Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Geologi sejarah merupakan salah satu cabang geologi yang mempelajari

sejarah terjadinya bumi dan peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi. Tidak di

ketahui dengan pasti berapa juta tahun yang lalu bumi ini “dilahirkan”, demikian

juga kapan kulit bumi ini terbentuk. Untuk memperkirakan hal tersebut dengan

didasarkan pada Ilmu pengetahuan dan bertitiktolak dari gejala-gejala geologi

yang terekam pada kulit bumi yang berhasil diamati, maka di coba disusun skala

waktu geologi. Pembagian kurun dipelajari berdasarkan sisa-sisa kehidupan purba

yang telah membatu yang di sebut fosil atau didasarkan atas adanya

perkembangan kehidupan yang nyata.

Dalam pembuatan Geologi sejarah geologi regional suatu daerah

diperlukan penelitian berupa pemetaan geologi. Yaitu pengumpulan data atau

informasi geologi yang terdapat dalam suatu daerah penelitian yang

menggambarkan penyebaran batuan, struktur, kenampakan morfologi

bentangalam. Untuk taha awal, pengumpulan data geologi dapat dilakukan dengan

skala 1:25.000. skala tersebut dianggap mewakili insensitas data dan kerapatan

singkapan. Namun untuk kegiatan prospeksi memerlukan informasi lebih detail

dapat digunakan skala peta lebih kecil yang lebih detail yang memberikan

informasi dan tatanan geologi suatu daerah penelitian.


1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun Maksud dari penilitian ini adalah untuk mengetahui keadaan geologi

daerah penelitian

1. Untuk mengetahui Sejarah Geologi daerah penelitian

2. Untuk mengetahui Statigrafi dari daerah penilitian

3. Untuk mengetahui litologi yang ada di daerah Penelitian.

1.3 Letak, Waktu dan Kesampaian

Perjalanan dimulai pada hari Jumat tanggal 1 Mei 2019 berangkat ke

Kdaerah pnelitian yang secara administrasi terletak di Desa Panaikang, Kec.

Mooncongloe, Kab.Gowa, Prov. Sulawesi Selatan Dengan jarak tempuh sektar

+5 Km selama 2 jam dengan mengunakan kendaraan bermotor

Gambar 1.1 Lokasi Fieldtrip

1.4 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan saat praktikum fieldtrip yaitu,

sebagai berikut:

1. Kompas Geologi

2. Palu Geologi
3. GPS

4. Lup

5. Kamera

6. Kantong Sampel

7. Clipboard

8. ATK

9. Mistar 15cm dan 30 cm

10. Busur derajat 180° dan 360°

11. Pita meter

12. Pensil warna

13. HCl 0,1 M

1.5 Peneliti Terdahulu

Peneliti terdahulu adalah Rab Sukamto, Sam Supriatna 1982. Geologi

Regional Lembar Ujung Pandang, Sinjai dan Benteng


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional Daerah Penelitian

2.1.1 Geomorfologi Regional

Bentuk morfologi yang menonjol di daerah lembar ini adalah kerucut

gunungapi Lompobatang. yang menjulang mencapai ketinggian 2876 m di atas

muka laut. Kerucut gunungapi dari kejauhan masih memperlihatkan bentuk

aslinya. Dan menempati lebih kurang 1/3 daerah lembar. Pada potret udara

terlihat dengan jelas adanya beberapa kerucut parasit, yang kelihatannya lebih

muda dan kerucut induknya bersebaran di sepanjang jalur utaraselatan melewati

puncak G. Lompobatang. Kerucut gunungapi Lompobatang ini tersusun oleh

batuan gunungapi berumur Plistosen. Dua buah bentuk kerucut tererosi yang lebih

sempit sebarannya terdapat di sebelah barat dan sebelah utara G. Lompobatang.

Di sebelah barat terdapat G. Baturape, mencapai ketinggian 1124 m dan di

sebelah utara terdapat G. Cindako, mencapai ketinggian 1500 m. Kedua bentuk

kerucut tererosi ini disusun oleh bawan gunungapi berumur Pliosen. Di bagian

utara lembar tendapat 2 daerah yang tercirikan oleh topografi kras yang di bentuk

oleh batugamping Formasi Tonasa. Kedua daerah bertopografi kras ini dipisahkan

oleh pegunungan yang tersusun oleh batuan gunungapi berumur Miosen sampai

Pliosen. Daerah sebelah barat G. Cindako dan sebelah utara G. Baturape

merupakan daerah berbukit. kasar di bagian timur dan halus di bagian barat.

