Anda di halaman 1dari 6

Share

Khutbah Jumat: Tiga Pelajaran Penting Bencana Alam bagi


Tiap Muslim
Ilustrasi (Reuters)

Khoiron, NU Online | Selasa, 02 Oktober 2018 18:30

Khutbah I

،‫ﺎﺕ‬َُ‫َﺮﻛ‬ ‫ْﺍﻟ‬
‫َﺒ‬ ُ‫َﺮ‬
‫ﺍﺕَﻭ‬ ‫ْﻴ‬‫َﺨ‬ ‫ُﻝْﺍﻟ‬‫َﺰ‬‫َﺘﻨ‬‫ِﻪَﺗ‬‫ِﻠ‬‫ْﻀ‬ ‫َﻔ‬ ‫ِﺑ‬ ُ‫َﺤ‬
‫َﻭ‬،‫ﺎﺕ‬ ‫ِﻟ‬
‫ِﺘﻢ ﺍﻟﺼﺎ‬ ‫ِﻪَﺗ‬‫ِﺘ‬ ‫َﻤ‬ ‫ْﻌ‬ ‫ِﻨ‬
‫ِﺑ‬‫ْﻱ‬ ‫ِﺬ‬ ‫ِِ ﺍﻟ‬ ‫ُﺪ‬ ‫ْﻤ‬‫َﺤ‬ ‫ْﺍﻟ‬
َ
‫ُﻪ‬‫َﻚ ﻟ‬ ‫ْﻳ‬
‫ِﺮ‬‫َﺷ‬‫َﻻ‬ ‫ُﻩ‬‫َﺪ‬
‫ْﺣ‬‫ﷲَﻭ‬ ُ ‫َﻪ ﺍﻻ‬ ‫َﻻ ﺍﻟ‬
َ ‫ْﻥ‬ ‫ُﺪ ﺍ‬ ‫َﻬ‬ ‫ْﺷ‬‫ ﺍ‬.‫ﺎﺕ‬ُ‫َﺎﻳ‬ ‫َﻐ‬‫ْﺍﻟ‬
‫ُﺪَﻭ‬ ‫ﺎﺻ‬ِ‫َﻘ‬ ‫َﻤ‬ ‫ُﻖْﺍﻟ‬ ‫َﺤﻘ‬ ‫َﺘ‬ ‫ِﻪَﺗ‬‫ِﻘ‬‫ْﻴ‬
‫ِﻓ‬ ‫ْﻮ‬‫َﺘ‬
‫ِﺑ‬‫َﻭ‬
‫َﻧﺎ‬
‫ِﺪ‬‫َﻰَﺳﻴ‬ ‫ْﻙَﻋﻠ‬ ‫ﺎﺭ‬
ِ‫َﺑ‬‫ْﻢَﻭ‬ ‫َﺳﻠ‬ ‫ ﺍﻟﻠﻬﻢَﺻﻞَﻭ‬.ُ ‫َﺪﻩ‬ ‫ْﻌ‬‫َﺑ‬‫ِﺒﻲ‬ ‫َﻧ‬‫َﻻ‬ ‫ُﻪ‬‫ُﻟ‬
‫ْﻮ‬ ‫ُﺳ‬ ‫َﺭ‬‫ُﻩَﻭ‬‫ُﺪ‬ ‫ْﺒ‬‫ًﺪﺍَﻋ‬ ‫َﺤﻤ‬ ‫ْﻥُﻣ‬ ‫ُﺪ ﺍ‬ ‫َﻬ‬‫ْﺷ‬ ‫َﻭﺍ‬
‫َﻥ‬ ‫ْﻭ‬‫ُﺮ‬‫ﺎﺿ‬
ِ‫ﺍﻟﺤ‬َ ‫َﻬﺎ‬ ‫َﻴﺎ ﺁﻳ‬‫َﻓ‬،‫ُﺪ‬ ‫ْﻌ‬
‫َﺑ‬
‫ ﺍﻣﺎ‬.‫َﻦ‬ ‫ْﻳ‬‫ِﺮ‬ ‫ﺎﻫ‬
ِ‫َﻦ ﺍﻟﻄ‬ ‫ْﻳ‬
‫ِﺪ‬‫ﺎﻫ‬
ِ‫َﺠ‬ ‫ﺍﻟﻤ‬
ُ‫ِﻪ‬ ‫ِﺒ‬
‫ْﺤ‬ ‫َﺻ‬ ‫ِﻪَﻭ‬ ‫َﻰ ﺁ‬
‫ِﻟ‬ ‫َﻋﻠ‬‫ٍﺪَﻭ‬ ‫َﺤﻤ‬ ‫ُﻣ‬
َ‫ُﻘﻮﺍ ﺍ‬ ‫ُﻮﺍ ﺍﺗ‬‫ﺁﻣﻨ‬
َ‫ﻳﻦ‬ َ‫ِﺬ‬ ‫َﻬﺎ ﺍﻟ‬ ‫َﻳﺎ ﺍﻳ‬ .‫َﻥ‬ ‫ْﻮ‬
‫ُﺤ‬ ‫ْﻔ‬
‫ِﻠ‬ ‫ْﻢُﺗ‬ ُ َ
‫َﻌﻠﻜ‬‫ِﻪ ﻟ‬‫ِﺘ‬
‫ﺎﻋ‬
َ‫َﻃ‬ ‫ﷲَﻭ‬ ِ ‫َﻮﻯ‬ ‫ْﻘ‬‫َﺘ‬‫ِﺑ‬‫ﺎﻱ‬
َ‫ْﻢَﻭﺍﻳ‬ ُ
‫ْﻴﻜ‬ ‫ِﺻ‬ ‫ْﻭ‬ ‫ﺍ‬
‫َﻮﻯ‬ ‫ْﻘ‬‫ﺍﺩ ﺍﻟﺘ‬
ِ‫َﺮ ﺍﻟﺰ‬ ‫ْﻴ‬‫ُﺩﻭﺍَﻓﺎﻥَﺧ‬ ‫َﺰﻭ‬ ‫َﺗ‬‫َﻭ‬،‫ﻮﻥ‬ َ‫ُﻤ‬ ‫ِﻠ‬
‫ْﺴ‬‫ْﻢُﻣ‬ ‫ُﺘ‬ ‫ُﺗﻦ ﺍﻻَﻭﺍ‬
‫ْﻧ‬ ‫ُﻤﻮ‬ ‫َﻻَﺗ‬ ‫ِﻪَﻭ‬ ‫ِﺗ‬‫َﻘﺎ‬‫َﺣﻖُﺗ‬

