Disusun oleh :
Luthfi Octafyan 1710221042
Antania Isyatira Kartika 1710221005
Rizki Maulana Tsani G4A017029
Pembimbing :
dr. Suharno, Sp.PD
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh :
Luthfi Octafyan 1710221042
Antania Isyatira Kartika 1710221005
Rizki Maulana Tsani G4A017029
Mengetahui,
Pembimbing
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadi
proses- proses penting bagi kehidupan kita. yaitu proses penyimpanan energi,
pengaturan metabolisme kolesterol, dan penetralan racun atau obat yang masuk
dalam tubuh kita.
Sirosis hati adalah keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif, yang mengakibatkan
penurunan fungsi hati (Nurdjanah S, 2007). Sirosis hati dengan komplikasinya
merupakan masalah kesehatan yang masih sulit diatasi di Indonesia. Hal ini ditandai
dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Secara umum diperkirakan
angka insiden sirosis hati di rumah sakit seluruh Indonesia berkisar antara 0,6-
14,5% (Lesmana dkk, 2009).
Penelitian di Indonesia menyebutkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan
sirosis sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20%
penyebabnya tidak diketahui, alkohol sebagai penyebab sirosis hati di Indonesia
mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya (Kusumobroto, 2007)
Penyakit sirosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar setelah
penyakit kardiovaskuler dan kanker (Lesmana, 2004). Diseluruh dunia sirosis
hepatis menempati urutan ketujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang
meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hepatis merupakan penyakit hati
yang sering ditemukan dalam ruang perawatan dalam. Gejala klinis dari sirosis
hepatis sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang sangat
jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka kasus sirosis hepatis yang
datang berobat kedokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit ini dan
lebih dari 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat , sisanya
ditemukan saat otopsi (Sutadi, 2003).
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), pada tahun 2000 sekitar 170 juta
umat manusia terinfeksi sirosis hepatis. Angka ini meliputi sekitar 3% dari seluruh
populasi manusia di dunia dan setiap tahunnya infeksi baru sirosis hepatis
bertambah 3-4 juta orang. Angka prevalensi penyakit sirosis hepatis di Indonesia,
secara pasti belum diketahui. Prevalensi penyakit sirosis hepatis pada tahun 2003
di Indonesia berkisar antara 1-2,4%. Dari rata-rata prevalensi (1,7%), diperkirakan
lebih dari 7 juta penduduk Indonesia mengidap sirosis hepatis (Anonim, 2008).
Menurut Ali (2004), angka kasus penyakit hati menahun di Indonesia sangat
tinggi. Jika tidak segera diobati, penyakit itu dapat berkembang menjadi sirosis atau
kanker hati, sekitar 20 juta penduduk Indonesia terserang penyakit hati menahun.
Angka ini merupakan perhitungan dari prevalensi penderita dengan infeksi hepatitis
B di Indonesia yang berkisar 5-10 persen dan hepatitis C sekitar 2-3 persen. Dalam
perjalanan penyakitnya, 20-40 persen dari jumlah penderita penyakit hati menahun
itu akan menjadi sirosis hati dalam waktu sekitar 15 tahun, tergantung sudah berapa
lama seseorang menderita hepatitis menahun itu.
Sirosis hepatis merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia
termasuk di Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki
dibandingkan kaum wanita dengan perbandingan 2-4 : 1 dengan umur rata-rata
terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun dengan puncaknya sekitar 40-49
tahun (Hadi, 2008).Maka dari itu, makalah ini dibuat bertujuan untuk mengetahui
tatalaksana dan penyebab dari sirosis hepatis
B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama:
Penurunan kesadaran sejak 3 hari smrs
2. Keluhan tambahan:
BAB hitam, muntah, penurunan nafsu makan, gangguan tidur
3. Riwayat penyakit sekarang:
Hasil Alloanamnesis : Pasien mengalami penuruan kesadaran sejak 3 hari
smrs. 1 minggu smrs pasien mengalami bab cair kuarng lebih sebanyak 6
kali yang awalnya berwarna kuning lalu menjadi hitam. Pasien merasakan
lemas dan tidak nafsu makan. Pasien mengalami muntah beberapa kali.
