Anda di halaman 1dari 73

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pre eklampsia berat merupakan pre eklampsia dengan tekanan darah

sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai

proteinuria lebih 5g/24 jam (Prawirohardjo,2010). Pre eklampsia berat adalah

suatu kompliksi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi

160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau oedema pada

kehamilan 20 minggu atau lebih (Manuaba,2010). Frekuensi pre eklampsia

berat tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya :

usia, jumlah primagravida, pendidikan, perbedaan kriterium dalam penentuan

diagnosis, dan lain-lain. Dalam kepustakaan frekuensi dilaporkan berkisar

antara 3-10%. Pada primigravida frekuensi pre eklampsia lebih tinggi bila

dibandingkan dengan multigravida muda. diabetes mellitus, mola hidatidosa,

kehamilan ganda, hidrops fetalis, usia lebih dari 35 tahun, dan obesitas

merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya pre eklampsia (Wiknjosastro,

2010).

Setiap tahunnya 50.000 ibu meninggal dunia karena eklampsia dan pre

eklampsia. Insiden pre eklampsia dan pre eklampsia berat (PEB) berkisar

1:1000 sampai 1:1700. Karena itu kejadian kejang ini harus dihindarkan, maka

apabila pre eklampsia tidak diobati secara tepat bisa berakibat fatal, yaitu

kematian bayi yang dikandung, bahkan termasuk ibunya sendiri (Depkes RI,
1
2010).
2

Di Indonesia, pre eklampsia-eklampsia masih merupakan salah satu

penyebab kematian ibu berkisar 1,5% sampai 25%, sedangkan kematian bayi

antara 45% sampai 50%. Selain perdarahan dan infeksi, pre eklampsia dan

eklampsia juga merupakan penyebab kematian ibu dan perinatal yang tinggi

terutama di negara berkembang. Kematian karena eklampsia meningkat dengan

tajam dibandingkan pada tingkat pre eklampsia berat. Kejadian eklampsia di

negara berkembang berkisar antara 0,3-0,7%. Oleh karena itu, menegakkan

diagnosis dini pre eklampsia dan mencegah agar jangan berlanjut menjadi

eklampsia merupakan tujuan pengobatan. Kejadian eklampsia merupakan

kejadian yang mendadak dan menyebabkan suasana gawat dalam kebidanan

(Manuaba,2010).

Pada tahun 2013 angka kematian ibu di Provinsi Banten sebesar 144

per 100.000 kelahiran hidup yang disebabkan oleh perdarahan (36%), infeksi

(11%) dan pre eklampsia serta eklampsia (24%) yang merupakan keracunan

kehamilan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah pada ibu hamil

sebelum atau sesudah melahirkan (Dinkes Provinsi Banten, 2014).

Dari data yang penulis dapat di Puskesmas Poned Pamarayan

Kabupaten Serang pada tahun 2014 jumlah ibu yang bersalin dengan pre

eklampsia berat sebesar 51 , insiden dari jumlah persalinan atau berkisar 9,4%

dari jumlah persalinan 540 orang. Sedangkan untuk tahun 2013 jumlah ibu

yang bersalin dengan PEB sebesar 35 (8,5%) dari jumlah persalinan 412 (Profil

Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang,2014).

Penyebab pre eklampsia berat bertambahnya frekuensi pada


3

primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan molahidatidosa,

bertambahnya frekuensi seiring makin tuanya kehamilan, dapat terjadinya

perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus, timbulnya

hipertensi, edema, protein uria, kejang dan koma, molahidatidosa, diabetes

mellitus,kehamilan ganda,hidrocepalus,obesitas dan usia yang lebih dari 35

tahun.

Dampak yang ditimbulkan pada pre eklampsia berat dan eklampsia :

ditimbulkan pada pre eklampsia berat dan eklampsia : solutio plasenta,

biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering

terjadi pada pre elampsia, hipofibrinogemia yaitu kadar fibrin dalam darah

yang menurun,hemolisis yaitu penghancuran dinding sel darah merah sehingga

menyebabkan plasma darah yang tidak berwarna menjadi merah,perdarahan

otak komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita

eklampsia,kelainan mata yaitu kehilangan penglihatan untuk sementara, yang

berlangsung selama seminggu, edema paru, pada kasus eklampsia, hal ini

disebabkan karena penyakit jantung, nekrosis hati, nekrosis periportan pada

preeklampsia, eklampsia merupakan akibat vasopasmus anterior umum.

Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia. Sindrome Hellp, hemolysis,

elevated liver enymes dan low platelete, kelainan ginjal, kelainan berupa

endoklrosis glomerulus, yaitu pembengkakkan sitoplasma sel endotial tubulus.

Ginjal tanpa kelainan struktur lain, kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria

sampai gagal ginjal.Komplikasi lain, lidah tergigit, trauma dan faktur karena

jatuh akibat kejang-kejang preumania aspirasi, dan DIC (Disseminated


4

Intravascular Coogulation) serta prematuritas, dismaturitas dan kematian janin

intra uteri.

Untuk mengantisipasi berbagai dampak yang disebabkan pre

eklampsia maupun pre eklampsia berat dapat dilakukan berbagai upaya seperti

menyaring semua ibu hamil, terutama ibu hamil dengan usia lebih dari 35

tahun atau primipara tua dan semua ibu hamil dengan resiko tinggi terhadap

pre eklampsia berat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk

mengantisipasi adalah merujuk sesegera mungkin ibu hamil yang diduga

mengalami PEB ke Puskesmas, Rumah Sakit atau tempat pelayanan kesehatan

lainnya agar resiko yang dapat ditimbulkan sesegera mungkin dikurangi

(Depkes RI,2010).

Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti tentang faktor-faktor

yang berhubungan dengan kejadian Pre Eklampsia Berat (PEB) pada ibu

bersalin di Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang tahun 2014.

1.2 Rumusan Masalah


Dari data yang penulis dapat di Puskesmas Poned Pamarayan

Kabupaten Serang pada tahun 2014 jumlah ibu yang bersalin dengan pre

eklampsia berat sebesar 51 , insiden dari jumlah persalinan atau berkisar 9,4%

dari jumlah persalinan 540 orang. Sedangkan untuk tahun 2013 jumlah ibu

yang bersalin dengan PEB sebesar 35 (8,5%) dari jumlah persalinan 412.
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalahnya adalah belum

diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pre eklampsia


5

berat (PEB) pada ibu bersalin di Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten

Serang tahun 2014 ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pre

eklampsia berat (PEB) pada ibu bersalin di Puskesmas Poned

Pamarayan Kabupaten Serang tahun 2014.


1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Diketahuinya distribusi frekuensi kejadian pre eklampsia berat

(PEB) pada ibu bersalin di Puskesmas Poned Pamarayan

Kabupaten Serang tahun 2014.


1.3.2.2 Diketahuinya distribusi frekuensi kejadian pre eklampsia berat

pada ibu bersalin berdasarkan usia di Puskesmas Poned

Pamarayan Kabupaten Serang tahun 2014.


1.3.2.3 Diketahuinya distribusi frekuensi kejadian pre eklampsia berat

pada ibu bersalin berdasarkan paritas di Puskesmas Poned

Pamarayan Kabupaten Serang tahun 2014.


1.3.2.4 Diketahuinya distribusi frekuensi kejadian pre eklampsia berat

pada ibu bersalin berdasarkan pekerjaan di Puskesmas Poned

Pamarayan Kabupaten Serang tahun 2014.


1.3.2.5 Diketahuinya distribusi frekuensi kejadian pre eklampsia berat

pada ibu bersalin berdasarkan pendidikan di Puskesmas Poned

Pamarayan Kabupaten Serang tahun 2014.


1.3.2.6 Diketahuinya distribusi frekuensi kejadian pre eklampsia berat

pada ibu bersalin berdasarkan riwayat penyakit hipertensi di

Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang tahun 2014.


6

1.3.2.7 Diketahuinya hubungan antara usia dengan kejadian pre

eklampsia berat (PEB) pada ibu bersalin di Puskesmas Poned

Pamarayan Kabupaten Serang tahun 2014.


1.3.2.8 Diketahuinya hubungan antara paritas dengan kejadian pre

eklampsia berat (PEB) pada ibu bersalin di Puskesmas Poned

Pamarayan Kabupaten Serang tahun 2014.


1.3.2.9 Diketahuinya hubungan antara pekerjaan dengan kejadian pre

eklampsia berat (PEB) pada ibu bersalin di Puskesmas Poned

Pamarayan Kabupaten Serang tahun 2014.


1.3.2.10 Diketahuinya hubungan antara pendidikan dengan kejadian

pre eklampsia berat (PEB) pada ibu bersalin di Puskesmas

Poned Pamarayan Kabupaten Serang tahun 2014.


1.3.2.11 Diketahuinya hubungan antara riwayat penyakit hipertensi

dengan kejadian pre eklampsia berat (PEB) di Puskesmas

Poned Pamarayan Kabupaten Serang tahun 2014.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian


Dalam penelitian ini peneliti hanya membahas masalah faktor-faktor

yang berhubungan dengan kejadian Pre Eklampsia Berat (PEB) pada ibu

bersalin di Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang tahun 2014.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015. Alasannya dilakukannya

penelitian ini disebabkan karena adanya fakta bahwa masih tingginya kejadian

Pre Eklampsia Berat pada ibu bersalin di Puskesmas Poned Kabupaten

Serang dari tahun 2013 dengan kejadian sebesar 35 orang dan tahun 2014

sebesar 51 orang. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan

menggunakan metode survey analitik dan desaiannya cross sectional. Jumlah


7

sampel 85 dengan teknik pengambilan sampel simple random

sampiling.Variabel depedennya adalah kejadian Pre Eklampsia Berat

sedangkan variabel independennya adalah usia, paritas, pendidikan, pekerjaan

dan riwayat penyakit hipertensi.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dan masukan bagi institusi

pendidikan untuk pembelajaran kepada mahasiswa mengenai pencegahan

terjadinya pre eklampsia berat.

1.5.2 Bagi Puskemas Poned Pamarayan Kabupaten Serang


Memberikan masukan bagi instansi terutama kepada kepala puskesmas

selaku pembuat kebijakan untuk lebih menyikapi jika ada kejadian pre

eklampsia terhadap pasien.


1.5.3 Bagi Peneliti
Merupakan pengalaman berharga baik secara teori maupun terjun

langsung ke lapangan dan mengetahui secara jelas apa saja yang terkait

pada penanganan pre eklampsia berat pada ibu bersalin sejak awal

kehamilan.
1.5.4 Bagi Masyarakat
Manfaat penelitian bagi masyarakat khususnya ibu bersalin, yaitu untuk

memberikan informasi tentang pre-eklampsia berat, sehingga masyarakat

dapat memahami dan mengerti karakteristik ibu bersalin dengan kejadian

pre eklampsia berat

1.6 Sistematika Penulisan


Dalam skripsi ini penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai

berikut:
8

BAB I PENDAHULUAN

Berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah,Tujuan

Penelitian, Ruang Lingkup Penelitian dan Manfaat

Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI

Berisi tentang landasan teori tentang Pre Eklampsia Berat,

Faktor-Faktor Yang Akan Diteliti serta Kerangka Teori

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL

DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Berisi tentang Kerangka Konsep, Definisi Operasional dan

Hipotesis Penelitian

BAB IV METODELOGI PENELITIAN

Berisi tentang Desaian Penelitian, Populasi dan Sampel,

Pengumpulan Data, Pengolahan Data dan Analisa Data

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisi tentang hasil penelitian baik bivariat dan multivariat

BAB VI PEMBAHASAN

Pembahasan hasil penelitian

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi tentang kesimpulan penelitian serta saran penelitian


9

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pre Eklampsia Berat (PEB)


2.1.1 Pengertian
Pre eklampsia adalah kelainan pada ibu hamil dengan usia

kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera setelah persalinan terjadi

ditandai dengan hipertensi, proteinuria, dan atau oedema. Gejala ini

timbul sebelum minggu ke 24 bila terjadi penyakit trofoblastis

(Prawirohardjo,2010).
The New England Jounal of Medicine menyebutkan bahwa Pre

eklampsia ditunjukan dengan kenaikan tekanan darah paling tidak

mencapai 140/90 mmHg setelah 20 minggu kehamilan. Peningkatan

diastolik 15 mmHg dari tekanan darah sebelum 20 minggu kehamilan,

atau peningkatan sistolik paling tidak 30 mmHg sebelum 20 minggu

kehamilan yang disertai adanya proteinuria (exresi protein minimal 0,3

gr/24 jam) (Andriyani & Warsito,2010).


Pre eklampsia adalah penyakit hipertensi yang khas dalam masa

kehamilan, dengan gejala utama hipertensi yang akut pada wanita hamil

dan wanita dalam nifas (Obstetri Patologi, 2011). Pre eklampsia adalah

10
10

penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria yang timbul karena

kehamilan (Marmi,2011).
Pre eklampsia berat ialah pre eklampsia dengan tekanan darah

sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai

proteinuria lebih 5g/24 jam (Prawirohardjo,2010).