Bagian timur mencapai ketinggian. kina-kira 500 m, sedangkan bagian barat

kurang, dan 50 m di atas muka laut dan hampir merupakan suatu datanan. Bentuk
morfologi ini disusun oleh batuan klastika gunungapi berumur Miosen. Bukit-

bukit memanjang yang tersebar di daerah ini mengarah ke G. Cindako dan G.

Baturape berupa retas-retas basal. Pesisir barat merupakan daratan rendah yang

sebagian besar terdiri dari daerah rawa dan daerah pasangsurut. Beberapa sungai

besar membentuk daerah banjir di dataran ini. Bagian timurnya terdapat buki

bukit terisolir yang tersusun oleh batuan klastika gunungapi berumur Miosen dan

Pliosen. Pesisir baratdaya ditempati oleh morfologi berbukit memanjang rendah

dengan arah umum kirar-kira baratlaut-tenggara. Pantainya berliku - liku

membentuk beberapa teluk, yang mudah dibedakan dari pantai di daerah lain pada

lembar ini. Daerah ini disusun oleh batuan karbonat dari Formasi Tonasa. Secara

fisiografi pesisir timur merupakan penghubung antara Lembah Walanae di utara,

dan Pulau Salayar di selatan. Di bagian utara, daerah berbukit rendah dari Lembah

Walanae menjadi lebih sempit dibanding yang di (Lembar Pangkajene dan

Watampone Bagian Barat) dan menerus di sepanjang pesisir timur Lembar Ujung

Pandang, Benteng dan Sinjai ini. Pegunungan sebelah timur dan Lembar

Pangkajene dan Watampone Bagian Barat berakhir di bagian utara pesisir timur

lembar ini. Bagian selatan pesisir timur membentuk suatu tanjung yang ditempati

sebagian besar oleh daerah berbukit kerucut dan sedikit topografi kras. Bentuk

morfologi semacam ini ditemukan pula di bagian baratlaut P. Salayar. Teras

pantai dapat diamati di daerah ini sejumlah antara 3 dan 5 buah. Bentuk morfologi

ini disusun oleh batugamping berumur Miosen Akhir-Pliosen. Pulau Salayar

mempunyai bentuk memanjang utara-selatan, yang secara fisiografi merupakan

lanjutan dari pegunungan sebelah timur di Lembar Pangkajene dan Watampone


Bagian Barat. Bagian timur rata-rata berdongak lebih tinggi dengan puncak

tertinggi 608 m, dan bagian barat lebih rendah. Pantai timur rata-rata terjal dan

pantai barat landai secara garis besar membentuk morfologi lereng-miring ke anah

barat.

2.1.2 Stratigrafi Regional

STRATIGRAFI Tatanan Stratigrafi Satuan batuan tertua yang telah

diketahui umurnya adalah batuan sedimen flysch Kapur Atas yang dipetakan

sebagai Formasi Marada (Km) Batuan malihan (s) belum diketahui umurnya,

apakah lebih tua atau lebih muda dari pada Formasi Marada; yang jelas diterobos

oleh granodiorit yang diduga berumur Miosen (19 ± 2 juta tahun). Hubungan

Formasi Marada dengan satuan batuan yang lebih muda, yaitu Formasi Salo

Kalupang dan Batuan Gunungapi Terpropilitkan tidak begitu jelas, kemungkinan

tak selaras. Formasi Salo Kalupang (Teos) yang diperkirakan berumur Eosen

Awal - Oligosen Akhir berfasies sedimen laut, dan diperkirakan setara dalam

umur dengan bagian bawah Formasi 23 24 Tonasa (Temt). Formasi Salo

Kalupang terjadi di sebelah timur Lembah Walanae dan Formasi Tonasa terjadi di

sebelah baratnya. Satuan batuan berumun Eosen Akhir sampai Miosen Tengah

menindih takselaras batuan yang lebih tua. Berdasarkan sebaran daerah

singkapannya, diperkirakan batuan karbonat yang dipetakan sebagai Formasi

Tonasa (Temt) tenjadi pada daerah yang luas di lembah ini. Formasi Tonasa ini

diendapkan sejak Eosen Akhir berlangsung hingga Miosen Tengah, menghasilkan

endapan karbonat yang tebalnya tidak kurang dan 1750 m. Pada kala Miosen

Awal rupanya terjadi endapan batuan gunungapi di daerah timur yang menyusun
Batuan Gunungapi Kalamiseng (Tmkv). Satuan batuan berumur Miosen Tengah