Sebelumnya pasien pernah dirawat di rumah sakit ala medica dengan
keluhan bab cair dan dapat diperbolehkan pulang. Dari rumah sakit ala
medica dikatan bahwa pasien mengalami gangguan pada livernya. Namun
satu minggu smsr pasien mengalami penurunan kesadaran disertai muntah
lalu dirujuk ke rs margono
4. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat penyakit yang sama : disangkal
b. Riwayat hipertensi : disangkal
c. Riwayat DM : disangkal
d. Riwayat asma : disangkal
e. Riwayat operasi : disangkal
f. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
g. Riwayat cuci darah : disangkal
h. Riwayat penyakit paru : disangkal
i. Riwayat penyakit jantung : disangkal
j. Riwayat pengobatan paru : disangkal
k. Riwayat penyakit hati : disangkal
l. Riwayat asam urat : diakui
m. Riwayat kolesterol : diakui
5. Riwayat penyakit keluarga
a. Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat DM : disangkal
c. Riwayat asma : disangkal
d. Riwayat alergi : disangkal
e. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
f. Riwayat penyakit paru : disangkal
g. Riwayat penyakit jantung : disangkal
6. Riwayat sosial dan exposure
a. Community
Pasien tinggal di rumah bersama suami dan 8 anaknya, di lingkungan
yang cukup padat penduduknya. Hubungan antara pasien dengan
tetangga dan keluarga dekat dan baik.
b. Home
Rumah pasien terdiri dari 3 kamar tidur, satu ruang tamu, satu ruang
keluarga, satu dapur, dan satu kamar mandi. Satu kamar masing-masing
dihuni oleh 1-2 orang. Kamar mandi dan jamban di dalam rumah. Atapnya
memakai genteng dan lantai terbuat dari keramik.
c. Occupational
Pasien sudah tidak bisa melakukan apa apa dikarenakan oleh usia. Sehari
hari pasien hanya tiduran dikasur dikarenakan psien sudah tidak bisa
berjalan.
d. Diet
Pasien mengaku makan sehari 2-3 kali sehari, dengan nasi, sayur dan lauk
pauk seadanya. Pasien mengaku tidak pernah mengkonsumsi alkohol,
ataupun mengkonsumsi obat-obatan terlarang.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Lemah, sakit berat
2. Kesadaran : Somnolen
3. Vital sign
TD : 90/80 mmHg
N : 94 x / menit
RR : 20 x / menit
S : 37.4 oC
Status Generalis
Bentuk kepala : Mesocephal, simetris, tanda radang (-)
Rambut : Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut,
terdistribusi merata
Mata : Simetris, mata tidak cekung, edema palpebra (-/-),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), refleks pupil
(+/+) normal isokor 3 mm
Telinga : Discharge (-/-), serumen (-/-), deformitas (-/-)
Hidung : Discharge (-/-), deformitas (-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir pucat (+), bibir kering (+), mukosa pipi kering (+),
sianosis (-), lidah sianosis (-), atrofi papil lidah (-), palatum
terdapat bercak merah
Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
JVP 5 ± 2 cm
Pulmo
Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi interkostal (-), ketinggalan gerak
(-), jejas (-)
Palpasi : Vokal fremitus hemitoraks kanan sama dengan hemitoraks kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), RBH (-/-), RBK (-/-), wheezing (-/-),
ekspirasi memanjang (-)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tampak di ICS V linea midclavicula sinistra,
kuat angkat (-), pulsasi epigastrium (-), pulsasi parasternal (-)
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicula sinistra dan
kuat angkat (-)
Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD
Batas atas kiri : SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri : SIC V LMCS
Auskultasi : S1>S2 reguler, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising usus tidak dapat dinilai
Perkusi : Pekak, tes pekak alih (-), pekak sisi (-)
Palpasi : Supel, undulasi (-), nyeri tekan (-) regio hipokondriaca
dextra
Hepar : Terdapat pembesaran hepar
Lien : Tidak teraba
Ekstremitas
Superior : Edema (-/-), akral dingin (-/-), sianosis (-/-),
Inferior : Edema (+/+), akral dingin (-/-), sianosis (-/-),
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium darah dan urin
LAB
DARAH LENGKAP
KIMIA KLINIK
Tanggal 13/4/2018
Warna kuning
Kejernihan Keruh
bau Khas
Urobilinogen 2
glukosa negatif
bilirubin negatif
Keton negatif
Berat jenis 1.015
Eritrosit 250
PH 6.0
Protein 15
Nitrit negatif
Leukosit 500
Sedimen
Eritrosit 5-20
Leukosit 8-10
Epitel 0-2
Silinder hialin negatif
