Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Sectio caesarea
B. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN

Sectio caesarea adalah prosedur pembedahan yang digunakan untuk melahirkan


bayi melalui sayatan yang dibuat pada perut dan rahim. ( Simkim & Whalley.
2010 )

Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding
uterus melalui dinding depan perut ( Jitowiyono, S.Kep, Ns, 2012 ).

Sectio caesarea adalah persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen dan
uterus yang masih utuh dengan berat janin > 1000 gr atau umur kehamilan > 28
minggu ( Manuaba, 2012 )

2. ETIOLOGI

a. Faktor Janin
 Bayi terlalu besar, berat bayi sekitar 4000gr atau lebih menyebabkan
bayi sulit keluar dari jalan lahir
 Kelainan letak bayi, ada dud kelainan letak janin dalam rahim, yaitu
letak sungsang dan letak lintang.
 Ancaman gawat janin, dimana janin mendapatkan oksigen melalui
plasenta dan tali pusat, apabila terjadi gangguan maka oksigen yang
disalurkan ke bayi akan berkurang. Kondisi ini janin akan mengalami
kerusakan otak, bahkan bisa mengalami kematian didalam rahim.
 Janin Abnormal, yaitu janin sakit atau abnormalmisalnya gangguan
Rh, kerusakan genetik dan hidrosepalus.
b. Faktor Plasenta
 Plasenta Previa. Posisi plasenta terletak dibawah rahim dan menutupi
sebagian atau seluruh jalan lahir. Hal ini menyebabkan kepala janin
tidak bisa turun dan masuk ke jalan lahir
 Solusio plasenta adalah plasenta yang lepas lebih cepat dari dinding
rahim sebelum waktunya.
 Plasenta Accreta adalah plasenta yang menempel di otot rahim. Ini
terjadi pada ibu mengalami persalinan yang berulang kali.
 Vasa previa dimana keadaan pembuluhan darah di selaput ketuban
berada dimulut rahim, jika pecah dapat menimbulkan perdarahan
banyak yang membayakan janin dan ibunya.

c. Faktor Ibu
 Usia ibu yang melahirkan pertama kali pada usia sekitar 35 tahun atau
40 tahun keatas memiliki risiko ,elahirkan dengan operasi.
 Tulang Panggul Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan
ibu tidak melahirkan secara alami.
 Hambatan jalan lahir terdapat gangguan pada jalan lahir, misalnya
jalan lahir yang kaku sehingga tidak memungkinkan adanya
pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir.
 Kelainan kontraksi rahim. Dimana kontraksi rahim lemah sehingga
tidak dapat melebar pada proses melahirka.
 Ketuban pecah dini. Robeknya ketuban sebelum waktunya dapat
menyebabkan bayi harus segera dilahirkan.

3. PATOFISIOLOGI Sectio caesarea


Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal atau spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvis, ruptur
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks,
dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya tindakan
pembedahan yaitu sectio cesarea.
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalamiimobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi
aktivitas. Adanya kelumpuhan sementaradan klemahan fisikakan menyebakan
pasien tidak mampumelakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri
sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, peneyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain
itu dalam proses pembedahanjuga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebakan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, saraf-saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran
histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut).
Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan
luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah
risiko infeksi

4. PATHWAY Sectio caesarea

5. INDIKASI Sectio caesarea

Indikasi sectio caesarea dilakukan apabila diambil langkah keputusan penundaan


persalinan yang lebih lama akan menimbulkan bahaya serius bagi ibu, janin,
bahkan keduanya, atau bila tidak dimungkinkan dilakukan persalinan pervaginam
secara aman. Menurut Rasjidi, SpOG (K), 2009, indikasi dilakukannya sectio
caesarea dibedakan menjadi 3 yaitu :
a. Indikasi Mutlak
1. Indikasi Ibu
 Panggul sempit Absolut
 Kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya
stimulasi
 Tumor – tumor jalan lahir yang menyebabkan obstruksi
 Stenosis serviks atau vagina
 Plasenta previa
 Disproporsi sefalopelvik
 Ruptur uteri
2. Indikasi Janin
 Kelainan letak
 Gawat janin
 Prolapsus plasenta
 Perkembangan bayi yang terhambat
 Mencegah hipoksia janin, misalkan karena preeklamsia.