‫ﷲ‬ِ ‫ِﻢ‬ ‫ْﺴ‬ ‫ِﺑ‬،‫ِﻢ‬‫ْﻴ‬


‫ِﺟ‬‫ﺎﻥ ﺍﻟﺮ‬
ِ‫َﻄ‬ ‫ْﻴ‬
‫َﻦ ﺍﻟﺸ‬ ‫ِﺑﺎِِﻣ‬ ‫ُﺫ‬‫ْﻮ‬ ‫ُﻋ‬‫ِﻢ ﺍ‬‫ْﻳ‬ ‫ِﻪْﺍﻟﻜ‬
َ
‫ِﺮ‬ ‫ِﺎﺑ‬‫َﻰِﻓﻲِﻛ‬
‫َﺘ‬ ‫ﷲَﺗ‬
‫َﻌﺎﻟ‬ ُ ‫ﺎﻝ‬ َ‫ْﺪَﻗ‬ ‫َﻓ‬
‫َﻘ‬
‫ْﻥ‬
‫َۗﻭﺍ‬‫ٍﺓ‬ ‫َﺪ‬‫َﺸﻴ‬‫ﻭﺝُﻣ‬ٍ‫ُﺮ‬ُ‫ْﻢِﻓﻲ ﺑ‬ ُ‫ُﻨ‬
‫ْﺘ‬‫ْﻮ ﻛ‬َ
‫ُﺕَﻭﻟ‬ ‫ْﻮ‬‫َﻤ‬‫ُﻢْﺍﻟ‬ ُ
‫ْﻜ‬‫ِﺭﻛ‬‫ْﺪ‬‫ُﻳ‬‫ُﻧﻮﺍ‬ ‫َﻤﺎَﺗﻜ‬
‫ُﻮ‬ َ‫ْﻳﻨ‬
‫ ﺍ‬:‫ِﻢ‬‫ْﻴ‬‫ِﺣ‬‫ِﻦ ﺍﻟﺮ‬‫َﻤ‬‫ْﺣ‬ ‫ﺍﻟﺮ‬
ۚ
‫َﻙ‬
‫ْﺪ‬
‫ْﻦِﻋﻨ‬
ِ ‫ِﻩِﻣ‬ ‫َﻫ‬
‫ِﺬ‬ ُ‫ُﻘ‬
ٰ‫ﻮﻟﻮﺍ‬ ‫َﻳ‬‫ٌﺔ‬
‫َﺌ‬‫ْﻢَﺳﻴ‬ ‫ُﻬ‬‫ْﺒ‬
‫ِﺼ‬ ‫ْﻥُﺗ‬‫َۖﻭﺍ‬ ِ‫ْﺪ ﺍ‬ ِ‫ْﻦِﻋﻨ‬ ‫ِﻩِﻣ‬ ‫َﻫ‬
‫ِﺬ‬ ُ‫ُﻘ‬
ٰ‫ﻮﻟﻮﺍ‬ ‫َﻳ‬ ٌ
‫َﺔ‬‫َﺴﻨ‬‫ْﻢَﺣ‬ ‫ُﻬ‬‫ْﺒ‬
‫ِﺼ‬ ‫ُﺗ‬
ً‫ِﺪ‬
‫ﻳﺜﺎ‬ ‫ﻮﻥَﺣ‬َ‫ُﻬ‬ ‫َﻘ‬‫ْﻔ‬
‫َﻳ‬‫ﻭﻥ‬
َ‫ﺎﺩ‬ ُ َ
‫َﻳﻜ‬ ‫َﻻ‬ ‫ِﻡ‬‫ْﻮ‬ ‫ِﺀْﺍﻟ‬
‫َﻘ‬ ‫َﻻ‬‫ُﺆ‬ٰ‫َﻤﺎﻝ‬
‫َﻫ‬ َ ِ‫ْﺪ ﺍ‬
ِ‫ۖ ﻓ‬ ِ‫ْﻦِﻋﻨ‬ ‫ُﻞِﻣ‬ ‫ْﻞ ﻛ‬‫ُﻗ‬
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,

Sering kali kita mendengar istilah “musibah” yang biasanya dilawankan dengan istilah “anugerah” atau
“nikmat”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, musibah berarti kejadian (peristiwa) menyedihkan yang
menimpa; bisa juga bermakna malapetaka atau bencana. Sedangkan anugerah atau nikmat berarti
pemberian atau karunia (dari Allah), atau enak, lezat, dan kesenangan. Secara umum kira-kira bisa ditarik
kesimpulan bahwa musibah berkenaan dengan hal-hal yang menyenangkan, sementara anugerah
berkaitan dengan hal-hal yang tidak menyenangkan.

Secara permukaan, orang kemudian memaknai bencana alam hampir selalu sebagai musibah. Hal
tersebut sangat wajar karena peristiwa-peristiwa menyedihkan yang mengiringinya, seperti kehilangan
anggota keluarga, kehilangan tempat tinggal, mengalami luka-luka, hingga kehidupan yang mendadak
berubah menjadi serba-sulit: kekurangan makanan, air bersih, obat-obatan, sanitasi yang layak, dan lain
sebagainya.