Silinder lilin negatif
Silinder eritrosit negatif
Granuler halus negatif
Granuler kasar negatif
Kristal 10-20
Bakteri negatif
SERO IMUNOLOGI
ANTI HCV REAKTIF
Pemantauan Harian HCU
Tanggal Subject & Object Assessment Plan
11/04/2018 S : lemas (+), perut - sirosis hepatis 1) Inf NaCl 0.9% 20 tpm
Jam 06.21 terasa sakit - melena 2) Inj ceftriakson 2 x 1 gr
O : Ku/Kes : 3) Inj asam traneksamat 3 x
Sedang/CM 500 mg
TD : 90/80 mmHg 4) Inj omeprazole 2 x 1 amp
N : 89x/menit 5) PO sukralfat syr 3 x 1 c
R : 20x/menit 6) PO lactulac syr 3 x 15 cc
S : 36.5 oC
P/ :
Ur : 196.7 H Cek PT, APTT, UL,
Cr : 3.5 H seroimunologi
Bil tot : 6.667 H -
12/04/2018 S : pasien demam - Krisis Hiperglikemi e.c 1) Inf D5 % + Asering 1 : 1
Jam 07.00 naik turun dan gelisah HHS 10 tpm
O : Ku/Kes : - AKI st.II 2) Inj ceftriakson 2 x 1 gr
Sedang/CM
TD : 110/80 mmHg 3) Inj spironolakton 1 x 50
N : 83x/menit mg
R : 24 x/menit 4) Inj omeprazole 2 x 1 amp
S : 7.5 oC 5) PO sukralfat syr 3 x 1 c
6) PO lactulac syr 3 x 15 cc
PT : 16.2
APTT : 64.9
Ur : 176.2
Cr : 2.89
ANTI HCV :
Reaktif
E. DIAGNOSIS KERJA
Sirosis Hepatis
Melena
F. PENATALAKSANAAN
a. Farmakologi :
1) Inf NaCl 0.9% 20 tpm
2) Inj ceftriakson 2 x 1 gr
3) Inj asam traneksamat 3 x 500 mg
4) Inj omeprazole 2 x 1 amp
5) PO sukralfat syr 3 x 1 c
6) PO lactulac syr 3 x 15 cc
b. Non-Farmakologi :
1) Mobilisasi
2) Memberi edukasi pada keluarga untuk ikut mendukung pasien agar
teratur minum obat karena pengobatan jangka panjang.
3) Pencegahan penularan pada anggota keluarga dengan modifikasi
pola hidup untuk pencegahan transmisi dan imunisasi
4) Gaya hidup sehat
c. Monitoring :
1) Keadaan umum dan kesadaran
2) Tanda vital
3) Evaluasi klinis
4) Pasien dievaluasi setiap hari, meliputi keluhan, berat badan,
pemeriksaan fisik, dan hasil laboratorium (khususnya gula darah
dan elektroit).
G. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad Bonam
Ad fungsionam : Dubia ad Bonam
Ad sanationam : Dubia ad Bonam
III.TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI HEPAR
Hepar (hati) merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia.
Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah
diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah
kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di
bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ
abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus
oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan
v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang
tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area. Terdapat refleksi peritoneum
dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar
berupa ligamen.
Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan
epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum
toraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti
ada pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat
di bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi hepar secara topografis
bukan secara anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.
B. FISIOLOGI HEPAR
a. Divertikulosis
Perdarahan diverticulum biasanya tidak nyeri dan terjadi pada 3%
pasien diverkulosis. Tinja biasanya berwarna merah marun, kadang-
kadang bias juga menjadi merah. Meskipun divertikel kebanyakan
ditemukan di kolon sigmoid namun perdarahan divertikel biasanya
terletak di sebelah kanan. Umumnya terhenti secara spontan dan tidak
berulang oleh karena itu tidak ada pengobatan khusus yang dibutuhkan
oleh para pasien.
b. Angiodisplasia
Angiodisplasia merupakan merupakan penyebab 10-40%
perdarahan saluran cerna bagian bawah. Angiodisplasia merupakan
salah satu penyebab kehilangan darah yang kronik. Angiodisplasia
kolon biasanya multiple, ukuran kecil kurang dari diameter <5mm dan
biasanya terlokalisir di daerah caecum dan kolon sebelah kanan.
Sebagaimana halnya dengan vascular ekstasia di saluran cerna, jejas di
kolon umumnya berhubungan dengan usia lanjut, insufisiensi ginjal dan
riwayat radiasi.
c. Kolitis iskemia
Kolitis iskemia ditandai dengan penurunan aliran darah visceral
dan tidak ada kaitannya dengan penyempitan pembuluh darah
mesenterik. Umumnya pasien kolisis iskemia berusia tua. Dan kadang-
kadang dipengaruhi juga oleh sepsis, perdarahan akibat lain dan
dehidrasi.
d. Penyakit perianal.