b. Indikasi Relatif
1. Riwayat sectio caesarea sebelumnya
2. Presentasi bokong
3. Distosia
4. Fetal distress
5. Preeklamsia berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes
6. Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu
7. Gemeli, menurut Eastman, sectio caesarea dianjurkan :
 Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu
 Bila terjadi interlock
 Distosian oleh tumor
 IUFD (Intra Uterine Fetal Death)
c. Indikasi Sosial
1. Wanita yang takut melairkan berdasarkan pengalaman sebelumnya
2. Wanita yang ingi sectio caesarea elektif karena takut bayinya mengalami
cedera atau asfiksia selama persalina atau mengurangi resiko kerusakan
dasar panggul
3. Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau sexsuality
image setelah melahirkan.

6. JENIS-JENIS Sectio Caesarea

Menurut Oxorn dan Forte (2010), ada beberapa tipe sectio caesarea yaitu:
a. Sectio Caesarea Abdominalis (Insisi Abdominal)
Pemilihan insisi abdominal pada sectio caesarea didasarkan pada tipe inisisi
uterus yang direncanakan dan perlu atau tidaknya jalan masuk ke perut bagian
atas. Sectio caesarea segmen bawah rahim terdiri dari insisi melintang dan
insisi membujur (inisisi Pfannenstiel) pada abdomen
Insisi abdominal terdiri dari:
1. Insisi Abdominal Melintang
Cara ini memungkinkan persalinan sectio caesarea yang aman, sehingga
insisi tipe ini merupakan prosedur pilihan. Abdomen dibuka dan uterus
disingkapkan. Setelah memasuki peritoneum, letak lipatan peritoneum
vesicouterina ditentukan, lalu diinsisi melintang. Lipatan ini dilepaskan
dari segmen bawah dan bersama-sama dengan kandung kemih didorong
ke bawah, kemudian ditarik agar tidak menutupi lapangan pandang. Pada
segmen bawah uterus, dibuat insisi melintang yang kecil. Selanjutnya,
luka inisisi ini dilebarkan ke samping dengan menggunakan jari-jari
tangan dan berhenti di dekat daerah pembuluh pembuluh darah uterus.
Kepala janin diekstraksi atau didorong, diikuti oleh bagian tubuh lainnya,
kemudian plasenta dan selaput ketuban. Lalu, insisi melintang tersebut
ditutup dengan jahitan catgut bersambung satu lapis atau dua lapis.
Kemudian, lipatan vesicouterina dijahit kembali pada dinding uterus dan
dinding abdomen ditutup lapis demi lapis (Oxorn dan Forte, 2010)
2. Insisi Abdominal Membujur
Inisisi dilakukan dengan cara membuka abdomen dan menyingkapkan
uterus sama seperti pada insisi melintang.
b. Sectio Caesarea Klasik
Insisi dilakukan secara longitudinal di garis tengah dengan menggunakan
skalpel ke dalam dinding anterior uterus, lalu dilebarkan ke atas dan ke bawah
dengan gunting berujung tumpul. Bayi sering dilahirkan dengan bokong
terlebih dahulu sehingga diperlukan luka insisi yang lebar. Janin dan plasenta
dikeluarkan, lalu uterus ditutup dengan jahitan tiga lapis. Pada masa modern
ini, sectio caesarea klasik sudah hampir tidak dilakukan lagi (Oxorn dan
Forte, 2010).
c. Sectio Caesarea ekstraperitoneal
Sectio caesarea ekstraperitoneal dilakukan untuk menghindari histerektomi
pada kasus-kasus yang mengalami infeksi luas. Ada 3 metode dalam sectio
caesarea ekstraperitoneal, yaitu metode Waters, Latzko, dan Norton.
Namun, tekniknya relatif sulit sehingga dapat masuk ke dalam cavum
peritoneal dan dapat menyebabkan peningkatan insiden cedera vesicourinaria.
Sekarang, tindakan ini sudah jarang digunakan karena tersedianya darah,
antibiotik, penurunan insiden kasus terlantar, dan perawatan prenatal yang
lebih baik. Walaupun demikian, metode ini tidak boleh dibuang karena
dapat digunakan sebagai cadangan bagi kasus-kasus tertentu (Oxorn dan
Forte, 2010).
d. Histerektomi Caesarea
Histerektomi caesarea merupakan sectio caesarea yang dilanjutkan dengan
pengeluaran uterus. Kalau mungkin Histerektomi harus dikerjakan lengkap
(histerektomi total). Akan tetapi, karena pembedahan subtotal lebih mudah
dan dapat dikerjakan lebih cepat, maka pembedahan subtotal menjadi pilihan
kalau terdapat perdarahan hebat dan pasiennya shock, atau kalau pasien dalam
keadaan jelek akibat sebab – sebab lain. Tujuan pembedahan ini adalah
menyelesaikanya secepat mungkin (Oxorn dan Forte, 2010).

