Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PARASITOLOGI II

CAPLAK

Disusun oleh:
1. Monica Maulyana (17.72.018062)
2. Septia Deby (17.72.018068)
3. Yuvita (17.72.018074)
4. Adinda Chairunnissa (17.72.018076)
5. Setrima (17.72.018078)
6. Irma Pratiwi (17.72.018080)

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih karunia dan
kehendaknya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.

Kami berharap pada Dosen Pengampu mata kuliah Parasitologi II agar memberikan saran
serta pendapatnya, guna perbaikan makalah ini agar dikemudian hari kami mampu
mengerjakannya lebih baik dari sekarang ini.

Demikianlah batas dan gambaran kemampuan kami dalam menyelesaikan tugas makalah
yang jauh dari sempurna ini dengan harapan semoga bermanfaat. Terima kasih.

Palangkaraya, November 2018


Penulis

i
DAFTAR ISI
Kata pengantar……………………………………………………………………………………..i

Daftar isi……………………………………………………………………………………………..ii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………………1

A. Latar belakang…………………………………………………………………………………..1

B. Rumusan masalah……………………………………………………………………………...1

C.Tujuan…………………………………………………………………………………………….1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………………….....2

BAB III PEMBAHASAN……………………………………………………………………………3

A. Klasifikasi Ilmiah……………………………………………………………………………...3
B. Berbagai Genus dalam Famili Ixodidae……………………………………………………5
C. Periode Perkembangan Caplak…………………………………………………………….7
D. Daur Hidup Caplak…………………………………………………………………………...8
E. Gejala Klinis dan Dampak Umum Akibat Terkena Caplak………………………………9
F. Pengendalian Caplak………………………………………………………………………10
BAB IV PENUTUP………………………………………………………………………………13
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………………...13

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………….14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Parasit adalah suatu organisme lebih kecil yang hidup menempel pada tubuh organisme
yang lebih besar yang disebut host. Parasit merupakan organisme yang hidupnya
merugikan induk semang yang ditumpanginya. Keberadaan parasit dalam tubuh host dapat
bersifat sebagai parasit sepenuhnya dan tidak sepenuhnya sebagai parasit. Ada beberapa
sifat hidup dari parasit seperti parasit fakultatif, obligat, insidentil temporer dan permanen.
Penyebarannya di atas permukaan bumi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
siklus hidup, iklim, sosial budaya atau ekonomi dan kebersihan. Biasanya hospes atau induk
semang yang jadi sasarannya bisa berupa hospes definitif (akhir), insidentil, carrier,
perantara dan hospes mekanik.
Salah satu penyakit parasit yang sering menimbulkan gangguan pada ternak,
khususnya sapi adalah serangan caplak. Caplak merupakan salah satu ektoparasit yang
terdapat pada hewan ternak dan pada umumnya selalu menimbulkan kerugian, baik secara
fisik bagi hewan itu sendiri, maupun kerugian secara ekonomis bagi para peternak.
Kerugian-kerugian ini timbul karena umumnya caplak menghisap darah sehingga dapat
mengakibatkan anemia, merusak kulit, menimbulkan kegatalan, dan dermatitis.
Namun kerugian yang paling utama adalah peranannya sebagai vektor penyakit, antara
lain vektor dari piroplasmosis, anaplasmosis dan theileriosis.
B. Rumusan masaalah

1. Apa itu penyakit caplak?


2. Apa saja jenis-jenis caplak itu?
3. Bagaimana periode perkembangan caplak?
4. Bagaimana siklus atau daur hidup penyakit caplak?
5. Bagaimana pengendalian penyakit caplak?
6. Bagaimana pengobatan penyakit caplak?