Penyakit perianal contohnya adalah hemoroid dan fisura ani
biasanya menimbulkan perdarahan dengan warna merah segar tetapi
tidak bercampur dengan faeces. Berbeda dengan perdarahan varises
rektum pada pasien dengan hipertensi portal kadang-kadang bias
mengancam nyawa. Polip dan karsinoma kadang-kadang menimbulkan
perdarahan yang mirip yang disebabkan oleh hemoroid oleh karena itu
pada perdarahan yang diduga dari hemoroid perlu dilakukan
pemeriksaan untuk menyingkirkan kemungkinan polip dan karsinoma
kolon.
e. Neoplasia kolon
Tumor kolon yang jinak maupun ganas yang biasanya terdapat
pada pada pasien usia lanjut dan biasnya berhubungan dengan
ditemukannya perdarahan berulang atau darah samar. Kelainan
neoplasma di usus harus relative jarang namun meningkat paa pasien
IBD seperti Crohn’s Disease atau celiac sprue.
f. Penyebab lain
Kolitis yang merupakan bagian dari IBD, infeksi (Campilobacter
jejuni spp, Salmonella spp, Shigella spp, E.coli) dan terapi radiasi, baik
akut maupun kronik. Kolitis dapat menimbulkan perdarahan namun
biasanya sedikit sampai sedang. Divertikular Meckel merupakan
kelainan kongenital di ileum dapat berdarah dalam jumlah yang banyak
akibat dari mukosa yang menghasilkan asam. Pasien biasanya anak-
anak dengan perdarahan segar maupun hitam yang tidak nyeri.
Intususepsi menyebabkan kotoran berwarna marun disertai rasa nyeri di
tempat polip atau tumor ganas pada orang dewasa. Hipertensi portal
yang dapat menimbulkan perdarahan dalam jumlah besar. Penyebab
perdarahan saluran cerna bagian bawah yang lebih jarang menimbulkan
fistula autoenterik, ulkus rektal soliter dan ulkus di caecum.
4. Manifestasi Klinis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis yang teliti dan
pemeriksaan jasmani yang akurat merupakan data penting untuk
menegakkan diagnosis yang tepat. Riwayat hemoroid atau IBD sangat
penting untuk dicatat. Nyeri abdomen atau diare merupakan petunjuk kepada
kolitis atau neoplasma. Keganasan kadang ditandai dengan penurunan berat
badan, anoreksia, limfadenopati atau massa yang teraba.
a. Hematokezia
Darah segar yang keluar dari anus dan merupakan manifestasi
tersering dari perdarahan saluran cerna bagian bawah. Hematokezia
lazimnya menunjukkan perdarahan kolon sebelah kiri, namun
demikian perdarahan seperti ini juga berasal dari saluran cerna bagian
atas, usus halus, transit darah yang cepat.
b. Melena
Tinja berwarna hitam dengan bau yang khas. Melena timbul bilamana
hemoglobin dikonversi menjadi hematin atau hemokrom lainnya oleh
bakteri setelah 14 jam. Umumnya melena menunjukkan perdarahan di
saluran cerna bagian atas atau usus halus, namun demikian melena
juga berasal dari perdarahan kolon sebelah kanan dengan perlambatan
mobilitas. Tidak semua kotoran hitam ini melena karena bismuth,
sarcol, lycorice, obat-obatan yang mengandung besi (obat penambah
darah) dapat menyebabkan feses menjadi hitam. Oleh karena itu
membutuhkan test guaiac untuk menentukan adanya hemoglobin.
c. Darah Samar
Timbul bilamana ada perdarahan ringan namun tidak sampai merubah
warna tinja/feses. Perdarahan jenis ini dapat diketahui dengan tes
guaiac.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Endoskopi
Bilamana perdarahan saluran cerna berlangsung perlahan atau sudah
berhenti maka pemeriksaan kolonoskopi merupakan prosedur diagnostic
terpilih sebab akurasinya tinggi dalam menentukan sumber perdarahan
sekaligus dapat menghentikan tindakan terapeutik. Kolonoskopi dapat
menunjukkan adanya divertikel namun demikian sering tidak dapat
mengidentifikasi sumber perdarahan yang sebenarnya. Pada perdarahan
yang hebat pemeriksaan kolonoskopi yang dilaksanakan setelah
pembersihan kolon singkat merupakan alat diagnostic yang baik dengan
akurasi menyamai bahkan melebihi angiografi. Sebaliknya enema barium
tidak mampu mendeteksi sampai 20% lesi yang ditemukan secara
endoskopi khususnya jejas angioplasia.
