Anda di halaman 1dari 16

Abses Mammae Sinistra

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida


Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat

Abstrak
Abses mammae adalah peradangan, nyeri tekan serta pengerasan yang timbul di payudara saat
sedang menyusui. Abses mammae ditandai dengan kumpulan nanah yang terbentuk di bawah
kulit payudara sebagai akibat dari infeksi bakteri. Kondisi ini menyebabkan payudara
membengkak, merah, dan nyeri bila disentuh. Pada beberapa kasus, orang-orang dengan
abses payudara dapat menderita demam. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
membantu menegakkan gangguan pada payudara dapat dilakukan dengan menggunakan tes
mammogram yang disebut sebagai mammografi.

Kata kunci: Abses mammae, mammografi.

Abstract

Mammary abscess is inflammation, tenderness and hardening that arise in the breast while
breastfeeding. Mammary abscess is characterized by a collection of pus that forms under the
skin of the breast as a result of bacterial infection. This condition causes the breasts to swell,
red, and painful when touched. In some cases, people with breast abscesses can suffer from fever.
Examination that can be done to help enforce disturbances in the breast can be done using a
mammogram test called mammography.
Key words : Mammary abscess, mammography.

Pendahuluan

Payudara merupakan organ yang terdapat pada laki-laki dan wanita dan terletak dekat
dengan kelenjar limfe. Payudara merupakan organ seks sekunder yang merupakan simbol
feminitas wanita. Setelah melahirkan, payudara menghasilkan Air Susu Ibu (ASI) yang sangat
dibutuhkan oleh bayi. Jika terjadi gangguan pada payudara maka produksi ASI dapat terganggu
dan menyebabkan bayi dapat mengalami kekurangaran gizi dan menimbulkan berbagai penyakit
pada bayi. Gangguan-gangguan yang dapat timbul pada payudara berupa tumor baik tumor ganas
maupun tumor jinak, radang yang disebut mastitis, dan abses payudara. Abses payudara adalah

1
suatu kondisi medis yang ditandai dengan kumpulan nanah yang terbentuk di bawah kulit
payudara sebagai akibat dari infeksi bakteri. Kondisi ini menyebabkan payudara membengkak,
merah, dan nyeri bila disentuh. Pada beberapa kasus, orang-orang dengan abses payudara
dapat menderita demam. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan
gangguan pada payudara dapat dilakukan dengan menggunakan tes mammogram yang disebut
sebagai mammografi.1

Pembahasan

Anamnesis

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-
anamanesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis). 2 Pada skenario
didapatkan pasien wanita berumur 28 tahun, maka dari itu dilakukan auto anamnesis, kemudian
ditanyakan beberapa hal dibawah ini:3

- Apa keluhan yang dirasakan pasien? Sejak kapan?

- Bagaimana pasien menggunakan tangan menjelaskan gejala? Pastikan dimana letaknya.

1. Bila terdapat rasa nyeri payudara (mastalgia)

- Apakah nyeri bersifat unilateral atau bilateral?

- Apakah timbul rasa panas atau kemerahan di tempat nyeri?

- Apakah ada perubahan kulit lain yang terlihat?

- Apakah nyeri bersifat siklis atau menetap? Dan apakah berkaitan dengan haid?

- Apakah ada riwayat keluhan serupa sebelumnya?

- Bagaimana riwayat haid (Katanemia)? Kapan haid terakhir? (karena waktu pemeriksaan
payudara terbaik adalah hari ke 5-7 setelah hari haid terakhir)

- Apakah pasien sedang menyusui? Sudah berlangsung berapa lama? Bagaimana kebiasaan
saat menyusui?

- Apakah pasien sedang mendapat terapi hormon (khususnya HRT, terapi sulih hormon)?

2
2. Bila terdapat sekret dari puting payudara

- Apakah cairan seperti susu atau bahan lain?

- Warna sekret (jernih, putih, kuning, tercemar darah)

- Sekret keluar spontan atau tidak?

- Apakah pengeluaran cairan unilateral atau bilateral?

- Adanya perubahan dalam penampilan puting atau aerola?

- Benjolan di payudara?

3. Bila terdapat benjolan di payudara

- Kapan benjolan pertama kali didasari?

- Apakah ukuran benjolan tetap sama atau membesar?

- Apakah ukuran benjolan berubah-ubah sesuai siklus haid?

- Apakah terasa nyeri?

- Adakah kelainan kulit lokal?

