Anda di halaman 1dari 9

PENUGASAN MINI LITERATURE REVIEW

BLOK 1.5 ENDOKRIN DAN REPRODUKSI

EFEK MELATONIN PADA ORGAN GENITALIA PRIA DAN WANITA

Disusun oleh :

1. Qanita Izza – 17711174


2. Seno Dwi P – 17711032

Kelompok Tutorial : 10

Tutor :
dr. Diani Puspa Wijaya, M.Med.Ed

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
MEI 2018
Efek Melatonin pada Organ Genitalia Pria dan Wanita

Melatonin, hormon fotoperiodik universal, merupakan suatu indolamin


lipofilik kecil dengan berat molekul 232; yang disintesis dari triptofan, suatu asam
amino esensial, melalui serotonin (Dikic et al., 2015). Peran melatonin di kulit katak
sebagai pigmen melanofor dan struktur kimianya yang mirip serotonin, maka
disebut melatonin (Li and Zhou, 2015). Melatonin dihasilkan oleh suatu kelenjar
yang terletak di otak, kelenjar pineal, yang terdiri dari sel-sel neuroglia dan sel
sekretori yang disebut pinealosit (Tortora, 2013)

Melatonin memiliki dampak signifikan pada sistem reproduksi wanita dan


pria; hormon ini dianggap penting untuk kedua folikulogenesis dan
spermatogenesis, mempengaruhi produksi dan aktivitas steroid dan memodifikasi
sinyal seluler pada jaringan target. Telah diteliti bahwa melatonin ikut andil dalam
fungsi seks, beberapa di antaranya seperti pengendalian awal pubertas, waktu
ovulasi, pematangan seksual, perlindungan organ genital, pemacu tidur, dan
pencegah infeksi (Guyton and Hall, 2014). Sifatnya sebagai antioksidan alami
dengan karakter immunoenhancing dan onkostatik menjadikan melatonin bertindak
sebagai penyaring radikal bebas yang vital, melindungi tubuh dan sel otak terhadap
kerusakan genetik, yang dianggap sebagai pemicu kanker. Berdasarkan data ini,
melatonin adalah pengatur utama kesehatan reproduksi dan umum sepanjang
perjalanan hidup (Dikic et al., 2015).

Sekresi utama melatonin diatur oleh siklus gelap-terang, yang dikendalikan


oleh jam endogen terletak di nukleus suprakiasmatik di hipotalamus. Pada mamalia,
sebagian besar melatonin yang bersirkulasi berasal dari kelenjar pineal. Melatonin
ini dengan cepat mencapai seluruh jaringan tubuh, melewati membran sel secara
langsung untuk berinteraksi dengan reseptor intraseluler karena tingginya lipid dan
kelarutan air (Sherwood, 2014). Melatonin dihasilkan dari turunan triptofan, asam
amino esensial, melalui serotonin. Dimulai dari ambilan triptofan dari sistem
sirkulasi oleh pinealosit. Setelah dihidroksilasi menjadi 5-hidroksi-triptofan,
triptofan dikonversi menjadi serotonin, dan serotonin mengalami dua langkah
proses katalisasi dengan bantuan enzim N-asetiltransferase (NAT) dan
hidroksiindol-O-metil transferase (HIOMT). Serotonin diasetilasi untuk
membentuk N-asetilserotonin dengan menekan produksi enzim alkilamin N-
asetiltranferase (NAT) (Gardner and Shoback, 2018). N-asetilserotonin kemudian
dikonversi menjadi melatonin dengan bantuan asetilserotonin O-metil-transferase
(ASMT) atau hidroksindol-O-metil transferase (HIOMT). Produksi melatonin oleh
kelenjar pineal mengikuti irama sirkadian dengan karakteristik gen yang mengkode
enzim-enzim tersebut terekspresi dengan lemah pada siang hari, dan kuat pada
malam hari; irama sirkadian yang berhubungan dengan melatonin ini diatur oleh
nukvvvleus suprakiasma (SCN), osilator sirkadian yang utama (Tamura et al.,
2014).

