Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes merupakan penyakit yang dapat mengganggu metabolisme glukosa

dimana glukosa yang seharusnya menjadi bermanfaat dan merupakan sumber

energi, berubah menjadi musuh dalam tubuh yang mengganggu sistem kestabilan

organ. Diabetes melitus adalah penyakit yang menonjol yang disebabkan oleh

gagalnya pengaturan gula darah. Meskipun disebut “gula darah”, selain glukosa,

kita juga menemukan jenis-jenis gula lainnya, seperti fruktosa dan galaktosa.

Namun demikian, hanya tingkatan glukosa yang diatur melalui insulin dan leptin.

Glukosa diperlukan sebagai sumber energi terutama bagi sistem syaraf dan

eritrosit. Glukosa juga dibutuhkan didalam jaringan adiposa sebagai sumber

gliserida-glisero, dan mungkin juga berperan dalam mempertahankan kadar

senyawa antara pada siklus asam sitrat didalam banyak jaringan tubuh.

Insulin adalah hormon yang mengendalikan gula darah. Tubuh menyerap

mayoritas karbohidrat sebagai glukosa (gula darah). Dengan meningkatnya gula

darah setelah makan, pankreas melepaskan insulin yang membantu membawa

gula darah ke dalam sel untuk digunakan sebagai bahan bakar atau disimpan

sebagai lemak apabila kelebihan.

1
Penyakit diabetes melitus atau kencing manis disebabkan oleh multifaktor,

keturunan merupakan salah satu faktor penyebab. Selain keturunan masih

diperlukan faktor-faktor lain yang disebut faktor pencetus, misalnya adanya

infeksi virus tertentu, pola makan yang tidak sehat, stres.

Diabetes mellitus merupakan penyakit menahun yang ditandai dengan

kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal. Apabila dibiarkan tidak

terkendali, diabetus mellitus dapat menimbulkan komplikasi yang berakibat fatal,

misalnya terjadi penyakit jantung koroner, gagal ginjal, kebutaan dan lain-lain.

1.2 Tujuan

1. Membuktikan efek Hipoglikemik suatu bahan/obat.

2. Agar mahasisa mengerti mekanisme kerja obat penurun glukosa darah.

3. Agar mahasiswa dapat memahami gejala-gejala dan dasar farmakologi

efek toksis obat penurun glukosa darah.

1.3 Prinsip

Penentuan penurunan kadar glukosa darah dan tingkat efektifitas pemberian

obat antidiabetes.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori

Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang terjadi akibat adanya

gangguan pada metabolime glukosa, disebabkan kerusakan proses pengaturan

sekresi insulin dari sel-sel beta. Insulin, yang diahasilkan oleh kelenjar pankreas

sangat penting untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa darah. Kadar glukosa

darah normal pada waktu puasa antara 60-120 mg/dl, dan dua jam sesudah makan

dibawah 140 mg/dl. Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, baik secara kualitas

maupun kuantitas, keseimbangan tersebut akan terganggu, dan kadar glukosa

darah cenderung naik (hiperglikemia) (Kee dan Hayes,1996; Tjokroprawiro,

1998).

Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan

hiperglikemia dan glukosuria yang berhubungan dengan abnormalitas

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang diakibatkan kurangnya insulin

yang diproduksi oleh sel β pulau Langerhans kelenjar Pankreas baik absolut

maupun relatif (Herman, 1993; Adam, 2000; Sukandar, 2008).

Kelainan metabolisme yang paling utama ialah kelainan metabolisme

karbohidrat. Oleh karena itu, diagnosis diabetes melitus selalu berdasarkan kadar

glukosa dalam plasma darah (Herman, 1993; Adam, 2000).