- Adakah riwayat benjolan payudara (tanyakan tentang riwayat biopsi, diagnosis, dan
operasi)

Anamnesis sistem lengkap harus mencakup gejala lain yang mungkin menandakan suatu
penyakit neoplastik (penurunan berat, berkurangnya nafsu makan, lesu, dan sebagainya) dan
penyebaran metastatik ke sistem organ lain (sesak napas, nyeri tulang dan sebagainya).2

Pertanyaan tentang payudara wanita mungkin sudah dimasukkan ke dalam riwayat medis
atau dapat ditanyakan pada saat melakukan pemeriksaan fisik. Tanyakan “Apakah Anda
memeriksa sendiri payudara Anda?” “Berapa sering Anda memeriksanya?” Tanyakan apakah
pasien memiliki benjolan, nyeri atau gangguan rasa nyaman apa pun pada payudaranya.
Tanyakan juga tentang setiap pengeluaran sekret dari puting susu dan kapan peristiwa ini terjadi.
Jika pengeluaran sekret hanya terjadi setelah puting susu diurut, keadaan ini dianggap sebagai
keadaan yang fisiologis. Jika pengularan sekretnya terjadi secara spontan dan terlihat pada
pakaian dalam (kaus, BH) atau pakaian tidur tanpa stimulasi lokal, tanyakan warna, konsistensi,
dan jumlahnya. Apakah sekret tersebut keluar pada kedua atau salah satu payudara? 1

3
Riwayat penyakit dahulu, penting untuk mencatat secara rinci semua masalah medis yang
pernah timbul sebelumnya dan terapi yang pernah diberikan, seperti adakah tindakan operasi dan
anastesi sebelumnya, kejadian penyakit umum tertentu.2

Riwayat Pribadi dan Sosial, secara umum menanyakan bagaimana kondisi sosial,
ekonomi dan kebiasaan-kebiasaan pasien seperti merokok, mengkonsumsi alkohol, dan hal yang
berkaitan. Asupan gizi pasien juga perlu ditanyakan, meliputi jenis makanannya, kuantitas dan
kualitasnya. Begitu pula juga harus menanyakan vaksinasi, pengobatan, tes skrining, kehamilan,
riwayat obat yang pernah dikonsumsi, atau mungkin reaksi alregi yang dimiliki pasien. Selain
itu, harus ditanyakan juga bagaimana lingkungan tempat tinggal pasien. Selain itu yang juga
perlu diperhatikan adalah riwayat berpergian (penyakit endemik). 2

Riwayat Penyakit Keluarga, berguna untuk mencari penyakit yang pernah diderita oleh
kerabat pasien karena terdapat kontribusi genetik yang kuat pada berbagai penyakit. 2

Hasil anamnesis yang telah dilakukan di dapatkan wanita berusia 28 tahun dengan
payudara kirinya dirasa membengkak yang terasa sakit dan disertai demam sejak 1 minggu yang
lalu. Pasien sedang menyusui.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien yang mencakup kesan
keadaan sakit, kesadaran pasien serta status gizi pasien. Dengan penilaian keadaan umum maka
dapat diperoleh kesan apakah pasien dalam keadaan akut yang memerlukan pertolongan segera
atau pasien dalam keadaan relatif stabil sehingga dapat dilakukan anamnesis secara lengkap baru
dilakukan pertolongan. 4

Tanda-tanda vital asien juga harus diperiksa yang mencakup frekuensi nadi, tekanan
darah, frekuensi pernafasan, dan suhu yang di sesuaikan dengan batas normal. Suhu tubuh
manusia yang normal adalah 36-370C; Tekanan darah 120/80 mmHg; Frekuensi nadi yang
normal 80 kali permenit; Frekuensi pernapasan yang normal 16-24 kali permenit. 4

Pemeriksaan payudara, sebelum memeriksa payudara wanita, pemeriksa harus memiliki


pendamping. Idealnya pendampingnya adalah seorang wanita. Pasien harus membuka seluruh
pakaiannya hingga ke pinggang dan duduk di tepi kursi dengan kedua lengan di samping. 3

