Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Masalah kesehatan dengan gangguan sistem pernapasan masih

menduduki peringkat yang tinggi sebagai penyebab utama morbiditas

dan mortalitas. Tuberculosis adalah penyakit langsung yang mengenai

parenkim paru yang disebabkan oleh basil mycobacterium tuberculosis.

Sebagian besar kuman tuberculosis mengenai paru tapi dapat juga

mengenai organ tubuh lainnya (Brunner & Suddarth, 2011).

Tuberkulosis Paru (TB Paru) telah dikenal hampir di seluruh

dunia, sebagai penyakit kronis yang dapat menurunkan daya tahan

fisik penderitanya secara serius. Hal ini disebabkan oleh terjadinya

kerusakan jaringan paru yang bersifat permanen. Di samping proses

destruksi terjadi pula secara simultan proses restorasi atau

penyembuhan jaringan paru sehingga terjadi perubahan struktural yang

bersifat menetap serta bervariasi yang menyebabkan berbagai macam

kelainan faal paru (Supardi, 2006). Indonesia berada pada tingkat

ke-3 terbesar didunia dalam jumlah penderita Tuberkulosis(TB),

setelah India dan Cina. Di dunia diperkirakan penyakit ini dapat

menyebabkan kematian kurang lebih 8.000 orang per hari terdaftar

hampir 400 kematian yang berhubungan dengan TB setiap harinya, atau

140.000 per tahun, dan kurang lebih ¼ juta penduduk diduga

terinfeksi TB setiap tahun ( Jakarta Pos, 2010).

Berbagai permasalahan keperawatan yang timbul baik masalah aktual

maupun potensial akibat adanya efusi pleura antara lain adalah


ketidak efektifan pola nafas, gangguan rasa nyaman, gangguan

pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat, kurangnya pengetahuan

tentang proses penyakit, gangguan pemenuha kebutuhan nutrisi yang

menyebabkan penurunan berat badan pasien serta masih banyak lagi

permasalahan lain yang mungkin timbul.


BAB II

LANDASAN TEORI

”TUBERCULOSIS”

A. PENGERTIAN

Tuberculosis adalah penyakit langsung yang mengenai parenkim

paru yang disebabkan oleh basil mycobacterium tuberculosis. Sebagian

besar kuman tuberculosis mengenai paru tapi dapat juga mengenai organ

tubuh lainnya (Brunner & Suddarth, 2001).

B. Penyebab

Terjadinya Tuberculosis disebabkan oleh 2 faktor yaitu :

1. Infeksi :

a) Tuberkulosis

b) Pneumonitis

c) Abses paru

d) Abses subfrenik

2. Non infeksi :

a) Karsinoma paru

b) Karsinoma pleura : primer dan sekunder

c) Karsinoma mediastinum

d) Tumor ovarium

e) Bendungan jantung : gagal jantung, perikarditis konstruktiva

f) Gagal hati

g) Gagal ginjal

h) Hipotiroidisme
i) Kilotoraks

j) Emboli paru

C. Tanda dan Gejala

Manifestasi klinik Tuberculosis akan tergantung dari jumlah

cairan yang ada serta tingkat kompresi paru. Jika jumlah efusinya

sedikit (misalnya < 250 ml), mungkin belum menimbulkan manifestasi

klinik dan hanya dapat dideteksi dengan X-ray foto thorakks. Dengan

membesarnya efusi akan terjadi restriksi ekspansi paru dan pasien

mungkin mengalami :

1. Dispneu bervariasi

2. Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi sekunder akibat penyakit

pleura

3. Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi

4. Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat)

5. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena

6. Perkusi meredup di atas Tuberculosis

7. Egofoni di atas paru-paru yang tertekan dekat efusi

8. Suara nafas berkurang di atas Tuberculosis

9. Fremitus vokal dan raba berkurang

D. Patofisiologi

Di dalam rongga pleura terdapat kurang lebih 5 ml cairan yang

cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura

viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena

adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis.


Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura

viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20 %) mengalir ke dalam pembuluh

limfe sehingga pasase cairan di sini mencapai 1 liter seharinya.

Terkumpulnya cairan di rongga pleura (Tuberculosis) terjadi bila

keseimbangan antara produksi dan absorpsi terganggu misalnya pada

hiperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotik,

(hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Transudat

misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai

peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatik tekanan osmotik

koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh

keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga

kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga

mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar

proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.