Informasi cahaya yang diterima oleh retina utamanya melewati traktus


retinohipotalamikus, dan dilepaskan di nukleus suprakiasma, letak sirkadian
berada. Pensinyalan ini memungkinkan sinkronisasi fase sirkadian dengan siklus
gelap-terang lebih dari 24 jam. Serat dari nukleus suprakiasma berjalan melewati
nukleus paraventrikel hipotalamikus, medial forebrain budle, dan formasio
retikularis mempengaruhi sel intermediolateral medulla spinalis yang terdapat
neuron presimpatik. Serat postganglion simpatik dari ganglion servikal superior
kemudian berterminasi di pinealosit dan meregulasi sintesis melatonin dengan
mensekresi norepinefrin. Norepinefin, yang disekresi oleh nervus terminalis
turunan dari ganglion servikal superior, menstimulasi sel-sel pineal, utamanya
reseptor ß-adrenergik, dengan demikian mempercepat sintesis AMP siklik, second
messanger, untuk menginduksi aktivitas NAT saat biosintesis melatonin (Reiter et
al., 2014).

Jalur ini biasanya teraktivasi saat malam hari, karena aktivitas ganglion
servikal superior dihambat oleh stimulus cahaya. Maka dari itu, kondisi gelap
adalah satu-satunya kondisi yang bisa digunakan untuk memproduksi melatonin,
namun tidur bukan termasuk. Paparan terhadap cahaya saat malam hari
menghambar sintesis dan sekresi melatonin, yang berujung pada desinkronisasi
sirkadian dan dapat menyebabkan beberapa penyakit dan penuaan sel. Sekresi
melatonin tertinggi ada pada saat manusia berumur 3 sampai 5 tahun dan mulai
menurun saat menginjak masa pubertas. Namun, level produksi melatonin
cenderung stabil di usia 35 sampai 40 tahun dan mengalami penurunan yang
signifikan di usia di atas 60 tahun (Dikic et al., 2015).

Sekresi utama melatonin diatur oleh siklus gelap-terang, yang dikendalikan


oleh jam endogen terletak di nukleus suprakiasmatik di hipotalamus. Pada mamalia,
sebagian besar melatonin yang bersirkulasi berasal dari kelenjar pineal. Melatonin
ini dengan cepat mencapai seluruh jaringan tubuh, melewati membran sel secara
langsung untuk berinteraksi dengan reseptor intraseluler karena tingginya lipid dan
kelarutan air. Namun, beberapa fungsi melatonin dimediasi oleh interaksi dengan
reseptor terikat-membran spesifik (Li and Zhou, 2015). Kegiatan melatonin
sebagian besar dilakukan melalui reseptor membran-terikat MT1 dan MT2. Ada
area intramembran di reseptor membran ini dan mereka adalah anggota superfamili
G-protein berpasangan yang diekspresikan di otak dan organ perifer (Dikic et al.,
2015). Reseptor ketiga yang dikenal dengan reseptor melatonin bernama MT3, dan
diisolasi dari sampel otak hamster; bukan termasuk reseptor gabungan G-protein
dan memiliki afinitas yang relatif rendah terhadap melatonin. Produksi lokal
melatonin ke seluruh tubuh dan distribusi reseptornya yang tersebar luas
menunjukkan bahwa melatonin berkontribusi pada pengaturan beragam proses
fisiologis (Li and Zhou, 2015).

Beberapa bukti saintifik menyatakan bahwa melatonin berperan dalam


reproduksi manusia. Misalnya di reproduksi wanita mempunyai pengaruh yang
signifikan. Terdapat korelasi yang jelas antara melatonin dan gonadotropin dan/atau
steroid. Regulasi melatonin berhubungan dengan aktivitas gonad, contohnya variasi
sirkadian terjadi saat ovulasi, seperti saat musim panas bisanya terjadi di pagi hari,
sedangkan saat musim dingin ovulasi umumnya terjadi pada awal malam hari.
Melatonin mempengaruhi secara tidak langung di GnRH dan sekresi gonadotropin
atau secara langsung dengan mensintesis melatonin di gonad untuk memproduksi
steroid dan memodifikasi sinyal seluler di jaringan target (Dikic et al., 2015).