C. Manfaat

1. Mengetahui penyakit caplak

2. Mengetahui jenis-jenis caplak

3. Mengetahui periode perkembangan caplak


4. Mengetahui daur hidup penyakit caplak
5. Mengetahui cara pengendalian penyakit caplak
6. Mengetahui cara pengobatan penyakit caplak.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Parasit adalah suatu organisme lebih kecil yang hidup menempel pada tubuh
organisme yang lebih besar yang disebut host. Keberadaan parasit dalam tubuh host dapat
bersifat sebagai parasit sepenuhnya dan tidak sepenuhnya sebagai parasit. Hal tersebut
tergantung dari jumlah, jenis, tingkat kesakitan yang dapat ditimbulkan oleh parasit serta
ketahanan tubuh dan nutrisi dalam tubuh induk semangnya. Hubungan host dan parasit
dapat bersifat simbiosismutualisme, parasitis, dan parasitosis (Bowmans, 1999).
Ektoparasit adalah parasit yang terdapat di luar tubuh host (inang). Dari sekian
banyaknya ektoparasit di dunia termasuk dalam filum Arthropoda. Filum Arthropoda terdiri
dari berbagai sub filum yaitu Trilobitomorpha (sudah punah), Onychophora (onychoporans),
Tardigrada (water bears), Pycnogonida (Sea spiders), Chelicerata (Mites, Ticks, Spiders,
Scorpions, dll) dan Mandibulata (Crustaceans, Centipedesdan Millipedes serta Insects).
Subfilum Chelicerata (contoh: mites, ticks) dan sub filum Mandibulata (contoh: Insecta)
merupakan subfilum yang paling penting dalam dunia veterine. Pentingnya kedua subfilum
di atas karena dapat berperan sebagai agen penyebab penyakit patologis pada hewan dan
manusia, memproduksi racun atau substan toksik, berperan sebagai inang antara untuk
protozoa dan helminth, berperan sebagai vektor bagi bakteri, virus, Spirochaeta, Ricketsia,
Chlamydiadan agen penyakit lainnya (Hendrix dan Robinson, 2006).
Rhipicephalus sanguineus adalah ektoparasit penghisap darah yang mempunyai
peranan penting dalam bidang kesehatan hewan. Caplak dari spesies Rhipicephalus
sanguineus disebut juga “the brown dog tick” dan merupakan jenis caplak yang paling sering
pada anjing. Secara umum tubuh caplak terbagi menjadi dua bagian yaitu gnatosoma
(kepala dan toraks) dan idiosoma (abdomen) (Wijayanti, 2007).
Caplak ini dapat bertahan hidup pada inangnya dengan melengkapi siklus hidupnya
pada lingkungan sekitar yang sesuai inang. Caplak masih dapat bertahan hidup pada suhu
udara yang kurang mendukung baik suhu tinggi maupun rendah. Populasi caplak akan
meningkat drastis bila suhu hangat. Caplak ini memiliki sifat toleransi terhadap perubahan
cuaca. Siklus hidup R. sanguineus membutuhkan tiga induk semang mulai dari penetasan
telur hingga menjadi caplak dewasa. Seluruh stadium hidup caplak ini dapat menghisap
darah atau cairan tubuh kecuali pada stadium telur. Caplak dewasa akan lepas dari tubuh
host(inang) setelah menghisap darah kemudian merayap mencari tempat berlindung di
celah-celah hingga telurnya siap untuk dikeluarkan, kemudian caplak dewasa akan siap
untuk bertelur di tanah. Apabila caplak tersebut mengandung protozoa (Babesia sp. dan
Theileria sp.) dalam tubuhnya, kemudian caplak ini menggigit host maka host (inang)
tersebut kemungkinan akan mengalami infeksi protozoa (James dan Leah, 2001).

2
BAB III
PEMBAHASAN
A. Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda`
Upafilum : Chelicerata
Kelas : Arachnida
Superordo : Parasitiformes
Ordo : Ixodida
Superfamili : Ixodidea
Genus : Boophilus
Spesies : Boophilus microplus
Caplak adalah jenis kutu hewan yang termasuk ke dalam kelompok laba-laba
(Arachnida). Ciri khas caplak adalah bagian kepala, dada, dan perut menyatu, berkulit khitin
tebal dan keras, larvanya berkaki tiga pasang, sedangkan nimfa dan dewasanya berkaki
empat pasang. Pada caplak jantan, skutum menutupi bagian dorsal. Sedangkan caplak
betina skutum hanya menutupi sebagian kecil. Caplak sapi yaitu Boophilus microplus
termasuk dalam golongan caplak keras. Pada caplak keras dibagian depan (anterior) terlihat
ada semacam kepala yang sebenarnya adalah bagian dari mulutnya/kapitulum, basis
kapituli sebelah dorsal yang bersegi enam. Spiralkulum bulat atau oval yang berada di
depan atau di samping dari keempat coxae. Kepala dan dada serta abdomen tergabung
dalam betuk oval atau elips. Larva berkaki enam, sedangkan nimfa dan caplak dewasa
berkaki delapan. Tiap kaki terdiri dari enam bagian ruas kaki, dengan ujung yang terdapat
kait. Kelenjar coxae terdapat antara coxae I dan II, yang mampu mensekresikan cairan guna
perlekatan pada kulit selama menghisap darah dan ketika kopulasi. Coxae I bercelah
dangkal (bifid). Jenis kelamin dapat dibedakan antara jantan dan betina. Pada jantan
terdapat lempeng adanal. Pipih dorsoventral dan bagian dorsal cembung dengan empat
pasang kaki (dewasa). Organ olfaktori terdapat pada tarsi kaki depan. Tubuh berwarna agak
merah dan coklat mahoni. Bagian belakang tubuh tanpa festoon.