Pada perdarahan saluran cerna yang diduga berasal dari distal
ligamentum Treitz dan dengan pemeriksaan kolonoskopi memberikan
hasil yang negatif maka dapat dilakukan pemeriksaan enteroskopi atau
endoskopi kapsul yang dapat mendeteksi jejas angiodysplasia di usus
halus.
Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis:
a. Pembesaran Hati
Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel-
selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi
tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi
sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi
sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula
Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan
berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati.
Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol
(noduler).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Scan/biopsy hati
Mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati,
b. Kolesistografi/kolangiografi
Memperlihatkan penyakit duktus empedu yang mungkin sebagai faktor
predisposisi.
c. Esofagoskopi
Dapat melihat adanya varises esophagus
d. Portografi Transhepatik perkutaneus
Memperlihatkan sirkulasi system vena portal,
e. Pemeriksaan Laboratorium :
Bilirubin serum, AST(SGOT)/ALT(SPGT),LDH, Alkalin fosfotase,
Albumin serum, Globulin, Darh lengkap, masa prototrombin, Fibrinogen,
BUN, Amonia serum, Glukosa serum, Elektrolit, kalsium, Pemeriksaan
nutrient, Urobilinogen urin, dan Urobilinogen fekal.
8. Komplikasi
a. Perdarahan gastrointestinal
Hipertensi portal menimbulkan varises oesopagus, dimana suatu saat akan
pecah sehingga timbul perdarahan yang masih.
2. Koma Hepatikum.
3. Ulkus Peptikum
4. Karsinoma hepatosellural
Kemungkinan timbul karena adanya hiperflasia noduler yang akan berubah
menjadi adenomata multiple dan akhirnya menjadi karsinoma yang
multiple.
5. Infeksi
peritonisis, pnemonia, bronchopneumonia, tbc paru, glomerulonephritis
kronis, pielonephritis, sistitis, peritonitis, endokarditis, srisipelas,
septikema
9. Tatalaksana
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
a. Simtomatis
b. Supportif
istirahat yang cukup dan pengaturan makanan yang cukup dan
seimbang; misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan
interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi
bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah
mendapatkan pengobatan IFN seperti a) kombinasi IFN dengan
ribavirin, b) terapi induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari
1) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x
vseminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan
yang diberikan untuk jangka waktu 24-48 minggu.
2) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis
yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang
dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu
dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
3) Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan
dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di
serum dan jaringan hati.
9. Prognosis
Prognosis sirosis hepatis menjadi buruk apabila:
DAFTAR PUSTAKA
1. Nurdjanah S. Sirosis hati. Dalam: Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, et al, editor. Buku
ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2007.
2. Deep vein thrombosis in patient with cirrhosis [database on the internet].
3. Lesmana, dkk. 2009 [cited 15 April 2018]. Available from:
http://www.who.int/research/en.
4. Kusumobroto O Hernomo. Sirosis Hati dalam buku ajar Ilmu Penyakit Hati. Edisi I.
Jakarta: Jayabadi; 2007.
5. The Global Burden Of Deseases 2004 [database on the internet]. WHO. 2008 [cited 15
April 2018]. Available from: www.who.int/evidence/bod.
6. Rosenack,J, Diagnosis and Therapy of Chronic Liver and Biliarry Diseases
7. Hadi.Sujono, Gastroenterology,Penerbit Alumni / 1995 / Bandung
8. Sherlock.S, Penyakit Hati dan Sistim Saluran Empedu, Oxford,England
Blackwell1997
9. Hakim Zain.L, Penatalaksanaan Penderita Sirosis Hepatis
10. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam jilid I, Edisi II, Penerbit Balai FK UI, Jakarta1987
11. Anonymous http://alcoholism.about.com/library/blcirrosis.htm
12. Lesmana.L.A, Pembaharuan Strategi Terapai Hepatitis Kronik C, Bagian IlmuPenyakit
Dalam FK UI. RSUPN Cipto Mangunkusumo
13. Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan : Bagian ilmu penyakit dalam USU.
14. Guyton &Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
15. Rosenack,J, Diagnosis and Therapy of Chronic Liver and Biliarry Diseases
16. Lesmana.L.A, Pembaharuan Strategi Terapai Hepatitis Kronik C, Bagian IlmuPenyakit
Dalam FK UI. RSUPN Cipto Mangunkusumo
17. Marcellus Simadibrata, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI, Interna Publishing,
hal : 1888 – 1891
18. Lower Gastrointestinal Bleeding diakses 15 April 2018.
https://emedicine.medscape.com/article/188478-overview