Anda di halaman 1dari 31

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan jiwa dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Hasil

analisis dari WHO sekitar 450 juta orang menderita gangguan jiwa termasuk

skizofrenia. Skizofrenia menjadi gangguan jiwa paling dominan dibanding

gangguan jiwa lainnya. Penderita gangguan jiwa sepertiga tinggal di negara

berkembang, 8 dari 10 orang yang menderita skizofrenia tidak mendapatkan

penanganan medis. Gejala skizofrenia muncul pada usia 15-25 tahun lebih

banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan pada perempuan. Hasil analisis

dari WHO sekitar 450 juta orang menderita gangguan jiwa termasuk

skizofrenia. Skizofrenia menjadi gangguan jiwa paling dominan dibanding

gangguan jiwa lainnya. Penderita gangguan jiwa sepertiga tinggal di negara

berkembang, 8 dari 10 orang yang menderita skizofrenia tidak mendapatkan

penanganan medis. (Ashturkar & Dixit, 2017).

Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Kementrian Republik

Indonesia menyimpulkan bahwa prevalensi ganggunan mental emosional yang

menunjukan gejala depresi dan kecemasan, usia 15 tahun ke atas mencapai

9,8% jumlah penduduk Indonesia. Jumlah gangguan jiwa berat atau psikosis/

skizofrenia tahun 2018 di Indonesia provinsi-provinsi yang memiliki gangguan

jiwa terbesar pertama antara lain adalah Daerah Istimewa Sulawesi Tengah

(12,3%), kemudian urutan kedua Gorontalo (10%), urutan ketiga Nusa

Tenggara Timur (9,8%), Maluku Utara menempati posisi keempat (9,5%), dan

1
Nusa Tenggara Barat menempati urutan kelima (9%) dari seluruh provinsi di

Indonesia (Riset Kesehatan Dasar, 2018).

Menurut data yang ditemukan dari perawat diruangan Rawat inap pada

umumnya pasien halusinasi yang dirawat akibat putus obat dan dirawat sampai

satu tahun bahkan lebih. Peran perawat adalah memberikan obat dengan

menggunakan prinsip 6 benar kepada pasien tapi berdasarkan temuan perawat

tidak menggunakan prinsip tersebut mengakibatkan pemberian obat kepada

pasien tidak efektif, ketika pasien pulang perawat tidak menjelaskan kepada

keluarga tentang prinsip 6 benar sehingga keluarga tidak memahami dalam

pemberian obat ketika pasien berada dirumah dan menyebabkan peningkatan

riwayat putus obat pada pasien halusinasi meningkat dan kembali di rawat di

rumah sakit jiwa.

Riset Kesehatan Dasar 2013 penderita gangguan jiwa berat mencapai

400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1000 penduduk, Sedangkan pada tahun

2018 berdasarkan proposi rumah tangga (RT) dengan anggota rumah tangga

(ART) gangguan jiwa skizofrenia/psikosis provinsi cukup signifikan naik dari

1,7% menjadi 7% dengan gangguan jiwa terbanyak yaitu di Bali, DI

Yogyakarta , Nusa Tenggara Barat, Aceh, Jawa Tengah, Sulawesi

selatan,Sumatera Barat. Yang pernah memasung anggota rumah tangga (ART)

dengan gangguan jiwa berat (14%) dan yang terbanyak yang tinggal di

pedesaan (17,7%).

2
Di provinsi Sulawesi Utara angka resiko gangguan jiwa ringan hingga

berat sekitar 687.580 orang dari 2.750.320 warga sulut saat ini (Manado

post,2017). Berdasarkan survey awal peneliti pada minggu pertama bulan Juni

di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V.L Ratumbuysang Manado, di ruangan

Cakalele jumlah klien dengan halusinasi pendengaran 10 orang, resiko perilaku

kekerasan 6 orang, defisit perawatan diri 5 orang, harga diri rendah 5 orang,

jumlah pasien saat ini ada 50 orang.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis merumuskan

bagaimana penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah

utama gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran di ruangan Cakalele

rumah sakit jiwa Dr. V. L. Ratmbuysang Manado.