Sekresi GnRH memicu pelepasan follicle-stimulating hormone (FSH) dan


luteinizing hormone (LH) yang berperan dalam proses maturasi ovarium/testis.
Reaktivasi hypothalamus-pituitari dimulai di usia kira-kira 10 tahun di mana
kenaikan progresif pada amplitudo dan frekuensi GnRH terjadi yang akan
berpengaruh juga pada kenaikan LH dan FSH. Namun begitu, pada usia 9 atau 10
tahun, sekresi GnRH dipicu penurunan serum melatonin di bawah angka threshold
(~500pmol/l = 115 pg/ml), biasanya setelah perubahan masa pubertas mulai terjadi.
Anak-anak dengan kadar melatonin yang tinggi umumnya mengalami
keterlambatan pubertas sedangkan anak dengan kadar melatonin yang rendah
mengalami pubertas sebelum waktunya. Ditinjau dari hal ini sudah jelas bahwa
melatonin berperan dalam inisiasi masa pubertas, tapi sulit untuk memisahkan efek
melatonin dari peran neuropeptide, neurotransmitter, dan neurosteroid yang
kompleks (Dikic et al., 2015).

Selain berperan dalam pubertas, melatonin terlibat dalam beberapa peristiwa


reproduksi seperti folikulogenesis, atresia folikel, ovulasi, pematangan oosit,
korpus luteum (CL) fungsi dan perkembangan embrio awal. Reseptor melatonin
ditemukan di sel granulosa dan sel teka di folikel matur dan korpus luteum, yang
keduanya bekerja sama dalam pembuatan hormon estrogen dan progesterone.
Dikatakan bahwa melatonin terlibat langsung dalam pertumbuhan dan maturasi
oosit, serta penghambatan faktor-faktor yang dapat merusak kualitas oosit. Salah
satunya dengan cara meningkatkan ekspresi dan aktivitas enzim antioksidan
[superoxide dismutase (SOD), glutathione peroxidase (GPX)] dan menghambat
aktivitas enzim pro-oksidatif nitrat oksida sintetase (NOS). Proses ketika ovulasi
terjadi hampir sama ketika terjadi infalamasi pada jaringan tubuh, banyak oksigen
yang dibutuhkan untuk disuplai ke berbagai jaringan (Dikic et al., 2015).
Kebutuhan oksigen yang meningkat menyebabkan meningkatnya reactive oxygen
species (ROS) dan reactive nitrogen species (RNS) sehingga memicu kerusakan
oksidatif oosit. Meskipun kelebihan ROS juga dapat menjelaskan kerusakan stress
oksidatif yang menyebabkan kerusakan struktur sel oosit dan sel granulosa, ROS
lokal juga memainkan bagian penting dalam ruptur folikel, dan ROS juga bertindak
sebagai second messenger yang memodulasi ekspresi gen yang mengatur proses
fisiologis pematangan oosit. ROS harus terus-menerus dinonaktifkan agar tetap
dalam seimbang karena ROS tetap dibutuhkan dalam kadar yang sedikit untuk
mempertahankan fungsi sel normal. Melatonin dan metabolitnya yang ditemukan
dalam folikel berfungsi untuk memadamkan atau mengurangi ROS dan RNS.
Kekurangan melatonin dapat mempercepat kerusakan oosit oleh ROS dan RNS
(Reiter et al., 2014).

Dalam kondisi hamil, penggunaan oksigen juga meningkat untuk mensuplai


oksigen ke janin. Peningkatan kebutuhan oksigen ini berbanding lurus dengan
meningkatnya ROS. Peningkatan ROS dan tingkat mikronutrien yang tidak
seimbang di darah ibu adalah salah satu alasan untuk beberapa gangguan terkait
kehamilan. Tingkat melatonin meningkat secara signifikan setelah 32 minggu
(Tamura et al., 2014). Penelitian menunjukkan bahwa melatonin mempunyai efek
protektif pada janin dan ibu selama kehamilan, selain itu juga menjadi efektif dalam
mengurangi kerusakan mlekuler dan kehancuran jaringan, dan juga dalam
meningkatkan hasil fisiologis dalam situasi ketika penghancuran radikal bebas.
Reseptor melatonin diekspresikan pada SCN janin manusia dan di beberapa
wilayah otak janin manusia. Melatonin juga dapat meningkatkan sintesis
progesterone oleh plasenta untuk mempertahankan kehamilan sementara
menghambat pelepasan oksitosin prematur. Dalam plasenta, tindakan perlindungan
terhadap tekanan nitro-oksidatif dilakukan oleh melatonin; demikian juga,
melatonin mengurangi efek vasospastik H₂O₂ pada arteri umbilikalis janin (Dikic
et al., 2015).