4
Inspeksi, pasien dapat diminta untuk duduk tegak dan berbaring. Kemudian, inspeksi
dilakukan terhadap bentuk kedua payudara, ukuran, simetri, warna kulit, lekukan, retraksi papila,
adanya kulit berbintik seperti kulit jeruk, ulkus dan benjolan. Cekungan kulit (dimpling) akan
terlihat lebih jelas bila pasien diminta untuk mengangkat lengannya lurus ke atas. 5 Pada puting
payudara dilihat kesimetrisan, apakah mengalami eversi, datar, atau inversi, berskuama,
mengeluarkan cairan. Pada aksila, pasien diminta untuk meletakkan kedua tangan mereka di
kepala dan ulangi proses inspeksi. Beri perhatian khusus pada setiap asimetri atau cekungan kulit
yang terlihat. Periksa aksila untuk massa atau perubahan warna.3

Palpasi, Tanyakan terlebih dahulu kepada pasien apakah ada nyeri spontan atau nyeri
tekan, dan periksa daerah tersebut terakhir. Palpasi lebih baik dilakukan pada pasien yang
berbaring dengan bantal yang tipis di punggung sehingga payudara terbentang rata. Palpasi
dilakukan dengan ruas pertama jari telunjuk, tengah, dan manis yang digerakkan perlahan-lahan
tanpa tekanan pada setiap pada setiap kuadran payudara dengan alur melingkar atau zig-zag.
Pada sikap duduk, benjolan yang tak teraba ketika penderita berbaring kadang lebih mudah
ditemukan. Bila teraba benjolan maka uraikan benjolan tersebut. Selain perabaan benjolan,
palpasi juga berguna untuk mengetahui benjolan apakah melekat ke kulit atau ke dinding dada
atau mobile (dapat digerakkan). Minta pasien untuk memberi tahu Anda jika timbul nyeri selama
pemeriksaan. Pemijatan halus puting susu dilakukan untuk mengetahui adanya pengeluaran
cairan, berupa darah atau bukan. Bila sekret seperti susu, seosa, atau hijau-coklat hampir selalu
jinak, namun bila pengeluaran darah dari puting payudara diluar masa laktasi dapat disebabkan
oleh berbagai kelainan, seperti karsinoma, papiloma di salah satu duktus, dan kelainan yang
disertai ekstasia duktus. Perabaan aksila misalnya sebelah kanan, abduksi lengan kanan pasien
dan topanglah di pergelangan tangannya dengan tangan kanan sementara tangan kiri memeriksa
ketiak pasien. Bila teraba adanya kelenjar limfe, uraikan kelenjar limfe tersebut serta apakah
terdapat nyeri.3, 5

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TTV dalam batas normal, namun ditemukan adanya
benjolan pada kuadran lateral bawah dari payudara kiri dengan ukuran 4x3cm, hiperemis,
hangat, teraba fluktuasi serta nyeri tekan.

Pemeriksaan Penunjang

5
Pemeriksaan yang paling sering dilakukan pada pasien adalah pemeriksaan darah lengkap
yang kemudian disesuaikan dengan hasil normal. Bila terjadi penurunan maupun peningkatan
dapat menuntun Anda dalam mendiagnosa pasien. Setelah dilakukan anamnesis sampai
pemeriksan fisik, dapat diduga pasien menderita mastitis (peradangan pada payudara yang
disebakan oleh bakteri) atau bisa juga sudah menjadi abses payudara yang merupakan
komplikasinya. Maka dari pemeriksaan laboratorium kemungkinan di dapatkan peningkatan
kadar leukosit dan neutrofil.6

Berbagai metode dewasa ini digunakan untuk memeriksa lesi mamma. Metode tersebut
adalah: 7

1. Ultrasonografi: fibroadenoma, kista, tumor (paling baik untuk wanita muda/payudara


padat).

2. Mamografi: tumor, kista, penyakit fibrokistik, nekrosis lemak

3. FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy): tumor, fibroadenoma, penyakit fibrokistik,


nekrosis lemak, mastitis.

 USG (Ultrasonography)

Ultrasonografi payudara sangat membantu untuk mendiagnosis lesi payudara pada pasien
yang memiliki payudara yang padat, membedakan antara kista dan massa padat, menindaklanjuti
penyakit fibrosistik payudara, mengevaluasi lesi payudara pada pasien yang menjalani implantasi
silikon payudara. Mamografi sinar X tetap merupakan pemeriksaan skrining pilihan karena USG
tidak dapat mendeteksi mikrokalsifikasi. Meskipun demikian, USG tetap berguna sebagai alat
bantu diagnostik pada payudara. Pada kasus abses payudara, USG dilakukan untuk
mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul serta menyingkirkan kemungkinan adanya massa
tumor, kista, atau keganasan.6