Secara lebih mendalam, sejatinya bencana alam bersifat relatif: bisa bermakna musibah, bisa juga justru
merupakan anugerah (karunia dari Allah). Hal itu sangat tergantung pada diri seseorang dalam menyikapi
bencana. Karena relatif, bencana alam bagi tiap orang memiliki sudut pandang berbeda-beda: bisa jadi
adalah musibah bagi satu orang, namun anugerah bagi orang lainnya—tergantung cara dia merespons
peristiwa itu. Dengan bahasa lain, bencana adalah kiriman yang mengandung pelajaran, bukan hanya bagi
yang tertimpa bencana tapi juga yang tidak terkena bencana. Sekali lagi, pelajaran itu berlaku buat semua
orang, entah mengalami bencana itu ataupun tidak.

Kapan bencana alam itu menjadi musibah dan kapan ia merupakan anugerah? Jawabannya sangat
tergantung seberapa jauh pelajaran dari bencana alam itu terserap dan berpengaruh positif pada diri
seseorang, baik yang tertimpa bencana itu atau yang sekadar menyaksikannya. Dalam kesempatan kali
ini, khatib memaparkan setidaknya tiga pelajaran penting dalam peristiwa bencana alam.

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh, 

Pelajaran pertama adalah muhâsabah atau introspeksi diri. Kita dianjurkan untuk mengevaluasi diri kita,
apa saja kekurangan dan kesalahan yang perlu dibenahi. Bencana alam seperti tsunami, gempa bumi, dan
gunung meletus adalah fenomena yang tidak bisa dikendalikan manusia. Ini bukti kelemahan manusia,
dan seyogianya bencana alam menyadarkan mereka untuk kian merendah serendahnya di hadapan Allah
‫ﷻ‬. Bila bencana itu disadari akibat kesalahan manusia, maka seharusnya bencana alam berdampak pada
perubahan sikap kita menjadi lebih baik.

Muhasabah ini penting dilakukan baik oleh mereka yang menjadi korban maupun bukan korban. Sayyidina
Umar bin Khattab pernah berkutbah:

ُ
‫ْﻢ‬
‫ِﺎﺑﻜ‬
‫َﺴ‬‫ِﺤ‬
‫ِﻟ‬
‫َﻥ‬
‫َﻮ‬ ‫ُﺒﻮﺍَﻓﺎﻧ‬
‫ُﻪ ﺍ‬
‫ْﻫ‬ ‫ﺎﺳ‬
َ‫َﺤ‬ ‫َﻞ ﺍ‬
‫ْﻥُﺗ‬ ‫ْﻢَﻗ‬
‫ْﺒ‬ ُ ‫ُﻔ‬
‫َﺴﻜ‬‫ْﻧ‬
‫ُﺒﻮﺍ ﺍ‬
‫ﺎﺳ‬
ِ‫َﺣ‬
Artinya: “Hisablah dirimu sebelum engkau dihisab. Karena sesunguhnya hal itu akan meringankan
hisabmu (di hari kiamat).”

Pesan dari pidato Sayyidina Umar sangat jelas bahwa kita dianjurkan untuk mengevaluasi diri sendiri,
bukan mengevaluasi orang lain. Bagi korban, bencana adalah fase penting memeriksa dosa-dosa sendiri,
tingkat penghambaan kepada Allah, pergaulan sosial, dan sikap terhadap lingkungan alam selama ini.
Bagi mereka yang bukan korban dan di luar lokasi bencana, hal ini adalah peringatan bagi diri sendiri
untuk kian menjaga perilaku dan sifatnya baik kepada Allah, sesama manusia, dan juga alam sekitar.

Sangat disesalkan bila ada orang yang kebetulan tak menjadi korban menuding bahwa bencana alam
yang menimpa saudara-saudaranya di lokasi tertentu merupakan azab atas dosa-dosanya. Apalagi jika
tuduhan itu dikaitkan dengan kepentingan politik tertentu. Sikap yang demikian tak hanya bertentangan
dengan prinsip muhâsabatun nafsi (evaluasi diri sendiri, bukan orang lain), tapi juga dapat mendorong
mudarat baru karena bisa menyinggung perasaan para korban dan menunjukkan tidak adanya empati
kepada korban. Terkait hal ini, Imam Nawawi dalam kitab al-Adzkâr pernah membolehkan orang yang
selamat dari bencana untuk mengucap syukur tapi sembari memberi catatan: harus dengan suara sangat
pelan (sirr) agar tidak melukai perasaan mereka yang sedang mengalami penderitaan.

Pelajaran kedua adalah rasa syukur dan optimisme. Sikap ini berdasar pada hadits Rasulullah ‫ﷺ‬:

‫ُﻪ‬‫َﻓ‬
‫َﻌ‬‫َّﺭ‬ ‫َﻗ‬
‫َﻬﺎ ﺇﻻ‬ ‫َﻤﺎَﻓ‬
‫ْﻮ‬ ‫ٌﺔَﻓ‬
َ ‫َﻦَﺷ‬
‫ْﻮﻛ‬ ‫ﺆﻣ‬
ِ‫ﺍﻟﻤ‬
ُ‫ﻴﺐ‬ُ‫ِﺼ‬
‫ُﻳ‬ ُ ‫ﻗﺎﻝ‬
‫ﺭﺳﻮﻝ ﷲ ﷺ ﻻ‬ َ ‫ﻗﺎﻟﺖ‬
ْ ‫َﺔ‬ ‫َﺸ‬‫ِﺋ‬
‫ﻋﻦ ﻋﺎ‬
‫ًﺔ‬
‫َﺌ‬ ‫ْﻪ ﺑﻬﺎَﺧ‬
‫ِﻄﻴ‬ ُ‫ّﻂَﻋﻨ‬‫ًﺔَﻭ‬
‫َﺣ‬ ‫َﺟ‬ ‫َﻬﺎَﺩ‬
‫َﺭ‬ ‫ِﺑ‬‫ﷲ‬
Dari 'Aisyah, ia berkata, Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: "Tidaklah seorang mukmin terkena duri atau yang lebih
menyakitkan darinya kecuali Allah mengangkatnya satu derajat dan menghapus darinya satu kesalahan."
(HR. Tirmidzi)

Dalam konteks ini, bersyukur bagi para korban adalah ridha atas bencana yang menimpanya dan menilai
penderitaan saat ini adalah cara Allah melebur dosa-dosanya dan menaikkan kualitas kepribadiannya.
Sebagaimana ujian akhir semester bagi siswa sekolah untuk naik ke semester berikutnya, bencana
merupakan ujian bagi para korban untuk bisa mendaki pada derajat yang lebih mulia.

