Anda di halaman 1dari 40

PRESENTASI KASUS KECIL

SIROSIS HEPATIS DAN MELENA

Disusun oleh :
Luthfi Octafyan 1710221042
Antania Isyatira Kartika 1710221005
Rizki Maulana Tsani G4A017029

Pembimbing :
dr. Suharno, Sp.PD

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

2018
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus dengan judul :


SIROSIS HEPATIS DAN MELENA

Pada tanggal, April 2018

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti


program profesi dokter di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun oleh :
Luthfi Octafyan 1710221042
Antania Isyatira Kartika 1710221005
Rizki Maulana Tsani G4A017029

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Suharno, Sp. PD


NIP. 19680519 200007 1 001
I. PENDAHULUAN

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadi
proses- proses penting bagi kehidupan kita. yaitu proses penyimpanan energi,
pengaturan metabolisme kolesterol, dan penetralan racun atau obat yang masuk
dalam tubuh kita.
Sirosis hati adalah keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif, yang mengakibatkan
penurunan fungsi hati (Nurdjanah S, 2007). Sirosis hati dengan komplikasinya
merupakan masalah kesehatan yang masih sulit diatasi di Indonesia. Hal ini ditandai
dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Secara umum diperkirakan
angka insiden sirosis hati di rumah sakit seluruh Indonesia berkisar antara 0,6-
14,5% (Lesmana dkk, 2009).
Penelitian di Indonesia menyebutkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan
sirosis sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20%
penyebabnya tidak diketahui, alkohol sebagai penyebab sirosis hati di Indonesia
mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya (Kusumobroto, 2007)
Penyakit sirosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar setelah
penyakit kardiovaskuler dan kanker (Lesmana, 2004). Diseluruh dunia sirosis
hepatis menempati urutan ketujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang
meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hepatis merupakan penyakit hati
yang sering ditemukan dalam ruang perawatan dalam. Gejala klinis dari sirosis
hepatis sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang sangat
jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka kasus sirosis hepatis yang
datang berobat kedokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit ini dan
lebih dari 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat , sisanya
ditemukan saat otopsi (Sutadi, 2003).
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), pada tahun 2000 sekitar 170 juta
umat manusia terinfeksi sirosis hepatis. Angka ini meliputi sekitar 3% dari seluruh
populasi manusia di dunia dan setiap tahunnya infeksi baru sirosis hepatis
bertambah 3-4 juta orang. Angka prevalensi penyakit sirosis hepatis di Indonesia,
secara pasti belum diketahui. Prevalensi penyakit sirosis hepatis pada tahun 2003
di Indonesia berkisar antara 1-2,4%. Dari rata-rata prevalensi (1,7%), diperkirakan
lebih dari 7 juta penduduk Indonesia mengidap sirosis hepatis (Anonim, 2008).
Menurut Ali (2004), angka kasus penyakit hati menahun di Indonesia sangat
tinggi. Jika tidak segera diobati, penyakit itu dapat berkembang menjadi sirosis atau
kanker hati, sekitar 20 juta penduduk Indonesia terserang penyakit hati menahun.
Angka ini merupakan perhitungan dari prevalensi penderita dengan infeksi hepatitis
B di Indonesia yang berkisar 5-10 persen dan hepatitis C sekitar 2-3 persen. Dalam
perjalanan penyakitnya, 20-40 persen dari jumlah penderita penyakit hati menahun
itu akan menjadi sirosis hati dalam waktu sekitar 15 tahun, tergantung sudah berapa
lama seseorang menderita hepatitis menahun itu.
Sirosis hepatis merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia
termasuk di Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki
dibandingkan kaum wanita dengan perbandingan 2-4 : 1 dengan umur rata-rata
terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun dengan puncaknya sekitar 40-49
tahun (Hadi, 2008).Maka dari itu, makalah ini dibuat bertujuan untuk mengetahui
tatalaksana dan penyebab dari sirosis hepatis

II. LAPORAN KASUS


A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. W
Umur : 76 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Alamat : Padanama RT06/05
Tanggal masuk RSMS : 11 April 2018
Tanggal periksa : 12 April 2018
No. CM : 02049461