 Mamografi

Mamografi merupakan pecitraan payudara dengan menggunakan sinar X berdosis rendah


untuk mendeteksi kista atau tumor. Pemeriksaan mamografi disebut sebagai tes mamogram yang
terbagi menjadi dua, yaitu: 8

1. Screening mamogram.

6
Pemeriksaan ini ditunjukkan bagi wanita yang tidak mengalami gangguan pada
payudaranya. Prinsip dasar strategi skrining adalah asumsi dasar bahwa deteksi lebih dini
akan menurunkan angka mortalitas dan morbiditas. Sampai kini, mamografi skrining
harus ditawarkan setiap tahun pada wanita-wanita yang berusia 50 tahun ke atas, dan
setidaknya setiap dua tahun bagi wanita yang berusia 40 sampai 49 tahun.8

2. Diagnostic mamogram.

Dilakukan jika dari pemeriksaan klinis atau screening mamogram ditemukan


suatu kelainan. Bertujuan untuk mengevaluasi ketidaknormalan pada payudara pasien
yang baru atau pasien lama yang membutuhkan pemeriksaan lanjutan. Pada pemeriksaan
diagnostik diberikan tambahan sinar X dari sudut lain ataupun pencitraan khusus pada
area tertentu.8

Gambar 1. Mamografi

Jika dari hasil pemeriksaan didapatkan gambaran abnormal, maka pemeriksaan akan
dilanjutkan dengan memberikan tambahan sinar X. Tambahan sinar X ini dapat dilakukan pada
saat bersamaan atau dilakukan beberapa hari kemudian. Pemeriksaan screening mammography
pada umumnya berlangsung 15-30 menit, sedangkan pemeriksaan diagnostic mammography
dapat berlangsung hingga 1 jam.The American Cancer Society dan The American College of
Radiologists menyarankan bahwa wanita berusia antara 35 dan 40 tahun melakukan mamografi
setiap 2 tahun, dan wanita berumur diatas 40 tahun melakukan setiap tahun. 6

 Biopsi Aspirasi Jarum Halus

7
Biopsi dilakukan setiap ada kecurigaan pada pemeriksaan fisik dan mamogram.
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan jarum halus yang ditusukkan ke dalam daerah lesi
(bila perlu dibimbing dengan imaging radiologi atau USG) dan sel kemudian diaspirasi tanpa
memerlukan anestesi lokal. Cairan yang dikeluarkan berfungsi sebagai diagnostik sekaligus
terapi. Keuntungan pemeriksaan ini adalah rasa sakit yang relatif kurang dan diagnosis serta
penatalaksanaan dapat segera di lakukan. 6

 Isolasi Bakteri

Biakan postif yang ditemukan merupakan standar penting untuk mendiagnosa Abses
payudara ini. Spesimen dapat di kultur dari ASI. Spesimen yang ditanam di cawan agar darah
membentuk koloni yang khas dalam 18 jam pada suhu 37 oC, tetapi tidak menghasilkan pigmen
dan hemolisis sampai beberapa hari kemudian. S. aureus memfrementasikan manitol.9, 10

Biakan ASI penting untuk diagnostik serta penatalaksanaan. Sehingga antibiotik yang
diberikan sesuai dengan jenis kumannya. Lakukan pemeriksaan darah lengkap, biakan darah dan
pemeriksaan laboratorium bila diperlukan. 11

Diagnosis Banding

1. Mastitis Akut

Hampir semua kasus mastitis akut terjadi selama menyusui. Selama minggu-minggu
pertama menyusui, payudara rentan terhadap infeksi bakteri akibat terbentuknya fisura dan celah
di puting. Dari tempat masuk ini biasanya Staphylococus aureus menginvasi jaringan payudara.
Infeksi stafilokokus cenderung menimbulkan daerah inflamasi akut lokal yang dapat berkembang
menjadi abses tunggal atau multiple. Pasien datang dengan payudara yang eritematosa dan nyeri
serta biasanya disertai demam. Awalnya hanya satu sistem duktus atau sektor payudara yang
terkena. 12Peradangan umumnya terjadi unilateral dan wanita yang baru pertama kali menyusui
lebih sering terkena.13