3
Caplak sapi adalah jenis caplak berkulit keras yang dianggap paling penting dalam
dunia pertenakan sapi. Karena telah mendatangkan kerugian yang sangat besar bagi
peternakan sapi. Dalam keadaan tidak menghisap darah caplak ini berukuran hanya
sebesar biji mentimun dan berwarna coklat. Alat penghisap terletak di ujung yang berfungsi
untuk menempel dan menghisap darah. Caplak sapi betina dapat mengembang 10-12 kali
dari ukuran aslinya sesudah menghisap darah. Caplak sapi terkenal sebagai caplak satu
induk yang berarti larva, nimfa, dapat di jumpai pada satu induk semang. Setelah kenyang
menghisap darah akan menjatuhkan diri dari induk semang untuk bertelur. Telurnya
sejumlah 3.000-5.000 butir yang di keluarkan sedikit demi sedikit setiap harinya. Dalam
keadaan kelembaban tinggi dan suhu yang memadai telur akan menetas dalam waktu
sekitar 14 hari. Larva yang berkaki 3 pasang segera naik ke daun-daun rumput untuk
menunggu kesempatan menempel pada induk semang. Bila tidak cepat mendapat induk
semang yang baru larva dapat menahan lapar untuk berminggu-minggu bahkan sampai
berbulan-bulan. Setelah berhasil mendapatkan induk semang dan menghisap darahnya,
larva akan melepaskan diri dari induk semang untuk berganti kulit menjadi nimfa. Proses ini
di ulangi lagi oleh nimfa untuk menjadi dewasa (Hendrix dan Robinson, 2006).
Ditinjau dari habitatnya yang menjatuhkan diri dari induk semang dalam kaitan
dengan pertumbuhannya mulai dari telur sampai dewasa, maka caplak dibedakan :
1. Caplak berinduk semang satu
Caplak berinduk semang satu adalah caplak yang seluruh daur hidupnya mulai dari telur
sampai dewasa berada dalam satu induk semang. Caplak jenis initidak melalui tahapan
menjatuhkan diri dari induk semang.

4
Contoh: Boophilus decoloratus, B. anulatus, dan B. Mikroplus.
2. Caplak berinduk semang dua
Caplak jenis ini tahapan larva dan nimfe berada dalam satu induk semang. Setelah
induk semang kenyang akan jatuh kemudian menginfeksi induk semang yang lain untuk
langsung tumbuh menjadi dewasa.
Contoh: Rhipichepalus evertsi, R.bursa, Hyaloma truncatum dan H. Dromedariae.
3. Caplak berinduk semang tiga
Caplak jenis ini setiap tahapan akan jatuh dan berganti induk semang yang berbeda.
Contoh: Rhiphichepalus appendicultus, R. provus, R. capensis, dan Amblyoma hebraeum.

B. Berbagai Genus dalam Famili Ixodidae

1. Boophilus
Caplak ini tidak memiliki hiasan pada skutum dan tidak memiliki festoon. Basis kapituli
berbentuk segienam. Caplak ini memiliki hipostoma yang pendek . palpi menonjol ke dorsal
dan lateral. Pada lateral skutum terdapat mata. Pada pasangan kaki pertama terdapat celah.
Caplak jantan memiliki keping adanal dan keping asesori.
Genus ini terdiri dari 5 spesies (Harwood dan James, 1979). Spesies yang penting
adalah Boophilus microplus, B. annulatus dan B. decoloratus. Ketiganya merupakan vektor
penting piroplasmosis pada sapi di Amerika, Afrika, Asia, Eropa, dan Australia.
2. Ixodes
Caplak ini tidak memiliki hiasan pada skutum, juga tidak memiiki mata dan festoon.
Kapitulum pada kapak betina biasanya lebih panjang dari yang jantan. Segmen kedua dan
ketiga palpi menonjol dari dasar, sehingga membentuk sudut antara palpus dengan bagian
mulut. Lekuk anus melengkung ke anterior menuju anus disebut prostriate. Pada genus lain
lekuk anus terlihat lebih posterior dan disebut metastriate. Pada jantan terdapat tujuh keping