sampai Pliosen menyusun Formasi Camba (Tmc) yang tebalnya mencapai 4.250

m dan menindih tak selaras batuan-batuan yang lebih tua. Formasi ini disusun

oleh batuan sedimen laut berselingan dengan klastika gunungapi, yang

menyamping beralih menjadi dominan batuan gunungapi (Tmcv). Batuan sedimen

laut berasosiasi dengan karbonat mulai diendapkan sejak Miosen Akhir sampai

Pliosen di cekungan Walanae, daerah timur, dan menyusun Formasi Walanae

(Tmpw) dan Anggota Salayar (Tmps). Batuan gunungapi berumur Pliosen terjadi

secara setempat, dan menyusun Batuan Gunungapi Baturape - Cindako (Tpbv).

Satuan batuan gunungapi yang termuda adalah yang menyusun Batuan Gunungapi

Lompobatang (Qlv), berumur Plistosen. Sedimen termuda lainnya adalah endapan

aluvium dan pantai (Qac). Perian Satuan Peta Endapan Permukaan Qac

ENDAPAN ALUVIUM, RAWA DAN PANTAI: kerikil. pasir, lempung, lumpur

dan batugamping koral. Terbentuk dalam lingkungan sungai, rawa, pantai dan

delta. Di sekitar Bantaeng, Bulukumba dan S. Berang endapan aluviumnya

terutama terdiri dari rombakan batuan gunungapi G. Lompobatang: di dataran

pantai barat terdapat endapan rawa yang sangat luas. Batuan Sedimen dan Batuan

Gunungapi Km FORMASI MARADA (TM. VAN LEEUWEN, 1974): batuan

sedimen bersifat flysch: perselingan. batupasir, batulanau, arkose. Grewake,

serpih dan konglomerat; berisipan batupasir dan batulanau gampingan. tufa, lava

dan breksi yang bersusunan basal. andesit dan trakit. Batupasir dan batulanau

berwarna kelabu muda sampai kehitaman; serpih berwarna kelabu tua sampa

coklat tua; konglomerat tersusun oleh andesit dan basal; lava dan breksi
terpropilitkan kuat dengan mineral sekunder berupa karbonat, silikat, serisit. klorit

dan epidot. Fosil globotruncana, dari batupasir gampingan yang dikenal oleh PT

Shell menunjukKan umur Kapur Akhir, dan diendapkan di lingkungan neritik

dalam (T.M. van Leeuwen, hubungan tertulis, 1975 . Formasi ini diduga tebalnya

tidak kurang dari 1000 m. Teos FORMASI SALO KALUPANG: batupasir, serpih

dan batulempung berselingan. dengan konglomerat gunungapi, breksi dan tufa.

bersisipan lava. batugamping dan napal: batulempung. serpih dan batupasirnya di

beberapa tempat dicirikan oleh warna merah, coklat, kelabu dan hitam; setempat

mengandung fosil moluska dan foraminifera di dalam sisipan batugamping dan

napal; pada umumnya gampingan, padat, dan sebagian dengan urat kalsit,

sebagian dari serpihnya sabakan; kebanyakan lapisannya terlipat kuat dengan

kemiringan antara 20o - 75o . Fosil dari Formasi Salo Kalupang yang dikenali

oleh D. Kadar (hubungan tertulis, 1974) pada contoh batuan Td. 140, terdiri dari:

Asterocyclina matanzensis COLE, Discocyclina dispansa (SOWERBY), D.

