Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

ODS KONJUNGTIVITIS VERNAL TIPE PALPEBRA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat

Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian Ilmu Penyakit Mata RST dr. Soedjono Magelang

Disusun Oleh:

Wahyu Oktiarto

30101307349

Pembimbing:

dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp. M

dr. YB. Hari Trilunggono, Sp. M

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2019
LEMBAR PENGESAHAN

ODS KONJUNGTIVITIS VERNAL TIPE PALPEBRA

Diajukan untuk memenuhi syarat Ujian Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Penyakit Mata RST Tingkat II

dr. Soedjono Magelang

Telah disetujui dan dipresentasikan

pada tanggal: 26 Mei 2019

Disusun oleh:

Wahyu Oktiarto
30101307349

Dosen Pembimbing,

dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M dr. YB. Hari Trilunggono, Sp.M


BAB I
STATUS PASIEN

I.1 STATUS PASIEN


Nama : An. A
Umur : 7 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Magelang
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Datang ke Poli : 21 Mei 2019

I.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 21 Mei 2019
pukul 11.00 WIB di Poli Mata RST TK.II dr. Soedjono Magelang.
I.2.1 Keluhan Utama
Mata kanan dan kiri merah,
I.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli mata RST dr. Soedjono Magelang di antar
oleh ibunya. Pasien datang dengan keluhan mata kanan dan mata kiri
merah sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengeluhkan bahwa mata kanan dan kirinya gatal, berair, pedih dan sering
keluar kotoran. Menurut ibu pasien, awalnya pasien sering bermain di
lapangan terbuka dari siang hari hingga menjelang magrib kemudian
pasien mulai merasakan keluhan-keluhan terserbut. Keluhan dirasakan
memberat saat pasien terpapar terik matahari dan berkurang saat istirahat
dan diberi obat. Pasien mengatakan mata kanan dan mata kiri sering keluar
kotoran saat bangun tidur. Kotoran terasa lengket berwarna kuning dan
kental sehingga pasien sulit untuk membuka mata. Sebelumnya, Pasien
sudah berobat ke puskesmas diberi obat tetes mata dan obat minum.
Namun, ibu pasien tidak tahu nama obat yang diberikan dari puskesmas.
Ibu pasien mengatakan gejala ini pun sudah sering dirasa hilang timbul.
Pasien menyangkal kalau teman sekolahnya ada yang sakit seperti ini.
Pasien menyangkal jika dirumah pasien terdapat anggota keluarga yang
mempunyai keluhan serupa. Pasien menyangkal memiliki alergi Pasien
menyangkal matanya pernah kelilipan maupun terjadi trauma dan Pasien
juga menyangkal terjadi penurunan penglihatan pada dirinya.

I.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat trauma tumpul : disangkal
Riwayat mata merah sebelumnya : diakui
Riwayat trauma pada mata : disangkal
Riwayat alergi : disangkal

I.2.4 Riwayat Keluarga


Di keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien.

1.2.5. Riwayat Pengobatan


pasien sudah dibawa berobat ke puskesmas dan diberi obat tetes mata dan
obat minum.

I.2.5 Riwayat Sosial Ekonomi


Teman pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien
Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS. Kesan ekonomi cukup.

I.3 PEMERIKSAAN FISIK


I.3.1 Status Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Aktivitas : Normoaktif
Kooperatif : Kooperatif
Status Gizi : Baik

I.3.2 Tanda Vital


Tekanan darah : Tidak dilakukan
Nadi : 80 x/menit Suhu : 36,5 º C
RR : 20 x/menit
I.3.3 Status Oftalmikus

Oculus Dexter Oculus Sinister

I.3.4 Status Oftalmikus

No. Pemeriksaan Oculus Dexter Oculus Sinister


1. Visus 6/6 6/6
2. Bulbus Okuli
 Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

 Endoftalmus - -
- -
 Eksoftalmus
- -
 Strabismus
3. Suprasilia Normal Normal
4. Palpebra Superior
 Edema Tidak di temukan Tidak di temukan