Infeksi tuberkulosis pleura biasanya disebabkan oleh efek primer

sehingga berkembang pleuritis eksudativa tuberkulosa. Pergeseran

antara kedua pleura yang meradang akan menyebabkan nyeri. Suhu badan

mungkin hanya sub febril, kadang ada demam. Diagnosis pleuritis

tuberkulosa eksudativa ditegakkan dengan pungsi untuk pemeriksaan

kuman basil tahan asam dan jika perlu torakskopi untuk biopsi pleura.

Pada penanganannya, selain diperlukan tuberkulostatik, diperlukan juga

istrahat dan kalau perlu pemberian analgesik. Pungsi dilakukan bila

cairan demikian banyak dan menimbulkan sesak napas dan pendorongan

mediastinum ke sisi yang sehat. Penanganan yang baik akan memberikan

prognosis yang baik, pada fungsi paru-paru maupun pada penyakitnya.


F.Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis kadang-kadang dapat ditegakkan secara anamnesis dan

pemeriksaan fisik saja. Tapi kadang-kadang perlu pemeriksaan tambahan

seperti sinar tembus dada. Untuk diagnosis yang pasti perlu dilakukan

tindakan thorakosentesis dan pada beberapa kasus dilakukan biopsi

pleura.

Pemeriksaan Diagnostik

1. Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis

2. Apusan darah asam Zehl-Neelsen : positif basil tahan asam

3. Skin test : positif bereaksi (area indurasi 10 mm, lebih besar,

terjadi selama 48 – 72 jam setelah injeksi.

4. Foto thorax : pada tuberkulosis ditemukan infiltrasi lesi pada

lapang atas paru, deposit kalsium pada lesi primer, dan adanya

batas sinus frenikus kostalis yang menghilang, serta gambaran batas

cairan yang melengkung.

5. Biakan kultur : positif Mycobacterium tuberculosis

6. Biopsi paru : adanya giant cells berindikasi nekrosi (tuberkulosis)

7. Elektrolit : tergantung lokasi dan derajat penyakit, hyponatremia

disebabkan oleh retensi air yang abnormal pada tuberkulosis lanjut

yang kronis

8. ABGs : Abnormal tergantung lokasi dan kerusakan residu paru-paru

9. Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space,

peningkatan rasio residual udara ke total lung capacity, dan

penyakit pleural pada tuberkulosis kronik tahap lanjut.


G. Penatalaksanaan Medis

1. Thorako centesis

2. Jarum ditusukkan ke rongga interkostal sekitar permukaan atas dari

iga bawah. Cairan yang dialirkan tidak lebih dari 100 ml atau

kurang jika pasien menunjukkan tanda-tanda respiratori disstres.

3. Water seal drainage (WSD)

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Aktifitas/istirahat

Gejala : dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat

2. Sirkulasi

Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop,

hipertensi/hipotensi, DVJ

3. Integritas ego

Tanda : ketakutan, gelisah

4. Makanan / cairan

Adanya pemasangan IV vena sentral/ infus

5. nyeri/kenyamanan

Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat

oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen

Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi

6. Pernapasan

Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma,

Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada,

retraksi interkostal, Bunyi napas menurun dan fremitus menurun


(pada sisi terlibat), Perkusi dada : hiperresonan diarea terisi

udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan

Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik)

bila trauma atau kemps, penurunan pengembangan (area sakit).

Kulit : pucat, sianosis,berkeringat, krepitasi subkutan

B. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan

pertahanan primer dan sekresi yang statis

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya

akumulasi sekret jalan napas

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan

ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

penurunan keinginan makan sekunder akibat dyspnea

5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak

adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan

C. Penatalaksanaan Keperawatan

Perencanaan dan Rasionalisasi

1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan

pertahanan primer dan sekresi yang statis

Batasan karakteristik : diagnosis tuberkulosis paru +

Kriteria hasil : Klien akan dapat :

a. Mengidentifikasi cara pencegahan dan penurunan resiko penyebaran

infeksi
b. Mendemonstrasikan teknik/gaya hidup yang berubah untuk

meningkatkan lingkungan yang aman terhadap penyebaran infeksi.

Intervensi Rasionalisasi

1. Jelaskan tentang patologi 1. Membantu klien

penyakit secara sederhana dan menyadari/menerima

potensial penyebaran infeksi prosedur pengobatan dan

melalui droplet air borne perawatan untuk mencegah

penularan pada orang

lain dan mencegah

2. Ajarkan klien untuk batuk komplikasi

dan mengeluarkan sputum dengan 2. Membiasakan perilaku

menggunakan tissue. Ajarkan yang penting untuk

membuang tissue yang sudah mencegah penularan

dipakai serta mencuci tangan infeksi

dengan baik

3. Monitor suhu sesuai sesuai

indikasi

3. Reaksi febris merupakan

4. Observasi perkembangan indikator berlanjutnya

klien setiap hari dan kultur infeksi

sputum selama terapi 4. Membantu memonitor

efektif tidaknya

5. Kolaborasi pemberian INH, pengonbatan dan respons

etambutol,rifampicin. klien

5. Inh merupakan drug of


choice untuk klien beresiko

terhadap perkembangan TB dan

dikombinasikan dengan “primary

drugs” lain jhususnya pada

penyakit tahap lanjut.