B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama:
Penurunan kesadaran sejak 3 hari smrs
2. Keluhan tambahan:
BAB hitam, muntah, penurunan nafsu makan, gangguan tidur
3. Riwayat penyakit sekarang:
Hasil Alloanamnesis : Pasien mengalami penuruan kesadaran sejak 3 hari
smrs. 1 minggu smrs pasien mengalami bab cair kuarng lebih sebanyak 6
kali yang awalnya berwarna kuning lalu menjadi hitam. Pasien merasakan
lemas dan tidak nafsu makan. Pasien mengalami muntah beberapa kali.
Sebelumnya pasien pernah dirawat di rumah sakit ala medica dengan
keluhan bab cair dan dapat diperbolehkan pulang. Dari rumah sakit ala
medica dikatan bahwa pasien mengalami gangguan pada livernya. Namun
satu minggu smsr pasien mengalami penurunan kesadaran disertai muntah
lalu dirujuk ke rs margono
4. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat penyakit yang sama : disangkal
b. Riwayat hipertensi : disangkal
c. Riwayat DM : disangkal
d. Riwayat asma : disangkal
e. Riwayat operasi : disangkal
f. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
g. Riwayat cuci darah : disangkal
h. Riwayat penyakit paru : disangkal
i. Riwayat penyakit jantung : disangkal
j. Riwayat pengobatan paru : disangkal
k. Riwayat penyakit hati : disangkal
l. Riwayat asam urat : diakui
m. Riwayat kolesterol : diakui
5. Riwayat penyakit keluarga
a. Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat DM : disangkal
c. Riwayat asma : disangkal
d. Riwayat alergi : disangkal
e. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
f. Riwayat penyakit paru : disangkal
g. Riwayat penyakit jantung : disangkal
6. Riwayat sosial dan exposure
a. Community
Pasien tinggal di rumah bersama suami dan 8 anaknya, di lingkungan
yang cukup padat penduduknya. Hubungan antara pasien dengan
tetangga dan keluarga dekat dan baik.
b. Home
Rumah pasien terdiri dari 3 kamar tidur, satu ruang tamu, satu ruang
keluarga, satu dapur, dan satu kamar mandi. Satu kamar masing-masing
dihuni oleh 1-2 orang. Kamar mandi dan jamban di dalam rumah. Atapnya
memakai genteng dan lantai terbuat dari keramik.
c. Occupational
Pasien sudah tidak bisa melakukan apa apa dikarenakan oleh usia. Sehari
hari pasien hanya tiduran dikasur dikarenakan psien sudah tidak bisa
berjalan.
d. Diet
Pasien mengaku makan sehari 2-3 kali sehari, dengan nasi, sayur dan lauk
pauk seadanya. Pasien mengaku tidak pernah mengkonsumsi alkohol,
ataupun mengkonsumsi obat-obatan terlarang.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Lemah, sakit berat
2. Kesadaran : Somnolen
3. Vital sign
TD : 90/80 mmHg
N : 94 x / menit
RR : 20 x / menit
S : 37.4 oC
Status Generalis
Bentuk kepala : Mesocephal, simetris, tanda radang (-)
Rambut : Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut,
terdistribusi merata
Mata : Simetris, mata tidak cekung, edema palpebra (-/-),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), refleks pupil
(+/+) normal isokor 3 mm
Telinga : Discharge (-/-), serumen (-/-), deformitas (-/-)
Hidung : Discharge (-/-), deformitas (-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir pucat (+), bibir kering (+), mukosa pipi kering (+),
sianosis (-), lidah sianosis (-), atrofi papil lidah (-), palatum
terdapat bercak merah
Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
JVP 5 ± 2 cm

Pulmo
Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi interkostal (-), ketinggalan gerak
(-), jejas (-)
Palpasi : Vokal fremitus hemitoraks kanan sama dengan hemitoraks kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), RBH (-/-), RBK (-/-), wheezing (-/-),
ekspirasi memanjang (-)

Cor
Inspeksi : Ictus cordis tampak di ICS V linea midclavicula sinistra,
kuat angkat (-), pulsasi epigastrium (-), pulsasi parasternal (-)
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicula sinistra dan
kuat angkat (-)
Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD
Batas atas kiri : SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri : SIC V LMCS
Auskultasi : S1>S2 reguler, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising usus tidak dapat dinilai
Perkusi : Pekak, tes pekak alih (-), pekak sisi (-)
Palpasi : Supel, undulasi (-), nyeri tekan (-) regio hipokondriaca
dextra
Hepar : Terdapat pembesaran hepar
Lien : Tidak teraba
Ekstremitas
Superior : Edema (-/-), akral dingin (-/-), sianosis (-/-),
Inferior : Edema (+/+), akral dingin (-/-), sianosis (-/-),

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium darah dan urin

LAB
DARAH LENGKAP

Tanggal 11/04/2018 Nilai normal


Hb 8.3 Rendah
Leuko 11780 Tinggi
Ht 25 Rendah
Erit 2.6 Rendah
Trombo 61.000 Rendah
MCV 95.8 Normal
MCH 32.0 Normal
MCHC 33.5 Normal
RDW 18.8 Tinggi
MPV 10.0 Normal
Bas 0.3 Normal
Eos 0.0 Menurun
Bat 1.6 Menurun
Seg 66.0 Tinggi
Lim 6.4 Menurun
Mon 3.7 Normal
Na 144 Normal
K 3.7 Normal
Cl 111 Meningkat
Ur 196.7 Meningkat
Cr 3.5 Meningkat
GDS 121 Normal

KIMIA KLINIK

Tanggal 11/04/2018 Nilai Normal


Total Protein 5.99 Rendah
Albumin 1.69 Rendah
Globulin 4.30 Meningkat
Bilirubin Total 2.66 Tinggi
Bilirubin Direk 1.71 Tinggi
Bilirubin Indirek 0.95 Normal
SGOT 82 Tinggi
SGPT 80 Tinggi
DARAH LENGKAP

Tanggal 13/4/2018 Nilai Normal


PT 16.2 Memanjang
APTT 64.6 Memanjang
Ureum Darah 175.2 Tinggi
Kreatinin Darah 2.88 Tinggi
URIN LENGKAP