Hadits tersebut merupakan cara Rasulullah memberikan optimisme kepada umatnya agar tidak larut
secara terus-menerus dalam kesedihan, banyak mengeluh, apalagi sampai putus asa. Dalam penderitaan,
kita mesti husnudh dhan (berprasangka baik) bahwa ada maksud khusus dari Allah untuk meningkatkan
mutu diri kita, baik dalam ibadah (menghamba kepada Allah) maupun muamalah (hubungan sosial).

Bagi mereka yang tak terdampak bencana, syukur dalam konteks ini mengacu pada karunia keamanan
dari Allah kepada dirinya, sehingga tidak hanya bisa muhâsabah atas peristiwa yang disaksikannya tapi
juga bisa beribadah dalam situasi yang lebih nyaman dibanding saudara-saudaranya yang tertimpa
musibah. Mereka juga harus belajar dari kesalahan-kesalahan dan optimis menatap perjalanan ke depan.

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh, 

Pelajaran ketiga adalah tentang ladang amal ibadah pascabencana. Jika bencana adalah ujian kenaikan
derajat, maka kenaikan tersebut hanya terjadi bila yang bersangkutan benar-benar lulus dari ujian.
Bencana alam merupakan wasilah bagi para korban yang isinya menuntut manusia untuk sabar, ikhtiar,
tawakal, dan semakin mendekatkan diri kepada Allah ‫ﷻ‬. Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji‘ûn, sesungguhnya
kita semua adalah milik Allah dan sungguh kepada-Nya kita kembali. Kualitas kepribadian mereka sebagai
hamba meningkat manakala “materi ujian” dapat dilalui dengan baik dan benar.

Bagi mereka yang tidak menjadi korban, bencana alam adalah ujian untuk menunjukkan kepedulian
kemanusiaan atas mereka yang sedang ditimpa kesulitan. Pertolongan berupa tenaga, pikiran, dana, harta
benda, makanan, doa, dan lain sebagainya penting disalurkan. Syukur atas keselamatan diri kita dari
bencana bisa ditunjukkan dengan kesediaan berbagi kepada mereka yang membutuhkan uluran tangan.
Bisa dengan menjadi relawan, donatur bantuan, atau keterlibatan lainnya yang dapat meringankan beban
para korban. 

‫ِﻪ‬
‫ْﻴ‬
‫ِﺧ‬
‫ِﻥ ﺍ‬
‫ْﻮ‬ ‫ُﺪِﻓ‬
‫ْﻲَﻋ‬ ‫ْﺒ‬‫ﺎﻥْﺍﻟ‬
‫َﻌ‬ ََ‫ِﺪَﻣﺎ ﻛ‬
‫ْﺒ‬‫ِﻥْﺍﻟ‬
‫َﻌ‬ ‫ْﻮ‬ ُ‫َﻭ‬
‫ﷲِﻓﻲَﻋ‬
“Allah akan menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR Muslim)

Apabila kita mendengar kata hikmah di balik bencana, maka itu artinya terkait dengan sikap-sikap bijak
kita dalam menyikapi bencana. Karena kata hikmah bermakna kebijaksanaan. Semoga bencana alam
yang merupakan bagian dari fenomena alamiah tak menimbulkan bencana baru dalam kehidupan spiritual
kita. Wallâhu a‘lam bish shawâb

‫ِﻢ‬
‫ْﻴ‬
‫ِﻜ‬‫ِﺮْﺍﻟ‬
‫َﺤ‬ ْ
‫ِﺫﻛ‬
‫ِﺔَﻭ‬
‫ْﻦَﺁﻳ‬
‫ِﻪِﻣ‬
‫ْﻴ‬
‫ﺎﻓ‬
ِ‫َﻤ‬‫ِﺑ‬ُ
‫ْﻢ‬
‫ِﻨﻲَﻭﺍﻳﺎﻛ‬‫َﻔ‬
‫َﻌ‬‫َﻧ‬
‫َﻭ‬،‫ِﻢ‬
‫ْﻴ‬َ‫ْﺍ‬
‫ِﻈ‬
‫ﻟﻌ‬ ‫ﺁﻥ‬
ِ‫ْﺮ‬ ‫ْﺍ‬
‫ُﻟﻘ‬ ‫َﻜ‬
ُ
‫ْﻢِﻓﻰ‬‫ِﻟﻲَﻭﻟ‬
‫َﻙ ﷲ‬
‫َﺭ‬
‫َﺑﺎ‬
‫ُﺮ‬‫ْﻐ‬
‫ِﻔ‬‫َﺘ‬‫َﺬﺍَﻓْ‬
‫ﺄﺳ‬ ‫ِﻟﻲَﻫ‬‫ُﻝَﻗ‬
‫ْﻮ‬ ‫ُﻗ‬
‫ْﻮ‬‫ُﻢ‪َ،‬ﻭﺍ‬
‫ْﻴ‬
‫ِﻠ‬
‫ﺍﻟﻌ‬
‫ُﻊَ‬ ‫ْﻴ‬
‫ِﻤ‬ ‫ُﻪُﻫ‬
‫َﻮ ﺍﻟﺴ‬ ‫ُﻪَﻭﺍﻧ‬‫َﺗ‬
‫َﻭ‬‫ْﻢِﺗَ‬
‫ﻼ‬ ‫ُ‬
‫ْﻨﻜ‬
‫ِﻣ‬‫ﷲِﻣﻨﺎَﻭ‬‫َﻞ ُ‬ ‫َﻘﺒ‬
‫َﺗ‬
‫َﻭ‬
‫ْﻴﻢ‬‫ِﺣ‬‫ُﺭ ﺍﻟﺮ‬
‫ْﻮ‬‫ُﻔ‬
‫َﻮَ‬
‫ﺍﻟﻐ‬ ‫ُﻪُﻫ‬‫َﻢ ﺍﻧ‬
‫ْﻴ‬
‫ِﻈ‬
‫ﺍﻟﻌ‬
‫ﷲَ‬ ‫َ‬
‫‪Khutbah II‬‬