2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi

sekret di jalan napas

Batasan karakteristik :

1) Suara napas abnormal, ritme, kedalaman napas abnormal.

2) Perubahan respiratory rate, dyspnea, stridor.

Kriteria hasil :

1. Klien akan dapat mempertahankan jalan napas yang paten

2. Memperlihatkan perilaku mempertahankan bersihan jalan napas

Intervensi Rasionalisasi

1. Kaji fungsi paru, adanya 1. Penurunan bunyi napas mungkin

bunyi napoas tambahan, menandakan atelektasis,

perubahan irama dan ronchi, wheezing menunjukkan

kedalaman, penggunaan otot- adanya akumulasi sekret, dan

otot aksesori ketidakmampuan untuk

membersihkan jalan napas

menyebabkan penggunaan otot

aksesori dan peningkatan


usaha bernapas.

2. Atur posisi semi fowler 2. Memaksimalkan ekspansi paru

dan menurunkan upaya

pernafasan. Ventilasi

maksimal dapat membuka area

atelektasis, mempermudah

pengaliran sekret keluar


3. Pertahankan intake
3. Intake cairan mengurangi
cairan 2500 ml/hari
penimbunan sekret,

memudahkan pembersihan
4. Kolaborasi :
a. Mencegah mukosa membran
a. Pemberian oksigen
kering, mengurangi sekret
lembab
b. Menurunkan sekret pulmonal
b. Mucolytic agent
dan memfasilitasi bersihan.

c. Memperbesar ukuran lumen


c. Bronchodilator
pada perca-bangan

tracheobronchial dan

menurunkan pada percabangan

tracheobronchial dan

menurunkan pertahanan

aliran.

d. Mengatasi respons inflamasi

d. Kortikosteroid sehingga tidak terjadi

hipoxemia.
3 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan

ekspansi paru, kerusakan membran akveolar kapiler.

Batasan karakteristik :

1) Penurunan ekspansi dada

2) Perubahan RR, dyspnea, nyeri dada

3) Penggunaan otot aksesori

4) Penurunan fremitus vokal, bunyi napas menurun

Kriteria hasil :

Klien akan :

1) Melaporkan berkurangnya dyspnea

2) Memperluihatkan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat

3) ABGs dalam batas normal

Intervensi Rasionalisasi

1. Kaji adanya dyspnea, 1. Tuberkulosis pulmonal dapat

penuruna suara nafas, menyebabkan efek yang luas,

bunyi nafas tambahan, termasuk penimbunan cairan

peningkatan usaha untuk di pleura sehingga

bernafas, ekspansi dada menghasilkan gejala

yang terbatas , kelelahan distress pernafasan.

2. Evaluasi perubahan 2. Akumulasi sekret yang

kesadaran . Perhatikan berlebihan dapat mengganggu

adanya cyanosis , dan oksigenasi organ dan

perubahan warna kulit, jaringan vital


membran mukosa dan

clubbing finger

3. Dorong/ajarkan bernapas 3. Menciptakan usaha untuk


melalui mulut saat melawan outflow udara,
ekshalasi mencegah kolaps karena

jalan napas yang sempit,

membantu doistribusi udara

dan menurunkan napas yang

pendek

4. Tingkatkan bedrest/ 4. Mengurangi konsumsi oksigen

pengurangi aktifitas selama periode bernapas dan

menurunkan gejala sesak

napas

5. Penurunan tekanan gas


5. Monitor ABGs
oksigen (PaO2) dan saturasi

atau peningkatan PaCO2

menunjukkan kebutuhan untuk

perubahan terapetik

6. Mengoreksi hypoxemia yang

meyebabkan terjadinya
6. Kolaborasi suplemen penurunan sekunder
oksigen ventilasi dan berkurangnya

permukaan alveolar.
D. Penatalaksanaan

Disesuaikan dengan intervensi yang telah ditetapkan serta keadaan

umum klien.

E. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan.

Evaluasi adalah kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan

melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya.

Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan,

patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah

untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai

atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang. (Lismidar,

1990).

Disesuaikan dengan tujuan yang telah ditetapkan, menggunakan

metode SOAP.

Anda mungkin juga menyukai