Jika tidak diobati, infeksi dapat menyebar keseluruh payudara. Kebanyakan kasus
mastitis laktasional mudah diterapi dengan antibiotik yang sesuai dan mengeluarkan seluruh susu
12
dari payudara. Meskipun jarang, mungkin dibutuhkan drainase secara bedah. Medika mentosa
yang dapat diberikan kepada pasien adalah dicloxacillin atau cephalosporin 500 mg peroral
setiap 6 jam selama 5-7 hari dan non medika mentosa yang dapat dilakukan adalah pengosongan

8
payudara dengan mengeluarkan seluruh ASI ataupun yang tersisa dengan tangan atau dengan alat
hisap khusus.Sebaiknya dilakukan pengisapan air susu dengan pengisap khusus. 13

Working Diagnosis

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien pada scenario didiagnosis
abses mammae sinistra. Abses mammae adalah area kemerahan (efek peradangan), nyeri tekan
serta pengerasan yang timbul di payudara saat sedang menyusui. Bakteri yang paling umum
dijumpai pada abses adalah Staphylococcus aureus. Infeksi payudara pada wanita yang tidak
sedang menyusui jarang terjadi. 13

Abses ini terjadi sebagai komplikasi mastitis akibat meluasnyaperadangan. Harus


dibedakan antara abses dan mastitis. Gejalanya adalah pasien tampak lebih parah sakitnya,
payudara lebih merah mengkilap, benjolan lebih lunak karena berisi nanah. Sehingga kasus ini
perlu di rujuk ke dokter ahli untuk dilakukan insisi dan mengeluarkan nanah. Pada abses
payudara perlu diberikan antibiotika dosis tinggi dan analgesik. Sementara bayinya hanya
disusukan tanpa dijadwal pada payudara yang sehat saja. Sedangkan ASI dari payudara yang
sakit diperas sementara (tidak disusukan). Setelah sembuh bayi bisa disusukan kembali.15

Etiologi

Penyebab paling sering mastitis adalah bakteri Staphylococcus aureus. Sumber organisme
langsung yang menyebabkan mastitis hampir selalu berasal dari hidung dan tenggorokan bayi.
Bakteri memasuki payudara melalui papila mammae pada fisura atau abrasi kecil. 10

Stafilokokus adalah sel sferis, berdiameter sekitar 1mikro meter tersusun dalam
kelompok yang tidak teratur. Kokus tunggal, berpasangan, tetrad, dan bentuk rantai juga terlihat
di biakan cairan. Kokus yang muda memberikan pewarnaan gram positif yang kuat. Stafilokokus
tidak motil dan tidak membentuk spora. Bila dipengaruhi obat-obat seperti penisilin, stafilokokus
lisis.9

Stafilokokus mudah berkembang pada sebagian besar medium bakteriologik dalam


lingkungan aerobik atau mikroaerofilik. Organisme ini paling cepat berkembang pada suhu 37 0C
tetapi suhu yang terbaik untuk menghasilkan pigmen adalah suhu ruangan (20-250C).
Staphylococcus aureus biasanya membentuk koloni berwarna abu-abu hingga kuning tua
kecoklatan.9

9
Epidemiologi

Pada penelitian oleh Matheson (1988) melaporkan Staphylococcus aureus ditemukan


Peradangan payudara sering terjadi pada wanita yang menyusui, dan sering terjadi dalam waktu
1-3 bulan setelah melahirkan. Mastitis terjadi pada minggu-minggu pertama setelah melahirkan.
Sedangkan absesnya biasa terbentuk setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan. 10

Patofisiologi

Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan terjadinya
infeksi.14

Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI)
akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang
berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan,
sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Ketika ASI tidak dikeluarkan sepenuhnya
sewaktu menyusui, sisa ASI terperangkap di dalam salurannya dan menyebabkan terjadinya
peradangan yang dikenal sebagai mastitis. Peradangan akan meningkatkan resiko infeksi bakteri
selanjutnya pada saluran tersebut.10, 12, 14

Infeksi bakteri juga dapat terjadi melalui kulit puting payudara yang pecah. Ketika
bakteri memasuki jaringan payudara, sistem kekebalan tubuh akan berusaha untuk melawan
bakteri-bakteri tersebut dengan mengirim sel-sel darah putih ke tempat terjadinya infeksi. Pada
proses pembunuhan bakteri-bakteri, beberapa jaringan dapat mengalami kerusakan membentuk
suatu kantung kecil yang akan diisi oleh nanah (campuran dari jaringan mati, bakteri dan sel-sel
darah putih) dan membentuk abses payudara.10, 12

Manifestasi Klinik

Gejala dari abses tergantung pada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ
atau syaraf. Gejala dan tanda yang sering ditimbulkan oleh abses payudara diantaranya:16

1. Tanda-tanda inflamasi pada payudara (merah, panas jika disentuh, membengkak dan adanya
nyeri tekan).
2. Teraba massa, suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai suatu
benjolan. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit
diatasnya menipis.