Pre eklampsia berat adalah suatu kompliksi kehamilan yang

ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai

proteinuria dan atau oedema pada kehamilan 20 minggu atau lebih

(Manuaba,2010).
2.1.2 Etiologi Pre Eklampsia
Penyebab pre eklampsia saat ini tidak bisa diketahui dengan

pasti, walaupun penelitian yang dilakukan terhadap penyakit ini sudah

sedemikian maju. Semuanya baru didasarkan pada teori yang dihubung-

hubungkan dengan kejadian. Itulah sebab pre eklampsia disebut juga

“disease of theory”, gangguan kesehatan yang berasumsi pada teori.

Adapun teori-teori tersebut antara lain :


a. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada pre eklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel

vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2)

yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan

fibrinolysis, yang kemudian akan diganti thrombin dan plasmin.

Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit

fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan

(TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan

endotel.
b. Peran Faktor Imunologis
11

Pre eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak

timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan

bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies

terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna

pada kehamilan berikutnya. Fierlie FM, mendapatkan beberapa data

yang mendukung adanya sistem imun pada penderita pre eklampsia-

eklampsia beberapa wanita dengan pre eklampsia-eklampsia

mempunyai komplek imun dalam serum, beberapa studi juga

mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada pre eklampsia-

eklampsia diikuti proteniuria.


Sitrat, menyimpulkan meksipun ada beberapa pendapat

menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen

terjadi pada pre eklampsia-eklampsia, tetapi tidak ada bukti bahwa

sistem imunologi bisa menyebabkan pre eklampsia-eklampsia.


c. Faktor Genetik
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian

pre eklampsia-eklampsia antara lain :


1. Pre eklampsia hanya terjadi pada manusia
2. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi pre eklampsia

-eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita pre eklampsia

-eklampsia.
3. Kecenderungan meningkatnya frekwensi pre eklampsia-eklampsia

pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat pre eklampsia-

eklampsia dan bukan pada ipar mereka.


4. Peran Angiotensin Aldosteron Sistem (PAAS)
Yang jelas pre-eklampsia merupakan salah satu penyebab kematian

pada ibu hamil, disamping infeksi dan pendarahan. Oleh sebab itu,
12

bila ibu hamil sudah ketahuan beresiko, terutama sejak awal

kehamilan, dokter kebidanan dan kandungan akan memantau lebih

ketat kondisi kehamilan tersebut.


Beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang

dapat menunjang terjadinya pre eklampsia dan eklampsia. Faktor-

faktor tersebut antara lain, gizi buruk, kegemukan dan gangguan

aliran darah ke rahim. Faktor resiko terjadinya pre eklampsia,

umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan

diusia remaja dan kehamilan pada wanita di atas 40 tahun. Faktor

resiko yang lain adalah : riwayat tekanan darah tinggi yang kronis

sebelum kehamilan, riwayat mengalami pre eklampsia sebelumnya,

riwayat pre eklampsia pada ibu atau saudara perempuan,

kegemukan, mengandung lebih dari satu orang bayi, riwayat

kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthiritis

(Rukiyah, 2010).

2.1.3 Diagnosis Pre Eklampsia Berat


Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria pre eklampsia berat

sebagai mana tercantum dibawah ini. Pre eklampsia digolongkan pre

eklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut :
a. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥

110 mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil

sudah di rawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.


b. Proteinuria lebih dari 5gr/24 jam atau + 4 dalam pemeriksaan

kualitatif
c. Oliguria yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam
d. Kenaikan kadar keratin plasma
13

e. Gangguan visus dan cerebral : penurunan kesadaran , nyeri kepala,

skotoma, dan pandangan kabur.


f. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen

(akibat teregangnya kapsula glisson).


g. Oedema paru-paru dan sianosis
h. Hemolisis mikroangiopatik
i. Trombositopenia berat <100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit

dengan cepat.
j. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular) : peningkatan

kadar alanin dan aspartate amniotransferase.


k. Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat
l. Sindrom HELLP (Prawirohardjo,2010)
2.1.4 Prognosis Pre Eklampsia Berat
Bergantung pada terjadinya eklampsia di negara-negara yang

sudah maju kematian karena pre eklampsia kurang lebih 0,5%. Akan

tetapi, jika eklampsia terjadi prognosis menjadi kurang baik : kematian

pada eklampsia adalah kurang lebih 5%. Prognosis untuk anak juga

berkurang, tetapi tergantung pada saatnya pre eklampsia menjelma pada

beratnya pre eklampsia. Kematian perinatal kurang lebih 20% kematian

perinatal ini sangat dipengaruhi oleh prematuritas.


Ada ahli berpendapat bahwa pre eklampsia dapat menyebabkan

hipertensi yang menetap, terutama jika pre eklampsia berlangsung lama

atau dengan perkataan lain jika gejala-gejala pre eklampsia timbul dini.

Sebaliknya , ahli lain menganggap bahwa penderita dengan hipertensi

sebelum hamil (Hipertensi Kronik) (Wiknjosastro,2010).


2.1.5 Tanda dan Gejala Pre Eklampsia Berat
Pada umumnya kejangan didahului oleh makin memburuknya

pre eklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah

frontal, gangguan penglihatan, mual keras, nyeri epigastrium, dan


14

hiperefleksia. Bila keadaan itu tidak dikenal dan tidak segera diobati,

akan timbul kejangan, terutama pada persalinan bahaya ini besar

(Wiknjosastro,2010).
Adanya pre eklampsia berat disertai minimal salah satu dari :
a. Tanda disfungsi sistem syaraf pusat
b. Pandangan kabur, skotoma, gamgguan mental, dan sakit kepala berat
c. Tanda distensi peregangan kapsula hepar: nyeri kuadran kanan atas

atau epigastrik.
d. Kerusakan hepatoselular: konsnterasi transaminase (SGOT dan

SGPT) serum minimal 2 kali normal.


e. Peningkatan tekanan darah yang parah : sistolik ≥ 160 mmHg atau

diastolik ≥ 110 mmHg pada 2 kali pemeriksaan yang berjarak

minimal 6 jam.
f. Trombositopenia
g. Proteinuria : lebih dari 5gr/24 jam urin tamping atau protein dipstick

lebih dari + 3 pada 2 sampel yang berbeda dengan jarak 4 jam.


h. Olighuria < 500 ml dalam 24 jam
i. Gangguan pertumbuhan fetus inteauterin
j. Edema paru atau sianosis
k. Kejadian serebrovaskuler
l. Koagulopati (Patologi Kebidanan,2012)
2.1.6 Perubahan Anatomi-Patologik
a. Placenta
Pada pre eklampsia terdapat spasmus arteriola spiralis desidua

dengan akibat menurunnya aliran darah ke placenta perubahan

placenta normal sebagai akibat tuanya kehamilan, seperti menipisnya

sinistrum, menebalnya dinding pembuluh darah dalam villi karena

Fibrosis, dan konversi mesoderm menjadi jaringan fibrotic, dipercepat

prosesnya pada pre eklampsia dan hipertensi.


b. Ginjal
Alat ini besarnya normal atau dapat membengkak pada sampai

ginjal dan pada pemotongan mungkin ditemukan perdarahan-


15

perdarahan kecil. Penyelidikan biopsy pada ginjal oleh altchek dan

kawan-kawan menunjukkan pada pre eklampsia bahwa kelainan

berupa, kelainan glomerulus, hyperplasia sel-sel jukstaglomeruler,

kelainan pada tubulus– tubulus henle, dan spasmus pembuluh darah

ke glomerulus, glomerulus tampak sedikit membengkak, sel-sel

jukstaglomerulus tampak membesar dan bertambah dengan

pembengkakan sitoplasma sel dan bervakuolisasi, epitel tubulus-

tubulus henle berdeskuamasi hebat tampak jelas fragmen inti sel

terpecah-pecah.
Perubahan-perubahan tersebutlah tampaknya menyebabkan

proteinuria dan mungkin sekali ada hubungannya retansi garam dan

air. Sesudah persalinan berakhir, sebagian besar perubahan yang

digambarkan menghilang, hanya kadang-kadang ditemukan sisa-sisa

penambahan matriks mesangial.


c. Hati
Alat ini besarnya normal, pada permukaan dan pembelahan

tampak tempat-tempat perdarahan yang tidak teratur. Pada

pemeriksaan mikroskopik dapat ditemukan perdarahan dan nekrosis

pada tepi lobulus, disertai thrombosis pada pembuluh darah kecil,

terutama disekitar vena porta.


Walaupun umumnya lokasi ialah peri portal, namun perubahan

tersebut dapat ditemukan di tempat-tempat lain. Dalam pada itu,

rupanya tidak ada hubungan langsung antara berat penyakit dan luas

perubahan pada hati.


d. Otak
16

Pada penyakit yang belum lanjut hanya ditemukan oedema dan

anemia pada korteks cerebri pada keadaan lanjut dapat ditemukan

perdarahan.
e. Retina
Kelainan yang sering ditemukan pada retina ialah spesmus

pada arteriola-arteriola, terutama yang dekat pada diskus optikus,

vena tampak lekuk pada persimpangan dengan arteriola, dapat terlihat

oedema pada diskus optikus dan retina.


Perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada pre eklampsia

biasanya kelainan tersebut menunjukkan adanya hipertensi menahun.


f. Paru-paru
Paru-paru menunjukkan berbagai singkat oedema dan

perubahan karena bronkopneumonia sebagai aspirasi, kadang-kadang

ditemukan abses paru-paru.


g. Jantung
Pada sebagian besar penderita yang mati karena eklampsia

jantung biasanya mengalami perubahan degeneratif pada miokardium,

sering ditemukan degenerasi lemak dan perdarahan.


h. Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal dapat menunjukkan kelainan berupa

perdarahan dan nekrusif dalam berbagai tingkat.


i. Keseimbangan air dan elektrolit
Pada pre-eklampsia ringan biasanya tidak dijumpai perubahan

yang nyata pada metabolisme air, elektrolit, kristaloit, dan protein

serum. Jadi, tidak terjadi gangguan keseimbangan elektrolit. Gula

darah, kadar natrium bikarbonat dan pH darah berada berada pada

batas normal. Pada pre eklampsia berat dan eklampsia, kadar gula

darah naik sementara, asam laktat dan asam organik lainya

naik,sehingga cadangan alkali akan turun. Keadaan ini biasanya


17

disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai zat-zat

organik dioksidasi, dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan

karbonik sehingga terbentuk natrium bikarbonat. Dengan demikian

cadangan alkali dapat kembali pulih normal (Wiknjosastro,2010).


2.1.7 Komplikasi Pre Eklampsia Berat
Komplikasi awal, kejang meningkat kemungkinan mortalitas

maternal 10 kali lipat. Penyabab kematian maternal karena

eklampsia adalah kolaps sirkulasi (henti jantung, oedema pulmo, dan

syok), perdarahan serebral dan gagal ginjal.


Kejang meningkatkan kemungkinan kematian fetal 40 kali lipat,

biasanya disebabkan oleh hipoksia, asidosis, dan sulosio placenta.

Kebutaan atau paralisis dapat terjadi karena lepasnya retina atau

perdarahan intrakranial, perdarahan post partum, luka karena kejang

berupa laserasi bibir atau lidah dan fraktur vertebra.


Komplikasi jangka panjang 40% sampai 50% pasien datang pre-

eklampsia berat atau eklampsia memiliki kemungkinan kejadian yang

sama pada kehamilan berikutnya. Hipertensi permanen, terjadi pada

30% sampai 50% pasien dengan pre eklampsia berat dan eklampsia

(Patologi Kebidanan,2012).
2.1.8 Efek Pada Janin
Sejumlah gangguan hasil perinatal secara substantive meningkat

pada kehamilan yang mengalami penyulit hipertensi kronik. Hambatan

pertumbuhan janin, insiden kelainan ini berkaitan langsung dengan

keparahan hipertensi, insiden dan keparahannya yang pasti bervariasi

bergantung pada faktor-faktor ibu, pemilihan bagan pertumbuhan yang

digunakan untuk membuat diagnosis ini, dan kepastian usia gestasi.


18

Faktor-faktor ibu mencakup usia; keparahan dan pengendalian

hipertensi, termasuk kebutuhan dan pengendalian hipertensi, termasuk

kebutuhan akan tambahan obat antihipertensi; dan ada tidaknya

kerusakan end-organ misalnya disfungsi ginjal atau jantung. Karena

faktor-faktor ini, tidak terdapat data mengenai keamanan atau

efektivitas terapi pada wanita dengan hipertensi kronik ringan yang

sudah terjadi sebelum kehamilan. Walaupun terapi semacam ini tidak

membahayakan bagi ibu, kemungkinan efek samping atau manfaat bagi

janin neonatus belum dapat dipastikan.


