1
evaluasi untuk operasi plastik. Setelah dilakukan penanganan awal, pasien dirujuk
untuk penanganan lebih lanjut di bangsal dan dilakukan terapi antibiotik selama
minimal 8 hari setelah penanganan awal. Pasien yang dirujuk dari ruang operasi ke
bangsal dievaluasi rentang waktu antara terjadinya cedera dan prosedur operasi;
jenis trauma, lokasi, karakteristik, dan keparahan dari fraktur terbuka
diklasifikasikan berdasarkan kriteria Gustilo; keparahan dari jaringan lunak yang
terlibat diklasifikasikan berdasarkan kriteria Tscherne; dan penutupan dari luka.
Variabel hasilnya adalah apakah ada infeksi selama pasien dirawat di rumah
sakit atau pada hari ke-15 sejak dilakukannya prosedur operasi awal. Infeksi awal
dinilai berdasarkan kriteria dari Willeneger et. al. dan Matos et. al. yang
mengklasifikasikan infeksi awal pasca trauma adalah yang menghasilkan
manifestasi hingga 2 minggu lamanya sejak trauma awal dan infeksi akhir adalah
yang ditemukan setelah 2 minggu tersebut. Bagian analitik dari penelitian ini terdiri
dari mengklasifikasikan pasien berdasarkan sistem Gustilo dan Tscherne yang
dilakukan oleh dokter ortopedi yang bertugas saat penanganan dan operasi awal,
dengan data yang diambil dari rekam medis pasien. Setelah diklasifikasikan, pasien
dikelompokkan berdasar variabel hasilnya; grup I adalah pasien yang tidak
mengalami infeksi, sedangkan grup 2 adalah pasien yang mengalami infeksi.
Dengan begini, dapat diperhitungkan akurasi dari masing-masing sistem klasifikasi
dalam memprediksi adanya infeksi atau tidak pada pasien dengan fraktur terbuka.
Perbedaan statistik dari kedua grup dinilai dengan tes chi-square atau tes Fisher,
atau t-test untuk data yang kontinyu, dengan selalu membawa 5% sebagai level
signifikansi.
HASIL
Jumlah sampel penelitian setelah dilakukan eksklusi sebanyak 92 pasien
(17,9%) adalah 121 pasien dengan fraktur terbuka: 78 (64,5%) kasus menunjukkan
fraktur pada ekstremitas bawah dan 43 (35,5%) kasus menunjukkan fraktur
ekstremitas atas. Hasil dari hasil infeksi dalam sampel ini menunjukkan bahwa
fraktur yang diklasifikasikan sebagai Tscherne tipe IV dan V memiliki tingkat
infeksi yang tinggi (masing-masing 50% dan 67%), seperti yang diklasifikasikan
sebagai Gustilo tipe IIIA, IIIB, dan IIIC.
2
Kedua klasifikasi memiliki kemampuan yang baik untuk memprediksi hasil
infeksi pada lesi yang paling parah. Dalam klasifikasi Tscherne, tingkat infeksi 52%
diamati pada lesi yang paling parah; dalam klasifikasi Gustilo, angka ini adalah
35%. Klasifikasi Gustilo menyajikan sensitivitas 76,7%, spesifisitas 53,8%, dan
akurasi 59,5%. Klasifikasi Tscherne menyajikan sensitivitas 56,7%, spesifisitas
82,4%, dan akurasi 76,1%.
PEMBAHASAN
Perbedaan klasifikasi Gustilo dan Tscherne ada pada sensitivitas,
spesifisitas, dan akurasi menunjukkan bahwa klasifikasi Tscherne lebih akurat dan
lebih unggul daripada klasifikasi Gustilo untuk hasil infeksi fraktur terbuka. Para
ahli ortopedi cenderung lebih ‘menomor satukan’ pasien ketika menggunakan
klasifikasi Tscherne dibanding ketika menggunakan klasifikasi Gustilo alhasil pada
beberapa pasien yang tingkat infeksinya tidak terlalu parah dikesampingkan.
Walaupun begitu, klasifikasi Gustilo memiliki validitas yang baik untuk prognosis
infeksi, non-union, dan komplikasi lainnya. Namun klasifikasi Tscherne
menunjukkan infeksi yang sangat mirip ketika membandingkan tipe I dan II
(masing-masing 13,5% dan 15,7%) dan tipe III dan IV (masing-masing 50% dan
66,7%), sedangkan klasifikasi Gustilo menyajikan hasil infeksi dengan persentase
peningkatan pada interval yang lebih teratur.
Faktor penting untuk dipertimbangkan adalah bahwa keandalan klasifikasi
Gustilo tidak dianggap unggul karena hanya menyajikan persetujuan moderat dari
ahli ortopedi dan residen ketika menilai citra fraktur terbuka untuk memprediksi
infeksi. Klasifikasi Tscherne tidak dikaitkan dengan infeksi yang dalam, tetapi
dikaitkan dengan prognosis fungsional yang pada gilirannya, terbukti memiliki
faktor terkuat yang terkait dengan hasil infeksi. Dalam penelitian itu, tingkat infeksi
fraktur Tscherne tipe I menunjukkan 0%; Tscherne II, 20,7%; Tscherne III, 63,6%;
dan, tipe IV memiliki prevalensi infeksi 100%. Data ini, menunjukkan bahwa
klasifikasi Tscherne mungkin merupakan alternatif yang menjanjikan dan mungkin
lebih efisien untuk klasifikasi Gustilo.
Keterbatasan penelitian ini meliputi dua hal bahwa sampel fraktur terbuka
ini diambil dari berbagai regio sehingga mempengaruhi karakteristik lesi, dan
3
bahwa ini merupakan penelitian retrospekif yang datanya dikumpulkan dari grafik
medis sehingga cenderung mengabaikan informasi penting. Studi tambahan akan
diperlukan untuk menilai perilaku patah tulang secara anatomis, termasuk
seperangkat variabel klinis baru untuk mengkonfirmasi temuan ini.
KESIMPULAN
Sistem klasifikasi Tscherne menunjukkan akurasi yang lebih besar,
menghadirkan spesifisitas yang lebih baik sebagai prediktor infeksi pada fraktur
terbuka bila dibandingkan dengan klasifikasi Gustilo.