‫َﻪ ﺍﻻ ُ‬
‫ﷲ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫ِﺍﻟ‬
‫ْﻥ ﻻ‬‫ُﺪ ﺍ‬‫َﻬ‬‫ْﺷ‬ ‫ِﻪ‪َ.‬ﻭﺍ‬‫ِﻧ‬
‫َﺎ‬
‫ِﺘﻨ‬‫ْﻣ‬‫ِﺍ‬
‫ِﻪَﻭ‬ ‫ِﻘ‬
‫ْﻴ‬
‫ِﻓ‬
‫ْﻮ‬‫ﻠﻰَﺗ‬
‫ُﻪَﻋَ‬
‫َ‬ ‫ْ‬
‫ُﺮ ﻟ‬
‫ِﻪَﻭﺍﻟﺸﻜ‬ ‫ِﻧ‬
‫َﺴﺎ‬‫ْﺣ‬ ‫ُﺪ َِﻋَ‬
‫ﻠﻰ ﺍ‬ ‫ْﻤ‬‫ْﻟ‬
‫َﺤ‬ ‫َﺍ‬
‫ﺇﻟﻰ‬
‫ﺍﻋﻰ َ‬ ‫ُﻪ ﺍﻟﺪِ‬‫ُﻟ‬‫ْﻮ‬
‫ُﺳ‬ ‫ُﻩَﻭ‬
‫َﺭ‬ ‫ُﺪ‬‫ْﺒ‬
‫ًﺪﺍَﻋ‬‫َﺤﻤ‬ ‫َﻧﺎُﻣ‬ ‫ُﺪ ﺃﻥَﺳﻴ‬
‫َﺪ‬ ‫َﻬ‬‫ْﺷ‬ ‫َ‬
‫ُﻪَﻭﺍ‬
‫َﻚ ﻟ‬ ‫ْﻳ‬‫ََﺷ‬
‫ِﺮ‬ ‫ُﻩ ﻻ‬
‫َﺪ‬
‫ْﺣ‬‫ﷲَﻭ‬ ‫َﻭُ‬
‫ًﺮﺍ‬
‫ﺜﻴ‬
‫ًﻤﺎِﻛْ‬‫ْﻴ‬
‫ِﻠ‬‫ْﻢَﺗ‬
‫ْﺴ‬ ‫َﺳﻠ‬ ‫ِﻪَﻭ‬‫ِﺎﺑ‬
‫َﺤ‬ ‫ْﺻ‬ ‫ِﻪَﻭﺍ‬ ‫َﺍ‬
‫ِﻟ‬ ‫َﻰ‬‫َﻋﻠ‬‫ٍﺪِﻭ‬ ‫َﻧﺎُﻣ‬
‫َﺤﻤ‬ ‫ِﺪ‬‫َﻰَﺳﻴ‬ ‫ﺍﻟﻠﻬﻢَﺻﻞَﻋﻠ‬‫ِﻪ‪ُ .‬‬‫ِﻧ‬
‫َﻮﺍ‬‫ْﺿ‬‫ِﺭ‬