Menurut Purwoastuti dan Walyani (2015), sectio caesarea dibagi menjadi elektif
dan darurat.
a. Sectio caesarea elektif
Sectio caesarea telah direncanakan jauh hari sebelum jadwal melahirkan
dengan mempertimbangkan keselamatan ibu maupun janin.

b. Sectio caesarea darurat


Sectio caesarea darurat dilakukan ketika proses persalinan telah berlangsung.
Hal ini terpaksa dilakukan karena ada masalah pada ibu maupun janin.
Menurut Benson dan Pernoll (2009), ada beberapa faktor risiko terjadinya
sectio caesarea daruratyaitu bagian terbawah janin letaknya sangat rendah
atau sangat tinggi, tidak ada tanda-tanda persalinan atau persalinan sangat
lama, umur kehamilan muda, pecah selaput ketuban pada saat persalinan,
riwayat sectio caesarea, dan keterampilan operator.

7. KOMPLIKASI

Menurut Rasjidi, SpOG (K), tahun 2009, komplikasi utama persalina sectio
caesarea adalah
a. Kerusakan organ – organ seperti vesika urinaria dan uterus saat dilakukan
operasi
b. Komplikasi anestesi
c. Perdarahan
d. Infeksi
e. Tromboemboli
f. Takipneu sesaat pada bayi baru lahir
g. Resiko jangka panjang yang dapat terjadi yaitu Plasenta previa, Solusio
plasenta, Plasenta akreta dan Ruptur uteri.

C. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN FOKUS
1) Pemeriksaan fisik
 Sirkulasi, hipertensi dan perdarahan vagina yang mungkin terjadi.
Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira
600-800ml
 Interitas ego
Dapat menunjukan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan
atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukan
labilitas emosional dari kegembiraa, ketakutan, menarik diri atau
kecemasan.
 Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi
 Neourosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah tingkat anestesi spinal epidural
 Nyeri
Mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi
kandung kemih, efek-efek anesthesi, nyeri tekan uterus
 Pernapasan
Bunyi paru-paru veskuler dan terdengar jelas
 Balutan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering utuh
 Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikal, aliran lokhea sedang
2) Pemeriksaan penunjang
 Hemaglobin atau hematokrit untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasiefek kehilangan darah pada pembedahan
 Leukosit (WBC) mengindentifikasi adanya infeksi
 Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembukuan darah
 Urinalisis / kultur darah
 Pemeriksaan elektrolit

3) Penunjang
Cardiotocography (CTG) adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur
DJJ pada saat kontraksi maupun tidak.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan sectio caesarea
b. Ansientas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep diri,
transmisi atau kontak interpesonal, kebutuhan tidak terpenuhi
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan atau luka bekas
operasi.

3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
3.1 DX 1 : Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan sectio caesarea.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan nyeri
berkurang atau hilang.
Dengan kriteria hasil:
a. Mengungkapkan nyeri berkurang
b. Tampak rileks
c. Skala nyeri 1-3

Intervensi :