5
ventral yang tersusun dalam tiga baris di medial, yaitu pregenital, medial, dan anal;
sepasang adanal dan sepasang epimeral. Tepi keping epimeral yang terletak sebelah lateral
tampak tidak jelas.
Genus Ixodes memiliki 250 spesies dan sekitar 40 spesies terdapat di Amerika Utara
(Nuttall dan Warburton, 1911). Contoh spesies dari genus ini antara lain adalah I. ricinus, I.
persulcatus, I. rubicundus, dan I. holocyclus.
3. Dermacentor
Caplak ini memiliki hiasan skutum. Lekuk anus terletak lebih posterior. Basis kapituli
berbentuk segi empat. Pada lateral skutum terdapat mata. Caplak ini memiliki festoon yang
berjumlah satu buah. Baik jantan maupun betina memiliki celah pada pasangan koksa
pertama. Pada jantan koksa semakin posterior semakin membesar dan koksa terbesar
terdapat pada pasangan kaki keempat. Caplak ini tidak memiliki keping ventral.
Genus ini terdiri dari 31 spesies (Harwood dan James, 1979). Spesies Dermacentor
nitens merupakan vektor dalam penularan piroplasmosis pada kuda, sedangkan C. variabilis
merupakan vektor tularemia dan Rocky mountain spotted fever pada anjing di Amerika.
4. Amblyomma
Caplak ini memiliki hiasan pada skutum. Bagian mulut lebih panjang dari basis kapituli.
Segmen kedua palpi dua kali lebih panjang dari segmen ketiganya. Caplak ini memiliki mata
dan festoon. Tidak memiliki keping adanal. Spirakel agak segi tiga atau berbentuk koma.
Saat ini diketahui genus ini terdiri dari 100 spesies (Harwood dan James, 1979).
Spesies yang penting adalah A. maculatum merupakan parasit penting pada sapi di Amerika
Serikat (Semtner dan Hair, 1973).
5. Haemaphysalis
Caplak ini tidak memiliki hiasan pada skutum dan mata. Pada mata juga tidak
didapatkan keping ventral. Basis kapituli berbentuk segiempat dan dasar dari segmen kedua
menonjol ke lateral melewaati basis kapituli. Segmen kedua dan ketiga meruncing ke
anterior, sehingga bagian kapitulum sebelah anterior dari basis kapituli berbentuk segitiga.
Caplak ini memiliki festoon dan sebuah keping adenal posterior.
Genus Haemaphysis memiliki 150 spesies (Harwood dan James, 1979). Spesies
penting dari genus ini yang dapat menularkan piroplasmosis adalah Haemaphysis punctata.
Spesies penting yang lain adalah H. spigniera merupakan vektor penyakit Kyasanur dan H.
longicornis yang sering menyerang sapi-sapi di Australia (Saito dan Hoogstraal, 1973).
6. Rhipicephalus
Caplak ini berwarna kemerahan atau coklat kehitaman. Lekuk anus terletaak lebih
posterior. Pada pasangan koksa pertama terdapat celah. Caplak jantan memiliki keping
adanal dan adanal asesori. Basis kapituli berbentuk segi enam. Caplak ini memiliki festoon
dan mata, tetapi tidak memiliki hiasan pada skutum.

6
Genus ini terdiri dari 63 spesies (Harwood dan James, 1979). Spesies yang termasuk
dalam genus ini antara lain R. appendiculatus, R. bursa, R. sanguineus dan R. evertsi.
7. Hyalomma
Merupakan caplak yang memiliki perangkat mulut yang panjang. Caplak ini mirip
dengan genus Ambylomma, tetapi segmen kedua palpi tidak sama panjang dengan segmen
ketiganya. Menurut Harwood dan James (1979) genus ini terdiri dari 21 spesies.

C. Periode Perkembangan Caplak


1. Periode Prapeneluran (Praoviposisi)
Lancaster dan Meisch (1986) menyatakan bahwa periode peneluran pada suhu
36,1ºC diperlukan waktu antara 2-3 hari, 19-39 hari pada suhu 15-15,5ºC. Hitchcock (1955)
mencatat bahwa periode prapeneluran pada suhu 33,1 ºC adalah 2-3 hari. Selain itu Davey
et al. (1980) juga mencatat bahwa periode prapeneluran adalah memiliki rataan 3,2 hari
serta menurut Strickland et al. (1976) periode yang dibutuhkan yaitu 2-39 hari.
Periode prapeneluran pada caplak sangat dipengaruhi oleh suhu. Semakin rendah
suhu tempat bertelur, maka semakin lama periode prapenelurannya. Pengaruh kelembaban
relatif terhadap periode prapeneluran memiliki pengaruh yang sangat kecil dan bahkan tidak
berhubungan sama sekali dengan lamanya periode sebelum dan sesudah peletakan telur.
Menurut Shaw et al. (1970), kelembaban relatif hanya berperan pada penjagaan kerusakan
telur.
2. Periode Peneluran (Oviposisi)
Periode peneluran yaitu lamanya waktu yang diperlukan seekor caplak dalam
peletakan telur. Menurut Strickland et al. (1976), periode bertelur di Brazil yaitu antara 4-44
hari, minimal periode bertelur yaitu 6-7 hari dalam bulan Desember dan Januari di Amerika
Latin (Graham et al., 1975). Hitchcock (1955) mencatat juga bahwa periode peneluran pada
suhu 30 ºC adalah 9-12 hari, 4 hari pada suhu 39 ºC dan 44 hari pada suhu 15 ºC. periode
peneluran juga sangat dipengaruhi oleh suhu, seperti yang dikemukakan oleh Seddon
(1967) bahwa pada suhu dibawah 15,5 ºC peneluran kadang tidak menentu dan pada suhu -
6 ºC biasanya sangat fatal untuk peneluran.
Periode peneluran juga sangat berhubungan dengan jumlah telur yang dihasilkan
karena semakin lama periode peneluran, maka akan memungkinkan caplak tersebut
menghasilkan jumlah telur yang lebih banyak. Hal ini juga berkaitan dengan bobot caplak itu
sendiri. Caplak yang lebih berat bobot badannya akan memiliki periode peneluran yang lebih
lama.
3. Periode Inkubasi Telur
Periode inkubasi telur adalah lamanya waktu yang dibutuhkan telur caplak hingga
menetas. Periode ini dihitung saat telur pertama dikeluarkan secara massal oleh caplak