‫ُ‬
‫ْﻢ‬
‫َﺮﻛ‬ ‫َﻣ‬‫ﷲﺍ‬‫ْﻮﺍ ﺍﻥ َ‬ ‫ُﻤ‬‫َ‬ ‫َﻬﻰَﻭْ‬
‫ﺍﻋﻠ‬ ‫َﻧ‬ ‫ْﻮﺍَﻋﻤﺎ‬ ‫ُﻬ‬‫َﺘ‬‫ْﻧ‬
‫َﺮَﻭﺍ‬ ‫َﻣ‬ ‫َﻤﺎ ﺍ‬‫ْﻴ‬ ‫ﷲِﻓ‬‫ُﻘﻮﺍ َ‬ ‫ِﺍﺗ‬ ‫َﻬﺎ ُ‬
‫ﺍﻟﻨﺎﺱ‬ ‫َﺍﻳ‬ ‫ُﺪَﻓَ‬
‫ﻴﺎ‬ ‫ْﻌ‬‫َﺑ‬‫ﺍﻣﺎ‬
‫َﻥ‬‫ْﻮ‬‫َﺼﻠ‬ ‫ُﻳ‬‫ُﻪ‬‫َ‬
‫َﺘ‬
‫ِﺋﻜ‬ ‫َﻣﻶ‬‫ﷲَﻭ‬ ‫َﻰ ﺍﻥ َ‬ ‫ﺎﻝَﺗَ‬
‫ﻌﺎﻟ‬ ‫َﻗَ‬ ‫ِﻪَﻭ‬ ‫ِﺳ‬ ‫ْﺪ‬ ‫ُﻘ‬‫ِﺑ‬ ‫ِﻪ‬‫ِﺘ‬ ‫َ‬
‫ِﺋﻜ‬‫َﻤﻶ‬ ‫ِﺑ‬ ‫َﻰ‬ ‫َﺛـﻨ‬‫ِﻪَﻭ‬ ‫ِﺴ‬ ‫ْ‬
‫َﻔ‬‫ِﺑﻨ‬ ‫ِﻪ‬‫ْﻴ‬
‫َﺪﺍِﻓ‬ ‫َﺑ‬ ‫ٍﺮ‬
‫ْﻣ‬
‫ِﺑﺎ‬
‫َﻧﺎ‬
‫ِﺪ‬ ‫َﻰَﺳﻴ‬ ‫ﺍﻟﻠﻬﻢَﺻﻞَﻋﻠ‬ ‫ًﻤﺎ‪ُ .‬‬ ‫ْﻴ‬‫ِﻠ‬‫ْﺴ‬ ‫ْﻮﺍَﺗ‬ ‫ُﻤ‬‫َﺳﻠ‬ ‫ِﻪَﻭ‬ ‫ْﻴ‬‫َ‬
‫ْﻮﺍَﻋﻠ‬ ‫ُﻮﺍَﺻﻠ‬‫ْ‬ ‫ﺁﻣﻨ‬
‫َﻦَ‬ ‫ْﻳ‬‫ِﺬ‬ ‫َﻬﺎ ﺍﻟ‬‫َﺍﻳ‬ ‫ﺍﻟﻨﺒﻰ ﻳﺂ‬
‫ﻠﻰ ِ‬ ‫َﻋَ‬
‫َﻚ‬‫ِﻠ‬
‫ُﺳ‬ ‫ُﺭ‬
‫َﻚَﻭ‬ ‫ِﺋ‬‫ِﺒﻴﺂ‬ ‫َﺍ‬
‫ْﻧ‬ ‫َﻰ‬
‫َﻋﻠ‬ ‫ٍﺪَﻭ‬ ‫َﺤﻤ‬ ‫ﻧﺎُﻣ‬‫ِﺪَ‬ ‫ﺁﻝَﺳﻴ‬ ‫َﻋﻠﻰِ‬
‫ْﻢَﻭَ‬ ‫َﺳﻠ‬ ‫ِﻪَﻭ‬ ‫ْﻴ‬‫َ‬
‫ﷲَﻋﻠ‬ ‫ٍﺪَﺻﻠﻰ ُ‬ ‫َﺤﻤ‬ ‫ُﻣ‬
‫ِﻠﻰ‬
‫َﻋ‬‫َﻤﺎﻥَﻭ‬ ‫ْﺜ‬
‫ُﻋ‬‫َﻤﺮَﻭ‬ ‫ُﻋ‬ ‫ٍﺮَﻭ‬ ‫ْ‬
‫َﺑﻜ‬‫ِﺑﻰ‬ ‫َﻦ ﺍ‬ ‫ْﻳ‬ ‫ِﺪ‬‫ﺍﺷ‬
‫ﺎﺀ ﺍﻟﺮِ‬ ‫َﻔِ‬ ‫َ‬
‫ﻟﺨﻠ‬‫ْﺍُ‬ ‫ِﻦ‬ ‫ُﻬﻢَﻋ‬‫َﺽّ‬
‫ﺍﻟﻠ‬ ‫ْﺍﺭ‬ ‫َﻦَﻭ‬ ‫ْﻴ‬ ‫َﻘﺮ‬
‫ِﺑ‬ ‫ْﺍُ‬
‫ﻟﻤ‬ ‫ِﺔ‬‫َ‬
‫ِﺋﻜ‬ ‫َﻣﻶ‬‫َﻭ‬
‫َﺽ‬ ‫ْﺍﺭ‬‫ِﻦَﻭ‬‫ْﻳ‬
‫ِﻡ ﺍﻟﺪ‬‫ْﻮ‬ ‫ََ‬
‫ﻯﻴ‬ ‫ِﺍﻟ‬‫ﺎﻥ‬
‫َﺴٍ‬ ‫ْﺣ‬ ‫ِﺎ‬‫ِﺑ‬ ‫ْﻢ‬ ‫َ‬
‫ُﻬ‬
‫َﻦ ﻟ‬ ‫ْﻴ‬‫ِﻌ‬‫ِﺎﺑ‬‫ِﻌﻲ ﺍﻟﺘ‬ ‫ِﺎﺑ‬‫َﺗ‬
‫َﻦَﻭ‬‫ْﻴ‬‫ِﻌ‬‫ِﺎﺑ‬‫ِﺔَﻭﺍﻟﺘ‬ ‫َﺑ‬
‫َﺤﺎ‬ ‫ِﺔ ﺍﻟﺼ‬ ‫ِﻘﻴ‬‫َﺑ‬ ‫ْﻦ‬‫َﻋ‬
‫َﻭ‬
‫َﻦ‬ ‫ْﻴ‬‫ِﻤ‬‫ﺍﺣ‬‫َﻢ ﺍﻟﺮِ‬ ‫َﺣ‬ ‫ْﺭ‬‫َﻳﺎ ﺍ‬ ‫َﻚ‬ ‫ِﺘ‬‫َﻤ‬‫ْﺣ‬ ‫َﺮ‬‫ِﺑ‬‫ْﻢ‬‫ُﻬ‬
‫َﻌ‬ ‫َﻋﻨﺎَﻣ‬