3
Diabetes melitus merupakan salah satu jenis penyakit yang ditandai dengan

meningkatnya kadar glukosa darah (hiperglikemia) sebagai akibat dari rendahnya

sekresi insulin, gangguan efek insulin, atau keduanya. Diabetes mellitus bukan

merupakan patogen melainkan secara etiologi adalah kerusakan atau gangguan

metabolisme. Gejala umum diabetes adalah hiperglikemia, poliuria, polidipsia,

kekurangan berat badan, pandangan mata kabur, dan kekurangan insulin sampai

pada infeksi. Hiperglikemia akut dapat menyebabkan sindrom hiperosmolar dan

kekurangan insulin dan ketoasidosis. Hiperglikemia kronik menyebabkan

kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan metabolisme sel, jaringan dan

organ. Komplikasi jangka panjang diabetes adalah macroangiopathy,

microangiopathy, neuropathy, katarak, diabetes kaki dan diabetes jantung

(Reinauer et al, 2002).

Diabetes Mellitus adalah peningkatan kadar glukosa darah atau

hiperglikemia (glukosa puasa ≥ 126 mg/dL atau postprandial ≥ 200 mg/dL atau

glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dL. Bila DM tidak segera diatasi akan terjadi

gangguan metabolisme lemak dan protein, dan resiko timbulnya gangguan

mikrovaskular atau makrovaskular meningkat (Gunawan, 2012)

Diabetes militus, penyakit gula atau kencing manis adalah suatu gangguan

menahun kronis yang khususnya metabolisme karbohidrat dalm tubuh, dan juga

pada metabolisme lemak dan protein (Lat. Diabetes = penerusan, mellitus = manis

madu) (Mycek, 2001).

4
2.1.1 Tipe-Tipe Penyakit Diabetes

1. Diabetes melitustergantung insulin (IDDM ;tipe I) disebabkan oleh

defisiensi absolut yang biasanya terjadi sebelum usia 15 tahun dan

mengakibatkan penurunan berat badan, hiperglikomin, hetoksidosis,

asteroksis, kerusakan retina dan gagal ginjal. Karena sel batu pada

langerhans rusak maka pasien membutuhkan injeksi insulin.

2. Diabetes melitustidaktergantung insulin (NIDDM ;tipe II) disebabkan oleh

penurunan pelepasan insulin atau kelainan respon jaringan terhadap insulin

yang menyebabkan hiperglikemia, tetapi tidak hetoksidosis.

3. Berbagai sebab spesifik yang lain yang menyebabkan kadar glukosa darah

meningkat, seperti penyakit nonpancreatic dan akibat terapi obat.

4. Disebutjuga Gestational diabetes (GDM), tidak normalnya kadar glukosa

darah di masa-masa awal kehamilandimana plasenta dan hormon-2 plasenta

menimbulkan resistensi insulin yang nyata pada trimester terakhir.

Gejala Diabetes Melitus (Tan Hoan, 2010) :

a. Poluria (banyak berkemih)

b. Polidipsia ( banyak minum)

c. Polifagia (banyak makan)

Disamping naiknya kadar gula darah,diabetes bercirikan adanya gula dalam

kemih (glycosuria) dan banyak berkemih karena glukosa yang di ekskresikan

mengikat banyak air. Akibatnyatimbul rasa sangathaus, kehilangan energy,

turunnya berat badan serta rasa letih. Tubuh mulai membakar lemak untuk

memenuhi kebutuhan energinya, yang disertai pembentukan zat-zat perombakan

5
antara lain aseton, asamhirdroksibutirat dan diasetat, yang membuat darah

menjadi asam. Keadaan ini, yang disebut ketoacidosis dan terutama timbul pada

tipe 1, amat berbahaya karena akhirnya dapat menyebabkan pingsan.

Napaspenderita yang sudahmenjadisangatkurussering kali jugaberbauaseton (Tan

Hoan,2010)

Penyebabnya adalah kekurangan hormon insulin, yang berfungsi

memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan mensintesa lemak. Akibatnya

ialah glukosa bertumpuk didalam darah (hiperglikemia) dan akhirnya dieksresikan

lewat kemih tanpa digunakan (glycosuria). Karena itu produksi kemih sangat

meningkat dan pasien harus kencing, merasa amat haus, berat badan menurun dan

berasa lelah (Mycek, 2001).