Dalam uji klinis Network yang dijelaskan diatas, Sibai, dkk

melaporkan bahwa hanya 10,7 persen dari 763 wanita dengan hipertensi

kronik yang memiliki bayi kecil untuk masa kehamilan. Dua puluh tiga

persen dari wanita dengan hipertensi kronik dan proteinuria pada awal

kehamilan memiliki bayi yang beratnya kurang dari persentil ke -10

dibandingkan dengan 10 persen pada wanita tanpa proteinuria

sebelumnya.
Von Dadelszen dkk.(2000) menggunakan meta-analisis untuk

meneliti hubungan antara pertumbuhan janin dan antihipertensi oral

untuk mengobati hipertensi kehamilan ringan sampi sedang. Mereka

menyimpulkan bahwa penurunan rata-rata tekanan arteri yang

disebabkan oleh terapi berkaitan secara bermakna dengan penurunan

insiden bayi kecil untuk masa kehamilan. Ulasan ini dipersulit oleh

keikut sertaan wanita dengan hipertensi gestasional dan atau terpicu

kehamilan yang diterapi pada kehamilan tahap lanjut dibandingkan


19

dengan wanita yang hipertensi kroniknya diterapi sepanjang kehamilan.

Gangguan hasil perinatal lainnya, kelahiran preterm meningkat pada

wanita dengan hipertensi kronik (McCowan dkk ; Meis dkk). Dari

Network, Sibai dkk, melaporkan bahwa 33 persen dari 763 wanita

dengan hipertensi kronik melahirkan sebelum usia gestasi 37 minggu,

dan 18 persen sebelum 35 minggu. Mereka menyebut angka kematian

perinatal sebesar 46 per 1000, yang jauh lebih tinggi daripada nulipara

sehat. Rey dan Couturier mendapatkan angka insiden kematian

perinatal yang setara (Cunningham,2010).


2.1.9 Pencegahan Pre Eklampsia Berat
Eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang berkelanjutan

dengan penyebab yang sama. Oleh karena itu, pencegahan atau

diagnosis dini dapat mengurangi kejadian dan menurunkan angka

kesakitan dan kematian. Untuk dapat menegakkan diagnosis diperlukan

pengawasan hamil yang teratur dengan memperhatikan kenaikan berat

badan, kenaikan tekanan darah,dan pemeriksaan urin untuk menentukan

proteinuria (Manuaba,2010).
Karena tidak ada penyebab sepesifik pre eklampsia-eklampsia

yang di ketahui pencegahannya hanya dapat dicapai secara umum

dengan memberikan perawatan prenatal kualitas tinggi, diet selama

hamil harus tinggi protein dan mengandung cukup vitamin dan mineral

pasien sebaiknya diperbolehkan untuk mencapai kenaikan sekitar 12 kg

(25 pon) dari berat badan idealnya sebelum hamil. Asupan garam dalam

jumlah sedang diperbolehkan,diuretika sebaiknya tidak digunakan.


20

Diagnosis dini dan penatalaksanan gejala-gejala prodomal yang efektif

akan mencegah pre eklampsia berat klinis pada trimester III.


Akhir-akhir ini sudah diselidiki dua upaya pencegahan dan

pelaporan awal menunjukan bahwa kedua upaya ini menyebabkan

penurunan insiden pre eklampsia berat, salah satunya adalah penggunan

aspirin profilaksi prenatal untuk menghambat siklooksigenase

trombosit, sehingga menghambat sintesis tromboksan A2 dosis yang di

anjurkan adalah 80 mg setiap 2 hari sekali sampai 150 mg setiap hari

tetapi hubungan dosis efek terapeutik tetap belum jelas. Karena itu

meskipun menjajikan penggunaan aspirin secara luas sebagai upaya

pencegahan tidak dianjurkan. Cara pencegahan lainnya adalah

suplemen kalsium prenatal 600 mg sampai 1,5 g/hari. Mereka yang

mendapat kalsium mengalami penurunan kepekaan pembuluh darah

terhadap agngiotensin 11 dan setidaknya menurunkan 50% kejadian

pre eklampsia.
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan

tanda-tanda dini pre eklampsia berat dan dalam hal itu harus dilakukan

penanganan semestinya, ketika berlebihan waspada akan timbulnya pre

eklampsia dengan adanya faktor-faktor predisposisi seperti yang telah

diuraikan diatas. Walaupun timbulnya pre eklampsia tidak dapat di

cegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat di kurangi dengan

pemberian peneranag secukupnya dan pelaksaanan pengawasan yang

baik pada wanita hamil. Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet

berguna dalam pencegahan istirahat tidak selalu berarti berbaring di


21

tempat tidur namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan di

anjurkan lebih banyak duduk dan berbaring, diet tinggi protein, rendah

lemak, karbohidrat, garam dan berat badan yang tidak berlebihan perlu

dianjurkan (Prawihardjo,2010).

2.1.10 Penanganan Pre Eklampsia Berat


Adapun pengobatan terhadap preeklampsi berat :
a. Segera rujuk ke rumah sakit
b. Tirah baring ke kiri secara intermitten
c. Infus RL
d. Pemberian anti kejang/anti kovulsan MgSO4 sebagai pencegahan dan

terapi kejang. MgSO4 merupakan obat pilihan untuk mencegah dan

mengatasi kejang pada pre eklampsia berat dan eklampsia.


e. Syarat pemberian MgSO4 :
- Frekuensi pernafasan minimal 16x/menit
- Refleks patella +
- Urin minimal 30ml/jam dalam 4 jam terakhir atau 0,5

ml/KgBB/Jam
- Antidotum : jika terjadi henti nafas maka lakukan ventilasi

(masker balon, ventilator), beri kalsium glukonas 1gr (10ml dalam

larutan 10%) IV perlahan-lahan.


- Antihipertensi, diberikan bila tensi > 180/110 mmHg atau MAP >

126.
- Obat : nifedipine 10-20 mg oral, diulangi setelah 20 menit,

maksimum 120mg dalam 24 jam. Nifedipin tidak dibenarkan

sublingual karena absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran

pencernaan makanan.
- Tekanan darah diturunkan secara perlahan-lahan
- Diuretikum tidak dibenarkan secara rutin, hanya diberikan

(misalnya furosemid 40mg IV) atas indikasi : oedema paru, payah


22

jantung kongestif, dan oedema anasarka (Patologi Kebidanan,

2011)

2.2. Faktor-Faktor Yang Akan Diteliti dan Merupakan Faktor

Resiko Pre Eklampsia Berat


2.2.1 Usia
Usia adalah lama waktu hidup atau ada di lahirkan (Kamus Bahasa

Indonesia,2011). Usia sangat mempengaruhi kehamilan maupun

persalinan. Usia yang baik untuk hamil atau melahirkan berkisar antara

20-35 tahun. Pada usia tersebut alat reproduksi wanita telah berkembang

dan berfungsi secara maksimal. Sebaliknya pada wanita dengan usia

dibawah 20 tahun atau diatas 35 tahun kurang baik untuk hamil maupun

melahirkan, karena kehamilan pada melemah usia ini memiliki resiko

tinggi seperti terjadinya keguguran, atau kegagalan persalinan, bahkan

bisa menyebabkan kematian. Wanita yang usianya lebih tua memiliki

tingkat resiko komplikasi melahirkan lebih tinggi dibandingkan dengan

yang lebih muda. Bagi wanita yang berusia 35 tahun keatas, selain fisik,

juga kemungkinan munculnya berbagai resiko gangguan kesehatan,

seperti darah tinggi, diabetes dan berbagai penyakit lain (Gunawan S,

2010).
Sedangkan menurut Manuaba (2010), usia dibawah 20 tahun bukan

masa yang baik untuk hamil karena organ-organ reproduksi belum

sempurna. Hal ini tentu akan menyulitkan proses kehamilan dan

persalinan. Sedangkan kehamilan diatas 30 tahun mempunyai resiko

untuk mengalami komplikasi dalam kehamilan dan persalinan antara lain

perdarahan, gestosis atau hipertensi dalam kehamilan dan partus lama.


23

Menurut Wiknjosastro (2010) usia ideal untuk hamil dan

melahirkan harus mempunyai 3 hal yaitu fisik, kesiapan mental atau

psikologis dan kesiapan sosial ekonomi. Secara umum seorang

perempuan dikatakan siap secara fisik sekitar diatas usia 20 tahun bila

dijadikan pedoman kesiapan fisik, usia merupakan bagian dari status

reproduksi yang penting. Usia berkaitan dengan peningkatan atau

penurunan fungsi tubuh sehingga mempengaruhi status kesehatan

seseorang. Usia yang baik untuk hamil adalah 20-35 tahun (Depkes

RI,2010).
Royston & Armstrong (2008) juga menyebutkan bahwa usia 20-35

tahun merupakan usia yang paling aman bagi wanita untuk hamil dan

melahirkan juga menyatakan bahwa wanita usia remaja yang hamil untuk

pertama kali dan wanita yang hamil pada usia > 35 tahun akan

mempunyai resiko yang sangat tinggi untuk mengalami pre eklampsia.

Sedangkan menurut Agudelo (2000) peningkatan resiko terjadinya pre

eklampsia pada ibu yang kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun

(Nanien,2012).
Usia terlalu muda dan terlalu tua merupakan faktor resiko

terjadinya pre eklampsia berat, dan hal ini akan meningkatkan kejadian

pre-eklampsia berat. Usia yang muda belum siap secara psikis karena

adanya faktor imunologis, sedangkan pada usia lanjut terdapat adanya

hubungan dengan hipertensi essensial. Dimana usia ini juga berhubungan

dengan teori iskemia implantasi placenta, bahwa trofoblas diserap ke

dalam sirkulasi, lalu sensitivitas terhadap angiotensin II, rennin,


24

aldosteron meningkat, lalu terjadi spasme pembuluh darah, dan tahanan

terhadap garam dan air (Dly,2011).


Ibu hamil yang masih berusia muda mengalami ketidakteraturan

tekanan darah dan cenderung tidak memperhatikan kehamilannya,

ditambah psikis yang belum siap, sehingga akan meningkatkan tekanan

darah dan terjadi hipertensi. Ibu hamil dengan usia >35 cenderung

mengalami penurunan fungsi organ tubuh, seperti fungsi hati, ginjal,

jantung, dan akan lebih mudah mendapatkan penyakit-penyakit. Pada

usia 35 tahun ini, beresiko tinggi baik dalam kehamilan, maupun

persalinan. Untuk itu diperlukan konseling, dan pemeriksaan antenatal

care yang teratur (Utama,2011).


Hasil penelitian yang dilakukan Etika Desi (2014) menunjukkan

bahwa sebagian besar ibu hamil yang usianya >35 tahun mengalami pre

eklampsia berat 22 responden (63,0%), sedangkan sebagian kecil ibu

hamil yang usianya 20-35 tahun 13 responden (37,0%). Dari hasil uji

statistic untuk menganalisa hubungan antara usia terhadap pre eklampsia

berat diperoleh nilai propability (p)=0,039≤ α (0,05), yang berarti (0,05)

yang berarti ada hubungan antara usia dengan pre eklampsia berat.
2.2.2Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh ibu, baik yang

dilahirkan hidup maupun lahir mati dari pasangan suami istri

(Notoatmodjo, 2010). Dikategorikan menjadi :


1. Primipara : 1 anak
2. Multipara : 2 – 4 anak
3. Grande Multipara : > 4 anak
Faktor paritas memiliki pengaruh terhadap persalinan dikarenakan

ibu hamil memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan


25

selama masa kehamilannya terlebih pada ibu yang pertama kali

mengalami masa kehamilan. Persalinan yang berulang-ulang akan

mempunyai banyak resiko terhadap kehamilan, telah terbukti bahwa

persalian kedua dan ketiga adalah persalinan yang paling aman

(Nanien,2012)
Menurut Manuaba (2010), berdasarkan teori iskemia implantasi

plasenta, bahan trofoblas akan diserap ke dalam sirkulasi yang dapat

meningkatkan sensitivitas terhadap angiotensin 11, renin dan aldosteron,

spasme pembuluh darah arterior dan tertahannya garam dan air. Teori

iskemia daerah implantasi placenta didukung kenyataan bahwa pre

eklampsia lebih banyak terjadi pada primigravida.


Faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan yaitu

pada primigravida. Pada primigravida merupakan kehamilan pertama

yang dialami oleh wanita sehingga sering mengalami stress dalam

kehamilan dan dapat berujung pada pre eklampsia (Wiknojosastro,2010).


Dari kejadian delapan puluh persen semua kasus hipertensi pada

kehamilan, 3%-8% pasien terutama pada primigravida, pada kehamilan

trimester kedua. Catatan statistik menunjukkan dari seluruh insiden

dunia, dari 5%-8% pre eklampsia dari semua kehamilan, terdapat 12%

lebih dikarenakan oleh primigravida. Faktor yang mempengaruhi pre

eklampsia frekuensi primigravida lebih tinggi bila dibandingkan dengan

multigravida, terutama primigravida muda (Cunningham, 2010).