Melatonin seperti yang sudah dijabarkan betapa penting keberadaannya pada


wanita, pada pria juga mempunya sisi baik dan buruk. Seperti yang sudah diketahui,
melatonin, yang berfungsi sebagai antioksidan kuat dan diteliti lebih efektif
terhadap pembasmian radikal bebas dibanding vitamin E, berpengaruh terhadap
reproduksi pria mencakup perlindungan testis, sekresi testosteron, dan kualitas
sperma. Senyawa dengan efek antioksidan membantu melindungi testis dari
kerusakan, efek samping dari terapi kanker, dan molekul beracun lainnya. Testis
mamalia kaya akan asam lemak tak jenuh rantai ganda yang rentan rusak terhadap
keberadaan ROS. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa antioksidan efektif
untuk mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh kelebihan ROS dengan cara
“membersihkan”-nya. Pengobatan dengan memberikan 50mg/kg melatonin dapat
mengurangi tingkat ROS dan lipid peroksidasi secara signifikan. Penelitian histo-
patologi mengungkapkan efek terapi melatonin pada percobaan tikus yang sengaja
diinduksi agar menderita torsio testis dan varikokel bahwa melatonin dapat
mengurangi tingkat kerusakan yang ditopang oleh epitel dan tubulus seminiferus
selagi meningkatkan aktivitas antioksidan dan enzim, dan mengurangi tingkat nitrit
oksida (NO), yang dapat merusak fungsi sperma. Melatonin juga dapat
meningkatkan respon sel Sertoli terhadap FSH selama perkembangan testis untuk
mencegah kerusakan. Namun, melatonin dapat mengganggu aktivitas sekresi
testosteron. Pengobatan melatonin dapat mengurangi volume dan luas permukaan
mitokondria dan reticulum endoplasma halus yang penting karena dua organel ini
merupakan tempat sekresi enzim utama dalam biosintesis androgen. Mekanisme
sintesis testosterone diatur oleh banyak faktor, salah satu yang utama yaitu
bergantung pada pensinyalan cAMP yang dirangsang oleh LH. Ketika sel Leydig
terkena melatonin, pelepasan testosteron dan produksi cAMP jelas dihambat
dengan cara yang tergantung dosis. Melatonin juga mengurangi stimulasi ekspresi
protein akut steroidogenic (StAR) oleh LH atau cAMP. Selain menghambat cAMP,
pelepasan ion Ca²⁺ juga dihambat, yang berefek pada penekanan pelepasan GnRH
(Yu et al., 2018).