2.1.2 Kriteria Penderita Diabetes Melitus (Handoko, 2003)

a. Seseorang dikatakan menderita penyakit diabetes mellitus bila hasil

pemeriksaaan kadar glukosa darah puasanya ≥ 126 mg/dl (plasma vena) atau

pada pemeriksaan kadar glukosa darah 2 jam setelah minum larutan glukosa

75 gram hasilnya ≥ 200 mg/dl.

b. Seseorang dikatakan terganggu terhadap toleransi glukosa bila hasil

pemeriksaan kadar glukosa dara puasanya 110-125 mg/dl (plasma vena)

atau pada kadar glukosa darah 2 jam setelah minum larutan glukosa 75 gram

hasilnya antara 140-199 mg/dl.

c. Seseorang dikatakan normal (tidak mengidap DM) jika hasil pemeriksaan

kadar glukosa darah puasanya ≤ 110 mg/dl (plsma vena) atau pada

pemeriksaan kadar glukosa darah 1 jam setelah minum larutan glukosa ‹ 180

6
mg/dl dan hasil pemeriksaan kadar kadar glukosa darah 2 jam setelah

minum larutan glukosa ‹140 mg/dl.

2.1.3 Patofisiologi

1. Diabetes tipe 1

DM tipe 1 adalah penyakit autoimun kronis yang berhubungan dengan

kerusakan sel-sel Beta pada pankreas secara selektif. Onset penyakit secara

klinis menandakan bahwa kerusakan sel-sel beta telah mencapai status

terakhir.

Beberapa fitur mencirikan bahwa diabetes tipe I merupakan penyakit

autoimun. Ini termasuk :

a. Kehadiran sel-immuno kompeten dan sel aksesori di pulau pancreas

yang diinfiltrasi.

b. Asosiasi dari kerentanan terhadap penyakit dengan kelas II (respon

imun) gen mayor histokompatibilitas kompleks (MHC; leukosit

manusia antigen HLA).

c. Kehadiran autoantibodies yang spesifik terhadap sel Islet of

Lengerhans;

d. Perubahan pada immunoregulasi sel-mediated T, khususnya di CD4 +

Kompartemen.

e. Keterlibatan monokines dan sel Th1 yang memproduksi interleukin

dalam proses penyakit.

f. Respons terhadap immunotherapy, dan

7
g. Sering terjadi reaksi autoimun pada organ lain yang pada penderita

diabetes tipe 1 atau anggota keluarga mereka.

h. Mekanisme yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh untuk berespon

terhadap sel-sel beta sedang dikaji secara intensif.

2. Diabetes tipe 2

DM tipe 2 memiliki hubungan genetik lebih besar dari tipe 1 DM. Satu studi

populasi kembar yang berbasis di Finlandia telah menunjukkan rate

konkordansi pada kembar yang setinggi 40%. Efek lingkungan dapat menjadi

faktor yang menyebabkan tingkat konkordansi diabetes tibe 2 lebih tinggi

daripada tipe 1 DM. Studi genetika molekular pada diabetes tipe 2,

menunjukkan bahwa mutasi pada gen insulin mengakibatkan sintesis dan

sekresi insulin yang abnormal, keadaan ini disebut sebagai insulinopati.

Sebagian besar pasien dengan insulinopati menderita hiperinsulinemia, dan

bereaksi normal terhadap administrasi insulin eksogen. Gen reseptor insulin

terletak pada kromosom yang mengkodekan protein yang memiliki alfa dan

subunit beta, termasuk domain transmembran dan domain tirosin kinase.

Mutasi mempengaruhi gen reseptor insulin telah diidentifikasi dan asosiasi

mutasi dengan diabetes tipe 2 dan resistensi insulin tipe A telah dipastikan.

2.1.4 Dampak Keadaan Patofisiologi

1. Hiperglikemia

Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang tinggi daripada

rentang kadar puasa normal 80-90 mg/100 ml darah, atau rentang non puasa

sekitar 140-160 mg/100 ml darah. (Corwin, 2001, hlm. 623).

8
Keadaan dimana insulin normal asupan glukosa atau produksi glukosa dalam

tubuh akan difasilitasi (oleh insulin) untuk masuk ke dalam sel tubuh.