javana (VERBEEK), Nummulites sp., Pellatispira madaraszi (HANTKEN),

Heterostegina saipanensis COLE, . dan Globigerina sp. Gabungan fosil ini

menunjukkan umur Eosen Akhir (Tb). Formasi Salo Kalupang yang tersingkap di

daerah Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat mengandung fosil yang

berumur Eosen Awal sampai Oligosen Akhir. Formasi ini tebalnya tidak kurang

dari 1500 m, sebagai lanjutan dari daerah lembar Pangkajene dan Watampone

Bagian Barat sebelah utaranya ; ditindih tak selaras oleh batuan dari Formasi

Walanae dan dibatasi oleh sesar dan batuan gunungapi Tmkv. Temt FORMASl

TONASA: batugamping, sebagian berlapis dan sebagian Pejal; koral, bioklastika,


dan kalkarenit. dengan sisipan napal globigerina. Batugamping kaya foram besar,

batugamping pasiran, setempat dengan moluska: kebanyakan putih dan kelabu

muda. sebagian kelabu 25 26 tua dan coklat. Perlapisan baik setebal antara 10 cm

dan 30 cm, terlipat lemah dengan kemiringan lapisan rata-rata kurang dari 25o ; di

daerah Jeneponto banugamping berlapis berselingan dengan napal globigerina.

Fosil dari Formasi Tonasa dikenal: oleh D. Kadar (hubungan tertulis. 1973, 1974,

1975;. dan oleh Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1974). Contoh-contoh yang

dianalisa fosilnya adalah: La.8, La.35, Lb.1, Lb.49, Lb83, Lc.44, Lc.97, Lc. 114,

Td.37, Td.161, dan Td.167. Fosil fosil yang dikenali termasuk: Discocyclina sp.,

Nummuliites sp. . Heterostegina sp.. Flosculineilla sp., Spirochypues sp., S.

Orbitoides DOUVILLE, Lepidocyclina sp., L. ephippiodes JONES &

CHAPMAN. L. verbeeki NEWTON & HOLLAND, L. cf. Sumatrensis JONES &

CHAPMAN, Miogypsina sp., Globigerina sp, Gn. triprtita COCH, Globoquadrina

altispira (CUSHMAN & JARVIS), Amphistegina sp.,Cycloclypeus sp.. dan

Operculina sp. Gabungan fosil tersebut menunjukkan umur berkisar dari Eosen

sampai Miosen Tengah (Ta - Tf). dan lingkungan pengendapan neritik dangkal

sampai dalam dan sebagian laguna. Formasi ini tebalnya tidak kurang dari 1750

m, tak selaras menindih batuan Gunungapi Terpropilitkan (Tpv) dan ditindih oleh

Formasi Camba (Tmc); di beberapa tempat diterobos oleh retas, sil dan stok

bersusunan basal dan diorit; berkembang baik di sekitar Tonasa di daerah Lembar

Pangkajene dan Watampone Bagian Barat, sebelah utaranya. Tmc FORMASI

CAMBA : batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunungapi, batupasir

tufaan benselingan dengan tufa batupasir dan batulempung ; bersisipan napal,


batugamping , konglomerat dan breksi gunungapi. dan batubara. Warna beraneka

dari putih, coklat, merah. kelabu muda sampai kehitaman umumnya mengeras

kuat; berlapis-lapis dengan tebal antara 4 cm dan 100 cm. Tufa berbutir halus

hingga lapili; tufa lempungan berwarna merah mengandung banyak mineral biotit;

konglomenat dan breksinya terutama berkomponen andesit dan basal dengan

ukuran antara 2 cm dan 30 cm; batugamping pasiran mengandung koral dan

moluska; batulempung kelabu tua dan napal mengandung fosil foram kecil;

sisipan batubara setebal 40 cm ditemukan di S. Maros. Fosil dari Formasi Camba

yang dikenal oleh D. Kadar (hubungan tertulis 1974, 1975) dan Purnamaningsih

(hubungan tertulis, 1975). pada contoh batuan La.3. L.a.24, La.125, dan La.448/4,

terdiri dari: Globorotalia mayeri CUSHMAN & ELLISOR,. Gl. praefoksi BLOW

& MANNER, Gl. siakensis (LEROY), Flosculinella bontangensis (RUTTEN).

Globigerina venezuelana HEDBERG,. Globoquadrina altispira (CUSHMAN &

JARWS). Orbulina universa D’ORBIGNY, O. suturalis BROWNIMANN

Cellantbus cratuculatus FICHTEL & MOLL, dan Elphidium advenum

(CUSHMAN) Gabungan fosil tersebut menunjukkan umur Miosen Tengah (Tf).