‫ﺍﺕ‬‫َﻮِ‬ ‫ْﻣ‬ ‫ْﺍﻻ‬


‫َ‬ ‫ْﻢَﻭ‬ ‫ُ‬
‫ْﻬ‬‫ﻴﺂﺀِﻣﻨ‬
‫ْﺣُ‬ ‫َﺍﻻ‬
‫َ‬ ‫ﺎﺕ‬
‫َﻤِ‬ ‫ِﻠ‬‫ْﺴ‬ ‫ﻟﻤ‬‫ْﺍُ‬‫َﻦَﻭ‬ ‫ْﻴ‬‫ِﻤ‬‫ِﻠ‬
‫ْﺴ‬ ‫ْﺍُ‬
‫ﻟﻤ‬ ‫َﺎﺕَﻭ‬ ‫ِﻣﻨِ‬ ‫ْﺆ‬ ‫ﻟﻤ‬‫ْﺍُ‬ ‫َﻦَﻭ‬ ‫ْﻴ‬
‫ِﻨ‬‫ِﻣ‬‫ْﺆ‬ ‫ُﻤ‬ ‫ْﻠ‬ ‫ِﻟ‬ ‫ْﺮ‬‫ِﻔ‬ ‫ﺍﻏ‬‫ﻟﻠﻬﻢْ‬ ‫َﺍُ‬
‫َﺔ‬‫ِﺪﻳ‬ ‫َﻮﺣ‬ ‫ْﺍُ‬
‫ﻟﻤ‬ ‫َﻙ‬ ‫ﺎﺩ‬
‫َﺒَ‬‫ْﺮِﻋ‬ ‫ُﺼ‬ ‫ْﻧ‬‫َﻦَﻭﺍ‬ ‫ْﻴ‬
‫ِﻛ‬ ‫ِﺮ‬‫ْﺸ‬ ‫ْﺍُ‬
‫ﻟﻤ‬ ‫َﻙَﻭ‬ ‫ْﺮ‬ ‫ِﺫﻝ ﺍﻟﺸ‬ ‫َﻦَﻭﺍ‬ ‫ْﻴ‬ ‫ِﻤ‬‫ِﻠ‬ ‫ْﺴ‬ ‫ْﺍُ‬
‫ﻟﻤ‬ ‫َﻡَﻭ‬ ‫ْﺳَ‬
‫ﻼ‬ ‫ْﺍﻻ‬ ‫ِﻋﺰ‬ ‫ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺍ‬‫ُ‬
‫ِﻞ‬ ‫ﺍﻋ‬
‫ِﻦَﻭْ‬ ‫ْﻳ‬‫ﺍﺀ ﺍﻟﺪ‬
‫َﺪَ‬ ‫ْﻋ‬‫ْﺮ ﺍ‬ ‫َﻦَﻭَﺩﻣ‬ ‫ْﻴ‬‫ِﻤ‬‫ِﻠ‬‫ْﺴ‬ ‫ْﺍُ‬
‫ﻟﻤ‬ ‫َﻝ‬ ‫َﺬ‬‫ْﻦَﺧ‬ ‫ْﻝَﻣ‬ ‫ُﺬ‬‫ﺍﺧ‬‫َﻦَﻭْ‬ ‫ْﻳ‬‫َﺮ ﺍﻟﺪ‬ ‫َﺼ‬ ‫َﻧ‬ ‫ْﻦ‬ ‫ْﺮَﻣ‬ ‫ُﺼ‬ ‫ْﻧ‬
‫َﻭﺍ‬
‫َﺀ‬ ‫ْﻮ‬ ‫ُﺳ‬ ‫َﻦَﻭ‬ ‫َﺤ‬ ‫ْﺍ‬
‫ِﻟﻤ‬‫َﻝَﻭ‬ ‫ِﺯ‬‫َ‬
‫ﺎﺀَﻭﺍﻟﺰﻻ‬ ‫َﺑَ‬ ‫ْﺍَ‬
‫ﻟﻮ‬ ‫َﺀَﻭ‬ ‫َﺒَ‬
‫ﻼ‬ ‫ْﺍﻟ‬‫ْﻊَﻋﻨﺎ‬ ‫َﻓ‬‫ﺍﻟﻠﻬﻢْﺍﺩ‬‫ِﻦ‪ُ .‬‬ ‫ْﻳ‬‫َﻡ ﺍﻟﺪ‬ ‫ْﻮ‬ ‫َﻳ‬ ‫َﻰ‬ ‫َﻚ ﺍﻟ‬ ‫ِﺗ‬‫َﻤﺎ‬‫ِﻠ‬‫َ‬‫ﻛ‬
‫ﺍﻥ‬
‫َﺪِ‬ ‫ْﻠ‬ ‫ُﺒ‬‫ْﺍﻟ‬‫ِﺮ‬‫ِﺋ‬‫َﺳﺎ‬ ‫ًﺔَﻭ‬ ‫ِﺴﻴﺎ ﺧﺂﺻ‬ ‫ْﻴ‬
‫ِﻧ‬‫ُﺪﻭ‬ ‫ْﻧ‬ ‫ِﺍ‬‫َﻧﺎ‬‫ِﺪ‬‫َ‬
‫َﺑﻠ‬ ‫ْﻦ‬ ‫َﻦَﻋ‬ ‫َﻄ‬ ‫َﺑ‬ ‫َﻣﺎ‬‫ْﻬﺎَﻭ‬ ‫َ‬ ‫َﺮِﻣﻨ‬ ‫َﻬ‬‫َﻦَﻣﺎَﻇ‬ ‫َﺤ‬ ‫ِﻟﻤ‬ ‫ْﺍ‬‫َﺔَﻭ‬ ‫ِ‬‫ْﺘﻨ‬ ‫ِﻟﻔ‬ ‫ْﺍ‬
‫َﺎ‬
‫ِﻗﻨ‬ ‫ً‬
‫َﺔَﻭ‬ ‫َﺴﻨ‬ ‫ِﺓَﺣ‬ ‫َﺮ‬‫ﻵﺧ‬‫ْﺍِ‬ ‫ِﻓﻰ‬ ‫َﺔَﻭ‬ ‫ً‬‫َﺴﻨ‬ ‫َﻴﺎَﺣ‬ ‫ْﻧ‬ ‫ﻨﺎِﻓﻰ ﺍﻟﺪ‬ ‫ِﺗَ‬ ‫َﺎ ﺁ‬‫َﻦ‪َ.‬ﺭﺑﻨ‬ ‫ْﻴ‬‫ِﻤ‬‫َ‬ ‫ْﺍَ‬
‫ﻟﻌﺎﻟ‬ ‫َﻳﺎَﺭﺏ‬ ‫ًﺔ‬ ‫َﻦ ﻋﺂﻣ‬ ‫ْﻴ‬
‫ِﻤ‬‫ِﻠ‬‫ْﺴ‬ ‫ْﺍُ‬
‫ﻟﻤ‬
‫َﻦ‪.‬‬ ‫ْﻳ‬‫ِﺮ‬ ‫ﺎﺳ‬‫ﻟﺨِ‬ ‫ْﺍَ‬ ‫َﻦ‬ ‫َﻧﻦِﻣ‬ ‫ْﻮ‬‫ُ‬
‫َﻨﻜ‬ ‫َ‬
‫َﺎ ﻟ‬
‫ْﻤﻨ‬‫َﺣ‬ ‫ْﺮ‬‫َﺗ‬‫َﺎَﻭ‬ ‫َﻨ‬
‫ْﺮ ﻟ‬‫ِﻔ‬‫ْﻐ‬‫ْﻢَﺗ‬ ‫َ‬
‫ﺍﺇﻥ ﻟ‬
‫َﺎَﻭْ‬ ‫َﺴﻨ‬ ‫ُﻔ‬ ‫ْﻧ‬‫َﺍ‬ ‫َﺎ‬‫ْﻤﻨ‬‫َ‬
‫َﺎَﻇﻠ‬ ‫ﺍﻟﻨﺎﺭ‪َ.‬ﺭﺑﻨ‬ ‫ﺍﺏ ِ‬ ‫َﺬَ‬ ‫َﻋ‬
‫ﺸﺂﺀ‬
‫ْﺤ ِ‬ ‫َﻟﻔ‬ ‫ْﺍ‬‫ِﻦ‬ ‫ْﻬﻰَﻋ‬ ‫َ‬
‫َﻳﻨ‬
‫ﺑﻰَﻭ‬ ‫ْﺮَ‬ ‫ْﺍ‬
‫ُﻟﻘ‬ ‫ﺘﺂﺀِﺫﻱ‬ ‫ْﻳِ‬ ‫ﺎﻥَﻭﺍ‬‫َﺴِ‬ ‫ْﺣ‬ ‫ْﺍﻻ‬ ‫ِﻝَﻭ‬ ‫ْﺪ‬ ‫ْﺎَ‬
‫ﻟﻌ‬ ‫ِﺑ‬ ‫َﻧﺎ‬‫ُﺮ‬‫ُﻣ‬‫َﻳﺎ‬ ‫ﷲ ! ﺍﻥ َ‬
‫ﷲ‬ ‫ﺎﺩِ‬ ‫َﺒَ‬ ‫ِﻋ‬
‫ُﻩَﻋَ‬
‫ﻠﻰ‬ ‫ْﻭ‬ ‫ُﺮ‬ ‫ُ‬
‫ﺍﺷﻜ‬ ‫ْﻢَﻭْ‬ ‫ُ‬
‫ْﺮﻛ‬‫ْﺬﻛ‬
‫ُ‬ ‫َﻳ‬ ‫َﻢ‬ ‫ْﻴ‬‫ِﻈ‬ ‫ْﺍَ‬
‫ﻟﻌ‬ ‫ﷲ‬‫ُﺮﻭﺍ َ‬ ‫ُ‬ ‫َﻥَﻭْ‬
‫ﺍﺫﻛ‬ ‫ْﻭ‬ ‫ُﺮ‬‫َﺬﻛ‬ ‫ْﻢَﺗ‬ ‫ُ‬
‫َﻌﻠﻜ‬ ‫َ‬
‫ْﻢ ﻟ‬ ‫ُﻈﻜ‬
‫ُ‬ ‫ِﻌ‬‫َﻳ‬‫ْﻐﻲ‬ ‫َﺒ‬‫ْﺍﻟ‬‫ِﺮَﻭ‬ ‫َ‬‫ْﻨﻜ‬ ‫ْﺍُ‬
‫ﻟﻤ‬ ‫َﻭ‬
‫ْﺮ‬‫َﺒ‬‫ْ‬
‫ﷲ ﺍﻛ‬ ‫ُﺮ ِ‬ ‫ْ‬
‫ِﺬﻛ‬ ‫َ‬
‫ْﻢَﻭﻟ‬ ‫ُ‬
‫ْﺩﻛ‬ ‫ِﺰ‬
‫َﻳ‬ ‫ِﻪ‬‫ِﻤ‬‫َﻌ‬ ‫ِﻧ‬