Glukosa itu kemudian diolah untuk menjadi bahan energi. Apabila bahan

energi yang dibutuhkan masih ada sisa akan disimpan sebagai glikogen

dalam sel-sel hati dan sel-sel otot (sebagai massa sel otot). Proses

glikogenesis (pembentukan glikogen dari unsur glukosa ini dapat mencegah

hiperglikemia). Pada penderita diabetes melitus proses ini tidak dapat

berlangsung dengan baik sehingga glukosa banyak menumpuk di darah

(hiperglikemia). (Long, 1996, hlm. 11).

Secara rinci proses terjadinya hiperglikemia karena defisit insulin tergambar

pada perubahan metabolik sebagai berikut :

a. Transport glukosa yang melintasi membran sel-sel berkurang.

b. Glukogenesis (pembentukan glikogen dari glukosa) berkurang dan tetap

terdapat kelebihan glukosa dalam darah.

c. Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga cadangan glikogen

berkurang, dan glukosa “hati” dicurahkan dalam darah secara terus

menerus melebihi kebutuhan.

d. Glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari unsur non karbohidrat)

meningkat dan lebih banyak lagi glukosa “hati” yang tercurah ke dalam

darah hasil pemecahan asam amino dan lemak. (Long, 1996, hlm.11)

Hiperglikemia akan mengakibatkan pertumbuhan berbagai mikroorganisme

dengan cepat seperti bakteri dan jamur. Karena mikroorganisme tersebut

sangat cocok dengan daerah yang kaya glukosa. Setiap kali timbul

9
peradangan maka akan terjadi mekanisme peningkatan darah pada jaringan

yang cidera. Kondisi itulah yang membuat mikroorganisme mendapat

peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi itulah yang membuat mikroorganisme

mendapat peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi ini akan mengakibatkan

penderita diabetes melitus mudah mengalami infeksi oleh bakteri dan jamur.

(Sujono, 2008, hlm. 76).

2. Hiperosmolaritas

Hiperosmolaritas adalah adanya kelebihan tekanan osmotik pada

plasma sel karena adanya peningkatan konsentrasi zat. Sedangkan tekanan

osmosis merupakan tekanan yang dihasilkan karena adanya peningkatan

konsentrasi larutan pada zat cair. Pada penderita diabetes melitus terjadinya

hiperosmolaritas karena peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (yang

notabene komposisi terbanyak adalah zat cair). Peningkatan glukosa dalam

darah akan berakibat terjadinya kelebihan ambang pada ginjal untuk

memfiltrasi dan reabsorbsi glukosa (meningkat kurang lebih 225 mg/ menit).

Kelebihan ini kemudian menimbulkan efek pembuangan glukosa melalui urin

(glukosuria). Ekskresi molekul glukosa yang aktif secara osmosis

menyebabkan kehilangan sejumlah besar air (diuresis osmotik) dan berakibat

peningkatan volume air (poliuria).

Akibat volume urin yang sangaat besar dan keluarnya air yang menyebabkan

dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air

intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke

10
plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang

pengeluaran ADH dan menimbulkan rasa haus. (Corwin,2001, hlm.636).

Glukosuria dapat mencapai 5-10% dan osmolaritas serum lebih dan 370-380

mosmols/ dl dalam keadaan tidak terdapatnya keton darah. Kondisi ini dapat

berakibat koma hiperglikemik hiperosmolar nonketotik (KHHN). (Sujono,

2008, hlm. 77).

3. Starvasi Selluler

Starvasi Selluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel

karena glukosa sulit masuk padahal di sekeliling sel banyak sekali glukosa.

Ada banyak bahan makanan tapi tidak bisa dibawa untuk diolah. Sulitnya

glukosa masuk karena tidak ada yang memfasilitasi untuk masuk sel yaitu

insulin. Dampak dari starvasi selluler akan terjadi proses kompensasi selluler

untuk tetap mempertahankan fungsi sel.