Tanggal 13/4/2018
Warna kuning
Kejernihan Keruh
bau Khas
Urobilinogen 2
glukosa negatif
bilirubin negatif
Keton negatif
Berat jenis 1.015
Eritrosit 250
PH 6.0
Protein 15
Nitrit negatif
Leukosit 500
Sedimen
Eritrosit 5-20
Leukosit 8-10
Epitel 0-2
Silinder hialin negatif
Silinder lilin negatif
Silinder eritrosit negatif
Granuler halus negatif
Granuler kasar negatif
Kristal 10-20
Bakteri negatif
SERO IMUNOLOGI
ANTI HCV REAKTIF
Pemantauan Harian HCU
Tanggal Subject & Object Assessment Plan
11/04/2018 S : lemas (+), perut - sirosis hepatis 1) Inf NaCl 0.9% 20 tpm
Jam 06.21 terasa sakit - melena 2) Inj ceftriakson 2 x 1 gr
O : Ku/Kes : 3) Inj asam traneksamat 3 x
Sedang/CM 500 mg
TD : 90/80 mmHg 4) Inj omeprazole 2 x 1 amp
N : 89x/menit 5) PO sukralfat syr 3 x 1 c
R : 20x/menit 6) PO lactulac syr 3 x 15 cc
S : 36.5 oC
P/ :
Ur : 196.7 H Cek PT, APTT, UL,
Cr : 3.5 H seroimunologi
Bil tot : 6.667 H -
12/04/2018 S : pasien demam - Krisis Hiperglikemi e.c 1) Inf D5 % + Asering 1 : 1
Jam 07.00 naik turun dan gelisah HHS 10 tpm
O : Ku/Kes : - AKI st.II 2) Inj ceftriakson 2 x 1 gr
Sedang/CM
TD : 110/80 mmHg 3) Inj spironolakton 1 x 50
N : 83x/menit mg
R : 24 x/menit 4) Inj omeprazole 2 x 1 amp
S : 7.5 oC 5) PO sukralfat syr 3 x 1 c
6) PO lactulac syr 3 x 15 cc
PT : 16.2
APTT : 64.9
Ur : 176.2
Cr : 2.89
ANTI HCV :
Reaktif
E. DIAGNOSIS KERJA
Sirosis Hepatis
Melena
F. PENATALAKSANAAN
a. Farmakologi :
1) Inf NaCl 0.9% 20 tpm
2) Inj ceftriakson 2 x 1 gr
3) Inj asam traneksamat 3 x 500 mg
4) Inj omeprazole 2 x 1 amp
5) PO sukralfat syr 3 x 1 c
6) PO lactulac syr 3 x 15 cc
b. Non-Farmakologi :
1) Mobilisasi
2) Memberi edukasi pada keluarga untuk ikut mendukung pasien agar
teratur minum obat karena pengobatan jangka panjang.
3) Pencegahan penularan pada anggota keluarga dengan modifikasi
pola hidup untuk pencegahan transmisi dan imunisasi
4) Gaya hidup sehat
c. Monitoring :
1) Keadaan umum dan kesadaran
2) Tanda vital
3) Evaluasi klinis
4) Pasien dievaluasi setiap hari, meliputi keluhan, berat badan,
pemeriksaan fisik, dan hasil laboratorium (khususnya gula darah
dan elektroit).

G. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad Bonam
Ad fungsionam : Dubia ad Bonam
Ad sanationam : Dubia ad Bonam
III.TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI HEPAR
Hepar (hati) merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia.
Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah
diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah
kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di
bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ
abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus
oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan
v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang
tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area. Terdapat refleksi peritoneum
dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar
berupa ligamen.
Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan
epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum
toraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti
ada pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat
di bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi hepar secara topografis
bukan secara anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.
B. FISIOLOGI HEPAR

1. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat


Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling
berkaitan 1 sama lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari
usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen
lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen
menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa disebut
glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama
glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa
monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa
mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari
nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3
karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).
2. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak
Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan
katabolisis asam lemak. Hati merupakan pembentukan utama, sintesis,
esterifikasi dan ekskresi kholesterol yang mana serum Cholesterol menjadi
standar pemeriksaan metabolisme lipid
3. Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses
deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.
Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-
bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk
plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea
merupakan end product metabolisme protein.∂ - globulin selain dibentuk di
dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang β – globulin hanya
dibentuk di dalam hati. Albumin mengandung ± 584 asam amino dengan
BM sekitar 66.000.
4. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan
dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin,
faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang
beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup jantung –
yang beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus isomer biar kuat
pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vitamin K
dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.
5. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, dan K
6. Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses
oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai
macam bahan seperti zat racun dan obat-obatan.
7. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan
melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ -
globulin sebagai immune livers mechanism.
8. Fungsi hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ±
1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam
a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati.
Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan
dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu berolahraga, terpapar
terik matahari, dan syok. Hepar merupakan organ penting untuk
mempertahankan aliran darah.

C. PERDARAHAN SALURAN CERNA BAWAH


1. Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian bawah didefinisikan sebagai
perdarahan yang berasal dari usus sebelah bawah ligamentum Treitz. Pasien
dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah datang dengan keluhan darah
segar sewaktu buang air besar. Hampir 80% dalam keadaan akut berhenti
dengan sendirinya dan tidak berpengaruh pada tekanan darah, seperti pada
perdarahan hemoroid, polip kolon, kanker kolon atau kolitis. Hanya 15%
pasien dengan perdarahan berat dan berkelanjutan berdampak pada tekanan
darah. Perdarahan berat biasanya berasal dari bagian proksimal dan terminal
ileum. 11% pasien dengan hematokezia sebenarnya berasal dari perdarahan
saluran cerna bagian atas dan 9% berasal dari usus halus.
2. Epidemiologi
Dalam suatu penelitian, perkiraan tingkat insiden tahunan adalah
20,5 % per 100.000 penduduk. Perdarahan saluran cerna bagian bawah lebih
umum pada pria dibandingkan wanita, karena diverticulosis dan penyakit
vascular lebih sering terjadi pada pria. Penyebab utama dari perdarahan
saluran cerna bawah adalah diverticulosis (30-50% kasus) dan
angiodysplasia (20-30% kasus). Hemoroid adalah penyebab umum
perdarahan saluran cerna bagian bawah pada pasien muda <50 tahun.
3. Etiologi
Perdarahan saluran cerna secara umum disebabkan oleh beberapa
hal, diantaranya kelainan anatomi, vaskular, neoplasma, dan inflamasi
(infeksi dan non infeksi)