 Sekret (mukopurulen) (mukopurulen)

 Hematom - -

 Hiperemi + +
- -
 Entropion
-
 Ektropion -
 Silia Trikiasis(-) Trikiasis (-)
-
 Krusta -
- -
 Ptosis
- -
 Pseudoptosis
5. Palpebra Inferior
 Edema Tidak di temukan Tidak di temukan

 Sekret (mukopurulen) (mukopurulen)

 Hematom - -
+ +
 Hiperemi
- -
 Entropion
- -
 Ektropion - -
 Silia Trichiasis (-) Trichiasis (-)
 Krusta - -

6. Konjungtiva Tarsalis Superior


Hiperemis + +
- -
Folikel

Papil - -
- -
Lithiasis

Membran - -
+ +
Cobble Stone
7. Konjungtiva Bulbi
Injeksi Konjungtiva + +

Injeksi siliar - -
- -
Kemosis
- -
Subkonjungtiva Bleeding
- -
Pterigium
Pingekuela

8. Konjungtiva Tarsalis Inferior


Hiperemis + +

Folikel - -
- -
Papil
- -
Lithiasis
- -
Membran

9. Kornea
 Kejernihan Jernih Jernih

 Edema - -
Tidak di temukan Tidak di temukan
 Infiltrat
- -
 Sikatrik /

-
 Ulkus -

 Jaringan fibrovaskular Tidak di temukan Tidak ditemukan

10. COA
 Kedalaman Cukup Cukup

 Hipopion - -
- -
 Hifema
11. Iris
 Kripta Normal Normal

 Edema - -

 Sinekia
o Anterior - -
o Posterior - -

12. Pupil
 Bentuk Bulat Bulat

 Diameter
2 mm 2 mm
 Reflek pupil
+ +
 Sinekia
- -

13. Lensa
 Kejernihan Jernih Jernih

 Iris shadow - -

14. Corpus vitreum


 Floaters - -

 Hemoftalmus - -

Pemeriksaan Slit Lamp

tampak adanya : tampak adanya :


hiperemis konjungtiva hiperemis konjungtiva
tarsalis superior tarsalis superior
cobble stone cobble stone

15. Fundus reflex Tidak dilakukan Tidak dilakukan


16. Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

17 TIO DBN DBN


I.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
 pemeriksaan mikrobiologi seperti kerokan konjungtiva dengan pewarnaan
giemsa didapatkan banyak sel eusinofil
 analisis sekret untuk mengetahui mikrooganisme penyebab konjungtivitis.
 Darah rutin

I.5 DIAGNOSIS BANDING


1. ODS Konjungtivitis Vernal
Dipertahankan karena pada pasien ini didapatkan gejala konjungtivitis Vernal
berupa gatal, berair, dan mata merah serta terdapat sekret mukopurulen lengket
disertai pada pemeriksaan fisik didapatkan injeksi pada konjungtiva/ injeksi
konjungtiva
2. ODS Konjungtivitis viral
Disingkirkan karena pada konjungtivitis virus ditemukan mata merah, mata
sangat berair, eksudat berupa air. Sedangkan pada pasien ini didapatkan gejala
berupa gatal, berair, dan mata merah serta terdapat sekret mukopurulen kental
berwarna kuning.
3. ODS Konjungtivitis bacterial
Disingkirkan karena pada konjungtivitis bacterial tidak ditemukan adanya
riwayat alergi terhadap alergen tertentu, sekret purulent berwarna kuning
kehijauan. Sedangkan pada pasien ini didapatkan gejala berupa gatal, berair, dan
mata merah serta terdapat sekret mukopurulen kental dan lengket

I.6 DIAGNOSIS KERJA

ODS Konjungtivitis Vernal tipe Palpebra


I.7 PENATALAKSANAAN
ODS Konjungtivitis vernal tipe Palpebra
1) Medikamentosa
 Oral
o Amoksisilin tab 20 mg/kgBB 3x1
o Alloris syrup 5 mg/5ml
 Topikal
o Cendo conver ED 3 dd gtt 1 ODS
 Parenteral
Tidak diberikan
 Operatif
Tidak diberikan
2) Non Medikamentosa
 Kompres mata kanan dan mata kiri dengan air dingin.

