.

42
PATHWAY

Virus dan bakteri udara tercemar jamur

Terhirup

Menempel pada

Hidung : sinus faring laring

Menginvasi sel sel korban aktvasi sistem

mengirimkan singal imun

Respon pertahanan melepaskan

sel mediator
MK : Bersihan
Produksi mucus inflamasi
jalan nafas tidak
Kongesti hidung efektif. mengeluarkan

Kesulitan saat IL-1,IL-6

Bernafas Areo preotik

Maserasi mukosa hidung hipotalamus

Ulserasi membran mukosa malaise

Rentan infeksi sekunder anoreksia

Intake nutrisi
MK : resiko tinggi
infeksi penyebaran
MK : nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh

43
5. Tanda dan gejala ISPA

Depkes (2004) membagi tanda dan gejala ISPA menjadi tiga yaitu

ISPA ringan, ISPA sedang dan ISPA berat.

a. Gejala ISPA ringan

Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan

satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :

1) Batuk

2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan

suara (pada waktu berbicara atau menangis)

3) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung

4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C

b. Gejala ISPA sedang

Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai

gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala

sebagai berikut :

1) Pernapasan cepat (fast breathing) sesuai umur yaitu : untuk

kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per

menit atau lebih untuk umur 2-<12 bulan dan 40 kali per menit

atau lebih pada umur 12 bulan - < 5 tahun.

2) Suhu tubuh lebih dari 39°C

3) Tenggorokan berwarna merah

4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak

campak

44
5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga

6) Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur)

c. Gejala ISPA berat

Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai

gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih

gejala-gejala sebagai berikut :

1) Bibir atau kulit membiru

2) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun

3) Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak

gelisah

4) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas

5) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba

6) Tenggorokan berwarna merah

6. Penanganan ISPA

Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan

kasus yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga

tujuanprogram (turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya

penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada

pengobatan penyakit ISPA).

Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk

standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi

penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta

mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi

45
penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian

makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang

penting bagi pederita ISPA . Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah

atau tindakan sebagai berikut (Smeltzer & Bare, 2002).

a. Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak

dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat

dan mendengarkan anak. Hal ini penting agar selama pemeriksaan

anak tidak menangis (bila menangis akan meningkatkan frekuensi

napas), untuk ini diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya.

Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka baju anak. Bila

baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat

gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju

anakharus dibuka sedikit. Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan

steteskop penyakit pneumonia dapat didiagnosa dan diklasifikasi.

b. Klasifikasi ISPA

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA

sebagai berikut :

1) Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan

dinding dada kedalam (chest indrawing).

2) Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

3) Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa

disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa

46
napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong

bukan pneumonia.

c. Pengobatan

1) Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik

parenteral, oksigendan sebagainya

2) Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila

penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata

dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap,

dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin,

amoksisilin atau penisilin prokain.

3) Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan

perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk

tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang

merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan, antihistamin.

Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.

Penderitadengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan

tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai

pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai

radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi

antibiotik (penisilin) selama 10 hari.Tanda bahaya setiap bayi

atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan

khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.

d. Perawatan di rumah

47
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi

anaknya yang menderita ISPA.

1) Mengatasi panas (demam). Untuk anak usia 2 bulan sampai 5

tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau

dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus

segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk

waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan

dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan

kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air

(tidak perlu air es).

2) Mengatasi batuk. Dianjurkan memberi obat batuk yang aman

yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh

dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga

kali sehari.

3) Pemberian makanan. Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-

sedikit tetapi berulangulang yaitu lebih sering dari biasanya,

lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang

menyusu tetap diteruskan.

4) Pemberian minuman. Usahakan pemberian cairan (air putih, air

buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan

membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan

menambah parah sakit yang diderita.

5) Lain-lain

48
a) Tidak dianjurkanmengenakan pakaian atau selimut yang

terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam.

b) Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk

mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang

lebih parah.

c) Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang

berventilasi cukup dan tidak berasap.

d) Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk

maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau

petugaskesehatan.

e) Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain

tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut

diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk

penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah

2 hari anakdibawa kembali ke petugas kesehatan untuk

pemeriksaan ulang.