2.1.5 Pengertian Insulin

Insulin merupakan hormon polipeptida yang tediri dari dua rantai peptida

yang dihubungkan dengan ikatan-ikatan disulfida (Harvey, 2013)

Insulin adalah hormon yang disekresi oleh sel β pulau langerhands dalam

pankreas (atas). Insulin terikat pada rseptor spesifik (tengah) dalam membran sel

dan memulai sejumlah aksi (kanan, bawah, berarsir) termasuk peningkatan

ambilan glukosa oleh otot, hati, dan jaringan adiposa. (Neal, 2006)

Insulin dalamdarahpadamanusia normal, kadar insulin basal adalah 5-15

µU/mL (30-90pmol/L), denganpeningkatanpuncakmenjadi 60-90 µU/mL (360-

540pmol/L) sewaktumakan. (Katzung, 2002)

11
Pada otot dan jaringan adiposa, insulin memudahkan penyerapan berbagai

zat melalui membran, termasuk glukosa dan monosakarida lain, serta asam amino,

ion K, nukleosida dan fosfat anorganik. (Gunawan,2012)

Insulin berfungsi membantu transport glukosa masuk kedalam sel dan

mempunyaipengaruh yang sangatluasterhadap metabolism, baik metabolism

karbohidrat, lipid dan protein. Insulin akanmeningkatkanlipogenesis,menekan

lipolysis, sertameningkatkan transport asam amino masukkedalam sel.

(Depkes,2005)

Sekresi insulin diatur ketat untuk mendapatkan kadar glukosa darah yang

stabil baik sesudah makan atau waktu puasa. Hal ini dapat dicapai karena adanya

koordinasi peran berbagai nutrien, hormon insulin hormon saluran cerna, hormon

pankreas dan neurotransmitter otonom. Glukosa, asam amino, asam lemak dan

benda keton akan merangsang sekresi insulin. Sel-sel langerhands dipersarafi

saraf adrenergik dan kolinergik. Stimulasi reseptor α2 adrenergik menghambat

sekresi insulin, sedang β2 adrenergik agonis dan stimulasi saraf vagus dan

merangsang sekresi. (Gunawan, 2012).

12
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.3 Alat

- Alat suntik

- Jarum oral

- Timbangan

- Alat penanda

- Timbangan hewan

- Becker glass

- Alat cek glukosa

3.1.2 Bahan

- Glukosa 10%

- NaCl 0,9 %

- Gilbenclamid Tablet

3.1.3 Hewan yang digunakan

- 2 ekor Mencit

3.2 Prosedur Percobaan

1. Timbang masing masing Hewan (mencit) dan tandai

2. Berikan larutan glukosa dengan dosis 2gr/kg BB secara oral 5 menit

13
setelah pemberian obat penurun glukosa darah.

3. Darah mencit diambil sebanyak 1 tetes dengan cara memotong ekor

mencit 1 cm ke ujung, lalu dipijit sampai darah keluar yang langsung

diteteskan ke strip pengukur glukosa darah.

4. Catat kadar glukosa darah mencit setelah di kasih obat penurun glukosa

darah

14
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Tabel Pengamatan

Kadar Gula Darah


No. Vol (mg/dL) setelah
Zat Uji BB (g)
mencit (ml) menit ke-
10’
Kontrol negatif
I 28,29 0,35 89
(larutan NaCl 0,9 %)
Control positif
II 29,30 0,37 48
(glibenklamid)

IV.2 Volume injeksi

28,29 𝑔
A. Kontrol negatif : × 0,5 𝑚𝑙 = 0,35 ml
40 𝑔
29,30 𝑔
B. Kontrol positif : × 0,5 𝑚𝑙 = 0,37 ml
40 𝑔

IV.3 Perhitungan Larutan Stok

A. Glukosa

2 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥
Dosis : 1000 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 20 𝑔𝑟𝑎𝑚