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan umum:

Untuk menerapkan asuhan keperawatan Pada Pasien Skizofrenia


Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran Di Ruang Kabela Di
Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr. V.L Ratumbuysang Manado.
2. Tujuan Khusus:

a. Melaksanakan pengkajian data pada klien dengan masalah utama

gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

3
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan

persepsi sensori: halusinasi pendengaran

c. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan

persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

d. Mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan pada klien

dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

e. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan

persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

f. Mengidentifikasi kesenjangan antara teori dan praktikum asuhan

keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi

pendengaran.

C. Manfaat Laporan Kasus

1. Bagi Rumah Sakit

Hasil tugas akhir/ asuhan keperawatan ini dapat dijadikan sebagai salah

satu bahan acuan dalam menentukan kebijakan operasional Rumah Sakit

Jiwa agar mutu pelayanan keperawatan dapat ditingkatkan.

4
2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan yang dapat dimanfaatkan sebagai asuhan dalam

kegiatan belajar khususnya asuhan keperawatan pada klien dengan

gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

3. Bagi Peneliti

Dapat memperdalam pengetahuan tentang asuhan keperawatan yang

telah dilakukannya.

5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

1. Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien

mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa

suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghidu. Klien merasa

stimulus yang sebetul-betulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012).

2. Penyebab

Faktor-faktor penyebab halusinasi dibagi dua (Yosep, 2010 )yaitu :

a. Faktor predisposisi

1) Faktor Perkembangan

Tugas perkembangan klien yang terganggu mislanya rendahnya

control dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu

mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya kepercayaan diri dan

lebih rentan terhadap stress.

2) Faktor Susiokultur

Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi akan

merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada

lingkungannya.

3) Faktor Biokimia

Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan

dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia

6
seperti Buffofenon dan Dymetytranferse (DMP). Akibat stress

bekepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.

Misalnya terjadi ketidakseimbangan acetylcholine dan dopamine.

4) Faktor Psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah

terjerumus pada penyalahgunaan zat adaktif. Hal ini berpengaruh

pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang

tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat

dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.

5) Faktor Genetik dan Pola Asuh

Anak sehat yang diasuh oleh orang tua yang mengalami gangguan

jiwa cenderung mengalami gangguan jiwa dan faktor keluarga

menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit.

b. Faktor presipitasi

1) Dimensi Fisik

Halusinasi dapat timbul oleh beberapa kondisi fisik seperti

kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga

delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan dalam waktu lama.

2) Dimensi Emosional

Perasaaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak

dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari

halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.

7
3) Dimensi Intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan

halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego seseorang

yang pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri

untuk melawan implus yang menekan, namun merupakan suatu hal

yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh

perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku

klien.

4) Dimensi Sosial

Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi sosial

dan menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat

membahayakan.

5) Dimensi Spriritual

Secara spriritual klien dengan halusinasi dimulai dengan

kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan

untuk beribadah dan jarang berupaya secara spriritual untuk

menyucikan diri. Klien sering memaki takdir tetapi lemah dalam

upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain

yang menyebabkan memburuk.

3. Tanda dan Gejala


Menurut Keliat (1999), tanda dan gejala halusinasi yang mungkin

muncul yaitu:

8
a. Bicara, senyum dan tersenyum sendiri.

b. Menarik diri dan menghindari orang lain.

c. Tak dapat membedakan nyata dan tidak nyata.

d. Tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi.

e. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungan)

f. Takut

g. Ekspresi wajah tegang, mudah tersinggung

Tanda dan gejala halusinasi seperti bicara sendiri, senyum sendiri,

tertawa sendiri, menarik diri dari orang lain, tidak dapat membedakan yang

nyata dan tidak nyata (Maramis, 2008).

4. Jenis Halusinasi

a. Halusinasi Non Patologis

Menurut NAMI (National Alliance For Mentally III) halusinasi dapat

terjadi pada seseorang yang bukan penderita gangguan jiwa. Pada

umumnya terjadi pada klien yang mengalami stress yang berlebihan dan

kelelahan bisa juga karena pengaruh obat-obat (Halusinasinogenik).

Halusinasi ini antara lain :

1) Halusinasi Hipnogonik : persepsi sensori yang palsu yang terjadi

sesaat sebelum seseorang jatuh tertidur.

2) Halusinasi Hipnopomik : persepsi sensori yang palsu yang terjadi

pada saat seseorang terbangun tidur.

9
b. Halusinasi Patologis

Halusinasi ada 5 macam yaitu :

1) Halusinasi pendengaran (Auditory)

Klien mendengar suara dan bunyi tidak berhubungan dengan

stimulasi nyata dan orang lain tidak mendengarnya.