7. Pencegahan ISPA

Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara lain

a. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik

Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah

kita atau terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit

ISPA. Misalnya dengan mengkonsumsi makanan empat sehat lima

sempurna, banyak minum air putih, olah raga dengan teratur, serta

49
istirahat yang cukup, kesemuanya itu akan menjaga badan kita

tetap sehat. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh

kita akan semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus /

bakteri penyakit yang akan masuk ke tubuh kita.

b. Imunisasi

Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak

maupun orang dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga

kekebalan tubuh kita supaya tidak mudah terserang berbagai

macam penyakit yang disebabkan oleh virus / bakteri.

c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan

mengurangi polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalam

rumah, sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap

tersebut yang bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA. Ventilasi

yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar

tetap segar dan sehat bagi manusia.

d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/

bakteri yang ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit

penyakit ini melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam

tubuh. Bibit penyakit ini biasanya berupa virus/bakteri di udara

yang umumnya berbentuk aerosol (anatu suspensi yang melayang

di udara). Adapun bentuk aerosol yakni droplet, nuclei (sisa dari

50
sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara

droplet dan melayang di udara), yang kedua duet (campuran antara

bibit penyakit).

C. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga pada Kasus Infeksi Saluran

Pernapasan (ISPA)

1. Pengkajian anggota keluarga dengan Infeksi Saluran Pernafasan

Akut (ISPA)

Format pengkajian keluarga model Friedman yang diaplikasikan ke

kasus dengan masalah utama Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

menurut Friedman (2010) meliputi :

a. Data umum keluarga

Menurut Friedman (2010), data umum yang perlu dikaji adalah :

1) Nama kepala keluarga dan anggota keluarga, jenis kelamin,

alamat, hubungan dengan keluarga, umur, pekerjaan dan

pendidikan, status imunisasi.

b. Genogram

Genogram keluarga merupakan sebuah diagram yang

menggambarkan konstelasi keluarga (pohon keluarga).

c. Tipe keluarga

Menjelaskan mengenai jenis/tipe keluarga beserta kendala atau

masalah-masalah yang terjadi dengan jenis/tipe keluarga (Padila

2012). Biasanya keluarga yang mempunyai balita dengan infeksi

51
saluran pernafasan akut mempunyai jumlah anggota keluarga yang

banyak sehingga kebutuhan tidak terpenuhi.

d. Suku bangsa

Mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait dengan

kesehatan.

e. Agama

Agama yang di anut oleh anggota keluarga serta kepercayaan yang

dapat mempengaruhi kesehatan.

f. Status sosial ekonomi

Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan, baik

dari kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu,

status sosial ekonomi keluarga ditentukan pula oleh

kebutuhankebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang-

barang yang dimiliki oleh keluarga (Padila, 2012).

g. Aktivitas rekresi keluarga

Rekreasi yang dilakukan keluarga, misalnya menonton tv atau

mendengar radio.

h. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga

1) Tahap perkembangan keluarga saat ini

Data ini ditentukan oleh anak tertua dari keluarga inti (Candra,

2014). Biasanya keluarga dengan infeksi saluran pernafasan

akut berada pada tahap perkembangan keluarga dengan anak pra

sekolah.

52
2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi

Data ini menjelaskan mengenai tugas dalam tahap

perkembangan keluarga saat ini yang belum terpenuhi dan

mengapa belum terpenuhi (Candra, 2014). Biasanya keluarga

belum mampu memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti

kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa aman,

mempertahankan hubungan yang sehat baik di dalam maupun di

luar keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar), kegiatan

dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang anak.

3) Riwayat keluarga inti

Data ini menjelaskan mengenai penyakit keturunan, riwayat

kesehatan masing-masing anggota keluarga, status imunisasi,

sumber kesehatan yang biasa digunakan serta pengalamannya

menggunakan pelayanan kesehatan (Candra, 2014). Biasanya

keluarga dengan infeksi saluran pernafasan akut status imunisasi

pada balita tidak terpenuhi dan tidak

mendapatkan ASI eksklusif yang memadai (Wahid dan

Suprapto, 2013).