10
3. Gejala sistematik berupa demam tinggi, menggigil, malaise.
4. Nipple discharge (keluar cairan dari puting susu, bisa mengandung nanah)
5. Gatal-gatal
6. Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara yang
terkena.

Penatalaksanaan

Pada penelitian yang dilakukan Jahanfar diperlihatkan bahwa pemberian antibiotik


disertai dengan pengosongan payudara mempercepat penyembuhan bila dibandingkan dengan
pemberian antibiotik saja. Sebab dinding abses membentuk halangan yang melindungi bakteri
patogen dari pertahanan tubuh dan membuat tidak mungkin untuk mencapai kadar antibiotik
yang efektif dalam jaringan terinfeksi. 14

1. Non Medika Mentosa

Pada abses payudara perlu dirujuk ke dokter ahli yang dapat dilakukan adalah insisi
abses, yang biasanya memerlukan anestesi umum. Pada kasus yang dini, insisi tunggal pada
bagian yang paling berfluktuasi biasanya cukup, namun abses multipel membutuhkan beberapa
insisi dan mengganggu lokulasi. Kavitas yang terbentuk diisi dengan gumpalan kasa secara
longgar yang harus diganti setelah 24 jam dengan gumpalan yang lebih kecil. Alternatif yang
kurang invasif adalah aspirasi jarum yang dipandu dengan sonografik menggunakan anestesia
lokal yang mempunyai angka keberhasilan 80-90%. Selama tindakan ini dilakukan ibu harus
mendapat antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang
diberikan sesuai dengan jenis kumannya.14, 15

2. Medika Mentosa

 Antibiotik Dosis Tinggi

Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk mengkonsumsi obat, namun ibu dianjurkan
untuk mengkonsumsi beberapa obat sesuai indikasi.Jenis antibiotik yang biasa digunakan adalah
dikloksasilin atau flukloksasilin 500 mg setiap 6 jam secara oral. Dikloksasilin mempunyai
waktu paruh yang lebih singkat dalam darah dan lebih banyak efek sampingnya ke hati
dibandingkan flukloksasilin. Pemberian per oral lebih dianjurkan karena pemberian secara
intravena sering menyebabkan peradangan pembuluh darah. Sefaleksin biasanya aman untuk ibu

11
hamil yang alergi terhadap penisillin tetapi untuk kasus hipersensitif penisillin yang berat lebih
dianjurkan klindamisin. 14

Antibiotik diberikan paling sedikit selama 10 – 14 hari. Biasanya ibu menghentikan


antibiotik sebelum waktunya karena merasa telah membaik. Hal ini meningkatkan risiko
terjadinya mastitis berulang. Tetapi perlu pula diingat bahwa pemberian antibiotik yang cukup
lama dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi jamur pada payudara dan vagina. 14

 Analgesik

Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang berguna
dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri. Analgesik
yang dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti ibuprofen. Ibuprofen lebih efektif dalam
menurunkan gejala yang berhubungan dengan peradangan dibandingkan parasetamol atau
asetaminofen. Ibuprofen sampai dosis 1,6 gram per hari tidak terdeteksi pada ASI sehingga
direkomendasikan untuk ibu menyusui yang mengalami mastitis.14

Edukasi

Aliran ASI yang baik merupakan hal penting karena stasis ASI merupakan masalah yang
biasanya mengawali terjadinya mastitis. Ibu dianjurkan agar lebih sering menyusui dimulai dari
payudara yang bermasalah. Tetapi bila ibu merasa sangat nyeri, ibu dapat mulai menyusui dari
sisi payudara yang sehat, kemudian sesegera mungkin dipindahkan ke payudara bermasalah, bila
sebagian ASI telah menetes (let down) dan nyeri sudah berkurang. Posisikan bayi pada payudara
sedemikian rupa sehingga dagu atau ujung hidung berada pada tempat yang mengalami
sumbatan. Hal ini akan membantu mengalirkan ASI dari daerah tersebut.

Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis pola kuman yang sama, demikian pula pada saat
terjadi mastitis sehingga proses menyusui dapat terus dilanjutkan dan ibu tidak perlu khawatir
terjadi transmisi bakteri ke bayinya. Tidak ada bukti terjadi gangguan kesehatan pada bayi yang
terus menyusu dari payudara yang mengalami mastitis. Ibu yang tidak mampu melanjutkan
menyusui harus memerah ASI dari payudara dengan tangan atau pompa. Penghentian menyusui
dengan segera memicu risiko yang lebih besar terhadap terjadinya abses dibandingkan yang
melanjutkan menyusui. Pijatan payudara yang dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak
atau krim selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting juga dapat membantu

12
melancarkan aliran ASI.14

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ibu harus beristirahat, mengkonsumsi cairan
yang adekuat dan nutrisi berimbang. Anggota keluarga yang lain perlu membantu ibu di rumah
agar ibu dapat beristirahat. Kompres hangat terutama saat menyusu akan sangat membantu
mengalirkan ASI. Setelah menyusui atau memerah ASI, kompres dingin dapat dipakai untuk
mengurangi nyeri dan bengkak. Pada payudara yang sangat bengkak kompres panas kadang
membuat rasa nyeri bertambah. Pada kondisi ini kompres dingin justru membuat ibu lebih
nyaman. Keputusan untuk memilih kompres panas atau dingin lebih tergantung pada
kenyamanan ibu.14

Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan bila ibu sakit berat atau tidak ada yang dapat
membantunya di rumah. Selama di rumah sakit dianjurkan rawat gabung ibu dan bayi agar
proses menyusui terus berlangsung.14

Komplikasi

1. Infeksi rekurens

2. Terbentuk fistula jika abses pecah secara spontan Hal ini dikarenakan oleh mengeringnya
sinus yang menyebabkan terbentuknya fistula

3. Memiliki resiko yang lebih tinggi untuk sepsis

4. Ukuran payudara yang mengecil dan terdapat scarring setelah penanganan secara
operasi14

Pencegahan

Menurut WHO 2002. Abses payudara sangat mudah dicegah bila menyusui dilakukan
dengan baik sejak awal untuk mencegah keadaan yang meningkatkan stasis ASI dan bila tanda
dini seperti bendungan ASI, sumbatan saluran payudara, dan nyeri puting susu diobati dengan
cepat.10

Menurut pendapat ahli mengatakan bahwa: 10, 11, 15

1. Segera setelah melahirkan menyusui bayi dilanjutkan dengan pemberian ASI eksklusif

2. Melakukan perawatan payudara dengan tepat dan benar. Massage payudara, kompres
hangat dan dingin, dan lakukan senam laktasi, yaitu menggerakkan lengan secara

13
berputar sehingga sendi bahu ikut bergerak ke arah yang sama guna membantu
memperlancar peredaran darah dan limfe di payudara.

3. Rajin mengganti bh / bra setiap kali mandi atau bila basah oleh keringat dan ASI, BH
tidak boleh terlalu sempit dan menekan payudara biasanya dengan ukuran 2 nomor lebih
besar.

4. Metode yang bermanfaat untu mencegah terbentuknya fisura pada putting: (1)
Menyelipkan jari pada sudut mulut bayi untuk menghentikan tenaga mengisap pada akhir
minum; (2) Jangan menyusui pada satu payudara untuk waktu lama karena akan terjadi
maserasi, jadi lakukanbergantian pada kedua payudara kanan dan kiri

5. Segera mengobati puting susu yang lecet, bila perlu oleskan sedikit ASI pada puting
tersebut.Bila puting bernanah atau berdarah, konsultasikan dengan bidan di klinik atau
dokter yang merawat

6. Seorang ibu harus menjaga tangan dan puting susunya bersih untuk menghindari kotoran
dan kuman masuk ke dalam mulut bayi. Dengan cara mencuci kedua tangannya dengan
sabun dan air sebelum menyentuh putting susunya dan sebelum menyusui Hal ini juga
menghindari puting susu sakit dan infeksi pada payudara.

7. Biasakan untuk menyusui bayi hingga kedua payudara terasa kosong dan bila bayi
tampak sudah kenyang namun payudara masih terasa penuh atau ASI menetes deras,
segera kosongkan dengan cara memerah secara manual menggunakan jari - jari tangan
menekan pada areola (lingkaran hitam sekitar puting), simpan ASI di kulkas jangan di
buang, bisa diberikan kembali dengan cara menyuap ke mulut bayi menggunakan sendok
atau biarkan bayi mencecap dengan cawan kecil setelah ASI dihangatkan.