Lagi pula ditemukan fosil foraminifera jenis yang lain, ostrakoda dan moluska

dalam Formasi ini. Kemungkinan Formasi Camba di daerah ini berumur sama

dengan yang di Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat, yaitu Miosen

Tengah sampai Miosen Akhir. Formasi ini adalah lanjutan dari Formasi Camba

yang terletak di Lembar Pangkajene dan Bagian Barat Watampone sebelah

utaranya kirakira 4.250 m tebalnya, diterobos oleh retas basal piroksen setebal

antara ½ - 30 m, dan membentuk bukit-bukit memanjang Lapisan batupasir


kompak (10 - 75 cm) dengan sisipan batupasir tufa (1 - 2 cm) dan konglomerat

berkomponen basal dan andesit, yang tersingkap di P. Salayar diperkirakan

termasuk satuan Tmc.

2.2 Keselarasan dan Ketidakselarasan

Kontak atau hubungan stratigrafi ini terdiri dari dua jenis, yaitu kontak

selaras dan kontak tidak selaras. Kontak Selaras atau disebut Conformity yaitu

kontak yang terjadi antara dua lapisan yang sejajar dengan volume interupsi

pengendapan yang kecil atau tidak ada sama sekali. Jenis kontak ini terbagi dua,

yaitu kontak tajam dan kontak berangsur. Kontak Lapisan Tidak Selaras atau

disebut Unconformity yaitu merupakan suatu bidang ketidakselarasan antar

lapisan.

Hubungan selaras (conformity), dan ini dapat dikelompokkan;

- Selaras membaji (wedging)

- Selaras melensa

- Selaras menjari (interfingering)

Adalah perbedaan sifat litologi dalam suatu garis waktu pengendapan yang sama,

atau perbedaan lapisan batuan pada umur yang sama (menjemari), tetapi memiliki

umur yang sama. Keselarasan (Conformity): adalah hubungan antara satu lapis

batuan dengan lapis batuan lainnya diatas atau dibawahnya yang kontinyu

(menerus), tidak terdapat selang waktu (rumpang waktu) pengendapan. Secara

umum di lapangan ditunjukkan dengan kedudukan lapisan (strike/dip) yang sama

atau hampir sama, dan ditunjang di laboratorium oleh umur yang kontinyu.

(Djauhari, 2009)
Gambar 2.1 Keselarasan

A. Terdapat empat macam bidang ketidakselarasan, yaitu:

1. Angular Unconformity, disebut juga ketidakselarasan sudut, merupakan

ketidakselarasan yang kenampakannya menunjukan suatu lapisan yang telah

terlipatkan dan tererosi, kemudian di atas lapisan tersebut diendapkan lapisan lain.

Gambar 2.2 Angular Unconfirmity

2. Disconformity, kenampakannya berupa suatu lapisan yang telah tererosi dan di

atas bidang erosi tersebut diendapkan lapisan lain.

Gambar 2.3 Disconfirmity

3. Paraconformity, disebut juga keselarasan semu, yang menunjukan suatu

lapisan di atas dan di bawahnya yang sejajar, dibidang ketidakselarasannya tidak

terdapat tanda- tanda fisik untuk membedakan bidang sentuh dua lapisan berbeda.
Untuk menentukan perbedaannya harus dilakukan analisis Paleontologi (dengan

memakai kisaran umur fosil).

Gambar 2.4 Paraconfirmity

4. Nonconformity, merupakan ketidakselarasan yang yang terjadi dimana terdapat

kontak jelas antara batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf.

Gambar 2.5 Nonconfirmity

B. Hukum Superposisi
1. Horizontalitas (Horizontality) : Kedudukan awal pengendapan suatu lapisan

batuan adalah horisontal, kecuali pada tepi cekungan memiliki sudut

kemiringan asli (initial-dip) karena dasar cekungannya yang memang

menyudut. (Djauhari, 2009)

Gambar 2.7 Horisantilitas


2. Superposisi (Superposition) : Dalam kondisi normal (belum terganggu),

perlapisan suatu batuan yang berada pada posisi paling bawah merupakan

batuan yang pertama terbentuk dan tertua dibandingkan dengan lapisan batuan

diatasnya. (Djauhari, 2009)