4) Riwayat keluarga sebelumnya

Data ini menjelaskan mengenai riwayat kesehatan sebelumnya.

i. Pengkajian lingkungan

1) Karakteristik rumah

53
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat tipe rumah,

jumlah ruangan, jenis ruang, jumlah jendela, jarak septic tank

dengan sumber air, sumber air minum yang digunakan, tanda

cat yang sudah mengelupas, serta dilengkapi dengan denah

rumah (Friedman, 2010). Biasanya keluarga dengan infeksi

saluran pernafasan akut mempunyai keuangan yang tidak

mencukupi kebutuhan sehingga luas rumah, tipe rumah, jumlah

ruangan, jumlah jendela dan sumber air minum yang digunakan

tidak sesuai dengan jumlah anggota keluarga.

2) Karakteristik tetangga dan komunikasi RW.

Karakteristik tetangga dan komunikasi RW diidentifikasi

dengan melihat apakah keluarga dan para tetangga dapat

berinterkasi dengan baik.

j. Struktur keluarga

k. Fungsi keluarga

1) Fungsi afektif

Hal yang perlu dikaji seberapa jauh keluarga saling asuh

dan saling mendukung, hubungan baik dengan orang lain,

menunjukkan rasa empati, perhatian terhadap perasaan

(Friedman, 2010). Biasanya keluarga dengan infeksi saluran

pernafasan akut jarang memperhatikan kebutuhan akan kasih

54
sayang dan perhatian pada anak, serta tidak mau

memperhatikan kondisi di sekitar lingkungan tempat tinggal.

2) Fungsi sosialisasi

Dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga,

sejauh mana anggota keluarga belajar disiplin, penghargaan,

hukuman, serta memberi dan menerima cinta (Friedman,

2010). Biasanya keluarga dengan infeksi saluran pernafasan

akut tidak disiplin terhadap aktivitas bermain pada balita.

3) Fungsi keperawatan

a) Keyakinan, nilai, dan prilaku kesehatan : menjelaskan nilai

yang dianut keluarga, pencegahan, promosi kesehatan

yang dilakukan dan tujuan kesehatan keluarga (Friedman,

2010). Biasanya keluarga tidak mengetahui pencegahan

yang harus dilakukan agar balita tidak mengalami infeksi

saluran pernafasan akut.

b) Status kesehatan keluarga dan keretanan terhadap sakit

yang dirasa : keluarga mengkaji status kesehatan, masalah

kesehatan yang membuat kelurga rentan terkena sakit dan

jumlah kontrol kesehatan (Friedman, 2010). Bisanya

keluarga tidak mampu mengkaji status kesehatan keluarga.

c) Praktik diet keluarga : keluarga mengetahui sumber

makanan yang dikonsumsi, cara menyiapkan makanan,

55
banyak makanan yang dikonsumsi perhari dan kebiasaan

mengkonsumsi makanan kudapan (Friedman, 2010).

Biasanya keluarga tidak terlalu memperhatikan menu

makanan, sumber makanan dan banyak makanan yang

tersedia.

d) Peran keluarga dalam praktik keperawatan diri : tindakan

yang dilakukan dalam memperbaiki status kesehatan,

pencegahan penyakit, perawatan keluarga dirumah dan

keyakinan keluarga dalam perawatan dirumah (Friedman,

2010). Biasanya keluarga dengan infeksi saluran

pernafasan akut tidak tau cara pencegahan penyakit dan

mengenal penyakit.

e) Tindakan pencegahan secara medis : status imunisasi

anak, kebersihan gigi setelah makan, dan pola keluarga

dalam mengkonsumsi makanan (Friedman, 2010).

Biasanya keluarga

tidak membawa anaknya imunisasi ke posyandu.

4) Fungsi reproduksi

Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi

keluarga adalah : berapa jumlah anak, apa rencana keluarga

berkaitan dengan jumlah anggota keluarga, metode yang

digunakan keluarga dalam upaya mengendalikan jumlah

anggota keluarga (Padila, 2012).

56
5) Fungsi ekonomi

Data ini menjelaskan mengenai kemampuan keluarga

dalam memenuhi sandang, pangan, papan, menabung,

kemampuan peningkatan status kesehatan (Candra, 2014).