I.8 EDUKASI
ODS Konjungtivitis vernal tipe Palpebra
 Menjelaskan pada pasien bahwa keluhan mata merah, gatal, berair dan
keluar kotoran bisa disebabkan karena paparan sinar matahari saat pasien
bermain di lapangan terbuka.
 Menjelaskan pada pasien bahwa apabila gatal, matanya tidak boleh
dikucek kucek karena bisa menyebabkan pecahnya pembuluh darah dan
bisa menimbulkan penyakit mata yang lain.
 Menjelaskan pada pasien untuk menggunakan topi dan kacamata berwarna
gelap seperti hitam saat sedang di luar ruangan agar tidak terpapar
langsung dengan sinar matahari
 Menjelaskan pada pasien untuk mengurangi aktifitas di luar ruangan pada
siang hari agar keluhan pasien dapat berkurang.
I.9 KOMPLIKASI
 ODS Konjungtivitis Vernal tipe Palpebra
o Blefarokonjungtivitis
o Subconjunctival Bleeding
o Keratitis
o Ulkus kornea superficial sentral atau parasentral

I.10 RUJUKAN
Dalam kasus ini belum diperlukan rujukan ke disiplin Ilmu Kedokteran
lainnya ataupun ke RS dengan fasilitas penunjang yang lebih lengkap.

I.11 PROGNOSIS
Prognosis Oculus Dexter Oculus Sinister
Quo ad visam ad bonam ad bonam
Quo ad sanam ad bonam ad bonam
Quo ad functionam ad bonam ad bonam
Quo ad kosmetikan ad bonam ad bonam
Quo ad vitam ad bonam ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KONJUNGTIVITIS

ANATOMI DAN FISIOLOGI KONJUNGTIVA

Konjungtiva adalah mukosa yang melapisi bagian dalam palpebra dan permukaan

anterior mata. Konjungtiva melapisi permukaan sebelah dalam kelopak mulai tepi

kelopak (margo palpebralis), melekat pada sisi dalam tarsus, menuju ke pangkal kelopak

menjadi konjuntiva fornicis yang melekat pada jaringan longgar dan melipat balik

melapisi bola mata hingga tepi kornea. 1

Konjungtiva dibagi menjadi 3 bagian :

1. Konjungtiva palpebra

2. Konjungtiva forniks

3. Konjungtiva bulbi

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva


Yang melapisi bagian palpebra disebut konjungtiva palpebra, di
forniks disebut konjuntiva fornicis dan yang di bola mata disebut konjuntiva
bulbi.

Secara histologis lapisan konjuntiva dimulai dari epitel konjuntiva


yang terdiri atas epitel superficial mengandung sel goblet yang
memproduksi mucin dan epitel basal, di dekat limbus dan epitel ini
mengandung pigmen. Dibawah epitel terdapat stroma konjuntiva yang
terdiri atas lapisan adenoid yang mengandung jaringan limfoid dan lapisan
fibrosa yang mengandung jaringan ikat.

Kelenjar yang ada di konjuntiva terdiri dari kelenjar Krause (ditepi


atas tarsus) yang menyerupai kelenjar air mata. Arteri- arteri konjungtiva
berasal dari a.ciliaris anterior dan a. palpebralis yang keduanya
beranastomosis. Yang berasal dari a. ciliaris anterior berjalan ke depan
mengikuti m. rectus menembus sclera dekat limbus untuk mencapai bagian
dalam mata dan cabang- cabang yang mengelilingi kornea.

Konjungtiva menerima persyarafan dari percabangan pertama n.

trigeminus yang berakhir sebagai ujung- ujung yang lepas terutama di

bagian palpebra. Konjuntiva mengandung sangat banyak pembuluh limfe.