Gambar 2.6 Superposisi

1. Kesinambungan Lateral (Lateral Continuity) : Pelamparan suatu lapisan batuan

akan menerus sepanjang jurus perlapisan batuannya. Dengan kata lain bahwa

apabila pelamparan suatu lapisan batuan sepanjang jurus perlapisannya

berbeda litologinya maka dikatakan bahwa perlapisan batuan tersebut berubah

facies. Dengan demikian, konsep perubahan facies terjadi apabila dalam satu

lapis batuan terdapat sifat, fisika, kimia, dan biologi yang berbeda satu dengan

lainnya. (Djauhari, 2009)

Gambar 2.8 Latera


BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Geomorfologi

3.1.1 Satuan Pedataran Fluvial

Satuan geomorfologi ini ditandai oleh kenampakan tekstur topografi 5

sampai 25m diatas permukaan laut, daerah datar sampai sangat landai, aliran

sungai umum nya berbentuk “meandering” dan . Litologinya disusun oleh

Batulempung dan Batulanau.

Gambar 3.1 Sungai kallupang Arah foto N 120o (kiri) E dan N 300o E (kanan)

3.1.2 Satuan Perbukitan Denudasional

Satuan geomorfologi perbukitan ditandai dengan kenampakan tekstur

kasar dan relief topografi tinggi, bentuk bukit dan lembah berlereng terjal,

perbedaan relief topografi antara 100 sampai 200 meter lebih di atas muka laut.

litologinya disusun oleh batuan breksi Vulkanik, tufa, intrusi diorit piroksen, dan

Batupasir tufaan.
Gambar 3.2 Perbukitan Denudasional arah foto (N 25o E)

3.2 Statigrafi

Statigrafi daerah penelitian termasuk dalam Lembar Peta peta geologi

lembar Ujung Pandang, Benteng, dan Sinjai skala 1 : 25.000 (Rab Sukamto dan

Sam Supriatna, 1982).

3.2.1 Satuan Batulempung Berselingan Batulanau

Satuan ini ditemukan pada stasiun 1 membentang sepanjang perpanjangan

sungai Kallupang, pada daerah Pacelakang kabupaten Gowa. Berwarna lapuk

hitam-kemerahan dan berwarna segar kekuningan dengan tekstur klastik dan

Struktur berlapis dengan kedudukan N 120/70o E. Ketebalan 15-30 cm berumur

Miosen Tengah-Pliosen termasuk dalam Formasi Camba (Rab Sukamto, Sam

Supriatna 1982).
Gambar 3.3 Lempung berselingan dengan Lanau (N 120o E)

3.2.2 Satuan Tufa dan Breksi Vulkanik

Satuan ini ditemukan pada stasiun 2 Bulu Saukang dan pada stasiun 4

Bulu Bollangi pada daerah Pattalasang Kabupaten Gowa. Tufa berwarna

kemerahan dan hijau berselang-seling membentuk perlapisan warnanya diduga

akibat Alterasi, dengan kedudukan perlapisan N 304/44o E (stasiun 2) dengan

Tebal lapisan 15-70 Cm. Breksi Vulkanik berwarna segar kelabu dan lapuk

berwarna kuning kecoklatan, tekstur klastik dengan fragmen berupa basalt dan

bersemen tufa kasar sampai lapili mempunyai struktur bekas pengelupasan kulit

bawang (Spheroidal Weathering) tebal lapisan ini 3 meter. Satuan ini berumur

Miosen Tengah-Pliosen termasuk dalam masuk Formasi Camba (Rab Sukamto,

Sam Supriatna 1982).


Gambar 3.4 Breksi Vulkanik Arah Foto N 70o E

Gambar 3.5 Alterated Tufa N 20o E

3.2.3 Satuan Batuan Terobosan Diorit Piroksen

Satuan ini di dapatkan pada stasiun 2 Bulu Saukang, stasiun 3 Bulu Maeja

dan Bulu Bollangi pada daerah Pattalasang Kabupaten Gowa. Berwarna segar

keabu-abuan dan berwarna lapuk kecoklatan berstruktur massive dan bertekstur

Porfiro Afanitik, Kristalinitas Holokristalin. Dengan mineral Piroksen 40 %,


Plagioklas berupa 20 %, Kuarsa 5 %, Biotit 5 %, dan massa dasar 30 %. pada

tempat-tempat tertentu pada stasiun 2 dan 4 dimana pensesaran intensif, satuan ini

terbreksikan atau terbentuk rekahan-rekahan atau “fracture”, terubah kuat, dengan

rekahan-rekahan diisi oleh Vein kuarsa yang membawa mineralisasi, berumur

Miosen Akhir – Pliosen Awal. (Rab Sukamto, Sam Supriatna, 1982).