Perdarahan saluran cerna pada Dewasa Kejadian (%)


Penyakit Divertikular 60%
 Diverticulosis usus halus
 Diverticulosis kolon
Inflammatory bowel disease 13%
 Crohn disease pada usus kecil, kolon
 Kolitis ulseratif
 Gastroenteritis non-infeksi dan kolitis
Kelainan Anorektal Jinak 11%
 Hemoroid
 Fisura anal
 Fistula in ano
Neoplasia 9%
Neoplasma ganas usus halus, kolon, rektum dan
anus
Koagulopati 4%
Malformasi Areteri-Vena 3%

a. Divertikulosis
Perdarahan diverticulum biasanya tidak nyeri dan terjadi pada 3%
pasien diverkulosis. Tinja biasanya berwarna merah marun, kadang-
kadang bias juga menjadi merah. Meskipun divertikel kebanyakan
ditemukan di kolon sigmoid namun perdarahan divertikel biasanya
terletak di sebelah kanan. Umumnya terhenti secara spontan dan tidak
berulang oleh karena itu tidak ada pengobatan khusus yang dibutuhkan
oleh para pasien.
b. Angiodisplasia
Angiodisplasia merupakan merupakan penyebab 10-40%
perdarahan saluran cerna bagian bawah. Angiodisplasia merupakan
salah satu penyebab kehilangan darah yang kronik. Angiodisplasia
kolon biasanya multiple, ukuran kecil kurang dari diameter <5mm dan
biasanya terlokalisir di daerah caecum dan kolon sebelah kanan.
Sebagaimana halnya dengan vascular ekstasia di saluran cerna, jejas di
kolon umumnya berhubungan dengan usia lanjut, insufisiensi ginjal dan
riwayat radiasi.
c. Kolitis iskemia
Kolitis iskemia ditandai dengan penurunan aliran darah visceral
dan tidak ada kaitannya dengan penyempitan pembuluh darah
mesenterik. Umumnya pasien kolisis iskemia berusia tua. Dan kadang-
kadang dipengaruhi juga oleh sepsis, perdarahan akibat lain dan
dehidrasi.
d. Penyakit perianal.
Penyakit perianal contohnya adalah hemoroid dan fisura ani
biasanya menimbulkan perdarahan dengan warna merah segar tetapi
tidak bercampur dengan faeces. Berbeda dengan perdarahan varises
rektum pada pasien dengan hipertensi portal kadang-kadang bias
mengancam nyawa. Polip dan karsinoma kadang-kadang menimbulkan
perdarahan yang mirip yang disebabkan oleh hemoroid oleh karena itu
pada perdarahan yang diduga dari hemoroid perlu dilakukan
pemeriksaan untuk menyingkirkan kemungkinan polip dan karsinoma
kolon.

e. Neoplasia kolon
Tumor kolon yang jinak maupun ganas yang biasanya terdapat
pada pada pasien usia lanjut dan biasnya berhubungan dengan
ditemukannya perdarahan berulang atau darah samar. Kelainan
neoplasma di usus harus relative jarang namun meningkat paa pasien
IBD seperti Crohn’s Disease atau celiac sprue.
f. Penyebab lain
Kolitis yang merupakan bagian dari IBD, infeksi (Campilobacter
jejuni spp, Salmonella spp, Shigella spp, E.coli) dan terapi radiasi, baik
akut maupun kronik. Kolitis dapat menimbulkan perdarahan namun
biasanya sedikit sampai sedang. Divertikular Meckel merupakan
kelainan kongenital di ileum dapat berdarah dalam jumlah yang banyak
akibat dari mukosa yang menghasilkan asam. Pasien biasanya anak-
anak dengan perdarahan segar maupun hitam yang tidak nyeri.
Intususepsi menyebabkan kotoran berwarna marun disertai rasa nyeri di
tempat polip atau tumor ganas pada orang dewasa. Hipertensi portal
yang dapat menimbulkan perdarahan dalam jumlah besar. Penyebab
perdarahan saluran cerna bagian bawah yang lebih jarang menimbulkan
fistula autoenterik, ulkus rektal soliter dan ulkus di caecum.
4. Manifestasi Klinis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis yang teliti dan
pemeriksaan jasmani yang akurat merupakan data penting untuk
menegakkan diagnosis yang tepat. Riwayat hemoroid atau IBD sangat
penting untuk dicatat. Nyeri abdomen atau diare merupakan petunjuk kepada
kolitis atau neoplasma. Keganasan kadang ditandai dengan penurunan berat
badan, anoreksia, limfadenopati atau massa yang teraba.
a. Hematokezia
Darah segar yang keluar dari anus dan merupakan manifestasi
tersering dari perdarahan saluran cerna bagian bawah. Hematokezia
lazimnya menunjukkan perdarahan kolon sebelah kiri, namun
demikian perdarahan seperti ini juga berasal dari saluran cerna bagian
atas, usus halus, transit darah yang cepat.
b. Melena
Tinja berwarna hitam dengan bau yang khas. Melena timbul bilamana
hemoglobin dikonversi menjadi hematin atau hemokrom lainnya oleh
bakteri setelah 14 jam. Umumnya melena menunjukkan perdarahan di
saluran cerna bagian atas atau usus halus, namun demikian melena
juga berasal dari perdarahan kolon sebelah kanan dengan perlambatan
mobilitas. Tidak semua kotoran hitam ini melena karena bismuth,
sarcol, lycorice, obat-obatan yang mengandung besi (obat penambah
darah) dapat menyebabkan feses menjadi hitam. Oleh karena itu
membutuhkan test guaiac untuk menentukan adanya hemoglobin.
c. Darah Samar
Timbul bilamana ada perdarahan ringan namun tidak sampai merubah
warna tinja/feses. Perdarahan jenis ini dapat diketahui dengan tes
guaiac.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Endoskopi
Bilamana perdarahan saluran cerna berlangsung perlahan atau sudah
berhenti maka pemeriksaan kolonoskopi merupakan prosedur diagnostic
terpilih sebab akurasinya tinggi dalam menentukan sumber perdarahan
sekaligus dapat menghentikan tindakan terapeutik. Kolonoskopi dapat
menunjukkan adanya divertikel namun demikian sering tidak dapat
mengidentifikasi sumber perdarahan yang sebenarnya. Pada perdarahan
yang hebat pemeriksaan kolonoskopi yang dilaksanakan setelah
pembersihan kolon singkat merupakan alat diagnostic yang baik dengan
akurasi menyamai bahkan melebihi angiografi. Sebaliknya enema barium
tidak mampu mendeteksi sampai 20% lesi yang ditemukan secara
endoskopi khususnya jejas angioplasia.
Pada perdarahan saluran cerna yang diduga berasal dari distal
ligamentum Treitz dan dengan pemeriksaan kolonoskopi memberikan
hasil yang negatif maka dapat dilakukan pemeriksaan enteroskopi atau
endoskopi kapsul yang dapat mendeteksi jejas angiodysplasia di usus
halus.