2) Halusinasi Penglihatan (Visual)

Klien melihat jalan yang jelas atau samar tanpa stimulus yang nyata

dan orang lain tidak melihat.

3) Halusinasi pencium (Olfactory)

Klien mencium bau yang muncul dari sumber tentang tanpa

stimulus yang nyata dan orang lain tidak mencium.

4) Halusinasi Pengecapan (Gusfactory)

Klien merasa memakan sesuatu yang tidak nyata. Biasa merasakan

makanan yang tidak enak.

5) Halusinasi Perabaan (Taktil)

Klien merasakan sesuatu pada kulit tanpa stimulus yang nyata.

5. Fase Halusinasi

Terjadinya halusinasi dimulai dari beberapa fase, hal ini dipengaruhi

oleh intensitas keparahan dan respon individu dalam menanggapi adanya

rangsangan dari luar. Menurut Direja, (2011) Halusinasi berkembang

melalui empat fase yaitu fase comforting, fase condemming, fase

10
controlling, dan fase conquering. Adapun penjelasan yang lebih detail dari

keempat fase tersebut adalah sebagai berikut :

a. Fase Pertama

Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada

tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.

Karakteristik atau Sifat : Klien mengalami stres, cemas, perasaan

perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak dan tidak dapat

diselesaikan. klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang

menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.

Perilaku Klien : Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,

mengerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal

yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka

menyendiri.

b. Fase Kedua

Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi

menjadi menjijikan. Termasuk dalam psikotik ringan.

Karakterisktik atau Sifat : Pengalaman sensori menjijikan dan

menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berpikir sendiri jadi

dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin

orang lain tahu dan dia tetap dapat mengontrolnya.

11
Perilaku Klien : Meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti

peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan

halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.

c. Fase Ketiga

Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori

menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.

Karakterisktik atau Sifat : Bisikan, suara, isi halusinasi semakin

menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan

tidak berdaya terhadap halusinasinya.

Perilaku Klien : Kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian

hanya beberapa menit atau detik, Tanda-tanda fisik berupa klien

berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.

d. Fase Keempat

Adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan

halusinasinya.Termasuk dalam psikotik berat.

Karakterisktik atau Sifat : Halusinasinya berubah menjadi mengancam,

memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya,

hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang

lain di lingkungan.

Perilaku Klien : Perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku

kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon

12
terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu

orang.

6. Rentang Respon Halusinasi

Respon Adaptif Respon Maladaptif

o Pikiran Logis  Distorsi pikiran. o Gangguan pikir /


o Persepsi akurat  Ilusi delusi
o Emosi konsisten dengan  Reaksi emosi > / < o Sulit merespon emosi
pengalaman  Perilaku aneh / tidak o Perilaku disorganisasi
o Perilaku sesuai biasa o Isolasi social
o Berhubungan sosial  Menarik diri

Rentang respon Neurobiologis (Stuart dan Laraia, 2005)

7. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan harus secepat mungkin diberikan, disini peran keluarga

sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ pasien

dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang

sangat penting dalam merawat pasien, menciptakan lingkungan keluarga

yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat. (Maramis, 2004)

a. Farmakoterapi

Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita

skizofrenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi

dalam dua tahun penyakit.

13
Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermafaat pada penderita

dengan psikomotorik yang meningkat.

Kelas Kimia Nama Generik Dosis harian


Fenotiazin Asetofenazin (tidal) 60-120 mg
Klopromazin (Thorazine) 30-800 mg
Flufenazine (Prolixine,Permiti) 1-40 mg
Mesoridazin(Serentil) 30-400 mg
Perfenazin (Trilafon) 12-64 mg
Proklorprerazin (Compazine) 15-150 mg
Promazin (Sparin) 40-1200 mg
Tiodazin (Mellari) 150-800 mg
Trifluoperazin(Stelazine) 2-40 mg
Trifluopromazine (vesprin) 60-150 mg

Tioksaten Kloprotiksen (tarctan) 75-600 mg


Tioktiksen (navane) 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (hadol 1-100 mg
Dibenzondiazepin Klozapin (Clorazin) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin ( Loxitane) 20-150 mg
dihidroindolon Molindone (Moban) 225-225
a. Terapi kejang listrik / electro Compulsive Therapy (ECT)

Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan

terapi kejang grandmall secara atrificial dengan melewatkan aliran

listrik melalui elektrode yang dipasang pada satu atau dua temples,

terapi kejang listrik dapat diberikan pada pasien skizoprenia yang tidak

mempan dengan terapi neuroleptika oral /injeksi dosis terapi kejang

listrik 4-5 joule/ detik

b. Terapi Aktivitas Kelompok

1) Terapi musik

14
Fokus : mendengarkan, memainkan alat musik, bernyanyi. Yaitu

menikmati dengan relaksasi musik yang disukai pasien.

