Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu masalah gangguan kesehatan yang menonjol pada usia lanjut adalah
gangguan muskoloskeletal, terutama osteoartritis dan osteoporosis. Menghadapi problem
ini tanpa adanya persiapa yang baik, di khawatirkan akan menjadikan beban yang akan di
tanggung pemerintah, masyarakat, dan warga usia lanjut dengan keluarga akan menjadi
sangat besar dan akan menghambat perkembangan ekonomi serta memperburuk kualitas
hidup manusia secara utuh (isbagio H dalam Daniel, 2007).
Osteoporosis adalah suatu problem klimakterium yang serius. Di amerika serikat
dijumpai satu kasus osteoporosis di antara dua sampai tiga wanita pascamonopause.
Massa tulang pada manusia mencapai maksimum pada usia sekita 35 tahun, kemudian
terjadi penurunan massa tulang secara eksponensial. Penurunan massa tulang ini berkisar
antara 3-5% setiap decade, sesuai dengan kehilangan massa otot dan hal ini di alami baik
pada pria dan wanita. Pada masa klimakterium, penurunan massa tulang pada wanita
lebih mencolok dan dapat mencapai 2-3% setahun secara eksponensial. Pada usia 70
tahun kehilangan massa tulang pada wanita ini baru mencapai 25% (Gonta,P.1996).
Kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang,
sehingga dapat menurunkan massa tulang total. Osteoporosis adalah penyakit yang
mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai mikroarsitektur
tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan
tulang. Tulang secara progresif menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang menjadi mudah
patah dengan stres, yang pada tulang normal tidak menimbulkan pengaruh. Sherwood
(2001), mengatakan selama dua decade pertama kehidupan, saat terjadi pertumbuhan,
pengendapan tulang melebihi resorpsi tulang dibawah pengaru hormone pertumbuhan.
Sebaiknya pada usia 50-6- tahun, resorpsi tulang melebihi pembentukan tulang.
Kalsitonin yang menghambat resorpsi tulang dan merangsang pembentukan tulang
mengalami penurunan. Hormone paratiroid meningkat bersama bertambahnya dan
meningkatkan resorpsi tulang. Hormone estrogen yang menghambat pemecahan tulang,
juga berkurang bersama bertambahnya usia.

1
Menurut Ganong (2003), perempuan dewasa memiliki massa tulang yang lebih
sedikit daripada pria dewasa, dan setelah menopause mereka mulai kehilangan tulang
lebih cepat daripada pria. Akibatnya perempuan lebih rentang menderita ospteoporosis
serius. Penyebab utama berkurangnya tulang setelah menopause adalah defesiensi
hormone estrogen. Pada osteoporosis, matriks dan mineral tulang hilang, hingga massa
dan kekuatan tulang, dengan peningkatan fraktur.
Osteoporosis sering menimbulkan fraktur kompresi pada vertebra torakalis.
Terdapat penyempitan diskus vertebra, apabila penyebaran berlanjut keseluruh korpus
vertebra akan menimbulkan kompresi vertebra dan terjadi gibus. Fraktur kolum femur
sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada perempuan, yang
disebabkan oleh penuaan dan osteoporosis pascamenopause.
Kolaps bertahap tulang vertebra mungkin tidak menimbulkan gejala, namun
terlihat sebagai kifosis progresif. Kifosis dapat mengakibatkan pengurangan tinggi badan.
Pada beberapa perempuan dapat kehilangan tinggi badan sekitar 2,5-15 cm, akibat kolaps
vertebra.