Persalinan yang berulang-ulang tidak mempunyai banyak resiko

terhadap kehamilan, telah terbukti bahwa persalinan kedua dan ketiga

adalah persalinan yang paling aman. Pada The New England Journal of
26

Medicine (2006) tercatat bahwa pada kehamilan pertama resiko terjadi

pre eklampsia 3,9% ,kehamilan kedua 1,7% , dan kehamilan ketiga 1,8%.
Hasil Penelitian Rozikhan (2007) di RS Dr.H.Soewondo Kendal

menunjukkan hasil uji statistik kali kuadrat diperoleh nilai p value

(p=0,031). diperoleh bahwa ada hubungan yang signifikan antara paritas

dengan terjadinya pre eklampsia berat Dari nilai OR nya dapat

disimpulkan bahwa ibu yang mengalami hamil pertama mempunyai

resiko terjadi pre eklampsia berat 2,2 kali dibandingkan dengan seorang

ibu yang hamil lebih dari 1 kali.


Berdasarkan penelitian Nurmalichatun (2013) bahwa ibu hamil

pada primipara yang mengalami kejadian pre eklampsia berat sebanyak

81 orang (14,1%) lebih besar dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak

primipara yang mengalami kejadian pre eklampsia berat yaitu sebanyak

48 orang (9,0%). Hasil analisa uji chi square diperoleh nilai p value

sebesar 0,010. Hal ini menunjukkkan adanya hubungan antara paritas

dengan kejadian pre eklampsia berat pada ibu hamil.


2.2.3Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan atau diperbuat atas tugas

kewajiban atau hasil bekerja atau perbuatan atau pencaharian yang

dijadikan pokok penghidupan atau sesuatu yang dilakukan untuk

mendapatkan nafkah (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2012).


Aktifitas pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi kerja otot dan

peredaran darah. Begitu juga bila terjadi pada seorang ibu hamil, dimana

peredaran darah dalam tubuh dapat terjadi perubahan seiring dengan

bertambahnya usia kehamilan akibat adanya tekanan dari pembesaran

rahim (Cunningham,2010).
27

Semakin bertambahnya usia kehamilan akan berdampak pada

konsekuensi kerja jantung yang semakin bertambah dalam rangka

memenuhi kebutuhan selama proses kehamilan. Oleh karenanya

pekerjaan tetap dilakukan, asalkan tidak terlalu berat dan melelahkan

seperti pegawai kantor, administrasi perusahaan atau mengajar.

Semuanya untuk kelancaran peredaran darah dalam tubuh sehingga

mempunyai harapan akan terhindar dari pre eklampsia (Cunningham,

2010).

Sedangkan menurut Klonoff (1998) menyatakan bahwa wanita

yang bekerja diluar rumah memiliki resiko lebih tinggi mengalami pre

eklampsia/eklampsia bila dibandingkan dengan ibu rumah tangga.

Pekerjaan dikaitkan dengan adanya aktifitas fisik dan stres yang mana

merupakan faktor resiko terjadinya pre eklampsia dan Helda (2000)

menyatakan bahwa pekerjaan yang melibatkan aktifitas fisik berat

ataupun yang dapat menimbulkan stres berhubungan dengan peningkatan

kejadian pre eklampsia (Nannien, 2012).

Berdasarkan penelitian Nannien (2012) menunjukkan bahwa

sebagian besar ibu hamil yang bekerja mengalami pre eklampsia berat

(66,3%). Hasil analisa uji chi square di peroleh nilai p value sebesar

0,000. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara status pekerjaan

dengan kejadian pre eklampsia berat pada ibu hamil.

2.2.4Pendidikan
28

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012) disebutkan,

pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang

atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan pelatihan.

Menurut John Dewey (2000) dalam Fauziah (2010) pendidikan

adalah suatu proses untuk memperoleh kemampuan untuk kebiasaan

berfikir sebagai suatu kegiatan yang intelligent atau yang ilmiah dalam

memecahkan berbagai masalah di dalam kegiatan.

Pengertian pendidikan adalah hal cara ,hasil atau proses kerja

mendidik pengetahuan. Makin tinggi tingkat pendidikan makin mudah

mendapatkan informasi sehingga akan semakin banyak pula pengetahuan

yang di milikinya pengetahuan yang baik di tunjang oleh pendidikan, di

samping itu berpendidikan tinggi akan lebih mudah menerima dan

mempraktekan informasi yang di dapat (Notoatmodjo,2010).

Tingkat pendidikan merupakan faktor yang sangat berperan dalam

pemeliharan kesehatan diri sendiri. Karena tingkat pendidikan

menunjukan tingkat setatus kesehatan seseorang .semakin tinggi tingkat

pendidikan, semakin besarkepedulian terhadap kesehatan,dan cara

menjaga kehamilan mereka akan lebih memperhatikan kebersihan

mnjaga kehamilan sehingga terhindar dari gangguan yang dapat

menyebabkan pre eklamsi berat. dan pada ibu hamilyang berpendidikan

tinggi dengan pendidikan baik memberikan pada wanita kepercayaan diri


29

untuk mengambil tanggung jawab atas wanita itu sendiri

(Suparyanto,2010)

Berdasarkan penelitian Fauziah (2010) menunjukan bahwa

kejadian pre eklamsi berat proporsinya lebih tinggi terjadi pada mereka

yang berpendidikan rendah (46,5%) dibandingkan dengan yang

berpendidikan sedang (27,3%) dan yang berpendidikan tinggi(26,5%).

Hasil uji statistik Kai kuadrat (Chi Square) pada α = 0,05 didapatkan nilai

P sebesar 0,001 (P <0,05) yang berarti Ho ditolak. Berarti secara statistik

terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan kejadian

pre eklampsia berat .

2.2.5Faktor Riwayat Penyakit Hipertensi


Hipertensi adalah tekanan darah ( sistole > 180 mmHg, Diastole

>110 mmHg (Manuaba,2010). Riwayat hipertensi adalah ibu yang

pernah mengalami hipertensi sebelum hamil atau sebelum usia kehamilan

20 minggu. Ibu yang mempunyai riwayat hipertensi beresiko lebih besar

mengalami pre eklampsia, serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas

maternal dan neonatal lebih tinggi. Diagnosa pre eklampsia ditegakkkan

berdasarkan peningkatan tekanan darah yang disertai dengan proteinuria

atau oedema anasarka (Cunningham,2010).


Hipertensi merupakan salah satu masalah medis yang kerap kali

muncul selama kehamilan dan dapat menimbulkan komplikasi pada 2-

3% kehamilan.Hipertensi pada kehamilan dapat menyebabkan

morbiditas/kesakitan pada ibu (termasuk kejang eklampsia, perdarahan

oedema paru (cairan di dalam paru), gagal ginjal akut, dan


30

penggumpalan/pengentalan darah di dalam pembuluh darah) serta

morbiditas pada janin (termasuk pertumbuhan janin terhambat didalam

rahim, kematian janin di dalam rahim, solusio placenta/placenta terlepas

dari tempat melekatnya di rahim dan kelahiran prematur). Selain itu,

hipertensi pada kehamilan juga masih merupakan sumber utama

penyebab kematian pada ibu (Cunningham,2010).


Pre eklampsia terjadi pada kurang lebih 5% dari seluruh kehamilan,

10% pada kehamilan anak pertama, dan 20-25% pada perempuan hamil

dengan riwayat hipertensi kronik sebelum hamil. Faktor resiko ibu untuk

terjadinya pre eklampsia antara lain meliputi kehamilan pertama,

pasangan/paternitas baru, usia lebih muda dari 18 tahun atau lebih tua

dari 35 tahun, riwayat pre eklampsia pada kehamilan sebelumnya,

riwayat keluarga dengan pre eklampsia, obesitas/ kegemukan dan selang

waktu jarak antar kehamilan kurang dari 2 tahun atau lebih dari 10 tahun

(Cunningham,2010).
Dasar penyebab pre eklampsia diduga adalah gangguan pada fungsi

endotel pembuluh darah (sel pelapis bagian dalam pembuluh darah) yang

menimbulkan vasospasme pembuluh darah (kontraksi otot pembuluh

darah) yang menyebabkan diameter lumen pembuluh darah mengecil/

menciut). Perubahan respon imun ibu terhadap janin/jaringan placenta

(ari-ari) diduga juga berperan pada terjadinya pre eklampsia. Kerusakan

endotel tidak hanya menimbulkan mikrotrombosis difus placenta

(sumbatan pembuluh darah placenta) yang menyebabkan placenta

berkembang abnormal atau rusak, tapi juga menimbulkan gangguan


31

fungsi berbagai organ tubuh dan kebocoran pembuluh darah kapiler yang

bermanifestasi pada ibu dengan bertambahnya berat badan ibu secara

cepat, bengkak (perburukan mendadak bengkak pada kedua tungkai,

bengkak pada tangan dan wajah), oedema paru dan atau hemokonsentrasi

(kadar hemoglobin/hb lebih dari 13 g/dl). Placenta yang tidak normal

akibat mikrotrombosis difus, akan menurunkan aliran darah dari Rahim

ke placenta. Hal tersebut akan mempengaruhi kehidupan janin dan

bermanifestasi secara klinis dalam bentuk pertumbuhan janin terhambat

di dalam kandungan/rahim dan oligohidramnion (cairan ketuban sedikit)

(Cunningham,2010).
Menurut Robert & Redman (1993), peningkatan resiko pre

eklampsia/eklampsia dapat terjadi pada ibu yang memiliki riwayat

hipertensi kronis, diabetes, dan adanya riwayat pre eklampsia/eklampsia

sebelumnya. Faktor riwayat penyakit, dimana penelitian ini terdapat 24%

ibu yang mengalami pre eklampsia berat memiliki riwayat penyakit,

sedangkan yang tidak memiliki riwayat penyakit sebesar 75,5% (Nanien,

2012).
Dimana riwayat penyakit yang paling dominan dialami pada

kejadian pre eklampsia berat adalah hipertensi. Hasil penelitian ini

berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa proses penyakit penyakit

pembuluh darah kolagen, penyakit pembuluh darah, penyakit ginjal, ibu

yang mempunyai riwayat penyakit hipertensi, dan ibu yang pernah

mengalami pre eklampsia berat pada kehamilan sebelumnya dapat


32

menjadi faktor resiko terjadinya pre eklampsia berat (Bobak,

Lowdermilk & Jensen, 2010).


Perbedaan ini terjadi mungkin karena ibu tidak pernah melakukan

pemeriksaan kesehatan sebelumnya (screening penyakit) yang

menyebabkan sang ibu tidak tahu penyakit yang dialaminya atau

kecenderungan masyarakat Indonesia yang akan datang ke pelayanan

kesehatan jika telah mengalami tanda dan gejala penyakit, selain itu

relatif penyakit akan timbul pada usia tua, maka ketika perawat bertanya

dan mencatat dalam status pasien, sang ibu mengatakan tidak memiliki

salah satu diantara riwayat penyakit ginjal, jantung, diabetes mellitus,

dan sebagainya (Bobak,Lowdermilk & Jensen,2010).


Berdasarkan penelitian Nurmalichatum (2013) menunjukkan

bahwa sebagian ibu hamil yang mempunyai riwayat hipertensi

mengalami pre eklampsia berat (63,0%). Hasil analisa uji chi square di

peroleh nilai p value sebesar 0,003. Hal ini menunjukkan adanya

hubungan antara riwayat hipertensi dengan kejadian pre eklampsia berat

pada ibu hamil.

2.3 Kerangka Teori


Dari penjelasan di atas banyak faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian pre eklampsia berat pada ibu bersalin di gambarkan dalam

kerangka teori dibawah ini :


33

Bagan 2.1
Kerangka Teori Faktor Resiko Pre Eklampsia Berat

Faktor Internal
Usia
Paritas
Gizi Buruk
Obesitas
Riwayat Penyakit
Riwayat Pre Eklampsia Pre Eklampsia
Berat/ Eklampsia

Faktor indeks massa tubuh


Faktor Ekternal
Pekerjaan
Faktor bayi
Pendidikan
Faktor
Sumber: ras
Nanien(2012)
Keterangan:pada bagan diatas faktor yang digaris bawahi merupakan faktor
akan diteliti.

8
34

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara konsep-

konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang

akan dilakukan (Notoatmodjo, 2010).

Agar konsep dapat diamati dan diukur, maka konsep dijabarkan ke

dalam variabel. Variabel yang mempengaruhi disebut variabel penyebab,

variabel bebas atau independent variable (X), sedangkan variabel akibat tak

bebas, variabel tergantung, variabel terikat, atau dependent variable

(Arikunto,2010). Atas dasar tersebut, maka sebagai variabel penelitian ini

adalah karakteristik ibu bersalin dengan kejadian pre eklampsia berat.