Biasanya keluarga belum bisa memenuhi kebutuhan

sandang, pangan dan papan balita.

l. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode

yang di gunakan pada pemeriksaan fisik head to toe untuk

pemeriksaan fisik untuk infeksi saluran pernafasan akut adalah

sebagai berikut :

1) Status kesehatan umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi

badan, berat badan dan tanda - tanda vital. Bisanya balita

mempunyai BB rendah dan pernafasan yang cepat.

2) Kepala dan leher

Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada

leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan

pendengaran, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan

berdarah. Biasanya balita yang mengalami infeksi saluran

pernafasan akut terlihat pucat karena penurunan pada nafsu

makannya.

57
3) Sistem pulmonal

Biasanya sesak nafas, dada tertekan, pernafasan cuping hidung,

hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak,

pernafasan diafragma dan perut meningkat, laju pernafasan

meningkat dan anak biasanya cengeng.

4) Sistem kardiovaskuler

Biasanya anak mengalami sakit kepala, denyut nadi meningkat,

takikardi/bradikardi, dan disritmia, pemeriksaan CRT.

5) Sistem neurosensori

Biasanya anak gelisah, terkadang ada yang mengalami

penurunan kesadaran, kejang, refleks menurun/normal, letargi.

6) Sistem genitourinaria

Biasanya produksi urine normal dan tidak mengalami

gangguan.

7) Sistem digestif

Biasanya anak mengalami mual, kadang muntah, konsistensi

feses normal.

8) Sistem muskuloskeletal

58
Biasanya lemah, cepat lelah, tonus otot menurun, nyeri

otot/normal, retraksi paru, penggunaan otot aksesoris

pernafasan.

9) Sistem integumen

Biasanya balita mempunyai turgor kulit menurun, kulit pucat,

sianosis, banyak keringat, suhu tubuh meningkat dan

kemerahan.

2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan keluarga merupakan perpanjangan

diagnosis ke system keluarga dan subsistemnya serta merupakan hasil

pengkajian keperawatan. Diagnosis keperawatan keluarga termasuk

masalah kesehatan aktual dan potensial dengan perawat keluarga yang

memiliki kemampuan dan mendapatkan lisensi untuk menanganinya

berdasarkan pendidikan dan pengalaman (Friedman, 2010). Tipologi

dari diagnosa keperawatan adalah:

a. Diagnosa keperawatan keluarga aktual (terjadi defisit/gangguan

kesehatan).

b. Diagnosa keperawatan keluarga resiko (ancaman) dirumuskan

apabila sudah ada data yang menunjang namun belum terjadi

gangguan.

59
c. Diagnosa keperawatan keluarga sejahtera (potensial) merupakan

suatu keadaan dimana keluarga dalam kondisi sejahtera sehingga

kesehatan keluarga dapat ditingkatkan.

Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada

keluarga yang mengalami ISPA mengacu pada problem (NANDA,

2015-2017) dan etiologi (Friedman, 2010) adalah :

1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga dalam mengenal masalah.

2) Hipertermia berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga

merawat anggota keluarga yang sakit.

3) Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat

anggota keluarga yang sakit.

4) Defisit pengetahuan berhubungan dengan ketidakmampuan

keluarga dalam mengenal masalah.

3. Rencana Keperawatan

Intervensi keperawatan keluarga dibuat berdasarkan pengkajian,

diagnosis keperawatan, pernyataan keluarga, dan perencanaan

keluarga, dengan merumuskan tujuan, mengidentifikasi strategi

intervensi alternative dan sumber, serta menentukan prioritas,

intervensi tidak bersifat rutin, acak, atau standar, tetapi dirancang bagi

keluarga tertentu dengan siapa perawat keluarga sedang bekerja

(Friedman, 2010).

60
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah suatu proses pelaksanaan terapi

keperawatan keluarga yang berbentuk intervensi mandiri atau

kolaborasi melalui pemanfaatan sumber-sumber yang dimiliki

keluarga. Implementasi di prioritaskan sesuai dengan kemampuan

keluarga dan sumber yang dimiliki keluarga (Friedman, 2010).