2) Terapi seni

Fokus : Untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai

pekerjaan seni.

3) Terapi Menari

Fokus : ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh

4) Terapi relaksasi

Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok

Rasional : untuk koping/prilaku mal adaftif / deskriptis

meningkatkan partisipasi dan kesengangan pasien dalam

kehidupan.

5) Terapi sosial

Pasien belajar bersosialisasi dengan pasien lain

6) Terapi kelompok

a) Terapi group (kelompok terapeutik )

b) Terapi Aktivitas Kelompok (adjuncetive group activity

therapy)

c) TAK stimulus Persepsi: Halusinasi

(1) Sesi 1 : Mengenal halusinasi dengan menghardik

(2) Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan melakukan

kegiatan

15
(3) Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan melakukan

kegiatan

(4) Sesi 4 : mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap

(5) Sesi 5 : mengontrol halusinasi dengan minum obat

7) Terapi lingkungan

Suasana di rumah sakit dibuat seperti suasana di dalam

keluraga.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan

Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran

Proses Keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan

sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan

keperawatan menjadi optimal. Dengan menggunakan proses keperawatan dapat

terhindar dari tindakan keperawatan yang bersifat rutin, intuisi tidak unik bagi

individu klien. Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan

dasar utama dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan

gangguan jiwa. Standar asuhan keperawatan atau standar praktek keperawatan

mengacu pada standar praktik profesional dan standar kinerja professional.

Standar praktik professional tersebut mengacu pada proses keperawatan jiwa

yang terdiri dari lima tahap standar yaitu : 1) pengkajian, 2) diagnosa, 3)

perencanaan, 4) pelaksanaan (implementasi), dan 5) evaluasi (Abdul,Muhit

2015)

1. Pengkajian

16
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses

keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan

perumusan kebutuhan, atau masalah klien . data yang dikumpulkan meliputi

data biologis,psikologis,sosial dan spiritual. data dasar yang diuraikan dalam

format pengkajian jiwa pada klien dengan gangguan sensori persepsi :

halusinasi pendengaran.kemudian dikumpulkan juga data focus pada klien

dengan ganggguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran sebagai

berikut:

a. Jenis halusinasi pendegaran

Berikut adalah jenis halusinasi pendengaran berdasarkan data objektif

dan subjektifnya.

Jenis halusinasi Data subjektif Data objektif


Halusinasi 1. Mendengar sesuatu 1. Mengarahkan
pendengaran menyuruh telinga pada sumber
melakukan sesuatu suara
yang berbahaya 2. Bicara atau tertawa
2. Mendengar suara sendiri
atau bunyi 3. Marah-marah tanpa
3. Mendengar suara sebab
yang mengajak 4. Menutup telinga
bercakap-cakap mulut komat kamit
4. Mendengar 5. Ada gerakan tangan
seseorang yang
sudah meninggal
5. Mendengar suara
yang mengacam diri
klien atau orang lain
atau yang
membahayakan

17
b. Isi halusinasi

Data tentang isi halusinasi dapat diketahui dari hasil pengkajan tentang

jenis halusinasi

c. Waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi

Perawat perlu mengkaji waktu,frekuensi, dan situasi munculnya

halusinasi yang dialami oleh pasien. Kapan halusinasi terjadi ? apakah

pagi,siang,sore atau malam? Ketika halusinasi muncul biasa jam berapa?

Frekuensi terjadi halusinasi apakah terus-menerus atau hanya sekali-

kali? Situasi terjadinya apakah kalau sendiri atau setelah terjadi kejadian

tertentu. Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pasa

waktu terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan

munculnya halusinasi sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya.

Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi dapat direncanakan

frekuensi tindakan untuk mencegah

halusinasi

d. Respon halusinasi

Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu

muncul, perawat dapat menayakan pada pasien hal yang dirasakan atau

dilakukan saat halusinasi timbul. Perawat dapat juga menanyakan

kepada keluarga atau orang terdekat dengan pasien. Selain itu dapat juga

dengan mengobservasi perilaku pasien saat halusinasi timbul.

2. Pengelompokkan Data

18
Data yang dikelompokkan menjadi dua macam yaitu :

a. Data objektif yang bisa ditemukan secara nyata. Data ini dapat melalui

observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat

b. Data subjektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan

keluarga. Data ini dapat melalui wawancara perawat kepada klien dan

keluarga

3. Analisa data

Analisa data merupakan suatu proses yang dilakukan terhadap data yag

telah dikumpulkan oleh peneliti dengan tujuan menerapkan asuhan

keperawatan jiwa pada klien dengan halusinasi pendengaran. Dalam

melakukan analisa data ada empat cara yang harus dilakukan penelti yaitu:

a. Validasi data, teliti kembali data yang telah terkumpul

b. Mengelompokkan data berdasarkan bio-psiko-sosial dan spiritual

c. Membandingkan dengan standar

d. Membuat kseimpulan tentang kesenjangan (masalah keperawatan) yang

ditemukan

4. Masalah keperawatan

Dari data yang dikumpulkan, perawat dapat merumuskan masalah

keperawatan pada setiap kelompok data yang terkumpul. Maka masalah

keperawatan yang muncul pada klien dengan halusinasi pendengaran

adalah sebagai berikut :

19
a. Risiko perilaku kekerasan (diri sendiri,orang lan, lingkungan, dan

verbal)

b. Gangguan sensori persepsi : halusinasi

c. Isolasi sosial

d. Harga diri rendah kronis

e. Gangguan pemeliharaan kesehatan

f. Deficit perawatan diri : mandi& berhias

5. Pohon masalah

Umumnya, sejumlah masalah klien saling beruhubungan serta dapat

digambarkan sebagai pohon masalah. Agar penentuan pohon masalah dapat

dipahami dengan jelas, penting untuk memperhatikan tiga komponen yang

terdapat pada pohon masalah, yaitu penyebab (cause) , masalah utama (

core problem), dan akibat (effect).maka berdasarkan masalah keperawatan

ditemukan dapat digambarkan pohon masalah

sebagai berikut :

20
Akibat Resiko perilaku
mencederai Gangguan
pemeliharaan
kesehatan
Masalah Gangguan Persepi Sensori:
Halusinasi pendengaran
utama

Isolasi sosial : Deficit perawatan


Penyebab menarik diri diri: mandi& berhias

Gangguan konsep
diri: harga diri
rendah
Ket : gambar pohon masalah

6. Diagnosa keperawatan

Adapun diagnosa klien yang akan muncul berdasarkan pohon masalah

adalah : Gangguan Persepsi Sensori: halusinasi pendengaran

7. Implementasi keperawatan

Tindakan keperawatan merupakan standar dari asuhan keperawatan

yang berhubungan dengan aktivitas keperawatan professional yang

dilakukan oleh perawat, dimana implementasi dilakukan pada klien,

keluarga dan komunitas berdasarkan rencana keperawatan yang dibuat.

Dalam menimplementasikan perencanaan, perawat kesehatan jiwa

menggunakan intervensi yang luas yang dirancang untuk mencegah

penyakit meningkatkan,mempertahankan,dan memulihkan kesehatan fisik

dan mental . kebutuhan klien terhadap pelayanan keperawatan dan

21
dirancang pemenuhan kebutuhan melalui standar pelayanan dan asuhan

keperawatan. Pedoman keperawatan dibuat untuk tindakan pada klien baik

secara individual,kelompok maupun terkait dengan ADL (activity daily

living). Dengan adanya perinciaan kebutuhan waktu, diharapkan setiap

perawat memiliki jadwal harian untuk masing-masing klien sehingga waktu

kerja perawat menjadi lebih efektif. (Mukhripa, Damaiyanti, & Iskandar

2012)

8. Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan sesuai dengan

tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua

yaitu evaluasi proses dan evaluasi formatif, dilakukan setiap selesai

melaksanakan tindakan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan

membandingkan respon klien pada tujuan yang telah ditentukan

(Afnuhazi, 2015).

Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP

sebagai pola pikir, dimana masing-masing huruf tersebut akan diuraikan

sebagai berikut (Dalami, dkk, 2014) :

S : respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan

O : respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

22
dilaksanakan

A : analisa ulang terhadap data subjektif untuk menyimpulkan apakah

masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada yang

kontradiksi dengan masalah yang ada

P : perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon

klien.

Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah dilakukan untuk

pasien gangguan sensori persepsi halusinasi adalah sebagai berikut :

a. Pasien mampu :

1) Mengungkapkan isi halusinasi yang dialaminya

2) Menjelaskan waktu dan frekuensi halusinasi yang dialaminya

3) Menjelaskan situasi yang mencetuskan halusinasi yang dialami

4) Menjelaskan perasaannya ketika mengalami halusinasi

5) Menerapkan 4 cara mengontrol halusinasi :

(a) Menghardik halusinasi

(b) Mematuhi program pengobatan

(c) Bercakap-cakap dengan orang lain di sekitarnya bila timbul

halusinasi

(d) Menyusul jadwal kegiatan dari bangun tidur dipagi hari sampai

mau tidur pada malam hari selama 7 hari dalam seminggu dan

melaksanakan jadwal tersebut secara mandiri

23
6) Menilai manfaat cara mengontrol halusinasi dalam mengendalikan

halusinasi

C. Konsep Dasar Skizofrenia

1. Definisi

Menurut Stuart (2006) skizofrenia adalah suatu penyakit otak yang

serius yang mengakibatkan kesulitan dalam memproses informasi,

hubungan interpersonal, serta memcahkan masalah karena terganggunya

fungsi otak yang normal.

Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab

(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis

atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada

pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Rusdi Maslim,

1997).

2. Etiologi

Skizofrenia berpotensi untuk diturunkan melalui gen. namun

tergantung pada lingkungan Menurut Maramis (2009) dikatakan bahwa

ada yang mempengaruhi penyebab terjadinya skizofrenia, antara lain yaitu:

b. Genetik

Individu tersebut apakah akan terjadi manifestasi skizofren atau tidak.

c. Neurokimia

24
Obat-obatan dapat mempengaruhi individu mengalami skizofen.

Kelebihan dopamine dapat sebagai faktor penyebab skizofrenia. Obat-

obatan yang meningkatkan aktivitas pada sistem dopaminergik seperti

amfetamin dapat menyebabkan reaksi psikotik yang sama dengan

skizofrenia.

d. Hipotesis perkembangan saraf

Studi autopsy dan studi pencitraan otak memperlihatkan abnormal

struktur dan morfologi otak penderita skizofrenia yaitu berat otak rata-

rata lebih kecil, ukuran anterior-posterior lebih pendek, gangguan

metabolik di daerah frontal dan temporal, serta kelainan susunan seluler

pada struktur saraf bagian kortek dan sub kortek.

25
BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian deskriptif dengan rancangan studi kasus yang di mana

studi kasus menjadi pokok bahasan penelitian ini digunakan untuk

mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada klien skizofrenia dengan

masalah keperawatan gangguan persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan diruangan Cakalele di Rumah Sakit jiwa

Prof . DR. V.L. Ratumbuysang Manado. Waktu penelitian dilaksanakan pada

awal bulan Juni 2019.

C. Definisi Operasional

Asuhan keperawatan pada klien halusinasi pendengaran adalah rangkaian

kegiatan perawat yang dilakukan perawat baik langsung maupun tidak untuk

memenuhi kebutuhan pasien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasin

menggunakan proses perawatan : pengkajian ,analisa data,intervensi,

implementasi, evaluasi

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Data primer

Data yang diperoleh langsung dari klien dengan menggunakan format

pengkajian.