a) Tentukan lokasi dan karakteristik ketidaknyaman, perhatikan isyarat


verbal dan non verbal seperti meringis.
Rasional : klien mungkin tidak secra verbal melaporkan nyeri dan
ketidaknyamanan secara langsung. Membedakan karakteristik
khusus dari nyeri membantu membedakan nyeri paska operasi dan
terjadinya komplikasi.
b) Berikan informasi dan petunjuk antisipasi menegnai penyebab
ketidaknyamanan dan intervensi yang tepat.
Rasional : meningkatkan pemecahan masalah, membantu
mengurangi nyeri berkenaan dengan ansietas
c) Evaluasi tekanan darah dan nadi, perhatikan perubahan prilaku.
Rasional : nyeri dapat menyebabkan gelisa, serta tekanan darah dan
nadi meningkat. Analgesia dapat menurunkan tekanan darah.
d) Perhatikan nyeri tekanuterus dan adanya karaketristik nyeri
Rasional : selama 12 jam pertama paska partum, kontraksi uterus
kuat dan teratur dan ini berlanjut 2 – 3 hari berikutnya, mskipun
frekuensidan intensitas dikurangi faktor-faktor yang memperberat
nyeri penyerta meliputi multipara, overdistersi uterus.
e) Lakukan napas dalam
Rasional : napas dalam meningkatkan upaya pernapasan.
Pembebasan menurunkan regangan dan tegangan area insisi dan
mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan berkenaan dengan gerakan
aotot abdomen.
f) Anjurkan ambulasi dini
Rasional : menuerunkan pembentukan gas dan meningkatkan
peristaltik untuk menghilangkan ketidaknyaman karena akumulasi
gas.

3.2 DX 2 : Ansientas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep


diri, transmisi atau kontak interpesonal, kebutuhan tidak terpenuhi
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan ansietas
berkurang atau hilang.
Dengan kriteria hasil:
a. Mengungkapkan perasaan ansietas
b. melaporkan bahwa ansietas sudah menurun
c. kelihatan rileks, dapat tidur dan istirahat dengan benar
Intervensi :
a) Dorong keberadaan atau partisipasi pasangan
Rasional : memberikan dukungan emosional, dapat mendorong
mengungkapkan masalah.
b) Tentukan tingkat ansietas pasien dan sumber dari masalah
Rasional : mendorong pasien pasangan untuk mengungkapkan
keluhan atau harapan yang tidak terpenuhi dalam proses ikatan atau
menjadi orang tua.
c) Bantu pasien atau pasangan dalam mengidentifikasi mekanisme
koping baru yang lazim dan perkembangan strategi koping baru jika
dibutuhkan.
Rasional : membantu memfasilitasi adaptasi yang positif terhadap
peran baru, mengurangi perasaan ansietas.
d) Memberikan informasi yang akurat tentang keadaan pasien dan bayi
Rasional : khayalan yang disebabkan informasi atau kesalahpahaman
dapat meningkatkan tingkat ansietas.
e) Mulai kontak antara pasien atau pasangan dengan baik sesegera
mungkin
Rasional : mengurangi ansietas yang mungkin berhubungan dengan
penangan bayi, takut terhadap sesuatu yang tidak diketahui, atau
menganggap hal yang buruk berkenaan dengan keadaan bayi.

3.3 DX 3 : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan atau luka
bekas operasi.
Tujuan : infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil :
a. Luka bebas dari drainase purulen dengan tanda awal penyembuhan
b. Bebas dari infeksi, tidak demama, urin jernih kuning pucat.

Intervensi :

a) Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan dengan cermat dan


pembuangan pengalas kotoran, pembalut perineal dan linen
terkontaminasi dengan tepat.
Rasional : membantu mencegah atau membatasi penyebaran infeksi.
b) Tinjau ulang hemoglobin atau hematrokit pranatal, perhatikan
adanya kondisi yang mempredisposisikan pasien pada infeksi pasca
operasi.
Rasional : anemia, diabetes dan persalinan yang lama sebelum
kelahiran sesar meningkatkan resiko infeksi dan memperlambat
penyembuhan.
c) Kaji status nutrisi pasien. Perhatikan penampilan rambut, kuku jari,
kulit dan sebainya. Perhatikan berat badan sebelum hamil dan
penambahan berat badan prenatal.
Rasional : pasien yang berat badan 20% di bawah berat badan
normal atau yang anemia atau yang malnutrisi, lebih rentan terhadap
infeksi pascapartum dan dapat memerlukan diet khusus.
d) Dorong masukan cairan oral dan diet tinggi protein, vitamin C dan
besi.
Rasional : mencegah dehidrasi, memaksimalkan volume, sirkulasi
dan aliran urin, protein dan vitamin C diperlikan untuk pembentukan
kolagen, besi diperlukan untuk sintesis hemoglobin.
e) Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat atau rembesan.
Lepasnya balutan sesuai indikasi.
Rasional : balutan steril menutupi luka pada 24 jam pertama
kelahiran sesaria membantu melindungi luka dari cedera atau
kontaminasi. Rembesan dapat menandakan hematoma.

Anda mungkin juga menyukai