Sedangkan menurut Sudiharto (2007), implementasi keperawatan

keluarga adalah suatu proses aktualisasi rencana intervensi yang

memanfaatkan berbagai sumber di dalam keluarga dan

memandirikan keluarga dalam bidang kesehatan. Keluarga di

didik untuk dapat menilai potensi yang dimiliki mereka dan

mengembangkannya melalui implementasi yang bersifat

memampukan keluarga untuk mengenal masalah kesehatannya,

mengambil keputusan berkaitan dengan persoalan kesehatan yang

dihadapi, merawat dan membina anggota keluarga sesuai kondisi

kesehatannya, memodifikasi lingkungan yang sehat bagi setiap

anggota keluarga, serta memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan

terdekat.

Menurut (Harmoko, 2012) guna membangkitkan minat

keluarga dalam berperilaku hidup sehat, maka perawat harus

memahami teknik-teknik motivasi. Tindakan keperawatan

keluarga mencakup hal-hal di bawah ini:

61
a. Menstimulasi kesehatan atau penerimaan keluarga mengenai

kebutuhan kesehatan dengan cara memberikan informasi,

mengidentifikasi kehidupan dan harapan tentang kesehatan,

serta mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah.

b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan

yang tepat dengan cara mengidentifikasi kensekuensi untuk

tidak melakukan tindakan, mengidentifikasi sumber-sumber

yang dimiliki keluarga dan mendiskusikan konsekuensi setiap

tindakan.

c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota

keluarga yang sakit dengan cara mendemonstrasikan cara

perawatan, menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah,

dan mengawasi keluarga melakukan perawatan.

d. Membantu keluarga untuk menemukan cara membuat

lingkungan menjadi sehat dengan menemukan sumber-sumber

yang dapat digunakan keluarga dan melakukan perubahan

lingkungan keluarga seoptimal mungkin.

e. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan

dengan cara mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada

dilingkungan keluarga cara menggunakan fasilitas tersebut.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi berdasarkan pada seberapa efektif intervensi yang

dilakukan keluarga, perawat dan lainnya. Keberhasilan lebih

62
ditentukan oleh hasil pada sistem keluarga dan anggota keluarga

(bagaimana anggota berespons) daripada intervensi yang

diimplementasikan. Evaluasi merupakan kegiatan bersama antara

perawat dan keluarga. Evaluasi merupakan proses terus menerus

yang terjadi setiap saat perawat memperbarui rencana asuhan

keperawatan (Friedman, 2010). Sedangkan menurut Ayu (2010),

evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi

merupakan sekumpulan metode dan keterampilan untuk

menentukan apakah program sudah sesuai dengan rencana dan

tuntutan keluarga.

Menurut Sudiharto (2012), evaluasi keperawatan keluarga

adalah proses untuk menilai keberhasilan keluarga dalam

melaksanakan tugas kesehatannya sehingga memiliki

produktivitas yang tinggi dalam mengembangkan setiap anggota

keluarga.

63
BAB III

METODE PENELITIAN

A. JenisPenelitian

Penenlitian ini menggunakan metode penelitian studi kasus yaitu

melaksankan Asuhan Keperawatan pada klien dengan ISPA.

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini di laksanakan di Puskesmas Amurang Barat.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian di laksanakan pada bulan Maret 2019.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah klien yang terdiagnosa ISPA dan keluarga klien

di Puskesmas Amurang Barat.

D. Variabel Penelitian

Mono Variabel yaitu Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA)

E. Definisi Operasional

Asuhan keperawatan merupakan seluruh rangkaian proses keperawatan

yang di berikan kepada klien dengan ISPA menggunakan metode proses

keperawatan yaitu, pengkajian, menentukan diagnosa, menentukan

rencana, pelaksanaan dan evaluasi dalam usaha memperbaiki ataupun

memelihara derajat kesehatan yang optimal. Proses keperawatan meliputi :

64
1. Pengkajian

Pengkajian anggota keluarga dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA). Format pengkajian keluarga model Friedman yang

diaplikasikan ke kasus dengan masalah utama Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) menurut Friedman (2010) meliputi :

m. Data umum keluarga

n. Genogram

o. Tipe keluarga

p. Suku bangsa

q. Agama

r. Status sosial ekonomi

s. Aktivitas rekreasi keluarga

t. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga

u. Pengkajian lingkungan

v. Struktur keluarga

w. Fungsi keluarga

x. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan dapat ditegakkan jika data-data yang telah

dianalisa kegiatan pendokumentasian diagnosa keperawatan sebagai

berikut :