26
2. Data sekunder

Data diperoleh dari ruangan Cakalele Rumah sakit jiwa Prof. Dr. V.L

Ratumbuysang Manado

3. Metode yang digunakan adalah dengan cara :

a. Wawancara

Wawancara berisi tentang identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit

sekarang-dahulu-keluarga dll. Dalam mencari infirmasi peneliti melakukan

2 jenis wawancara, yaitu autonamnesa ( wawancara dilakukan dengan

subjek (klien) dan aloanamnesa ( wawancara dengan keluarga klien).

b. Observasi

Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang

(tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa,

waktu dan perasaan. Alas an peneliti melakukan observasi adalah untuk

menyajikan gambaran realistic perilaku atau kejadian, untuk menjawab

pertanyaan, umtuk membantu mengerti perilaku manusia dan untuk

evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan

umpan balik terhadap pengukuran tersebut

c. Dokumentasi

Melihat, mengetahui, dan mengumpulkan data dari catatan medis (status)

pasien, hasil pemeriksaan, serta bukti laporan yang ada diruangan Cakalele

Rumah sakit jiwa Prof. Dr. V.L Ratumbuysang Manado

d. Kepustakaan

27
Mengumpulkan data atau informasi dari literatur-literatur atau bukti yang

ada kaitannya dengan penulisan laporan kasus ini.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah format pengkajian pada

orang dengan gangguan jiwa dan strategi pelaksanaan.

F. Jalannya Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu :

1. Tahap persiapan

a. Kegiatan yang dilakukan meliputi survey awal bulan januari 2019,

pengajuan pembuatan jududl, pembuatan proposal, konsultasi dan

pembuatan izin penelitian

b. Seminar proposal

c. Tahap pelaksanaan

Melakukan Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Skizofrenia

Gangguan Persepsi Sensori : Haalusinasi Pendengaran di Rumah sakit jiwa

Prof. Dr. V.L Ratumbuysang Manado yang akan dilaksanakan pada bulan

Mei 2019.

d. Tahap penyajian hasil

Hasil pelaksanaan Asuhan Keperawatan mulai pengkajian, diagnose,

intervensi, implementasi, dan evaluasi di sajikan dalam bentuk narasi.

28
G. Etika Penelitian

1. Lembar persetujuan menjadi responden (inform concent)

Peneliti menjelaskan tentang maksud dan tujuan penelitian yang akan

dilaksanakan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah

pengumpulan data sebelum lembar persetujuan diberikan kepada responden.

Jika responden bersedia diteliti maka diberi lembar persetujuan menjadi

responden yang harus ditanda tangani, tetapi jika menolak peneliti tidak akan

memaksa dan tetap menghargai keputusan.

2. Penulisan nama

Kepada responden dalam hal nama responden diterangkan terlebih dahulu

bahwa penulisan nama akan disingkat dengan huruf depannya saja, hal

tersebut bertujuan untuk menghormati dan menjaga kerahasiaan klien.

3. Kerahasiaan

Informasi dari responden dijamin oleh peneliti kerahasiaannya dengan

infromasi tersebut hanya akan diketahui oleh peneliti dan pembimbing atas

persetujuan responden dan hanya kelompok data tertetu yang disajikan

sebagai hasil penelitian.

29
DAFTAR PUSTAKA

Ashturkar, M. D., & Dixit, J. V. (2013). Selected Epidemiological Aspects of


Schizophrenia: A Cross Sectional Study At Terityary Care Hospital In
Maharashtra. National Journal of Community Medicine

Azizah. (2011). Buku Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta : Graha
Ilmu.

Buku Saku Keperwatan Jiwa. Jakarta: EGC. Stuart & Laraia. 2005

Damaiyanti, Mukhripah dan Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa.Bandung :


Refika Aditama.

Deden Dermawan (2013). Keperawatan jiwa Konsep Dan Kerangka

Deden Dermawan (2013). Keperawatan jiwa Konsep Dan Kerangka Kerja Asuhan

Keperawatan Jiwa.Yogyakarta

Direja, Ade Herman S. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika

Hawari, D. (2014). Pendekatan HolistikPada Gangguan Jiwa, Skizofrenia Edisi3.


Jakarta : FKUI.

Kemenkes Ri. 2018.Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS.


Jakarta:BalitbangKemenkes Ri

Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

Maramis. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.Surabaya: Airlangga.

Riset Kesehatan Dasar .(2018). Pedoman wawancara petugas pengumpulan data.


Rusdy, (2013). Konsep Dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa.

Townsend, M.C. (2014). Psychiatric Mental Perawatan Kesehatan: Konsep


Perawatan di Bukti-Based Practice6 Ed., FA Davis Perusahaan

Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta: EGC.

30
Yosep. Bandung: Refika Aditama, 2010. 5, 2010. Faktor Penyebab dan Proses
Terjadinya Gangguan Jiwa.
Yosep, Iyus. 2016. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.

31

Anda mungkin juga menyukai