7
sampai menetas. Robert (1970) menyatakan bahwa telur akan menetas setelah 2-3 minggu
selama musim panas, tetapi musim dingin dengan suhu 15 ºC akan memakan waktu lebih
dari 16 minggu. Hitchock (1955) mencatat bahwa masa inkubasi telur bervariasi dari 14 hari
pada suhu 36 ºC sampai 146 hari pada suhu 17 ºC. sedangkan menurut Davey et al. (1980),
masa inkubasi telur caplak ini berkisar antara 22-26 hari pada suhu 26-28 ºC dan
kelembaban relatif 70-90 %.
4. Periode Daya Hidup Larva
Daya tahan hidup larva dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban relatif. Larva dapat
bertahan hidup maksimum 240 hari pada suhu 22,2 ºC dan kelembaban relatif 90 %
5. Periode Parastik pada Tubuh Sapi
Periode parastik pada tubuh sapi yaitu waktu yang dibutuhkan oleh caplak ketika
menempel pada tubuh sapi dan berkembang sampai menjadi dewasa. Periode parastik
dimulai saat larva menempel sampai dengan menjadi dewasa jenuh darah dan jatuh ke
induk semang. Menurut Lapage (1962), periode parastik pada tubuh sapi berkisar antara 15-
55 hari.

D. Daur Hidup Caplak

Daur hidupnya diawali dari bentuk telur yang diletakkan induknya di tanah. Caplak
dewasa setelah kawin akan menghisap darah sampai kenyang, lalu jatuh ke tanah dan
disinilah akan bertelur. Larva yang baru menetas segera akan mencari inangnya dengan
pertolongan benda-benda sekitarnya serta bantuan olfaktoriusnya. Setelah mendapatkan
inangnya, ia akan menghisap darah inang darah hingga kenyang (enggorged) lalu akan
jatuh ke tanah atau tetap tinggal pada tubuh inang tersebut dan segera menyilih (molting)
menjadi nimfa. Nimfa menghisap darah kembali, setelah kenyang akan jatuh ke tanah dan

8
molting menjadi capak dewasa.Satu siklus daur hidup berkisar antara 6 minggu sampai tiga
tahun. Caplak betina setelah kawin dan kenyang dengan darah induk semangnya akan jatuh
ke tanah dan kemudian bertelur. Jumlah telur yang dihasilkannya bervariasi antara 2.000-
20.000 butir telur yang terkumpul dalam satu kelompok. Setelah tuntas bertelur caplak akan
mati. Telur yang dihasilkanakanmenetas dalam waktu 2-10 minggu, tergantung pada jenis
caplak dan cuaca. Caplak jantan akan mencoba bertahan berada pada tubuh induk semang
untuk kawin lagi. Caplak yang dewasa dapat bertelur sekitar 100-18.000 butir/caplak. Caplak
sangat tahan terhadap perubahan fisik misalnya terendam air, kekeringan atau
ketidakadaan makanan dalam waktu berbulan-bulan.
Daur hidup caplak meliputi tahap kehidupan pada tubuh bagian luar induk semang
dan tahapan untuk vegetasi atau di kandang hewan. Ketahanan hidupnya tergantung pada
simpanan pakan darah yang dihisap sewaktu menempel pada induk semang. Oleh karena
itu, caplak harus menghisap darah sebanyak mungkin agar dapat hidup sampai tahap
berikutnya dengan memproduksi beribu telur. Caplak menghisap darah dengan cara
menempel sambil menggigit induk semangnya beberapa hari atau beberapa minggu dengan
giginya. Gigitan caplak dapat menimbulkan reaksi peradangan ditempat caplak tersebut
menggigit, apabila ribuan caplak datang menggigit maka hewan akan banyak kehilangan
darah sehingga terjadi penurunan kondisi dan luka gigitan yang menyebabkan penurunan
kualitas kulit ternak yang dapat menjadi parah bila terjadi infeksi ikutan.
Telur caplak akan menetas menjadi larva yang memiliki 3 pasang kaki. Larva-larva
tersebut akan merambat dan menempel pada ujung rumput kemudian pindah ke tubuh
hewan yang kebetulan sedang merumput larva yang sudah kenyang ditubuh hewan akan
jatuh dan berubah menjadi nimfe yang akan tumbuh menjadi dewasa. Berdasarkan jumlah
inang yang diperlukan caplak dalam melengkapi satu siklus daur hidupnya dikenal istilah
caplak berumah satu, berumah dua dan berumah tiga (Levine, 1990).