8. Bila menemui kesulitan seperti puting payudara tenggelam atau ASI tidak bisa lancar
keluar tetapi payudara tampak mengeras tanda berproduksi ASI maka konsultasikan
dengan bidan cara memerah ASI dengan benar agar tidak terjadi penumpukan produksi
ASI

Prognosis

Prognosis untuk kasus ini baik bila segera dilakukan insisi abses dan pemberian antibiotik
yang adekuat serta analgetik yang diindikasikan untuk ibu menyusui.

14
Jika penderita datang dengan keadaan payudara membengkak dan belum demam, apabila
dilakukan terapi dengan adekuat maka terjadinya abses dapat dicegah. Akan tetapi, jika sudah
menjadi abses payudara (keadaan yang lebih parah dan terdapat benjolan fluktuasi yang teraba
lunak seperti berisi cairan), penderita harus segera ditangani dengan diberikan antibiotik dan
analgetik secara teratur sehingga abses tersebut cepat sembuh, dan tidak pecah spontan. Jika
abses tersebut mengalami pecah spontan, maka penyembuhan dari payudara tersebut memakan
waktu yang lama karena terbentuknya fistel yang sukar sembuh.10

Kesimpulan

Abses payudara merupakan komplikasi dari penderita mastitis yang tidak diobati.
Dimana pada penderita abses payudara ditemukan adanya demam yang menetap dalam waktu 48
hingga 72 jam, terabanya masa yang berfluktuasi dikarenakan berisi nanah, dan payudaranya
lebih memerah. Penderita abses payudara sebaiknya dilakukan insisi abses yang mengikuti garis
kulit serta pemberian antibiotik yang adekuat dan sesuai indikasi sehingga hasilnya menjadi lebih
baik dan prognosisnya baik

Daftar Pustaka

1. Bickley LS. Buku ajar: Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. Jakarta: EGC;
2009. h. 305, 319

2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009. h. 94.

3. Thomas J, Monaghan T. Buku saku oxford: Pemeriksaan fisik dan ketrampilan praktis.
Jakarta: EGC; 2012. h. 372-83.

4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simbadibrata M, Simbadibrata M, Setiati S. Buku ajar:


Ilmu penyakit dalam. Edisi-5. Jilid 1. Jakarta: Internal Publishing. h. 29, 31-2

5. Sjamsuhidajat R. De jong: Buku ajar ilmu bedah. Edisi-3. Jakarta: EGC; 2010. h. 471-5

6. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi-6. Jakarta: EGC; 2007.
h. 477-81, 503, 601, 673.

7. Grace PA, Borley NR. At a glance: Ilmu bedah. Edisi-3. Jakarta: Erlangga; 2006. h. 17-21

15
8. Townsend CN, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Buku saku: Ilmu bedah Sabiston.
Jakarta: EGC; 2010. h. 413-4.

9. Brooks GF, Butel JS, Morse SA, penyuting. Mikrobiologi kedokteran Jawetz, Melnick,
Adelberg. Edisi-27. Jakarta: EGC; 2007. h. 225-6

10. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Obstetri
Williams. Volume 1. Edisi-23. Jakarta: EGC; 2012. h. 681-3.

11. Benson RC, Pernoll ML. Buku saku: Obstetri dan ginekologi. Edisi-9. Jakarta: EGC.
2008. h. 286, 491

12. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, penyunting. Robbins & Cotran: Dasar patologis penyakit.
Edisi-7. Jakarta: EGC; 2009. h. 1147

13. McPhee SJ, Papadakis MA. Lange: Current medical diagnosis & treatment.49th ed. New
york: Mc Graw Hill. p. 651-2, 720-1

14. Alasiry E. Mastitis: Pencegahan dan penanganan. 26 Agustus 2013. Diunduh


dari:http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/mastitis-pencegahan-dan-penanganan.html,
pada tanggal 12 mei 2019.

15. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setowulan W. Kapita selekta


kedokteran. Edisi-3. Jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius; 2001.h.324-5.

16. Morgan G, Hamilton C. Obstetri dan ginekologi panduan praktis. Edisi ke-2. Jakarta:
EGC; 2009.h. 238-41.

16

Anda mungkin juga menyukai