65
a. Pengelompokkan data bermasalah

b. Analisa data

Dalam analisa data mencakup data pasien, masalah dan

penyebabnya. Data pasien terdiri atas data subjektif yaitu data

yang didapat saat interaksi dengan pasien, biasanya apa yang

dikeluhkan oleh pasien dan data objektif yaitu, data yang

diperoleh perawat dari hasil pengamatan dan pemeriksaan fisik.

c. Menegakkan diagnosa

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menegakkan diagnosa

adalah PES (Problem+Etiologi+Symptom) dan menggunakan

istilah diagnosa keperawatan yang dibuat dari datar NANDA.

3. Intervensi

Rencana keperawatan terdiri dari dari beberapa komponen sebagai

berikut :

a. Diagnosa yang diproritaskan

b. Tujuan dan kriteria hasil

c. Intervensi

Intervensi keperawatan mengacu pada NANDA NIC-NOC.

d. Rasional

4. Implementasi

Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen :

a. Diagnosa keperawatan

b. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan

66
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan

5. Evaluasi

Evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen :

a. Diagnosa keperawatan

b. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi

c. Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk pendekatan SOAP.

F. Instrumeten Penelitian

Instrumeten penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah

format pengkajian Asuhan Keperawatan (Terlampir).

G. TeknikPengumpulan Data

1. Wawancara

Dengan Tanya jawab guna memperoleh data selengkap mungkin dari

pasien dan keluarga di Puskesmas Amurang Barat.

2. Observasi

Melakukan pengamatan pada pasien mulai dari pengkajian, diagnose

keperawaran, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

3. Pemeriksaan Fisik

Melakukan pemeriksaan fisik pada pasien dengan teknik pemeriksaan

Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi.

4. Dokumentasi

67
Melihat dan mengetahui data dari status pasien, serta bukti laporan

yang ada diruangan. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan diagnose

dan pemeriksaan penunjang lainnya.

H. Analisa Data

Analisa data adalah kemampuan mengaitkan data dan menghubungkan

data tersebut dengan konsep teori dan prinsip yaitu revelan untuk

membuat kesimpulan dan menetukan masalah kesehatan dan keperawatan

pasien.

I. Jalannya Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu :

1) Tahap Persiapan

Kegiatan yang dilkaukan meliputi survey awal bulan Januari 2019,

pengajuan pembuatan judul, pembuatan proposal, konsultasi dan izin

penelitian.

2) Seminar Proposa

3) Permohonan kode etik penelitian dari institusi Politeknik Kesehatan

Kemenkes Manado.

4) Tahap pelaksanaan

Melakukan Asuhan Keperawatan Keluarga pada pasien dengan ISPA

di Wilayah Kerja Puskesmas Amurang Barat.

5) Tahap Penyajian Hasil

Hasil pelaksanaan Asuhan Keperawatan mulai pengkajian, diagnose,

intervensi, dan evaluasi di sajikan dalam bentuk narasi.

68
J. Etika Penelitian

1. Lembar persetuan menjadi responden (inform concent)

Peneliti menjelaskan tentang maksud dan tujuan peneliti yang

akan dilaksanakan. Jika responden bersedia diteliti maka diberi

lembar persetujuan menjadi responden yang harus di tanda tangani,

tetapi jika menolak peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghargai

keputusan.

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Kepada responden dalam hal nama responden diterangkan terlebih

dahulu bahwa penulisan nama akan disingkat dengan huruf depannya

saja, hal tersebut bertujuan untuk menghormati dan menjaga

kerahasiaan pasien.

3. Kerahasiaan (confidentiality)

Informasi dari responden dijamin oleh peneliti kerahasiaannya

dengan cara informasi tersebut hanya akan diketahui oleh peneliti dan

pemimpin atas persetujuan responden dan hanya kelompok data

tertentu yang di sajikan sebagai hasil penelitian.

69

Anda mungkin juga menyukai