E. Gejala Klinis dan Dampak Umum Akibat Terkena Caplak


1. Dermatosis
Infestasi caplak dapat mengakibatkan kerusakan kulit atau dermatosis sehingga
menurunkan kualitas kulit. Infestasi caplak juga menghilangkan rambut penutup dan
menimbulkan suatu jaringan nekrotik pada kulit.
2. Penyebaran Berbagai Penyakit.
Caplak berperan dalam penularan dan pemindahan berbagai penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, virus, protozoa, dan rickettsia. Beberapa diantaranya bersifat
zoonosis. Caplak berinang satu menularkan agen penyakit secara transovarial (melalui telur)
sedangkan caplak berinang dua dan tiga secara transtadial (dari larva ke nimfa dan dari
nimfa ke caplak dewasa) (Soulsby, 1982). Peran caplak sebagai penular penyakit dari

9
hewan ke manusia telah banyak diketahui. Beberapa penyakit yang ditularkan caplak pada
manusia adalah demam Q, demam hemoragi Crimean-Congo, penyakit lyme. Penyakit yang
dapat ditularkan oleh caplak pada sapi antara lain anaplasmosis, babesiosis, theileriosis,
ensefalitis, ehrlichiosis, dan lain-lain. Penyakit babesiosis yang ditularkan berbagai caplak
dapat menyebabkan kematian 80-90% sapi dewasa yang tidak diobati dan 10-15% ternak
muda umur satu sampai dua tahun. Kerugian lain yang timbul akibat penyakit ini adalah
penurunan berat badan, penurunan produksi susu.
3. Iritasi dan Penurunan Produksi
Tusukan kelisera menyebabkan iritasi dan kegelisahan sehingga aktivitas dan waktu
istirahat inang akan berkurang. Tusukan kelisera akan memperbesar faktor “stress” yaitu
banyak energi yang terbuang, sehingga akan menurunkan efisiensi makanan dan sekaligus
menghambat laju pertumbuhan badan dan daya produksi.

F. Pengendalian Caplak
Pengendalian caplak tergantung pada jenis caplak dan induk semangnya disamping
penggunaan bahan kimia, pengendalian caplak juga melibatkan berbagai bahan non kimia
dan tatalaksana lingkungan kandang atau padang pengembalaaan yang baik.Keadaan
lingkungan padang penggembalaan yang dapat tertembus sinar matahari umumnya tidak
disukai oleh caplak. Pemangsa atau predator caplak adalah jenis-jenis burung tertentu,
hewan pengerat, dan semut. Predator-predator ini dapat menurunkan populasi caplak.
Cara pengendalian yang paling efektif adalah dengan pestisida atau akarisida, yaitu
sejenis bahan kimia yang mampu membunuh caplak. Bahan kimia umumnya sangat
efektifuntuk membunuh caplak, tetapi penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan
caplak menjadi resisten atau tahan terhadap pengaruh kimia tersebut. Di tempat-tempat
tertentu berbagai jenis dan galur caplak telah tahan terhadap jenis pestisida tertentu,
sehingga pengendalian dengan bahan kimia tidak efektif lagi. Dalam keadaan demikian,
maka jenis akarisida yang di pakai harus diganti.
1. Bahan kimia
Akarisida adalah agen kima yang dipergunakan untuk membasmi caplak atau kutu.
Karena caplak cenderung akan tahan terhadap bahan kimia, maka orang berusaha
menciptakan obat yang paling ampuh dengan toksisitas rendah terhadap ternak dan
manusia dan efekresisensinya berkurang. Dengan usaha-usaha tersebut maka akibatnya
adalah terdapat banyak jenis obat yang diproduksi.
Akarisida yang pertama kali digunakan adalah jenis arsenic yang potensinya besar
dan harganya murah. Bahan ini sekarang tidak lagi banyak digunakan untuk memberantas
caplak. Bahan kimia lain yang masih banyak digunakan adalah lindane, toksafen (choor-
hidrocarbon), coumadioksation, diasinon (organo-posfat), karbaril armitros (karbonat), dan