Bagan 3.1
Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel

Dependen
Usia

Paritas

Pekerjaan Pre eklampsia


3.2 Definisi Operasional Berat
Adapun definisi operasional dari variabel yang telah disebutkan
Pendidikan

Riwayat
diatas bisa Penyakit
dijelaskan dalamHipertensi
tabel definisi operasional sebagai berikut ini :
Tabel 3.1
Faktor Pekerjaan Definisi Operasional
38
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur Ukur
35

1 2 3 4 5 6 7
VARIABEL DEPENDEN
1. Pre Eklampsia Pre eklampsia de Lihat data rekam Lembar 0=Ya,jika res Nominal
Berat ngan tekanan da medik chek list ponden terdiag
rah sistolik ≥ 160 nosa PEB
mm Hg dan te
1 = Tidak, jika
kanan darah dias
responden tidak
tolik ≥ 110 mm terdiagnosa PEB
Hg disertai protei
nuria lebih 5g/24
jam (Prawirohar
djo, 2010).

VARIABEL INDEPENDEN
1. Usia Lama waktu hi Lihat data rekam Lembar 0=< 20 atau > 35 Ordinal
dup atau ada di la medik chek list tahun
hirkan (Kamus Ba
hasa Indonesia, 1 = 20-35 tahun
2011)

2. Paritas Jumlah anak yang Lihat data rekam Lembar 0 = Primipara Ordinal
dila hirkan oleh medik chek list
ibu, baik yang 1 = Multipara
dilahir kan hidup
maupun lahir mati
dari pasangan sua
mi istri (Notoat
modjo, 2010).
3. Pendidikan proses pengu Lihat data rekam Lembar 0=Rendah Nominal
bahan sikap dan chek list
tata laku sese 1=Tinggi
orang atau kelom
pok orang dalam
usaha mende
wasakan manusia
melalui upaya
pengajaran dan
pelatihan (Kamus
Besar Bahasa In
donesia, 2012)
36

4. Pekerjaan Ssuatu yang di Lihat data rekam Lembar 0=Tidak bekerja Nominal
lakukan atau diper medik chek list
buat atas tugas 1=Bekerja
kewajiban atau ha
sil bekerja atau
perbuatan atau
pencaharian yang
dijadikan pokok
penghidupan atau
sesuatu yang dila
kukan untuk men
dapatkan nafkah
(Kamus Besar
Bahasa Indonesia,
2012).

5. Riwayat Penya Tekanan darah Lihat data rekam Lembar 0=Hipertensi Nominal
kit Hipertensi (sistole > 180 medik chek list
mmHg, Diastole 1=Tidak Hiper
>110 mmHg ( Ma tensi
nuaba,2010)

3.2 Hipotesis Penelitian


Dari hasil pembuatan kerangka konsep penelitian di atas, maka dapat

di rumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

Ha1 : Ada hubungan antara usia dengan kejadian Pre Eklampsia Berat pada

ibu bersalin di Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang tahun

2014.

Ha2 : Ada hubungan antara paritas dengan kejadian Pre Eklampsia Berat

pada ibu bersalin di Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang

tahun 2014.
37

Ha3 : Ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian Pre Eklampsia Berat

pada ibu bersalin di di Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang

tahun 2014.

Ha4 : Ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian Pre Eklampsia Berat

pada ibu bersalin di Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang

tahun 2014.

Ha5 : Ada hubungan antara riwayat penyakit hipertensi dengan kejadian Pre

Eklampsia Berat pada ibu bersalin di Puskesmas Poned Pamarayan

Kabupaten Serang tahun 2014.

BAB IV

METODELOGI PENELITIAN
38

4.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik yaitu metode

penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk menjelaskan suatu keadaan

atau situasi, pada umumnya untuk menjawab pertanyaan “ mengapa ”

(Notoatmodjo,2010). Dengan menggunakan desain penelitian cross sectional.

Desain studi cross sectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari

dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara

pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point

time approach) (Notoatmodjo,2010).


Penelitian bersifat analitik yaitu penelitian yang dilakukan dengan

tujuan menguraikan keadaan atau situasi tertentu, pada umumnya untuk

menjawab pertanyaan dengan menggunakan desain penelitian cross sectional.

Cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari antara hubungan

faktor yang diteiti.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


4.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2015
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan 42
subjek penelitian atau objek yang di

teliti (Soekidjo Notoatmodjo,2012).


Berdasarkan jumlah kasus yang di teliti dalam peneliti ini yang

menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang bersalin di

Puskesmas Poned Kabupaten Serang tahun 2014 yaitu sebanyak 540

orang.
4.3.2 Sampel
39

Sampel merupakan sebagian yang diambil dari seluruh objek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010).


Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian ibu yang bersalin di

Puskesmas Poned Kabupaten Serang tahun 2014 yaitu sebanyak 540

orang.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan rumus dalam penentuan

besar sampel.
Rumus :

N
n
1  N (d 2 )
Keterangan

N = Jumlah populasi

n = Jumlah sampel

d = Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan

N
n
1  N (d 2 )

540
n=
1  540(0,1) ²

n = 84,375

= Dibulatkan menjadi 85 Responden

Jadi jumlah sampel yang di gunakan pada peneliti ini adalah

berjumlah 85 orang ibu yang bersalin.

4.3.3 Teknik Pengambilan Sampel


40

Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan tehnik

simple random sampling. Tehnik simple random sampling adalah

merupakan pengambilan sampel secara acak sederhana, bahwa setiap

anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk

diseleksi sebagai sampel (Notoatmodjo,2010).


Tiap unit populasi diberi nomor. Kemudian sampel yang diinginkan

ditarik secara random dengan cara undian .

4.4 Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan

menggunakan data sekunder yang diperoleh dari rekam medik dan

dimasukkan kedalam lembar checklist yang dibuat oleh penulis.


Adapun tahap-tahap pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti
2. Menetapkan subjek penelitian atau populasi dan sampel penelitian
3. Melakukan pengumpulan data
4. Mengolah dan menganalisis data dengan cara membandingkan antar

masing-masing karakteristik ibu bersalin dengan kejadian pre eklampsia

berat.

4.5 Pengolahan Data


Dalam pengolahan data menggunakan bantuan komputer, yaitu

dengan memakai perangkat lunak statistic program SPSS (Statistical Product

Service Solution) Versi 20.0. Secara lebih lengkap dapat dijelaskan sebagai

berikut:
a. Editing (pemeriksaan data)
Yaitu merupakan tahap yang dilakukan untuk memastikan

kelengkapan data dan ketepatan data.


b. Coding (pemberian kode)
41

Yaitu melakukan pengkodean terhadap beberapa variabel yang

akan diteliti, dengan tujuan untuk mempermudah pada saat melakukan

analisis data dan juga pada saat pemasukan data 0 untuk yang beresiko

dan 1 yang tidak beresiko.


c. Entry Data (pemasukan data)
Setelah semua isian data terisi penuh dan benar, dan juga sudah

melewati pengkodean, maka langkah selanjutnya adalah memproses

data agar dapat dianalisis. Pemprosesan data dilakukan dengan cara

memasukan data dari kuesioner ke paket program komputer.


d. Cleaning (pembersihan data)
Yaitu data yang sudah dimasukan kemudian dibersihkan dengan

cara membandingkan hasil dari data yang masuk untuk melihat

kesalahan yang dilakukan dalam proses pemasukan data.

4.6 Analisis Data


Teknik analisis data yang didapat dari hasil pengumpulan data

kemudian diolah menurut variabel yang disesuaikan dengan kerangka konsep

yang ada, dengan tujuan untuk menyederhanakan data kedalam bentuk yang

lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Pengolahan data dilakukan secara

SPSS dengan menggunakan komputer, selanjutnya data diolah dan kemudian

dianalisis yang terdiri dari analisis univariat dan analisis bivariat :


a. Analisis Univariat
Analisa ini yaitu untuk mengetahui distribusi dan presentase dari

setiap variabel penelitian ini meliputi faktor-faktor yang diteliti.

Rumus yang digunakan adalah :

F
P x100
N

Keterangan :
42

P = Presentase

F = Jumlah jawaban yang benar

N = Jumlah total pertanyaan

b. Analisa Bivariat
Analisa ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua

variabel yang berhubungan atau berkorelasi yaitu variabel dependen

dan variabel independen. Untuk membuktikan adanya hubungan antara

2 (dua) variabel tersebut digunakan uji statistik chi squere (kali

kuadrat) dengan batas kemaknaan nilai alpha sebesar 0,05 dengan

rumus.

Keterangan :
X2 = Nilai chi squere
0 = Frekuensi observasi
E = Frekuensi harapan
Kesimpulan dari uji Chi squere( X2) adalah jika P ≤ 0,05 maka H0

ditolak artinya ada hubungan antara variabel independen dan variabel

dependen. Jika P > 0,05 maka H 0 gagal ditolak artinya tidak ada

hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.

BAB V

HASIL PENELITIAN
43

5.1 Gambar Umum Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang

Puskesmas Poned Pamarayan merupakan salah satu Puskesmas dalam

wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Serang.Tepatnya berada di

Kecamatan Pamarayan Kabupaten Serang.

Ketenagaan di Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang

sebagai berikut :

1. Kepala Puskesmas Erwin Nuryadin, SKM

2. Dokter Umum 2 orang

3. Dokter gigi 1 orang

4. Bidan Puskesmas 6 orang

5. Bidan Desa 9 orang

6. Nutrisionis 1 orang

7. Kesling 1 orang

8. Perawat 12 orang

9. Bidan TKS 6 orang

10. Analis 1 orang

11. Petugas obat 4 orang

Visi Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang adalah

Mengabdi, Melayani Dengan Hati.

48
5.2 Hasil Penelitian
44

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten

Serang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian pre eklampsia berat (PEB) di Puskesmas Poned

Pamarayan Kabupaten Serang tahun 2014.

5.2.1 Analisis Univariat

Pada analisis univariat ini disajikan dalam bentuk distribusi

frekuensi atau jumlah proporsi dan presentasi dari masing-masing

karakteristik dari setiap varibel yang menjadi perhatian dalam

penelitian ini. Analisis univariat disajikan sebagai berikut :

Tabel 5.1
Distribusi Kejadian Pre Eklampsia Berat
Di Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang Tahun 2014

No Kejadian Pre Eklampsia Berat Jumlah Presentase


1 Pre Eklampsia Berat 45 52,9
2 Tidak Pre Eklampsi Berat 40 47,1
Jumlah 85 100

Pada tabel 5.1 diatas menunjukan bahwa sebagian besar ibu

bersalin mengalami Pre Eklampsia Berat (52,9%) dibandingkan yang

tidak Pre Eklampsia Berat (47,1%).

Tabel 5.2
Distribusi Berdasarkan Usia
Di Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang Tahun 2014

No Usia Jumlah Presentase


1 < 20 tahun > 35 tahun 37 43,5
2 20-35 tahun 48 56,5
Jumlah 85 100
45

Pada tabel 5.2 diatas menunjukan bahwa sebagian besar ibu

bersalin dengan usia 20-35 tahun (56,3%)

Tabel 5.3
Distribusi Berdasarkan Paritas
Di Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang Tahun 2014

No Paritas Jumlah Presentase


1 Primipara 38 44,7
2 Multipara 47 55,3
Jumlah 85 100

Pada tabel 5.3 diatas menunjukan bahwa sebagian besar ibu

bersalin paritas multipara (55,3%)

Tabel 5.4
Distribusi Berdasarkan Pendidikan
Di Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang Tahun 2014

No Pendidikan Jumlah Presentase


1 Rendah 46 54,1
2 Tinggi 39 45,9
Jumlah 85 100

Pada tabel 5.4 diatas menunjukan bahwa ibu bersalin sebagian

besar berpendidikan rendah (54,1%).

Tabel 5.5
Distribusi Berdasarkan Pekerjaan
Di Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang Tahun 2014

No Pekerjaan Jumlah Presentase


1 Tidak bekerja 45 52,9
2 Bekerja 40 47,1
Jumlah 85 100

Pada tabel 5.5 diatas menunjukan bahwa ibu bersalin sebagian

besar tidak bekerja (52,9%).


46

Tabel 5.6
Distribusi Berdasarkan Riwayat Penyakit Hipertensi
Di Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang Tahun 2014

No Riwayat Hipertensi Jumlah Presentase


1 Ya 48 56,5
2 Tidak 37 43,5
Jumlah 85 100

Pada tabel 5.6 diatas menunjukan bahwa ibu bersalin sebagian

besar menderita hipertensi (56,5%).