Konjungtiva dibasahi oleh air mata yang saluran sekresinya bermuara

di forniks atas. Air mata mengalir dipermukaan belakang kelopak mata dan

tertahan pada bangunan lekukan di belakang kelopak mata tertahan di

belakang tepi kelopak. Air mata yang mengalir ke bawah menuju forniks

dan mengalir ke tepi nasal menuju punctum lakrimalis. Dengan demikian

konjuntiva dan kornea selalu basah. Kedudukan konjungtiva mempunyai

resiko mudah terkena mikroorganisme atau benda lain. Air mata akan

melarutkan materi infektius atau mendorong debu keluar. Alat pertahanan

ini menyebabkan peradangan menjadi self-limited disease. Selain air mata,

alat pertahanan berupa elemen limfoid, mekanisme eksfoliasi epitel dan


gerakan memompa kantong air mata. Hal ini dapat dilihat pada kehidupan

mikroorganisme patogen untuk saluran genitourinaria yang dapat tumbuh di

daerah hidung tetapi tidak berkembang di daerah mata.1,2,3


PENDAHULUAN

Konjungtivitis merupakan radang pada konjungtiva atau radang

selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata.

Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, klamidia, alergi

toksik seperti konjungtivitis vernal, dan moluscum contangiosum.

Konjungtivitis vernalis dikenal juga sebagai “konjungtivitis

musiman” atau “konjungtivitis musim kemarau” biasanya berlangsung

dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5-10 tahun. Penyakit ini

lebih banyak terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Penyakit

ini perlu mendapatkan penekanan khusus. Hal ini karena penyakit ini sering

kambuh dan menyerang anak-anak, dengan demikian memerlukan

pengobatan jangka panjang dengan obat yang aman.

Penyebaran konjungtivitis vernal merata di dunia, terdapat sekitar

0,1% hingga 0,5% pasien dengan masalah tersebut. Penyakit ini lebih sering

terjadi pada iklim panas (misalnya di Italia, Yunani, Israel, dan sebagian

Amerika Selatan) daripada iklim dingin (seperti Amerika Serikat, Swedia,

Rusia dan Jerman). Penyakit ini tergolong penyakit pada anak, jarang terjadi

pada pasien usia di bawah 3 tahun atau di atas 25 tahun. Dari 1000 kasus

yang tercatat di literatur, 750 kasus terjadi pada pasien dengan usia 5 hingga

20 tahun.

Umumnya terdapat riwayat keluarga yang bersifat alergi atopik

(turunan). Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa 65% penderita

konjungtivitis vernal memiliki satu atau lebih sanak keluarga yang memiliki

penyakit turunan (misalnya asma, demam rumput, iritasi kulit turunan atau

alergi selaput lendir hidung permanen). Penyakit-penyakit turunan ini


umumnya ditemukan pada pasien itu sendiri. Kurun waktu konjungtivitis

vernal rata-rata berkisar 4 sampai 10 tahun. Semua penelitian tentang

penyakit ini melaporkan bahwa biasanya kondisi akan memburuk pada

musim semi dan musim panas di belahan bumi utara, itulah mengapa

dinamakan konjungtivitis ”vernal” (atau musim semi). Di belahan bumi

selatan penyakit ini lebih menyerang pada musim gugur dan musim dingin.

Akan tetapi, banyak pasien mengalami gejala sepanjang tahun, mungkin

disebabkan berbagai sumber alergi yang silih berganti sepanjang tahun.1,2

Alergen sulit dilacak, namun pasien konjungtivitis vernalis kada

ng-kadang menampakkan manifestasi alergi lainnya yang berhubungan

dengan sensitivitas tepung sari rumput. 4

DEFINISI

Konjungtivitis vernalis adalah konjungtivitis akibat reaksi

hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. 5

KLASIFIKASI

Terdapat dua bentuk utama konjungtivitis vernalis (yang dapat

berjalan bersamaan), yaitu:

1. Bentuk palpebra  terutama mengenai konjungtiva tarsal superior.

Terdapat pertumbuhan papil yang besar ( Cobble Stone ) yang diliputi sekr

et yang mukoid. Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edem, dengan

kelainan kornea lebih berat dari tipe limbal. Secara klinik, papil besar

ini tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan yang rata

dan dengan kapiler ditengahnya.