10
sintesis piretroida.Akarisida yang digunakan harus dicampur air dan diaduk sampai merata.
Agar bahan kimia tersebut larut dalam air semuanya , maka dapat di tambah bahan pelarut.
2. Pengendalian dengan cara celup
Pengendalian caplak yang paling efektif terutama bagi peternakan skala sedang atau
besar adalah dengan cara celup (dipping) menggunakan akarisida yang cocok. Peternakan
skala kecil bila menggunakan cara ini dapat mengupayakan secara kelompok.
Sebelum cairan atau bubuk akarisida dimasukan ke dalam bak, terlebih dahulu harus
dilakukan pra-pencampuran, yakni mencampurkannya dengan air di dalam ember sebanyak
20 liter. Dengan cara demikian akan lebih mudah terjadi pencampuran secara merata
keseluruh bak, obat dalam bentuk pasta, apabila memungkinkan dan tidak merusak
efektivitas obat tersebut, dapat di panaskan terlebih dahulu sampai mencair dan baru di
tuangkan ke dalam bak air.Akarisida di dalam bak dalam tahap permulaan pada umumnya
belum teraduk. Oleh karena itu, harus diaduk terlebih dahulu dengan menggunakan papan
pengaduk atau dengan caramemasukan sapi secara langsung sekitar 20 ekor seperti proses
pencelupan biasa, kemudian diulangi lagi untuk yang ke dua kalinya. Dengan cara ini
diharapkan akarisida teraduk secara sempurna.
Pembuatan bak celup perlu memperhatikan beberapa persyaratan teknis yang telah
teruji keberhasilannya, agar diperoleh hasil yang optimal. Bak celup dibangun pada suatu
tempat yang mudah dijangkau dari berbagai lokasi peternakan dan mudah untuk
memperoleh air bersih.Penyakit parasit yang disebabkan protozoa dari golongan Coccidia
akan terlihat pertumbuhan terganggu, anemia dan terjadi berak darah (diare). Pencegahan
yang biasa dilakukan dengan pemberian obat-obatan berupa sulfat dan
antibiotik/streptomisin dan perlu diketahui penyakit ini yang paling sering muncul jika ternak-
ternak dipadatkan ke dalam kandang yang sangat kotor. Sedangkan protozoa darah yang
banyak menyerang ternak yaitu Trypanosomaevansi, penularan terjadi melalui gigitan dan
hisapan lalat-lalat pengisap darah, kerugian ekonomis penyakit ini pada ternak akibat
penurunan berat badan ternak sangat cepat, keguguran kandungan dan bahkan mati.
Pencegahannya bisa dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan, pengeringan tanah
dan pembuangan kotoran hewan secara baik dan teratur serta pemberian obat-obatan
berupa Naganol, Moranil dan obat-obatan yang lain.
Parasit lain yang menyerang sistem perkemihan dari Genus Trichomonas penyakit
menular ini ditandai dengan menurunnya daya reproduksi, rahim bernanah dan keguguran
pada waktu bunting muda. Pencegahan dapat dilakukan dengan mengetahui asal-usul dan
kesuburan sapi yang akan dibeli, mengawinkan ternak-ternak yang baru dibeli dengan kawin
suntik dan apabila ada sapi pejantan yang sakit dianjurkan untuk dipotong saja. Infestasi
parasit yang sering terjadi pada ternak peliharaan banyak menimbulkan kerugian ekonomis
yang cukup besar, kemampuan kerjanya menurun, luka-luka pada kulit yang akan

11
menurunkan harga ternak itu sendiri. Pencegahan yang dilakukan ternak bisa disemprot
dengan obat-obatan anti lalat atau caplak.
Petani peternak di pedesaan berusaha mencegah ternaknya digigit oleh caplak
dengan jalan membakar kayu di sekitar kandang dalam waktu sepanjang sore dan malam
hari. Akibat dari serangan caplak sapi, sapi mendapat banyak gangguan. Gangguan yang
paling ringan berupa rasa gatal pada kulit yang menyebabkan sapi terus menggosok-gosok
badanya sehingga dapat menimbulkan luka pada kulit. Serangan caplak dalam jumlah
banyak dapat menyebabkan sapi menderita anemia, sehingga produksi daging ataupun
susu akan terganggu. Lebih parah lagi caplak sapi juga menyebarkan penyakit protozoa
pada induk semangnya seperti Babesia bigemina. Pada sapi-sapi yang terawat baik,
ganguan caplak sapi segera dapat diatasi. Pada industri peternakan besar. Cara-cara yang
telah dilakukan untuk mengatasi gangguan caplak sapi adalah dengan penyemprotan,
merendam badan sapi dalam larutan insektisida dan melarang ternak digembalakan untuk
beberapa waktuagar terhindar dari bahaya infestasi baru di lapangan.Berbagai jenis obat
hewan anti protozoa, anthelmentika (anti cacing) dan anti ektoparasit (serangga) termaktub
dalam Indeks Obat Hewan Indonesia (terakhir edisi V 2005) terbitan Direktorat Jenderal
Peternakan Departemen Pertanian Republik Indonesia bekerjasama dengan Asosiasi Obat
Hewan Indonesia (ASOHI).

