Gangguan bipolar adalah penyakit kronik dengan episode peningkatan suasana hati dan depresi yang diikuti perubahan aktivitas atau energi serta gejala fisik, mental, maupun perilaku seseorang. Bipolar biasanya dimulai saat remaja atau dewasa awal dan memiliki efek samping sepanjang hidup pada mental, kesehatan fisik, edukasi, dan hubungan interpersonal seseorang (Anderson, 2012). Pada hasil survey di 11 negara menyatakan bahwa onset dari gangguan bipolar berkisar pada umur 25 tahun (Anderson, 2012). Gangguan bipolar I memiliki prevalensi sekitar 0,6% dengan onset usia rata-rata 18 tahun yang dapat diderita oleh laki-laki (dominansi) dan perempuan. Sedangkan gangguan bipolar II memiliki prevalensi 0,4% dengan onset usia rata-rata 22 tahun yang penderitanya didominasi oleh perempuan (Leamon, 2006). Penyebab dan faktor risiko dari gangguan bipolar yaitu faktor genetik, komplikasi kehamilan dan kelahiran (faktor perinatal), faktor biokimiawi, dan faktor lingkungan (Ayano, 2016; Leamon, 2006; Muneer, 2017). Faktor genetik pada gangguan bipolar yaitu anak dengan orangtua memiliki gangguan bipolar memiliki risiko 7 kali lebih rentan terkena bipolar daripada anak dengan orangtua normal serta pada kembar monozigotik lebih rentan terkena bipolar daripada kembar dizigotik. Faktor perinatal pada gangguan bipolar yaitu terjadiya komplikasi kehamilan salah satu contohnya adalah gangguan struktural otak pada bayi dari beberapa studi penelitian. Faktor biokimiawi pada gangguan bipolar yaitu terjadinya disregulasi neurotransmitter seperti peningkatan asetilkolin yang menyebabkan depresi, ketidakseimbangan pelepasan katekolaminergik yang menyebabkan kurangnya tidur pada bipolar, dan peningkatan dopamine yang menyebabkan keadaan mania. Faktor lingkungan pada gangguan bipolar yaitu seseorang mengalami stres yang dapat berpengaruh buruk pada psikososialnya dan pada suatu studi penelitian menyatakan bahwa sekita 20% dari 66% pasien bipolar mengalami keadaan stres sekitar 1-3 bulan sebelum terbentuknya perubahan perasaan pada pasien (mood) (Ayano, 2016; Leamon, 2006; Muneer, 2017). B. Klasifikasi Gangguan Bipolar Berdasarkan DSM-IV dan DSM-V, gangguan bipolar dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yaitu gangguan bipolar I, gangguan bipolar II, gangguan bipolar siklotimia (cyclothymia atau rapid cyclic), dan gangguan bipolar tidak terspesifikasi (BP-NOS). Gangguan bipolar I adalah pasien mengalami episode depresi dan paling tidak mengalami satu episode mania penuh (full-blown mania) serta dapat terjadi halusinasi dan delusi. Gangguan bipolar II adalah pasien mengalami beberapa episode depresi menahun dan paling tidak mengalami satu episode hipomanik tanpa adanya episode manik. Gangguan bipolar siklotimia adalah pasien mengalami gejala hipomanik dan depresi tapi tidak masuk dalam kriteria episode depresi maupun hipomanik serta pada dewasa biasa terjadi paling tidak 2 tahun sedangkan anak-anak setahun. Gangguan bipolar tidak terspesifikasi (BP-NOS) adalah pasien mengalami periode peningkatan suasana hati (mood) akan tetapi tidak masuk dalam kriteria ketiga jenis bipolar sebelumnya serta gangguan BP-NOS memiliki nama lain berupa bipolar atipikal (Ayano, 2016; Jaya, 2013). C. Manifestasi Klinis Gangguan Bipolar Pada gangguan bipolar terdapat fase-fase bipolar yang terjadi pada setiap jenis bipolar yang sebelumnya telah dijelaskan. Fase bipolar yaitu fase episode mania atau manik, fase episode depresif (major depressive), fase episode campuran afektif (manik dan depresif), dan fase episode hipomanik (Jaya, 2013; Cerimele, 2013). Fase episode mania atau manik adalah fase yang terjadi pada gangguan bipolar I dan diikuti dengan peningkatan suasana hati (mood) yang memiliki gejala seperti peningkatan energi dan aktivitas, keresahan, euphoria mood yang berlebihan, berbicara terlalu cepat, mudah tersinggung, keyakinan yang tidak realistis, pengambilan keputusan yang buruk, peningakatan dorongan seksual, penurunan kebutuhan tidur, kehilangan penghambat dalam sosial menyebabkan gegabah atau sembarangan dalam bersikap dan keluar dari karakter aslinya, serta dapat diikuti dengan halusinasi dan delusi. Fase episode depresif (major depressive) adalah fase penurunan suasana hati (empty mood) dengan gejala seperti sedih dan gelisah berkepanjangan, merasa berputus asa atau pesimis, merasa bersalah, tidak berharga, sulit konsentrasi, sulit mengingat, sulit membuat keputusan, penurunan energi, lemah, merasa lelah, tidur terlalu banyak atau bahkan tidak bisa tidur, perubahan nafsu makan (BB turun atau nambah), serta ada pemikiran untuk bunuh diri atau mati (Jaya, 2013; Cerimele, 2013). Fase episode campuran afektif (manik dan depresif) adalah fase campuran antara gejala manik dan depresif. Fase episode hipomanik adalah bentuk episode mania atau manik yang ringan dengan gejala seperti peningkatan energi dan aktivitas, biasanya ditandai dengan kesehatan yang baik secara fisik dan mental, peningkatan interaksi sosial atau suka berbicara, peningkatan dorongan seksual, penurunan kebutuhan tidur tetapi tidak sampai mengganggu pekerjaan atau penolakan interaksi sosial, serta dapat terjadi iritabilitas (Cerimele, 2013).