b. Scintigraphy dan angiografi


Kasus dengan perdarahan yang berat dan tidak memungkinkan
pemeriksaan dengan kolonoskopi maka dapat dilakukan pemeriksaan
angigrafi dengan perdarahan lebih dari ½ ml per menit. Sebelum
pemeriksaan angograpi dilakukan sebaiknya periksa terlebih dahulu
dengan scintigraphy bilamana lokasi perdarahan tidak dapat ditemukan.
Sebagian ahli menganjurkan pendekatan angiografi dengan pemberian
heparin atau streptokinase untuk merangsang perdarahan sehingga
mempermudah mendeteksi lokasi perdarahan.
c. Helical CT-angography
Dapat mendeteksi angiodysplasia. Divertikulum Meckel dapat
didiagnosis dengan scanning Meckel menggunakan radio label
technetium yang akan berakumulasi pada mukosa yang memproduksi
asam di dalam diverticulum.
d. Pemeriksaan radiografi lainnya
Enema barium dapat bermanfaat untuk mendiagnosis sekaligus
mengobati intususepsi. Pemeriksaan usus halus dengan barium yang teliti
juga dapat menunjukkan diverticulum Meckel. Deteksi sumber
perdarahan yang tidak lazim di usus halus membutuhkan enteroclysis
yaitu pemeriksaan usus halus dengan barium yang melibatkan difusi
barium, air, methyl selulosa melalui tabung fluoroskopi yang melewati
ligamentum Treitz untuk menciptakan gambaran kontras ganda. Bila
enteroskopi, kolonoskopi, radio barium tidak dapat mengidentifikasi
sumber perdarahan dan suplementasi besi dapat mengatasi dampak
kehilangan darah maka pemeriksaan lebih lanjut tidak dapat dilakukan.
6. Penatalaksanaan
a. Resusitasi.
Resusitasi pada perdarahan saluran cerna bagian bawah yang akut
mengikuti protocol yang juga dianjurkan pada perdarahan saluran cerna
bagian atas. Dengan langkah awal menstabilkan hemodinamik.
Oleh karena perdarahan saluran cerna bagian atasyang hebat juga
menimbulkan darah segar di anus maka pemasangan NGT (nasogastric
tube) dilakukan pada kasus-kasus yang perdarahannya kemungkinan
dari saluran cerna bagian atas. Pemeriksaan laboratorium memberikan
informasi serupa dengan perdarahan saluran cerna bagian atas.
Pemeriksaan segera diperlukan pada kasus-kasus yang membutuhkan
transfuse lebih dari 3 unit pack red cell.
b. Medikamentosa
Beberapa perdarahan saluran cerna bagian bawah dapat diobati
secara medikamentosa. Hemoroid fisura ani dan ulkus rektum soliter
dapat diobati dengan bulk-forming agent, sitz baths, dan menghindari
mengedan. Salep yang mengandung steroid dan obat supositoria sering
digunakan namun manfaatnya masih dipertanyakan.
Kombinasi esterogen dan progesterone dapat mengurangi
perdarahan yang timbul pada pasienyang menderita angiodysplasia.
IBD biasanya memberikan respon terhadap obat-obatan anti inflamasi.
Pemberian formalin intrarectal dapat memperbaiki perdarahan yang
timbul pada proctitis radiasi. Respon serupa juga terjadi pada pemberian
oksigen hiperbarik.
c. Terapi endoskopi
Colonoscopic bipolar cautery, monopolar cautery, heater probe
application, argon plasma coagulation, dan Nd:YAG laser bermanfaat
untuk mengobati angiodysplasia dan perubahan vascular pada kolitis
radiasi. Kolonoskopi juga dapat digunakan untuk melakukan ablasi dan
reseksi polip yang berdarah atau mengendalikan perdarahan yang timbul
pada kanker kolon. Sigmoidoskopi dapat mengatasi perdarahan
hemoroid internal dengan ligase maupun Teknik termal
Angiografi terapeutik. Bilamana kolonoskopi gagal atau tidak dapat
dikerjakan maka angiografi dapat gigunakan untuk melakukan tindakan
terapeutik. Embolisasi arteri secara selektif dengan polyvinyl alcohol
atau mikrokoil telah menggantikan vasopressin intraartery untuk
mengatasi perdarahan saluran cerna bagian bawah. Embolisasi
angiografi merupakan pilihan terakhir karena dapat menimbulkan infark
kolon sebesar 13-18%.
d. Terapi bedah
Pada beberapa diagnostik (seperti diventrikel Meckel atau
keganasan) bedah merupakan pendekatan utama setalah keadaan pasien
stabil. Bedah emergensi menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang
tinggi dapat memperbutuk keadaan klinis. Pada kasus-kasus dengan
perdarahan berulang tanpa diketahui sumber perdarahannya maka
hemikolektomi kanan atau hemikolektomi subtotal dapat
dipertimbangkan dan memberikan hasil yang baik
7. Komplikasi