5.2.2 Analisis Bivariat

Bentuk penyajian pada tabel bivariat menggunakan bentuk tabel

2x3, analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

bebas yaitu karakteristik ibu yang terdiri dari usia,paritas, pendidikan,

pekerjaan dan riwayat penyakit hipertensi, dengan variabel terikat yaitu

kejadian pre eklamsi berat, yang diduga memiliki hubungan atau

korelasi. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi Squre (X2), dengan

α ≤ 0,05. Bila p ≤ α maka H 0 ditolak dan apabila p > α berarti H 0 gagal

ditolak.

Tabel 5.7
Hubungan Antara Usia Dengan Kejadian Pre Eklampsia Berat
Di Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang Tahun 2014

No Usia Kejadian Pre Eklampsia Total p. OR


. Berat Value 95%
Ya Tidak %
F % F % F
1. <20 > 35 th 28 75,7 9 24,3 37 100
2. 20-35 th 17 35,4 31 64,6 48 100 0,001 5,673
Jumlah 45 52,9 40 47,1 85 100
47

Pada tabel 5.7 diatas menunjukan bahwa dari 37 ibu bersalin

usia < 20 tahun > 35 tahun yang mengalami PEB ada 28 (75,7%) dan

yang tidak mengalami PEB ada 9 (24,3%) sedangkan dari 48 ibu

bersalin usia 20-35 yang mengalami PEB ada 17 (35,4%) dan yang

tidak mengalami PEB 31 (64,6%).

Hasil uji statistik Kai kuadrat (Chi Square) pada α = 0,05

didapatkan nilai P sebesar 0,001 (P <0,05) yang berarti Ho ditolak.

Berarti secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara usia

ibu bersalin dengan kejadian Pre eklampsia Berat di Puskesmas Poned

Pamarayan Kabupaten Serang tahun 2014.

Hasil analisa lebih lanjut didapatkan nilai OR = 5,673 artinya

ibu bersalin dengan usia < 20 tahun > 35 tahun mempunyai peluang

5,673 kali untuk PEB dibanding dengan usia 20-35 tahun.

Tabel 5.8
Hubungan Antara Paritas Dengan Kejadian Pre Eklampsia Berat
Di Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang Tahun 2014

No Paritas Kejadian Pre Eklampsia Total p. OR


. Berat Value 95%
Ya Tidak %
F % F % F
1. Primipara 27 71,1 11 28,9 38 100
2. Multipara 18 38,3 29 61,7 47 100 0,005 3,955
Jumlah 45 52,9 40 47,1 85 100
48

Pada tabel 5.8 diatas menunjukan bahwa dari 38 ibu bersalin

primipara yang mengalami PEB ada 27 (71,1%) dan yang tidak

mengalami PEB ada 11 (28,9%) sedangkan dari 47 ibu multipara yang

mengalami PEB ada 18 (38,3%) dan yang tidak mengalami PEB ada 29

(61,7%).

Hasil uji statistik Kai kuadrat (Chi Square) pada α = 0,05

didapatkan nilai P sebesar 0,005 (P <0,05) yang berarti Ho ditolak.

Berarti secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara paritas

ibu bersalin dengan kejadian Pre Eklampsia Berat di Puskesmas Poned

Pamarayan Kabupaten Serang Tahun 2014.

Hasil analisa lebih lanjut didapatkan nilai OR = 3,955 artinya

ibu bersalin dengan paritas primipara mempunyai peluang 3,955 kali

untuk PEB dibanding dengan paritas multipara.

Tabel 5.9
Hubungan Antara Pekerjaan Dengan Kejadian Pre Eklampsia Berat
Di Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang Tahun 2014

No. Pekerjaan Kejadian Pre Eklampsia Total p. OR


Berat Value 95%
Ya Tidak %
F % F % F
1. Tidak bekerja 29 64,4 16 35,6 45 100
2. Bekerja 16 40,0 24 60,0 40 100 0,042 2,719
Jumlah 45 52,9 40 47,1 85 100

Pada tabel 5.9 diatas menunjukan bahwa dari 45 ibu bersalin tidak

bekerja yang mengalami PEB ada 29 (64,4%) dan yang tidak


49

mengalami PEB ada 16 (35,6%) sedangkan ibu bersalin yang bekerja

yang mengalami PEB ada 16 (40,0%) dan yang tidak mengalami PEB

ada 24 (60,0%).

Hasil uji statistik Kai kuadrat (Chi Square) pada α = 0,05

didapatkan nilai P sebesar 0,042 (P <0,05) yang berarti Ho ditolak.

Berarti secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara

pekerjaan ibu bersalin dengan kejadian Pre Eklampsia Berat di

Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang tahun 2014.

Hasil analisa lebih lanjut didapatkan nilai OR = 2,719 artinya ibu

bersalin dengan yang tidak bekerja mempunyai peluang 2,719 kali

untuk PEB dibanding dengan yang bekerja.

Tabel 5.10
Hubungan Antara Pendidikan Dengan Kejadian Pre Eklampsia Berat
Di Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang Tahun 2014

No Pendidikan Kejadian Pre Eklampsia Total p. OR


. Berat Value 95%
Ya Tidak %
F % F % F
1. Rendah 30 65,2 16 34,8 46 100
2. Tinggi 15 38,5 24 61,5 39 100 0,025 3,000
Jumlah 45 52,9 40 47,1 85 100

Pada tabel 5.10 diatas menunjukan bahwa ibu bersalin dengan

pendidikan rendah yang mengalami PEB ada 30 (65,2%) dan yang tidak

mengalami PEB ada 16 (34,8%) sedangkan ibu bersalin dengan


50

pendidikan tinggi yang mengalami PEB ada 15(38,5%) dan yang tidak

mengalami PEB ada 24 (61,5%).

Hasil uji statistik Kai kuadrat (Chi Square) pada α = 0,05

didapatkan nilai P sebesar 0,025 (P <0,05) yang berarti Ho ditolak.

Berarti secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara

pendidikan ibu bersalin dengan kejadian Pre Eklampsia Berat di

Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang tahun 2014.

Hasil analisa lebih lanjut didapatkan nilai OR = 3,000 artinya ibu

bersalin dengan pendidikan rendah mempunyai peluang 3,000 kali

untuk PEB dibanding dengan pendidikan tinggi.

Tabel 5.11
Hubungan Antara Riwayat Penyakit Hipertensi Dengan Kejadian Pre
Eklampsia Berat Di Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang
Tahun 2014

No. Riwayat Kejadian Pre Eklampsia Total p. OR


Penyakit Berat Value 95%
Hipertensi
Ya Tidak %
F % F % F
1. Ya 33 68,8 15 31,2 48 100
2. Tidak 12 32,4 25 67,6 37 100 0,002 4,583
Jumlah 45 52,9 40 47,1 85 100

Pada tabel 5.11 diatas menunjukan bahwa ibu bersalin dengan

riwayat penyakit hipertensi yang mengalami PEB ada 33 (68,8%) dan

yang tidak mengalami PEB ada 15 (31,2%) sedangkan ibu bersalin

tidak ada riwayat penyakit hipertensi yang mengalami PEB ada 12

(32,4%) dan yang tidak mengalami PEB ada 25 (67,6%).


51

Hasil uji statistik Kai kuadrat (Chi Square) pada α = 0,05

didapatkan nilai P sebesar 0,002 (P <0,05) yang berarti Ho ditolak.

Berarti secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara

riwayat hipertensi ibu bersalin dengan kejadian Pre Eklampsia Berat di

Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang tahun 2014.

Hasil analisa lebih lanjut didapatkan nilai OR = 4,583 artinya ibu

bersalin dengan yang riwayat hipertensi mempunyai peluang 4,583

kali untuk PEB dibanding dengan tidak hipertensi.


52

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi Pre Eklampsia Berat. Tidak

semua faktor tersebut dapat diteliti disebabkan keterbatasan kemampuan ,

tenaga, dan waktu dari peneliti sendiri. Peneliti hanya memilih beberapa

variabel yang disesuaikan dengan kemampuan peneliti antara lain usia,

paritas, pendidikan, pekerjaan dan riwayat penyakit hipertensi.

Desaian penelitian adalah cross sectional , penelitian ini hanya

terbatas untuk mencari hubungan antara variabel independen dan variabel

dependen sulit untuk menentukan sebab akibat.

Analisis penelitian ini hanya terbatas pada analisis univariat dengan

menampilkan analisis distribusi frekuensi masing-masing variabel, dan

analisis bivariat dengan uji chi square untuk melihat hubungan masing-masing

variabel independen dengan dependen.

6. 2 Pembahasan

6.2.1 Kejadian Pre Eklampsia Berat

Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar ibu bersalin

mengalami Pre Eklampsia Berat (52,9%) dibandingkan yang tidak Pre

Eklamsi Berat (47,1%).

57
53

Pre Eklampsia adalah kelainan pada ibu hamil dengan usia

kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera setelah persalinan terjadi

ditandai dengan hipertensi, proteinuria, dan atau oedema. Gejala ini

timbul sebelum minggu ke 24 bila terjadi penyakit trofoblastis

(Prawirohardjo,2010).
The New England Jounal of Medicine menyebutkan bahwa Pre

eklampsia ditunjukan dengan kenaikan tekanan darah paling tidak

mencapai 140/90 mmHg setelah 20 minggu kehamilan. Peningkatan

diastolik 15 mmHg dari tekanan darah sebelum 20 minggu kehamilan,

atau peningkatan sistolik paling tidak 30 mmHg sebelum 20 minggu

kehamilan yang disertai adanya proteinuria (exresi protein minimal 0,3

gr/24 jam) (Andriyani &Warsito,2010).


Pre Eklampsia adalah penyakit hipertensi yang khas dalam masa

kehamilan, dengan gejala utama hipertensi yang akut pada wanita hamil

dan wanita dalam nifas (Obstetri Patologi, 2011). Pre eklampsia adalah

penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria yang timbul karena

kehamilan (Marmi,2011).
Pre Eklampsia Berat ialah Pre Eklampsia dengan tekanan darah

sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai

proteinuria lebih 5g/24 jam (Prawirohardjo,2010). Pre Eklampsia Berat

adalah suatu kompliksi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya

hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau

oedema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Manuaba,2010).

Hasil penelitian ini secara umum sudah dapat menjawab

pertanyaan penelitian sesuai dengan tujuan penelitian dari kerangka


54

konsep. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh

informasi tentang gambaran penderita pre eklamsi berat pada ibu

bersalin di Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang tahun

2014.

6.2.2 Hubungan Usia dengan Kejadian Pre Eklampsia Berat

Hasil penelitian menunjukan bahwa bahwa dari 37 ibu bersalin usia

< 20 tahun > 35 tahun yang mengalami PEB ada 28 (75,7%) dan yang

tidak mengalami PEB ada 9 (24,3%) sedangkan dari 48 ibu bersalin usia

20-35 yang mengalami PEB ada 17 (35,4%) dan yang tidak mengalami

PEB 31 (64,6%).

Hasil uji statistik Kai kuadrat (Chi Square) pada α = 0,05

didapatkan nilai P sebesar 0,001 (P <0,05) yang berarti Ho ditolak.

Berarti secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara usia ibu

bersalin dengan kejadian Pre Eklampsia Berat di Puskesmas Poned

Pamarayan Kabupaten Serang tahun 2014.

Hasil analisa lebih lanjut didapatkan nilai OR = 5,673 artinya ibu

bersalin dengan usia < 20 tahun > 35 tahun mempunyai peluang 5,673

kali untuk PEB dibanding dengan usia 20-35 tahun.

Hasil penelitian ini sesuai dengan Gunawan (2010) bahwa usia

sangat mempengaruhi kehamilan maupun persalinan. Usia yang baik

untuk hamil atau melahirkan berkisar antara 20-35 tahun. Pada usia

tersebut alat reproduksi wanita telah berkembang dan berfungsi secara

maksimal. Sebaliknya pada wanita dengan usia dibawah 20 tahun atau


55

diatas 35 tahun kurang baik untuk hamil maupun melahirkan, karena

kehamilan pada melemah usia ini memiliki resiko tinggi seperti

terjadinya keguguran, atau kegagalan persalinan, bahkan bisa

menyebabkan kematian. Wanita yang usianya lebih tua memiliki tingkat

resiko komplikasi melahirkan lebih tinggi dibandingkan dengan yang

lebih muda. Bagi wanita yang berusia 35 tahun keatas, selain fisik, juga

kemungkinan munculnya berbagai resiko gangguan kesehatan, seperti

darah tinggi, diabetes dan berbagai penyakit lain.

Sedangkan menurut Manuaba (2010), usia dibawah 20 tahun bukan

masa yang baik untuk hamil karena organ-organ reproduksi belum

sempurna. Hal ini tentu akan menyulitkan proses kehamilan dan

persalinan. Sedangkan kehamilan diatas 30 tahun mempunyai resiko

untuk mengalami komplikasi dalam kehamilan dan persalinan antara lain

perdarahan, gestosis atau hipertensi dalam kehamilan dan partus lama.