Gambar 2. Konjungtivitis Vernal Palpebra dengan Tanda cobble stone

2. Bentuk Limbal  hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat

membentuk jaringan hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang

merupakan degenarasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel

limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil. (2,4)

Gambar 3. Konjungtivitis Vernal Limbal dengan Tanda Trantas Dot


ETIOLOGI

Konjungtivitis vernal terjadi akibat alergi dan cenderung kambuh

pada musim panas. Konjungtivitis vernal sering terjadi pada anak-anak,

biasanya dimulai sebelum masa pubertas dan berhenti sebelum usia 20. 2

PATOFISIOLOGI

Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya

radang insterstitial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas

tipe I dan IV. Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemia dan vasodilatasi

difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasia akibat proliferasi

jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak

terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan

deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah gambaran cobblestone.

Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih

susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak

berkilau. Proliferasi yang spesifik padakonjungtiva tarsal, oleh von Graefe

disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal

tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik dan dalam kasus yang berat

akan disertai keratitis serta erosi epitel kornea. Limbus konjungtiva juga

memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertropi yang

menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus

sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam

kualitas maupun kuantitas stem cell limbus. Kondisi yang terakhir ini

mungkin berkaitan dengan konjungtivalisasi pada penderita

keratokonjungtivitis dan dikemudian hari berisiko timbulnya pterigium pada


usia muda. Di samping itu, jugaterdapat kista-kista kecil yang dengan cepat

akan mengalami degenerasi. 1,2,4

GAMBARAN HISTOPATOLOGIK

Tahap awal konjungtivitis vernalis ditandai oleh fase prehipertrofi.

Dalam kaitan ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan

pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi

mukoid dalam kripta diantara papil serta pseudomembran milky white.

Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel-sel

PMN, eosinofil, basofil, dan sel mast. Hasil penelitian histopatologik

terhadap 675 pasien dengan konjungtivitis vernalis mata yang dilakukan

oleh Wang dan Yang menunjukkan infiltrasi limfosit dan sel plasma pada

konjungtiva. Proliferasi limfosit akan membentuk beberapa nodul limfoid.

Sementara itu, beberapa granula eosinofilik dilepaskan dari sel eosinofil,

menghasilkan bahan sitotoksik yang berperan dalam kekambuhan

konjungtivitis.

Dalam penelitian tersebut juga ditemukan adanya reaksi

hipersensitivitas. Tidak hanya di konjungtiva bulbi dan tarsal, tetapi juga di

fornix, serta pada beberapa kasus melibatkan reaksi radang pada iris dan

badan siliar. Fase vaskular dan selular dini akan segera diikuti dengan

deposisi kolagen, hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih

mencolok, serta reduksi sel radang secara keseluruhan.

Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan

terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada pemeriksaan

klinis. Hiperplasia jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant


papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Kolagen maupun

pembuluh darah akan mengalami hialinisasi. Epiteliumnya berproliferasi

menjadi 5–10 lapis sel epitel yang edematous dan tidak beraturan. Seiring

dengan bertambah besarnya papil, lapisan epitel akan mengalami atrofi di

apeks sampai hanya tinggal satu lapis sel yang kemudian akan mengalami

keratinisasi.6,7

Pada limbus juga terjadi transformasi patologik yang sama berupa

pertumbuhan epitel yang hebat meluas, bahkan dapat terbentuk 30-40 lapis

sel (acanthosis). Horner-Trantas dot’s yang terdapat di daerah ini sebagian

besar terdiri atas eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi, namun masih