2𝑔
𝑥= 𝑋 20 𝑔
1000 𝑔

= 0,04 g

1
Jumlah larutuan yang diambil : 100 𝑋 19,02

: 0,19 ml

15
1
: 100 𝑋 26,08

:0,26 ml

1
B. NaCl : 100 𝑋 19,02

: 0,19 ml

C. Glibenkamid

Dosis Manusia Komersial : 5 mg/tab

Dosis Mencit 20 g BB : 5 mg x 0,0026 = 0,013 mg/20 g BB

1
Jumlah larutan per injeksi : 100 𝑋 26,08

:0,26 ml

0,013 𝑚𝑔 𝑥
Jumlah larutan stok : = 10 𝑚𝑙
0,2 𝑚𝑙

0,013
𝑥 = 0,2 𝑚𝑙 × 10 𝑚𝑙 = 0,65 mg

IV.4 Pembahasan

Secara prosedural akan dibahas tahapan-tahapan yang dilakukan untuk

mengevaluasi penyakit diabetes pada hewan percobaan. Sebelum dilakukan

percobaan, hewan yang akan diuji (mencit) dipuasakan dengan cara tidak diberi

makan tetapi tetap diberi minum. Hal ini bertujuan untuk menormalkan kadar

glukosa dalam darah mencit dan agar glukosa darah yang nantinya terukur tidak

dipengaruhi oleh glukosa yang berasal dari makanan mencit. Jika mencit diberi

16
makan, kadar glukosa dalam darahnya menjadi tidak stabil (berubah-ubah).

Selanjutnya mencit ditimbang dan diberi tanda pada bagian punggungnya.

Mencit dikelompokan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol negatif

(mencit diberi NaCl 0,9%), kelompok positif (mencit diberi hipoglikemik

glibenklamid). Kemudian semua kelompok mencit di-tes kada gula darahnnya

degan menggunakan Gluko DR dan dicatat hasilnya pada waktu 0 menit. Setelah

itu, mencit diinduksi dengan 0,5 ml glukosa secara peroral untuk menambah

peningkatan kadar gula dalam darah mencit.

Selanjutnya, mencit yang menjadi kontrol negatif diberikan NaCl 0,9%

secara peroral sebanyak 0,35 ml; mencit yang menjadi kelompok kontrol positif

diberikan glibenklamid secara peroral sebanyak 0,37 ml. Kemudian mencit

diberikan glukosa setelah 5 menit pemberian kontrol. setiap kelompok mencit

diharapkan telah terabsorpsi sempurna dan mencapai sel-sel reseptornya sehingga

akan memberikan efek pada saat pengujian.

Setelah itu, semua mencit diambil darahnya. Pengambilan darah dilakukan

dengan memotong bagian ujung ekor mencit dan mengeluarkan sedikit darahnya.

Pemilihan bagian ekor untuk mengambil darah mencit dikarenakan pada bagian

ini terdapat banyak pembuluh darah yaitu pembuluh darah vena. Selain itu metode

ini adalah metode termudah untuk mengambil darah mencit. Berikut adalah

prosedur pengukuran kadar glukosa darah menggunakan glucose meter:

Dari data pengamatan dapat dilihat terjadi penurunan kadar glukosa darah

pada mencit yang diberikan obat hipoglikemik (glibenkamid). Hal ini dikarenakan

glibenklamid bekerja dengan cara menstimulasi sekresi insulin setiap pemakaian

17
glukosa. Insulin yang dihasilkan akan mengubah glukosa dalam darah menjadi

glikogen yang akan disimpan dalam jaringan otot atau jaringan adiposa, sehingga

kadar glukosa dalam darah akan menurun. Jika dibandingkan dengan pemberian

kontrol negatif kadar glukosa pada mencit masih lebih besar dibanding kontrol

positif (pemberian obat).

Dari data percobaan yang dilakukan, NaCl sebagai kontrol negatif


didapatkan kadar glukosa setelah pemberian sebesar 89 mg/dl . Hal ini
dikarenakan selain NaCl sebagai kontrol negative yang tidak memiliki efek
antidiabetik.
Selanjutnya, Glibenklamid merupakan obat antidiabetik yang efektif
dimana didapatkan kadar glukosa mencit sebesar 48 mg/dL. Glibenklamid
merupakan obat pertama dari antidiabetika oral generasi kedua dengan khasiat
hipoglikemis lebih kuat daripada tolbutamida. Glibenklamid bekerja dengan cara
menstimulasi sekresi insulin setiap pemakaian glukosa. Insulin yang dihasilkan
akan mengubah glukosa dalam darah menjadi glikogen yang akan disimpan dalam
jaringan otot atau jaringan adiposa. Glibenklamid akan menjadi metabolit kurang
aktif di dalam hati karena terjadi first pass efect , lalu obat ini dieksresikan
melalui kemih dan feses.