Algoritma penatalaksanaan perdarahan saluran cerna bawah


8. Prognosis
Perdarahan saluran cerna bawah menyumbang 24% dari semua kasus
perdarahan dengan tingkat morbiditas dan mortalitas sebesar (10-20%).
Pasien usia lanjut dan pasien dengan kondisi komorbiditas berisiko besar
mengalami perdarahan saluran cerna bawah. Identifikasi lokasi perdarahan,
merupakan langkah awal yang penting dalam pengoba
D. SIROSIS HEPATIS
a. Definisi
Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari
kata Khirrosyang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan
warna pada nodul-nodulyang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat
dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisassi yang difuse dari
struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan
mengalami fibrosis.
Sirosis hati adalah Kemunduran fungsi liver yang permanen yang
ditandai dengan perubahan histopatologi. Yaitu kerusakan pada sel-sel hati
yang merangsang proses peradangan dan perbaikan sel-sel hati yang mati
sehingga menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Sel-sel hati yang tidak
mati beregenerasi untuk menggantikan sel-sel yang telah mati. Akibatnya,
terbentuk sekelompok-sekelompok sel-sel hati baru (regenerative nodules)
dalam jaringan parut.
2. Epidemiologi
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika
dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata
terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40
– 49 tahun.
3. Etiologi
a. Virus hepatitis (B,C,dan D)
b. Alkohol
c. Kelainan metabolic :
1) Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)
2) Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
3) Defisiensi Alphal-antitripsin
4) Glikonosis type-IV
5) Galaktosemia
6) Tirosinemia
d. Kolestasis
Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus,
dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis
terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut
Biliary atresia. Pada penyakit ini empedumemenuhi hati karena saluran
empedu tidak berfungsi atau rusak. Bayi yang menderita Biliary berwarna
kuning setelah berusia satu bulan. Kadang bisa diatasi dengan
pembedahan untuk membentuk saluran baru agar empedu meninggalkan
hati, tetapi transplantasi diindikasikan untuk anak-anak yang menderita
penyakit hati stadium akhir. Pada orang dewasa, saluran empedu dapat
mengalami peradangan, tersumbat, dan terluka akibat Primary Biliary
Sirosis atau Primary Sclerosing Cholangitis. Secondary Biliary Cirrosis
dapat terjadi sebagai komplikasi dari pembedahan saluran empedu
e. Sumbatan saluran vena hepatica seperti Sindroma Budd-Chiari dan Payah
jantung
f. Gangguan Imunitas (Hepatitis Lupoid)
g. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron,INH, dan
lainlain)
h. Operasi pintas usus pada obesitas
i. Kriptogenik
j. Malnutrisi
k. Indian Childhood Cirrhosis
4. Patofisiologi
Pada sirosis, hubungan antara darah dan sel-sel hati hancur. Meskipun
sel-sel hati yang selamat atau dibentuk baru mungkin mampu untuk
menghasilkan dan mengeluarkan unsur-unsur dari darah, mereka tidak
mempunyai hubungan yang normal dan intim dengan darah, dan ini
mengganggu kemampuan sel-sel hati untuk menambah atau mengeluarkan
unsur-unsur dari darah. Sebagai tambahan, luka parut dalam hati yang
bersirosis menghalangi aliran darah melalui hati dan ke sel-sel hati. Sebagai
suatu akibat dari rintangan pada aliran darah melalui hati, darah tersendat pada
vena portal, dan tekanan dalam vena portal meningkat, suatu kondisi yang
disebut hipertensi portal. Karena rintangan pada aliran dan tekanan-tekanan
tinggi dalam vena portal, darah dalam vena portal mencari vena-vena lain
untuk mengalir kembali ke jantung, vena-vena dengan tekanan-tekanan yang
lebih rendah yang membypass hati. Hati tidak mampu untuk menambah atau
mengeluarkan unbsur-unsur dari darah yang membypassnya. Merupakan
kombinasi dari jumlah-jumlah sel-sel hati yang dikurangi, kehilangan kontak
normal antara darah yang melewati hati dan sel-sel hati, dan darah yang
membypass hati yang menjurus pada banyaknya manifestasi-manifestasi dari
sirosis.
Hipertensi portal merupakan gabungan antara penurunan aliran darah
porta dan peningkatan resistensi vena portal. Hipertensi portal dapat terjadi
jika tekanan dalam sistem vena porta meningkat di atas 10-12 mmHg. Nilai
normal tergantung dari cara pengukuran, terapi umumnya sekitar 7 mmHg.
Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh adanya hambatan
aliran vena porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena splanikus.
Obstruksi aliran darah dalam sistem portal dapat terjadi oleh karena obstruksi
vena porta atau cabang-cabang selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan
tahanan vaskuler dalam hati yang terjadi dengan atau tanpa pengkerutan (intra
hepatik) yang dapat terjadi presinusoid, parasinusoid atau postsinusoid dan
obstruksi aliran keluar vena hepatik (supra hepatik).
Hipertensi portal adalah sindroma klinik umum yang berhubungan
dengan penyakit hati kronik dan dijumpai peningkatan tekanan portal yang
patologis. Tekanan portal normal berkisar antara 5-10 mmHg. Hipertensi
portal timbul bila terdapat kenaikan tekanan dalam sistem portal yang sifatnya
menetap di atas harga normal. Hipertensi portal dapat terjadi ekstra hepatik,
intra hepatik, dan supra hepatik. Obstruksi vena porta ekstra hepatik
merupakan penyebab 50-70% hipertensi portal pada anak, tetapi dua per tiga
kasus tidak spesifik penyebabnya tidak diketahui, sedangkan obstruksi vena
porta intra hepatik dan supra hepatik lebih banyak menyerang anak-anak yang
berumur kurang dari 5 tahun yang tidak mempunyai riwayat penyakit hati
sebelumnya.
Penyebab lain sirosis adalah hubungan yang terganggu antara sel-sel
hati dan saluran-saluran melalui mana empedu mengalir. Pada sirosis,
canaliculi adalah abnormal dan hubungan antara sel-sel hati canaliculi
hancur/rusak, tepat seperti hubungan antara sel-sel hati dan darah dalam
sinusoid-sinusoid. Sebagai akibatnya, hati tidak mampu menghilangkan
unsur-unsur beracun secara normal, dan mereka dapat berakumulasi dalam
tubuh. Dalam suatu tingkat yang kecil, pencernaan dalam usus juga berkurang.
5. Klasifikasi
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
a. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa
parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil yang merata. Sirosis
mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis
makronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga
dijumpai campuran mikro dan makronodular.
b. Makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi,
mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar
didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau
terjadi regenerasi parenkim.
c. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)

Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :


a. Sirosis hati kompensata
Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini
belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan
pada saat pemeriksaan screening.
b. Sirosis hati Dekompensata
Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini Biasanya gejala-
gejala sudah jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus.

Klasifikasi sirosis hati menurut Child – Pugh :


Skor/parameter 1 2 3
Bilirubin(mg %) < 2,0 2-<3 > 3,0
Albumin(mg %) > 3,5 2,8 - < 3,5 < 2,8
Protrombin time > 70 40 - < 70 < 40
(Quick %)
Asites 0 Min. – sedang Banyak
(+) – (++) (+++)
Hepatic Tidak ada Stadium 1 & Stadium 3
Encephalopathy 2 &4

Ada 3 tipe sirosis atau pembetukan parut dalam hati :


1. Sirosis Laennec (alkoholik, nutrisional)
Jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan
oleh alkoholis kronis.
2. Sirosis Pascanekrotik
Terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis
virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier
Pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar saluran empedu.
Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari Sirosis hati disebabkan oleh satu atau lebih hal-
hal yang tersebut di bawah ini :
a. Kegagalan Prekim hati
b. Hipertensi portal
c. Asites
d. Ensefalophati hepatiti

Keluhan dari sirosis hati dapat berupa :


a. Merasa kemampuan jasmani menurun
b. Nausea, nafsu makan menurun dengan penurunan berat badan
c. Mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna gelap
d. Pembesaran perut dan kaki bengkak
e. Perdarahan saluran cerna bagian atas
f. Pada keadaan lanjut dapat dijumpai pasien tidak sadarkan diri
(HepaticEnchephalopathy
g. Perasaan gatal yang hebat

Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis:
a. Pembesaran Hati
Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel-
selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi
tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi
sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi
sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula
Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan
berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati.
Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol
(noduler).

b. Obstruksi Portal dan Asites


Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang
kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari
organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan
dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan perlintasan
darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam
limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-
organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain,
kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak
dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini
cenderung menderita dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare. Berat
badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk dirongga peritoneal akan
menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya
shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi.
Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan
jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui
inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
c. Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik
juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam
sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh
portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.
Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi
pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi
abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah diseluruh traktus
gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan
daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral.
Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau hemoroid
tergantung pada lokasinya.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan
yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami
ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus
mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan
tersembunyi dari traktus gastrointestinal
d. Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang
kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi
predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan
akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium. Gejala
yang timbul tergantung pada tingkat berat sirosis hati yang terjadi. Sirosis
Hati dibagi dalam tiga tingkatan yakni Sirosis Hati yang paling rendah
Child A, Child B, hingga pada sirosis hati yang paling berat yakni Child
C. Gejala yang biasa dialami penderita sirosis dari yang paling ringan
yakni lemah tidak nafsu makan, hingga yang paling berat yakni bengkak
pada perut, tungkai, dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik
pada tubuh penderita terdapat palmar eritem, spider nevi.