ada sel PMN dan limfosit. 6,7

Gambar 4. Histologi konjungtivitis vernal terlihat banyak sel radang terutama

eosinofil
GEJALA

Pasien umumnya mengeluh gatal yang berlebihan dan bertahi mata

berserat, terutama bila berada dilapangan terbuka yang panas

terik. Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi. Konjungtiva tampak putih

seperti susu, dan terdapat banyak papilla halus di konjungtiva tarsalis

inferior. Konjungtiva palpebra superior sering terdapat papilla raksasa mirip

batu kali. Setiap papil raksasa berbentuk poligonal, dengan atap rata, dan

mengandung berkas kapiler. Mungkin terdapat tahi mata berserabut dan

pseudomembran fibrinosa (tanda Maxwell-Lyons). Pada beberapa kasus,

terutama pada orang negro turunan Afrika, lesi paling mencolok terdapat di

limbus, yaitu pembengkakan gelatinosa (papillae).

Sebuah pseudogerontoxon (arcus) sering terlihat pada kornea dekat papilla

limbus. Trantas dot adalah bintik-bintik putih yang terlihat di limbus pada

beberapa pasien dengan konjungtivitis vernalis selama fase aktif dari

penyakit ini. Sering tampak mikropannus pada konjungtivitis vernal

palpebra dan limbus, namun pannus besar jarang dijumpai. Biasanya tidak

timbul parut pada konjungtiva kecuali jika pasien telah menjalani

krioterapi, pengangkatan papilla, iradiasi, atau prosedur lain yang dapat

merusak konjungtiva.1,2

Gambaran klinis konjungtivitis vernal:

 Keluhan utama: gatal

Pasien pada umumnya mengeluh tentang gatal yang sangat.

Keluhan gatal ini menurun pada musim dingin.

 Ptosis
Terjadi ptosis bilateral, kadang-kadang yang satu lebih ringan

dibandingkan yang lain. Ptosis terjadi karena infiltrasi cairan ke dalam

sel-sel konjungtiva palpebra dan infiltrasi sel-sel limfosit plasma,

eosinofil, juga adanya degenerasi hyalin pada stroma konjungtiva.

 Kotoran mata

Keluhan gatal umumnya disertai dengan bertahi mata yang

berserat-serat. Konsistensi kotoran mata/tahi mata elastis ( bila ditarik

molor).

 Kelainan pada palpebra

Terutama mengenai konjungtiva palpebra superior. Konjungtiva

tarsalis pucat, putih keabu-abuan disertai papil-papil yang besar (papil

raksasa). Inilah yang disebut “cobble stone appearance”. Susunan papil

ini rapat dari samping tampak menonjol. Seringkali dikacaukan dengan

trakoma. Di permukaannya kadang-kadang seperti ada lapisan susu,

terdiri dari sekret yang mukoid. Papil ini permukaannya rata dengan

kapiler di tengahnya. Kadang-kadang konjungtiva palpebra menjadi

hiperemi, bila terkena infeksi sekunder.

 Horner Trantas dots

Gambaran seperti renda pada limbus, dimana konjungtiva bulbi

menebal, berwarna putih susu, kemerah-merahan, seperti lilin.

Merupakan penumpukan eosinofil dan merupakan hal yang

patognomosis pada konjungtivitis vernal yang berlangsung selama fase

aktif.
 Kelainan di kornea

Dapat berupa pungtat epithelial keratopati. Keratitis epithelial


difus khas ini sering dijumpai. Kadang-kadang didapatkan ulkus kornea
yang berbentuk bulat lonjong vertikal pada superfisial sentral atau para
sentral, yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatrik yang
ringan. Kadang juga didapatkan panus, yang tidak menutupi seluruh
permukaan kornea, sering berupa mikropannus. Penyakit ini mungkin
juga disertai keratokonus. Kelainan di kornea ini tidak membutuhkan
pengobatan khusus, karena tidak satu pun lesi kornea ini berespon baik
terhadap terapi standar.