Menurut Wiknjosastro (2010) usia ideal untuk hamil dan

melahirkan harus mempunyai 3 hal yaitu fisik, kesiapan mental atau

psikologis dan kesiapan sosial ekonomi. Secara umum seorang

perempuan dikatakan siap secara fisik sekitar diatas usia 20 tahun bila

dijadikan pedoman kesiapan fisik, usia merupakan bagian dari status

reproduksi yang penting. Usia berkaitan dengan peningkatan atau

penurunan fungsi tubuh sehingga mempengaruhi status kesehatan

seseorang. Usia yang baik untuk hamil adalah 20-35 tahun (Depkes

RI,2010).
56

Royston & Armstrong (2008) juga menyebutkan bahwa usia 20-35

tahun merupakan usia yang paling aman bagi wanita untuk hamil dan

melahirkan juga menyatakan bahwa wanita usia remaja yang hamil untuk

pertama kali dan wanita yang hamil pada usia > 35 tahun akan

mempunyai resiko yang sangat tinggi untuk mengalami pre eklampsia.

Sedangkan menurut Agudelo (2000) peningkatan resiko terjadinya pre

eklampsia pada ibu yang kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun

(Nanien,2012).
Usia terlalu muda dan terlalu tua merupakan faktor resiko

terjadinya pre eklampsia berat, dan hal ini akan meningkatkan kejadian

pre-eklampsia berat. Usia yang muda belum siap secara psikis karena

adanya faktor imunologis, sedangkan pada usia lanjut terdapat adanya

hubungan dengan hipertensi essensial. Dimana usia ini juga berhubungan

dengan teori iskemia implantasi placenta, bahwa trofoblas diserap ke

dalam sirkulasi, lalu sensitivitas terhadap angiotensin II, rennin,

aldosteron meningkat, lalu terjadi spasme pembuluh darah, dan tahanan

terhadap garam dan air (Dly,2011).


Ibu hamil yang masih berusia muda mengalami ketidakteraturan

tekanan darah dan cenderung tidak memperhatikan kehamilannya,

ditambah psikis yang belum siap, sehingga akan meningkatkan tekanan

darah dan terjadi hipertensi. Ibu hamil dengan usia >35 cenderung

mengalami penurunan fungsi organ tubuh, seperti fungsi hati, ginjal,

jantung, dan akan lebih mudah mendapatkan penyakit-penyakit. Pada

usia 35 tahun ini, beresiko tinggi baik dalam kehamilan, maupun


57

persalinan. Untuk itu diperlukan konseling, dan pemeriksaan antenatal

care yang teratur (Utama,2011).


Serta diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan Etika Desi

(2014) menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil yang usianya >35

tahun mengalami pre eklampsia berat 22 responden (63,0%), sedangkan

sebagian kecil ibu hamil yang usianya 20-35 tahun 13 responden

(37,0%). Dari hasil uji statistik untuk menganalisa hubungan antara usia

terhadap pre eklampsia berat diperoleh nilai propability (p)=0,039≤ α

(0,05), yang berarti (0,05) yang berarti ada hubungan antara usia dengan

Pre Eklampsia Berat.

6.2.3 Hubungan Paritas dengan Kejadian Pre Eklampsia Berat

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 38 ibu bersalin primipara

yang mengalami PEB ada 27 (71,1%) dan yang tidak mengalami PEB

ada 11 (28,9%) sedangkan dari 47 ibu multipara yang mengalami PEB

ada 18 (38,3%) dan yang tidak mengalami PEB ada 29 (61,7%).

Hasil uji statistik Kai kuadrat (Chi Square) pada α = 0,05

didapatkan nilai P sebesar 0,005 (P <0,05) yang berarti Ho ditolak.

Berarti secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara paritas

ibu bersalin dengan kejadian Pre Eklampsia Berat di Puskesmas Poned

Pamarayan Kabupaten Serang Tahun 2014.

Hasil analisa lebih lanjut didapatkan nilai OR = 3,955 artinya ibu

bersalin dengan paritas primipara mempunyai peluang 3,955 kali untuk

PEB dibanding dengan paritas multipara.


58

Faktor paritas memiliki pengaruh terhadap persalinan dikarenakan

ibu hamil memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan

selama masa kehamilannya terlebih pada ibu yang pertama kali

mengalami masa kehamilan. Persalinan yang berulang-ulang akan

mempunyai banyak resiko terhadap kehamilan, telah terbukti bahwa

persalian kedua dan ketiga adalah persalinan yang paling aman

(Nanien,2012)

Menurut Manuaba (2010), berdasarkan teori iskemia implantasi

plasenta, bahan trofoblas akan diserap ke dalam sirkulasi yang dapat

meningkatkan sensitivitas terhadap angiotensin 11, renin dan aldosteron,

spasme pembuluh darah arterior dan tertahannya garam dan air. Teori

iskemia daerah implantasi placenta didukung kenyataan bahwa pre

eklampsia lebih banyak terjadi pada primigravida.


Faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan yaitu

pada primigravida. Pada primigravida merupakan kehamilan pertama

yang dialami oleh wanita sehingga sering mengalami stress dalam

kehamilan dan dapat berujung pada pre eklampsia (Wiknojosastro,2010).


Dari kejadian delapan puluh persen semua kasus hipertensi pada

kehamilan, 3%-8% pasien terutama pada primigravida, pada kehamilan

trimester kedua. Catatan statistik menunjukkan dari seluruh insiden

dunia, dari 5%-8% pre eklampsia dari semua kehamilan, terdapat 12%

lebih dikarenakan oleh primigravida. Faktor yang mempengaruhi pre

eklampsia frekuensi primigravida lebih tinggi bila dibandingkan dengan

multigravida, terutama primigravida muda (Cunningham, 2010).


59

Persalinan yang berulang-ulang tidak mempunyai banyak resiko

terhadap kehamilan, telah terbukti bahwa persalinan kedua dan ketiga

adalah persalinan yang paling aman. Pada The New England Journal of

Medicine (2006) tercatat bahwa pada kehamilan pertama resiko terjadi

pre eklampsia 3,9% , kehamilan kedua 1,7% , dan kehamilan ketiga

1,8%.
Hasil Penelitian Rozikhan (2007) di RS Dr.H.Soewondo Kendal

menunjukkan hasil uji statistik kali kuadrat diperoleh nilai p value

(p=0,031). diperoleh bahwa ada hubungan yang signifikan antara paritas

dengan terjadinya pre eklampsia berat Dari nilai OR nya dapat

disimpulkan bahwa ibu yang mengalami hamil pertama mempunyai

resiko terjadi pre eklampsia berat 2,2 kali dibandingkan dengan seorang

ibu yang hamil lebih dari 1 kali.


Berdasarkan penelitian Nurmalichatun (2013) bahwa ibu hamil

pada primipara yang mengalami kejadian pre eklampsia berat sebanyak

81 orang (14,1%) lebih besar dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak

primipara yang mengalami kejadian pre eklampsia berat yaitu sebanyak

48 orang (9,0%). Hasil analisa uji chi square diperoleh nilai p value

sebesar 0,010. Hal ini menunjukkkan adanya hubungan antara paritas

dengan kejadian pre eklampsia berat pada ibu hamil.

6.2.4 Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Pre Eklampsia Berat

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 45 ibu bersalin tidak

bekerja yang mengalami PEB ada 29 (64,4%) dan yang tidak

mengalami PEB ada 16 (35,6%) sedangkan ibu bersalin yang bekerja


60

yang mengalami PEB ada 16 (40,0%) dan yang tidak mengalami PEB

ada 24 (60,0%).

Hasil uji statistik Kai kuadrat (Chi Square) pada α = 0,05

didapatkan nilai P sebesar 0,042 (P <0,05) yang berarti Ho ditolak.

Berarti secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara

pekerjaan ibu bersalin dengan kejadian Pre Eklampsia Berat di

Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang tahun 2014.

Hasil analisa lebih lanjut didapatkan nilai OR = 2,719 artinya ibu

bersalin dengan yang tidak bekerja mempunyai peluang 2,719 kali

untuk PEB dibanding dengan yang bekerja.

Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan atau diperbuat atas tugas

kewajiban atau hasil bekerja atau perbuatan atau pencaharian yang

dijadikan pokok penghidupan atau sesuatu yang dilakukan untuk

mendapatkan nafkah (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2012).

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Cunningham (2010) yang

menyatakan bahwa aktifitas pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi

kerja otot dan peredaran darah. Begitu juga bila terjadi pada seorang ibu

hamil, dimana peredaran darah dalam tubuh dapat terjadi perubahan

seiring dengan bertambahnya usia kehamilan akibat adanya tekanan dari

pembesaran rahim .

Semakin bertambahnya usia kehamilan akan berdampak pada

konsekuensi kerja jantung yang semakin bertambah dalam rangka

memenuhi kebutuhan selama proses kehamilan. Oleh karenanya


61

pekerjaan tetap dilakukan, asalkan tidak terlalu berat dan melelahkan

seperti pegawai kantor, administrasi perusahaan atau mengajar.

Semuanya untuk kelancaran peredaran darah dalam tubuh sehingga

mempunyai harapan akan terhindar dari pre eklampsia

(Cunningham,2010).

Sedangkan menurut Klonoff (1998) menyatakan bahwa wanita

yang bekerja diluar rumah memiliki resiko lebih tinggi mengalami pre

eklampsia/eklampsia bila dibandingkan dengan ibu rumah tangga.

Pekerjaan dikaitkan dengan adanya aktifitas fisik dan stres yang mana

merupakan faktor resiko terjadinya pre eklampsia dan Helda (2000)

menyatakan bahwa pekerjaan yang melibatkan aktifitas fisik berat

ataupun yang dapat menimbulkan stres berhubungan dengan peningkatan

kejadian pre eklampsia (Nannien, 2012).

Serta diperkuat dengan hasil penelitian Nannien (2012)

menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil yang bekerja mengalami

pre eklampsia berat (66,3%). Hasil analisa uji chi square di peroleh nilai

p value sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara

status pekerjaan dengan kejadian pre eklampsia berat pada ibu hamil.

6.2.5 Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Pre Eklampsia Berat

Hasil penelitian menunjukan bahwa ibu bersalin dengan pendidikan

rendah yang mengalami PEB ada 30 (65,2%) dan yang tidak mengalami

PEB ada 16 (34,8%) sedangkan ibu bersalin dengan pendidikan tinggi


62

yang mengalami PEB ada 15(38,5%) dan yang tidak mengalami PEB

ada 24 (61,5%).

Hasil uji statistik Kai kuadrat (Chi Square) pada α = 0,05

didapatkan nilai P sebesar 0,025 (P <0,05) yang berarti Ho ditolak.

Berarti secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara

pendidikan ibu bersalin dengan kejadian Pre Eklampsia Berat di

Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang tahun 2014.

Hasil analisa lebih lanjut didapatkan nilai OR = 3,000 artinya ibu

bersalin dengan pendidikan rendah mempunyai peluang 3,000 kali

untuk PEB dibanding dengan pendidikan tinggi.

Menurut John Dewey (2000) dalam Fauziah (2010) pendidikan

adalah suatu proses untuk memperoleh kemampuan untuk kebiasaan

berfikir sebagai suatu kegiatan yang intelligent atau yang ilmiah dalam

memecahkan berbagai masalah di dalam kegiatan.

Pengertian pendidikan adalah hal cara ,hasil atau proses kerja

mendidik pengetahuan. Makin tinggi tingkat pendidikan makin mudah

mendapatkan informasi sehingga akan semakin banyak pula

pengetahuan yang di milikinya pengetahuan yang baik di tunjang oleh

pendidikan, di samping itu berpendidikan tinggi akan lebih mudah

menerima dan mempraktekan informasi yang di dapat

(Notoatmodjo,2010).

Tingkat pendidikan merupakan faktor yang sangat berperan dalam

pemeliharan kesehatan diri sendiri. Karena tingkat pendidikan


63

menunjukan tingkat status kesehatan seseorang semakin tinggi tingkat

pendidikan, semakin besar kepedulian terhadap kesehatan,dan cara

menjaga kehamilan mereka akan lebih memperhatikan kebersihan

mnjaga kehamilan sehingga terhindar dari gangguan yang dapat

menyebabkan pre eklamsi berat dan pada ibu hamil yang berpendidikan

tinggi dengan pendidikan baik memberikan pada wanita kepercayaan

diri untuk mengambil tanggung jawab atas wanita itu sendiri

(Suparyanto,2010).

Berdasarkan penelitian Fauziah (2010) menunjukan bahwa

kejadian pre eklamsi berat proporsinya lebih tinggi terjadi pada

mereka yang berpendidikan rendah (46,5%) dibandingkan dengan yang

berpendidikan sedang (27,3%) dan yang berpendidikan tinggi(26,5%).

Hasil uji statistik Kai kuadrat (Chi Square) pada α = 0,05 didapatkan

nilai P sebesar 0,001 (P <0,05) yang berarti Ho ditolak. Berarti secara

statistik terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu

dengan kejadian pre eklampsia berat.