Gambar 3.6 Diorit Piroksen dengan Vein Kuarsa

Gambar 3.7 Penciri Alterasi pada Diorit

3.3 Sejarah Geologi

Sejarah Geologi pada daerah penelitian dimulai pada Zaman Tersier kala

Miosen Tengah dimana terjadi pengendepan material sedimen berukuran halus

(Lanau-Lempung) 1/64 - 1/256 mm pada lingkungan laut dalam akibat perubahan


muka air laut yang terus berubah menyebakan perselingan ukuran material,

pengendapan ini berakhir pada kala Pliosen.

Kemudian pengendapan berlanjut pada kala miosen tengah, Terjadi

Letusan Gunungapi yang menyebabkan pengendapan material vulkanik berupa

abu vulkanik yang terendapkan pada laut dalam membentuk lapisan tufa.,

Kemudian terjadi jatuhan bomb vulkanik yang kemudian terssemenkan oleh

material vulkanik berukuran halus pada sumber yang sama. Pengendapan ini

membentuk satuan tufa, pengendapan ini berakhir pada kala pliosen.

Selanjutnya pada kala miosen akhir terjadi intrusi magma intermediet yang

membuat rekahan pada batuan sekitarnya dan larutan sisa magma mengalterasi

batuan disekitarnya menyebabkan perubahan kimia dan fisika pada batuan. Intrusi

ini berakhir pada kala pliosen.


BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Adapun Kesimpulan yang didapat pada penelitian ini adalah :

1. Sejarah Geologi daerah penelitian dimulai dari Miosen Tengah terjadi

pengendapan Material Sedimen berukuran halus kemudian pada kala

yang sama terjadi juga pengendapan material vulkanik, dan pada kala

miosen akhir terjadi intrusi diorit hingga pliosen

2. Statigrafi daerah penelitian dapat dilihat pada kolom statigrafi dimana

pada batuan sedimen lempung dan lanau memiliki hubungan

keselarasan menjemari dengan batuan piroklastik dan batuan intrusi

memiliki hubungan cross cutting dengan lapisan batuan lainnya

3. Litologi pada daerah penelitian berupa batulempung, batulanau, tufa,

breksi vulkanik, dan diorit.

4.2 Saran

Saran untuk penelitian ini adalah, sebaiknya meneliti pada kontur yang

rapat dan tinggi karena biasanya terdapat singkapan batuan yang lebih fresh

dibanding pada pedataran.


DAFTAR PUSTAKA

BPS, 2000, Sulawesi Selatan Dalam Angka 2000. Perpustakan BPS Jawa Barat.

BPS,1998, Neraca Sumber Daya Alam Spasial Daerah Tingkat I Sulawesi

Selatan.

Darwis.ES, dkk 1991; Laporan Penyelidikan Geologi Terpadu Untuk


Pengembangan Wilayah Daerah Kab. Takalar Sul.Sel.
Darwi ES.dkk, 1993; Laporan Penyelidikan Geologi Terpadu Untuk
Pengembangan Wilayah Daerah Kab. Gowa. Kanwil DPE. Sul.Sel.
Kusbini, 2001; Laporan Eksplorasi dan Optimalisasi Pemanfaatan Zeolit Untuk.
Industri. Sub. Dinas Pertamb. Umum. DPE.Sul.Sel.
Purnomo Kridoharto, H. 1996; Infor masi Potensi Bahan Galian dan Geologi
Untuk Perencanaan Pengembangan Wilayah Kab.Takalar Kanwil DPE.
Sul. Sel dan Sul. Teng gara.
Sukamto Rab, S. Supriatna, 1982. Geologi Lembar Ujung Pandang, Benteng dan
Sinjai.Skala 1:250.000. P3G,Bdg
Sutisna D.T., Manurung Y,. Zulkifli MD 1983. Laporan Penyelidikan Pendahu
luan Terhadap Mineral Logam Dasar di Daerah Takalar, Gowa,
Jeneponto, Sul. Sel. Dit. Sumber Daya Mineral

Anda mungkin juga menyukai