18
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Kelainan yang ditimbulkan jika kadar glukosa darah meningkat adalah

penyakit diabetes melitus (DM). Sedangkan kelainan yang ditimbulkan jika kadar

glukosa dalam darah menurun adalah hipoglikemia. Selain itu, ada beberapa

kelainan-kelainan yang ditimbulkan dari metabolisme gula karbohidrat yang

abnormal yaitu galaktosemia dan glikogenosis.

Percobaan ini dianggap berhasil karena mencit yang diberikan glibenclamid

mengalami penurunan glukosa darah dan terjadi efek hipoglikemik. Glibenclamid

diberikan secara oral sehingga masuk dulu kesaluran pencernaan dan merangsang

sekresi insulin dan sesuai dengan mekanisme kerjanya yang menghasilkan

penurunan kadar glukosa dilihat dari perbandingan dengan kontrol negatif.

19
DAFTAR PUSTAKA

Adam J.M.F. 2000. Klasifikasi dan kriteria diagnosis diabetes melitus yang baru.

Cermin Dunia KedokteranNo. 127

Galacia, E. H., A. A. Contreras, L. A. Santamaria, R. R. Ramos, A. A. C.

Miranda, L. M. G. Vega, J. L. F. Saenz, F. J. A. Aguilar.2002. Studies

on hypoglycemic activity of mexican medicinal plants. Proc. West.

Pharmacol. Soc. 45: 118-124

Herman F. 1993. Penggunaan obat hipoglikemik oral pada penderita diabetes

melitus. Pharos Bulletin No.1.

Iswari, K. Kulit Manggis Berkhasiat Tinggi. Madya Centradifa : Jakarta.2011

Katzung G. Bertram. 2002. Farmakologi : Dasar dan Klinik. Buku 2. Penerbit

Salemba Medika. Jakarta.

Kee, J.L. dan Hayes E. R. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan.

Alih Bahasa : Dr. Peter Anugrah. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta .

Neal, M. J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis. Edisi Kelima. Penerbit

Erlangga. Jakarta.

Reinauer, H. P. D. Home, A. S. Kanagasabapathy, C. C. Heuck. 2002. Laboratory

Diagnosis and Monitoring of Diabetes Mellitus. World Health

Organization. Geneva.

20
Soegondo,S., Semiardji, G., Adriansyah, H. 2004. Petunjuk Praktis

Penatalaksanaan Dislipidemia. Pengurus Besar Perkumpulan

Endokrinologi Indonesia. Jakarta.

Soegondo S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Farmakoterapi pada

pengendalian glikemia diabetes melitus tipe 2. Editor Aru W. Sudoyo et

al. Jilid ke-3. Edisike-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tjokroprawiro, A. 1998. Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes. Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta .

Waspadji, S. 2002. Pedoman Diet Diabetes Melitus. FKUI. Jakarta.

Anonim. 2016. PenuntunPraktikumFarmakologidanToksikologi 3. Fakultas

Farmasi UMI : Makassar.

Dirjen POM.1979.Farmakope Indonesia Edisi III. DEPKES RI : Jakarta.

Dirjen POM.1995.Farmakope Indonesia EdisiIV . DEPKES RI : Jakarta.

Ganiswarna, S.1995.Farmakologi danTerapi. FK-UI : Jakarta.

Gunawan, Sulistia Gan. 2012. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. FKUI : Jakarta.

Handoko, T, dan Suharto B. 2003. Insulin Glukagon dan Antidiabetek Dalam

Farmakologi dan Terapi. Gaya Baru : Jakarta.

Harvey, Richard A, dan Champe, Pamela A. 2013. Farmakologi Ulasan

Bergambar. EGC : Jakarta.

Katzung.G.B. 2002. Farmakologi Dasar Dan Klinik. Salemba Medika : Jakarta.

Malole. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan Di Laboratorium. IPB :

Bogor.

21
Mycek.M,J, Harvey. 2001. FarmakologiUlasanBergambar. Widya Medika :

Jakarta.

Neal, M.J. 2006. At Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima. PT. Gelora Aksara

Pratama : Jakarta.

Tjay, Tan Hoan. 2010. Obat-ObatPenting. Gramedia : Jakarta.

22

Anda mungkin juga menyukai