‫‪Alif Budi Luhur‬‬


Baca Juga
Khutbah Jumat: Bagaimana Kita Mengisi Bulan Muharram? (/post/read/96060/khutbah-jumat-
bagaimana-kita-mengisi-bulan-muharram)

Khutbah Jumat: Yang Penting Diperhatikan di Bulan Muharram (/post/read/95575/khutbah-jumat-yang-


penting-diperhatikan-di-bulan-muharram)

Pastikan Materi Khutbah Tanpa Muatan Politik Praktis (/post/read/95498/pastikan-materi-khutbah-tanpa-


muatan-politik-praktis)

Khutbah Jumat: Dampak Rohani dari Apa yang Kita Konsumsi (/post/read/95366/khutbah-jumat-dampak-
rohani-dari-apa-yang-kita-konsumsi)

Khutbah Jumat: Pentingnya Selalu Berdzikir dan Duduk Bersama Orang Saleh
(/post/read/95144/khutbah-jumat-pentingnya-selalu-berdzikir-dan-duduk-bersama-orang-saleh)

Khutbah Jumat: Pesan Kemanusiaan Rasulullah di Bulan Dzulhijjah (/post/read/94840/khutbah-jumat-


pesan-kemanusiaan-rasulullah-di-bulan-dzulhijjah)

(https://www.facebook.com/situsresminu) (https://twitter.com/nu_online)
(https://www.youtube.com/channel/UChpbYgAvNyjJTE0VLe50pFQ)

KONTAK
Nahdlatul Ulama
Jl. Kramat Raya 164, Jakarta 46133 - Indonesia, redaksi[at]nu.or.id

MEDIA PARTNER

(https://www.youtube.com/channel/UChpbYgAvNyjJTE0VLe50pFQ)

(http://radio.nu.or.id/)

© 2016 NU Online. All rights reserved. Nahdlatul Ulama (http://www.nu.or.id)

Anda mungkin juga menyukai