12
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Caplak sapi yaitu Boophilus microplus termasuk dalam golongan caplak keras.
2. Caplak sangat tahan terhadap perubahan fisik misalnya terendam air, kekeringan atau
ketidakadaan makanan dalam waktu berbulan-bulan.
3. Gejala klinis sapi yang terkena caplak yaitu dermatosis, penyebaran berbagai
penyakit, iritasi dan penurunan produksi.
4. Pengendalian caplak dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kimia akarisida,
pencelupan (dipping) sapi kedalam larutan desinfektan.

13
DAFTAR PUSTAKA
Bowman, D.D (1999). Georgis’ Parasitology for Veterinery. 8th Ed. Saunders an Imprint of
Elsevier Science.
Davey, R. B., J. Garza Jr., G. D. Thompson & R.O. Drummond. 1980. Ovipositional
Biology of the Southern Cattle Tick, Boophilus microplus in the Laboratory. J. Med.
Entomol. 17(2):117-121.
Graham, O. H., J. C. Gonzales, R. A. Bram & L. Beltran. 1975. Ecology and Control of
External Parasites of Economic Importanca on Bovines in Latin America. CIAT. Cali-
Colombia. Pp. 77-82.
Harwood, R. F. and M. T. James. 1979. Entomology in Human and Animal Health.
Seventh Edition. Macmillan Publishing Co., Inc. New York.
Hendrix, C.M., and E. Robinson. 2006. Diagnostic Parasitology for Veterinary Technicians.
3th Ed. Mosby Inc. an affiliate Elsevier Inc.
Hitchcock, L. F. 1955. Studies on the Non-Parasitic Stage of the Cattle Tick, Boophilus
microplus (Can.) (Acarina : Ixodidae). Austral. J. Zool. 3:293-311.
James N,Leah L. 2001. Life Cycle of the Brown Dog Tick, Rhipicephalus sanguineus.
[terhubung berkala]. University of Florida.
Lancaster, J. L. and M. V. Meisch. 1986. Arthropods in Livestock and Poultry Production
Departement of Entomology. Pp. 167-180.
Lapage, G. 1962. Moonig’s Veterinary Helminthology and Entomology. 4 ed. London.
Levine N D. 1990.Parasitologi Veteriner. Terjemahan G. Ashadi. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Nuttal, G. H. F. and Warburton, C. 1911. Ticks, a Monograph of the Ixodoidea. Part II,
Ixodidae. Cambridge Univ. Press. London.
Roberts, F. H. S. 1970. Australian Ticks. C. S. I. R. O, Melbourne, Australia.
Saito, Y. and Hoogstraal. 1973. Haemaphysalis (Kaeseriana) Mageshimaensis sp. (Ixodidea
: Ixodidae), a Japanese deer Parasite with Bisexual and Parthenogenetic Reproduction. J.
Parasitol. 59 : 569-78.
Seddon, H. R. 1967. Diseases of Domestic Animals in Australia. Parts 3. Arthropod
Infestations (Ticks and Mites). Service Publications (Veterinary Hygiene) No. 7. 170 p.
Semtner, P. J. and J. A. Hair. 1973. The Ecology and Behavior of the Lone Star Tick
(Acarina : Ixodidae), Abundance and Seasonal Distribution in Different Habitat Types. J.
Med. Entomol. 10: 618 – 28.
Shaw, R. D., J. A. Thorburn & H. G. Wallace. 1970. Cattle Tick Control. Welcome Researth
Organization. London. England. Pp. 7-11.
Soulsby EJL. 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals. New
York.
Strickland, R. K., R.R Gerrish, J. L. Hourrigan & G.O Schubert. 1976. Ticks of Veterinary
Importance. U. S. Dep. Agric. Hamb. 122 p.
Wijayanti DN. 2007. Studi Investasi Caplak pada Anjing Yang Dipelihara di Subdit Satwa Dit
Samapta Babinkam Polri Kelapa Dua Depok. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor.

14

Anda mungkin juga menyukai