6.2.6 Hubungan Riwayat Penyakit Hipertensi dengan Kejadian Pre

Eklampsia Berat

Hasil penelitian menunjukan bahwa bahwa ibu bersalin dengan

riwayat penyakit hipertensi yang mengalami PEB ada 33 (68,8%) dan

yang tidak mengalami PEB ada 15 (31,2%) sedangkan ibu bersalin

tidak ada riwayat penyakit hipertensi yang mengalami PEB ada 12

(32,4%) dan yang tidak mengalami PEB ada 25 (67,6%).


64

Hasil uji statistik Kai kuadrat (Chi Square) pada α = 0,05

didapatkan nilai P sebesar 0,002 (P <0,05) yang berarti Ho ditolak.

Berarti secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara

riwayat hipertensi ibu bersalin dengan kejadian Pre Eklampsia Berat di

Puskesmas Poned Pamarayan Kabupaten Serang tahun 2014.

Hasil analisa lebih lanjut didapatkan nilai OR = 4,583 artinya ibu

bersalin dengan yang riwayat hipertensi mempunyai peluang 4,583

kali untuk PEB dibanding dengan tidak hipertensi.

Hipertensi adalah tekanan darah ( sistole > 180 mmHg, Diastole

>110 mmHg ( Manuaba,2010). Riwayat hipertensi adalah ibu yang

pernah mengalami hipertensi sebelum hamil atau sebelum usia

kehamilan 20 minggu. Ibu yang mempunyai riwayat hipertensi beresiko

lebih besar mengalami pre eklampsia, serta meningkatkan morbiditas

dan mortalitas maternal dan neonatal lebih tinggi. Diagnosa pre

eklampsia ditegakkan berdasarkan peningkatan tekanan darah yang

disertai dengan proteinuria atau oedema anasarka (Cunningham,2010).

Hipertensi merupakan salah satu masalah medis yang kerap kali

muncul selama kehamilan dan dapat menimbulkan komplikasi pada 2-

3% kehamilan. Hipertensi pada kehamilan dapat menyebabkan

morbiditas/kesakitan pada ibu (termasuk kejang eklampsia, perdarahan

oedema paru (cairan di dalam paru), gagal ginjal akut, dan

penggumpalan/ pengentalan darah di dalam pembuluh darah) serta

morbiditas pada janin (termasuk pertumbuhan janin terhambat didalam


65

rahim, kematian janin di dalam rahim, solusio placenta/placenta

terlepas dari tempat melekatnya di rahim dan kelahiran prematur).

Selain itu, hipertensi pada kehamilan juga masih merupakan sumber

utama penyebab kematian pada ibu (Cunningham,2010).

Pre eklampsia terjadi pada kurang lebih 5% dari seluruh kehamilan,

10% pada kehamilan anak pertama, dan 20-25% pada perempuan hamil

dengan riwayat hipertensi kronik sebelum hamil. Faktor resiko ibu

untuk terjadinya pre eklampsia antara lain meliputi kehamilan pertama,

pasangan/paternitas baru, usia lebih muda dari 18 tahun atau lebih tua

dari 35 tahun, riwayat pre eklampsia pada kehamilan sebelumnya,

riwayat keluarga dengan pre eklampsia, obesitas/kegemukan dan selang

waktu jarak antar kehamilan kurang dari 2 tahun atau lebih dari 10

tahun (Cunningham,2010).

Dasar penyebab pre eklampsia diduga adalah gangguan pada fungsi

endotel pembuluh darah (sel pelapis bagian dalam pembuluh darah)

yang menimbulkan vasospasme pembuluh darah (kontraksi otot

pembuluh darah) yang menyebabkan diameter lumen pembuluh darah

mengecil/ menciut). Perubahan respon imun ibu terhadap janin/jaringan

placenta (ari-ari) diduga juga berperan pada terjadinya pre eklampsia.

Kerusakan endotel tidak hanya menimbulkan mikrotrombosis difus

placenta (sumbatan pembuluh darah placenta) yang menyebabkan

placenta berkembang abnormal atau rusak, tapi juga menimbulkan

gangguan fungsi berbagai organ tubuh dan kebocoran pembuluh darah


66

kapiler yang bermanifestasi pada ibu dengan bertambahnya berat badan

ibu secara cepat, bengkak (perburukan mendadak bengkak pada kedua

tungkai, bengkak pada tangan dan wajah), oedema paru dan atau

hemokonsentrasi (kadar hemoglobin/hb lebih dari 13 g/dl). Placenta

yang tidak normal akibat mikrotrombosis difus, akan menurunkan

aliran darah dari Rahim ke placenta. Hal tersebut akan mempengaruhi

kehidupan janin dan bermanifestasi secara klinis dalam bentuk

pertumbuhan janin terhambat di dalam kandungan/rahim dan

oligohidramnion (cairan ketuban sedikit) (Cunningham,2010).

Menurut Robert & Redman (1993), peningkatan resiko pre

eklampsia/eklampsia dapat terjadi pada ibu yang memiliki riwayat

hipertensi kronis, diabetes, dan adanya riwayat pre eklampsia/eklampsia

sebelumnya. Faktor riwayat penyakit, dimana penelitian ini terdapat

24% ibu yang mengalami pre eklampsia berat memiliki riwayat

penyakit, sedangkan yang tidak memiliki riwayat penyakit sebesar

75,5% (Nanien, 2012).

Dimana riwayat penyakit yang paling dominan dialami pada

kejadian pre eklampsia berat adalah hipertensi. Hasil penelitian ini

berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa proses penyakit penyakit

pembuluh darah kolagen, penyakit pembuluh darah, penyakit ginjal, ibu

yang mempunyai riwayat penyakit hipertensi, dan ibu yang pernah

mengalami pre eklampsia berat pada kehamilan sebelumnya dapat


67

menjadi faktor resiko terjadinya pre eklampsia berat (Bobak,

Lowdermilk & Jensen, 2010).

Perbedaan ini terjadi mungkin karena ibu tidak pernah melakukan

pemeriksaan kesehatan sebelumnya (screening penyakit) yang

menyebabkan sang ibu tidak tahu penyakit yang dialaminya atau

kecenderungan masyarakat Indonesia yang akan datang ke pelayanan

kesehatan jika telah mengalami tanda dan gejala penyakit, selain itu

relatif penyakit akan timbul pada usia tua, maka ketika perawat

bertanya dan mencatat dalam status pasien, sang ibu mengatakan tidak

memiliki salah satu diantara riwayat penyakit ginjal, jantung, diabetes

mellitus, dan sebagainya (Bobak,Lowdermilk & Jensen,2010).

Berdasarkan penelitian Nurmalichatum (2013) menunjukkan

bahwa sebagian ibu hamil yang mempunyai riwayat hipertensi

mengalami pre eklampsia berat (63,0%). Hasil analisa uji chi square di

peroleh nilai p value sebesar 0,003. Hal ini menunjukkan adanya

hubungan antara riwayat hipertensi dengan kejadian pre eklampsia

berat pada ibu hamil.


68

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang penelitian tentang Faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian PEB pada Ibu Bersalin,maka dalam BAB ini

peneliti membuat kesimpulan dan saran sebagai berikut:

7.1 Kesimpulan
69

7.1.1 Sebagian besar responden yang mengalami Pre eklampsia berat yaitu

45 (52,9%) dan yang tidak mengalami Pre eklampsia berat 40

(47,1%).

7.1.2 Sebagian besar responden berusia 20- 35 tahun sebanyak 48 orang

(56,5%) sedangkan yang berusia < 20 > 35 tahun sebanyak 37 orang

(43,5 %).

7.1.3 Sebagian besar responden multipara sebanyak 47 orang (55,3%),dan

primipara sebanyak 38 orang (44,7%)

7.1.4 Responden yang mempunyai tingkat berpendidikan rendah 46

(54,1%) dan berpendidikan tinggi 39 (45,9%).

7.1.5 Sebagian besar responden tidak bekerja sebanyak 45 orang (52,9%)

dan yang bekerja (47,1%)

7.1.6 Sebagian besar responden riwayat hipertensi 48 orang (56,5%) dan

yang tidak hipertensi sebanyak 37 orang (43,5%)

7.1.7 Terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan kejadian pre

eklampsia berat pada ibu bersalin di Puskemas Poned Pamarayan


74
Kabupaten Serang tahun 2014 dengan p-value sebesar 0,001 (P

<0,05).

7.1.8 Terdapat hubungan yang bermakna antara paritas dengan kejadian pre

eklampsia berat pada ibu bersalin di Puskemas Poned Pamarayan

Kabupaten Serang tahun 2014 dengan p-value sebesar 0,005 (P

<0,05).
70

7.1.9 Terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan

kejadian pre eklampsia berat pada ibu bersalin di Puskemas Poned

Pamarayan Kabupaten Serang tahun 2014 dengan p-value sebesar

0,025 (P <0,05).

7.1.10 Terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan kejadian

pre eklmpsia berat pada ibu bersalin di Puskemas Poned Pamarayan

Kabupaten Serang tahun 2014 dengan p-value sebesar 0,042 (P

<0,05).

7.1.11 Terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat hipertensi dengan

kejadian pre eklmpsia berat pada ibu bersalin di Puskemas Poned

Pamarayan Kabupaten Serang tahun 2014 dengan p-value sebesar

0,002 (P <0,05).

7.2 Saran

Adapun saran – saran yang dapat peneliti sampai kan terkait peneliti

yang telah di lakukan dan di uraikan sebagian berikut :

7.2.1 Bagi lahan

Di harapkan agar terus meningkatkan pelayanan kesehatan

terhadap masyarakat khusus nya ibu hamil agar biasa mendetiksi dini

penyakit, agar tidak mengalami pre eklampsia berat saat menjelang

persalinan dan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan

dalam meningkatkan pelayanan kesehatan .dan di perlukan juga


71

kerjasama lintas program dan lintas sektoral dari insitusi terkait serta

agar bisa menurunkan AKI dan AKB.

7.2.2 Bagi institusi pendidikan

Agar bisa berperan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan

khususnya kepada calon kesehatan supaya meurunkan AKI dan AKB.

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham. F. G. et. el. 2010. Obstetri William. EGC:Jakarta

Depkes RI. 2010. Rencana Pengembangan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat


2010 .Depkes RI:Jakarta

Dinas Kesehatan Provinsi Banten 2014.Profil Kesehatan. 2014. Banten : Dinkes


Provinsi Banten
72

Dly. 2010. Angka Kejadian Dan Karekteristik Pasien Pre Eklampsia Berat Berat
Berulang Di Bagian Obstetri Dan Ginekologi RSMH (Rumah Sakit
Mohammad
Hoesin) Palembang Periode Januari 2009-September 2010. Tesis FK-
Unsri:Palembang

Etika. 2014. Hubungan Antara Usia Dengn Pre Eklampsia Pada Ibu Hamil Di
POLI KIA RSUD Kefamenanu Kabupaten Timor Tengah Utara

Gunawan S,2010. Reproduksi Kehamilan Dan Persalinan. Jakarta : CV Graha

Manuaba. Ida Bagus Gde. 2010. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri
Ginekology dan KB. EGC:Jakarta

Marmi. 2011. Patologi Kebidanan. ISBN : Jakarta

Nanien Indriani. 2012. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kehamilan Pre


Eklampsia/Eklampsia Di RS Kardinah Kota Tegal.

Nurmalichatun. 2013. Hubungan Antara Primipara Dan Penyakit Diabetus


Mellitus H. Soewondo Kabupaten Tegal

Notoatmodjo Soekidjo. 2010. Metode penelitian Kesehatan. Jakarta Renika Cipta.

Obstetrik Patologi. 2011. Ilmu Kesehatan Reproduksi. EGC: Jakarta

Prawirohardjo, Sarwono, 2010. Buku Praktis Pelayanan Kesehatan Marternal


dan Neonatal, Jakarta JNPKK RI POGI. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo:Jakarta

Royston. E & Armstrong. 2010.Preventing Materna Deaths. WHO:Geneva

Rozikhan. 2007. Faktor-faktor Risiko Terjadinya Pre Eklampsia Berat di Rumah


Sakit DR. H. Soewondo Kendal

Taber. Benzion, MD. 2010.Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri Dan Ginekologi.


EGC:Jakarta

Utama. 2010. Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pre Eklampsia
Berat Pada Ibu Hamil Di RSD Raden Mattaher Jambi Tahun 2007. Skripsi
Unsri:Palembang

Wiknjosastro, 2010. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo Jakarta
73

Yayan Andriyani & Burham Warsito, dr. 2010. Faktor-Faktor Yang


Mempengaruhi Pre-Eklamsia di Indonesia, FK-UI : Jakarta

Rukiyah , Ai. 2010. Asuhan Kebidanan dan Patologi. TIM:Jakarta

Anda mungkin juga menyukai