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan

mata. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan

konjungtiva untuk mempelajari gambaran sitologi. Hasil pemeriksaan

menunjukkan banyak eosinofil dan granula-granula bebas eosinofilik.

Di samping itu, terdapat basofil dan granula basofilik bebas. 6

PENGOBATAN

Karena konjungtivitis vernalis adalah penyakit yang sembuh

sendiri, perlu diingat bahwa medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya

memberi hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai jangka panjang.1,2

Pilihan perwatan konjungtivitis vernalis berdasarkan luasnya gejala


yang muncul dan durasinya, yaitu:

1. Tindakan Umum
Dalam hal ini mencakup tindakan-tindakan konsultatif yang
membantu mengurangi keluhan pasien berdasarkan informasi hasil
anamnesis. Beberapatindakan tersebut antara lain:
o Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan
atau jari tangan, karena telah terbukti dapat merangsang
pembebasan mekanis dari mediator-mediator sel mast.
o Pemakaian mesin pendingin ruangan
o Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga
membawa serbuk sari
o Menggunakan kaca mata untuk mengurangi kontak dengan
alergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak justru
harus dihindari karena lensa kontak akan membantu retensi
allergen;
o Kompres dingin di daerah mata;
o Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata
juga berfungsi protektif karena membantu menghalau alergen

2. Terapi topikal
o Untuk menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi
saline steril dan mukolitik seperti asetil sistein 10%-20% tetes
mata. Dosisnya tergnatung pada kuasntitias eksudat serta beratnya
gejala. Dalam hal ini,larutan 10% lebih dapat ditoleransi daripada
larutan 20%. Larutan alkalin seperti 1-2% sodium karbonat
monohidrat dapat membantu melarutkan atau mengencerkan
musin, sekalipun tidak efektif sepenuhnya.
o Antihistamin
o NSAID (Non-Steroid Anti-Inflamasi Drugs)
o Untuk konjungtivitis vernalis yang berat, bisa diberikan steroid
topikal prednisolon fosfat 1%, 6-8 kali sehari selama satu minggu.
Kemudian dilanjutkan dengan reduksi dosis sampai ke dosis
terendah yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. Bila sudah terdapat
ulkus kornea maka kombinasi antibiotik steroid terbukti sangat
efektif.
o Antibiotik broad-spectrum
3. Terapi Sistemik
o Pada kasus yang lebih parah, bisa juga digunakan steroid sistemik
seperti prednisolone asetat, prednisolon fosfat, atau deksamethason
fosfat 2-3 tablet 4 kali sehari selama 1-2 minggu.
o Antihistamin, baik lokal maupun sistemik, dapat dipertimbangkan
sebagai pilihan lain, karena kemampuannya untuk mengurangi rasa
gatal yang dialami pasien. Apabila dikombinasi dengan
vasokonstriktor, dapat memberikan kontrol yang memadai
pada kasus yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis.

4. Tindakan Bedah

Berbagai terapi pembedahan, krioterapi, dan diatermi pada papil rak


sasa konjungtiva tarsal kini sudah ditinggalkan mengingat banyaknya
efek samping dan terbukti tidak efektif, karena dalam waktu dekat akan
tumbuh lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia. 2005
Vaughan, DG. Asbury, T. Neurooftalmogy. Oftalmologi Umum edisi 14. 2000
Ilyas, HS. Dasar-dasar Pemeriksaan mata dan penyakit mata, Cetakan I. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.2003
Ilyas, HS. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran
Edisi Dua, Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia tahun 2002.
Jakarta : Sagung Seto. 2002
Mansjoer, A., 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ke-3 Jilid 1. Media
Aesculapius.Jakarta, FK UI
Setiohadji, B., 2006. Community Opthalmology., Cicendo Eye Hospital/Dept
of Ophthalmology Medical Faculty of,Padjadjaran University.
Suhardjo et. Al. 2007. Ilmu Kesehatan Mata, Bagian Ilmu Penyakit Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada.

Anda mungkin juga menyukai