Keberadaan resptor melatonin di sperma beberapa spesies menunjukkan


keterkaitan peran fisiologis melatonin dalam spermatogenesis. Spermatogenesis
mudah terganggu ketika testis berada di lingkungan beracun atau ketika testis
mengalami peradangan. Melatonin terbukti dapat membantu mencegah kerusakan
sperma baik secara in vitro maupun in vivo. Pada pria, kadar melatonin dalam air
mani yang abnormal dikaitkan dengan infertilitas. Tingkat melatonin semen
endogen tinggi telah dikaitkan dengan oligozoospermia ringan dan azoospermi.
Namun, tingkat melatonin semen endogen rendah dikaitkan dengan perkembangan
sperma yang abnormal. Hasil ini menunjukkan bahwa melatonin terlibat dalam
spermatogenesis. Secara in vitro, paparan ram spermatozoa ke melatonin memiliki
efek langsung: translokasi kapasitasi dan fosfatidilserin berkurang pada konsentrasi
melatonin tinggi tetapi kapasitasi jangka pendek meningkat dengan paparan
konsentrasi rendah melatonin, yang mengarah ke peningkatan tingkat fertilisasi
oosit. Peningkatan pembelahan oosit yang dibuahi dengan sperma yang diberi
melatonin mungkin terkait dengan peningkatan yang diinduksi melatonin dalam
aktivitas hyaluronidase dari air mani. Dalam sebuah penelitian pada 8 pria sehat,
pemberian melatonin selama 1700 jam tidak menyebabkan perubahan yang nyata
dalam kualitas air mani atau serum dan kadar hormon plasma seminal dalam enam
kasus, tetapi konsentrasi sperma berkurang secara signifikan pada dua pria yang
tersisa, mungkin sebagai konsekuensi dari inhibisi. Penyimpanan sperma in vitro
penting dalam inseminasi buatan. Sayangnya, sperma memburuk dengan cepat pada
suhu kamar dan juga ketika disimpan pada suhu yang lebih rendah atau dalam
nitrogen cair. Pembesaran media semen extender dengan melatonin secara
signifikan meningkatkan parameter motilitas semen ram (misalnya kecepatan lurus-
linier dan kecepatan rata-rata jalur) disimpan pada 5°C atau 17°C. Melatonin juga
meningkatkan kualitas serum bovine yang dicairkan dengan mengurangi tingkat
peroksidasi lipid dan meningkatkan aktivitas enzim antioksidan. Pencegahan
kerusakan sperma oleh melatonin mungkin terkait dengan induksi berbagai proses
pensinyalan. Khususnya, paparan melatonin secara signifikan mengurangi aktivitas
caspase dan fragmentasi DNA yang disebabkan oleh H₂O₂ dalam sperma, dan kedua
efek ini tergantung pada ekspresi reseptor melatonin 1 dan kinase yang diatur sinyal
ekstraseluler (Li and Zhou, 2015).

Sejumlah penelitian dan data yang terkumpul di atas menunjukkan bahwa


melatonin memegang peranan penting pada reproduksi pria dan wanita dalam kadar
yang cukup agar memberikan efek yang maksimal. Seperti pada wanita yang dari
awal memegang kunci keberhasilan pubertas di waktu yang tepat hingga masa
menopause, sedangkan pada pria lebih terlihat pada kualitas dan keberadaan sperma
secara fungsional (Reiter et al., 2014; Li and Zhou, 2015)

DAFTAR PUSTAKA
Gardner, D. G. and Shoback, D. (2018) Greenspan’s Basic & Clinical
Endocrinology. 10th edn. San Fransisco: McGraw-Hill Global Education
Holdings, LLC.
Guyton, A. C. and Hall, J. (2014) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 12th edn.
Jakarta: EGC.
Dikic, S. D. et al. (2015) ‘Melatonin: A “Higgs boson” in human reproduction’,
Gynecological Endocrinology, 31(2), pp. 92–101. doi:
10.3109/09513590.2014.978851.
Li, C. and Zhou, X. (2015) ‘Melatonin and male reproduction’, Clinica Chimica
Acta. Elsevier B.V., 446, pp. 175–180. doi: 10.1016/j.cca.2015.04.029.
Reiter, R. J. et al. (2014) ‘Melatonin and the circadian system: Contributions to
successful female reproduction’, Fertility and Sterility. Elsevier Inc., 102(2),
pp. 321–328. doi: 10.1016/j.fertnstert.2014.06.014.
Sherwood, L. (2014) Fisiologi Manusia. 8th edn. Jakarta: EGC.
Tamura, H. et al. (2014) ‘Melatonin and female reproduction’, Journal of
Obstetrics and Gynaecology Research, 40(1), pp. 1–11. doi:
10.1111/jog.12177.
Tortora, G. J. (2013) Principles of Anatomy and Physiology. 14th edn. USA: John
Wiley and Sons, Inc.
Yu, K. et al. (2018) ‘Melatonin regulates the synthesis of steroid hormones on male
reproduction: A review’, Molecules, 23(2), pp. 1–7. doi:
10.3390/molecules23020447.

Anda mungkin juga menyukai