Palmar Eritem Spider Naevi

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Scan/biopsy hati
Mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati,
b. Kolesistografi/kolangiografi
Memperlihatkan penyakit duktus empedu yang mungkin sebagai faktor
predisposisi.
c. Esofagoskopi
Dapat melihat adanya varises esophagus
d. Portografi Transhepatik perkutaneus
Memperlihatkan sirkulasi system vena portal,
e. Pemeriksaan Laboratorium :
Bilirubin serum, AST(SGOT)/ALT(SPGT),LDH, Alkalin fosfotase,
Albumin serum, Globulin, Darh lengkap, masa prototrombin, Fibrinogen,
BUN, Amonia serum, Glukosa serum, Elektrolit, kalsium, Pemeriksaan
nutrient, Urobilinogen urin, dan Urobilinogen fekal.
8. Komplikasi
a. Perdarahan gastrointestinal
Hipertensi portal menimbulkan varises oesopagus, dimana suatu saat akan
pecah sehingga timbul perdarahan yang masih.
2. Koma Hepatikum.
3. Ulkus Peptikum
4. Karsinoma hepatosellural
Kemungkinan timbul karena adanya hiperflasia noduler yang akan berubah
menjadi adenomata multiple dan akhirnya menjadi karsinoma yang
multiple.
5. Infeksi
peritonisis, pnemonia, bronchopneumonia, tbc paru, glomerulonephritis
kronis, pielonephritis, sistitis, peritonitis, endokarditis, srisipelas,
septikema
9. Tatalaksana
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
a. Simtomatis
b. Supportif
istirahat yang cukup dan pengaturan makanan yang cukup dan
seimbang; misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan
interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi
bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah
mendapatkan pengobatan IFN seperti a) kombinasi IFN dengan
ribavirin, b) terapi induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari
1) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x
vseminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan
yang diberikan untuk jangka waktu 24-48 minggu.
2) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis
yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang
dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu
dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
3) Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan
dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di
serum dan jaringan hati.

Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah


terjadi komplikasi seperti Astises, Spontaneous bacterial peritonitis,
Hepatorenal syndrome, dan Ensefalophaty hepatic
a. Asites
Dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
1) istirahat
2) Diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat
dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila
gagal maka penderita harus dirawat.
3) Diuretik
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet
rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat
badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu
komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal ini
dapat mencetuskan encephalopaty hepatic, maka pilihan utama
diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta
dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis
maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan
dengan furosemid.
b. Spontaneous bacterial peritonitis
Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi
III (Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara
oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat
diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu.
c. Hepatorenal Sindrome
Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik
yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti
gangguan elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara
konservatif dapat dilakukan berupa : Restriksi cairan,garam, potassium
dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang Nefrotoxic.
Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asifosis
intra seluler. Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat,
dapat mencetuskan perdarahan dan shock. TIPS hasil jelek pada Child’s
C, dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang akan dilakukan
transplantasi. Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti
dengan perbaikan dan fungsi ginjal.
d. Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus
Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan
etiologi sering dinorduakan, namun yang paling penting adalah
penanganannya lebih dulu. Prinsip penanganan yang utama adalah
tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini
maka dilakukan :
1) Pasien diistirahatkan dan dipuasakan
2) Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu
transfusi
3) Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali
kegunaannyayaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan
es, pemberian obat-obatan, evaluasi darah
4) Pemberian obat-obatan berupa
antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin K, Vasopressin, Octriotide
dan Somatostatin
5) Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka
menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon
Tamponade dan Tindakan
6) Skleroterapi / Ligasi aatau Oesophageal Transection.
e. Ensefalopati Hepatik
Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :
1) Mengenali dan mengobati factor pencetua
2) Intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta
toxin-toxin yang berasal dari usus dengan jalan : Diet rendah protein,
Pemberian antibiotik (neomisin), dan pemberian lactulose/ lactikol
3) Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter Secara
langsung (Bromocriptin,Flumazemil) dan Tak langsung (Pemberian
AARS)

9. Prognosis
Prognosis sirosis hepatis menjadi buruk apabila:

a. Ikterus yang menetap atau bilirubin darah > 1,5 mg%


b. Asites refrakter atau memerlukan diuretik dosis besar
c. Kadar albumin rendah (< 2,5 gr%)
d. Kesadaran menurun tanpa faktor pencetus
e. Hati mengecil
f. Perdarahan akibat varises esofagus
g. Komplikasi neurologis
h. Kadar protrombin rendah
i. Kadar natriumn darah rendah (< 120 meq/i), tek systole < 100 mmHg

DAFTAR PUSTAKA

1. Nurdjanah S. Sirosis hati. Dalam: Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, et al, editor. Buku
ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2007.
2. Deep vein thrombosis in patient with cirrhosis [database on the internet].
3. Lesmana, dkk. 2009 [cited 15 April 2018]. Available from:
http://www.who.int/research/en.
4. Kusumobroto O Hernomo. Sirosis Hati dalam buku ajar Ilmu Penyakit Hati. Edisi I.
Jakarta: Jayabadi; 2007.
5. The Global Burden Of Deseases 2004 [database on the internet]. WHO. 2008 [cited 15
April 2018]. Available from: www.who.int/evidence/bod.
6. Rosenack,J, Diagnosis and Therapy of Chronic Liver and Biliarry Diseases
7. Hadi.Sujono, Gastroenterology,Penerbit Alumni / 1995 / Bandung
8. Sherlock.S, Penyakit Hati dan Sistim Saluran Empedu, Oxford,England
Blackwell1997
9. Hakim Zain.L, Penatalaksanaan Penderita Sirosis Hepatis
10. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam jilid I, Edisi II, Penerbit Balai FK UI, Jakarta1987
11. Anonymous http://alcoholism.about.com/library/blcirrosis.htm
12. Lesmana.L.A, Pembaharuan Strategi Terapai Hepatitis Kronik C, Bagian IlmuPenyakit
Dalam FK UI. RSUPN Cipto Mangunkusumo
13. Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan : Bagian ilmu penyakit dalam USU.
14. Guyton &Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
15. Rosenack,J, Diagnosis and Therapy of Chronic Liver and Biliarry Diseases
16. Lesmana.L.A, Pembaharuan Strategi Terapai Hepatitis Kronik C, Bagian IlmuPenyakit
Dalam FK UI. RSUPN Cipto Mangunkusumo
17. Marcellus Simadibrata, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI, Interna Publishing,
hal : 1888 – 1891
18. Lower Gastrointestinal Bleeding diakses 15 April 2018.
https://emedicine.medscape.com/article/188478-overview

Anda mungkin juga menyukai