B. Tujuan Penulisan
a) Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep dasar terkait penyakit osteoporosis dan pengaplikasian
dalam asuhan keperawatan.
b) Tujuan Khusus
- Untuk melakukan pengkajian pada pasien osteoporosis
- Untuk merumuskan diagnosa pada pasien osteoporosis
- Untuk melakukan intervensi pada pasien osteoporosis
- Untuk melakukan Implementasi pada pasien osteoporosis
- Untuk melakukan evaluasi pada pasien osteoporosis

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. LANJUT USIA
1. Pengertian lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang
kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih
dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008). Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang
dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu
penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai
dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan.
Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan
penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual
(Efendi, 2009).
2. Batasan lansia
Departemen Kesehatan RI (dalam Mubarak et all, 2006) membagi lansia sebagai
berikut:
a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas
b. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium
c. Kelompok usia lanjut (65 tahun >) sebagai senium
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur yang
mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:
a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang
berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun
ke atas”.
b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat
kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia

3
(elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua
(very old) ialah di atas 90 tahun.
c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu : pertama (fase
inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga (fase
presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia. d.
Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age): > 65
tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga
batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old ( > 80
tahun) (Efendi, 2009).
3. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
Menurut Mubarak et all (2006), perubahan yang terjadi pada lansia meliputi
perubahan kondisi fisik, perubahan kondisi mental, perubahan psikososial, perubahan
kognitif dan perubahan spiritual.
a. Perubahan kondisi fisik meliputi perubahan tingkat sel sampai ke semua organ
tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler,
sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genitourinaria, endokrin
dan integumen.
1) Keseluruhan
Berkurangnya tinggi badan dan berat badan, bertambahnya fat-to-lean body
mass ratio dan berkuranya cairan tubuh.
b. Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan kurang elastis
karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan adiposa, kulit pucat dan terdapat
bintik-bintik hitam akibat menurunnya aliran darah ke kulit dan menurunnya sel-sel
yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tangan dan kaki menjadi tebal dan
rapuh, pada wanita usia > 60 tahun rambut wajah meningkat, rambut menipis atau
botak dan warna rambut kelabu, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.
Fungsi kulit sebagai proteksi sudah menurun
1) Temperatur tubuh

4
Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang menurun,
keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak
diakibatkan oleh rendahnya aktifitas otot.
2) Sistem muskular
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang, pengecilan otot
akibat menurunnya serabut otot, pada otot polos tidak begitu terpengaruh.
3) Sistem kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa
darah menurun 1% per tahun. Berkurangnya cardiac output, berkurangnya
heart rate terhadap respon stres, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan
darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer,
bertaTn. Sanjang dan lekukan, arteria termasuk aorta, intima bertambah tebal,
fibrosis.
4) Sistem perkemiha
Ginjal mengecil, nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun
sampai 50 %, filtrasi glomerulus menurun sampai 50%, fungsi tubulus
berkurang akibatnya kurang mampu mempekatkan urin, BJ urin menurun,
proteinuria, BUN meningkat, ambang ginjal terhadap glukosa meningkat,
kapasitas kandung kemih menurun 200 ml karena otot-otot yang melemah,
frekuensi berkemih meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan pada pria
akibatnya retensi urin meningkat, pembesaran prostat (75% usia di atas 65
tahun), bertambahnya glomeruli yang abnormal, berkurangnya renal blood
flow, berat ginjal menurun 39-50% dan jumlah nephron menurun, kemampuan
memekatkan atau mengencerkan oleh ginjal menurun.
5) Sistem pernafasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya
aktifitas cilia, berkurangnya elastisitas paru, alveoli ukurannya melebar dari
biasa dan jumlah berkurang, oksigen arteri menurun menjadi 75 mmHg,
berkurangnya maximal oxygen uptake, berkurangnya reflek batuk.
6) Sistem gastrointestinal

5
Kehilangan gigi, indera pengecap menurun, esofagus melebar, rasa lapar
menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan lambung menurun,
peristaltik melemah sehingga dapat mengakibatkan konstipasi, kemampuan
absorbsi menurun, produksi saliva menurun, produksi HCL dan pepsin
menurun pada lambung.
7) Rangka tubuh
Osteoartritis, hilangnya bone substance.
8) Sistem penglihatan
Korne lebih berbentuk sferis, sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya
respon terhadap sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya ambang pengamatan
sinar (daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat cahaya
gelap), berkurangnya atau hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang
pandang (berkurangnya luas pandangan, berkurangnya sensitivitas terhadap
warna yaitu menurunnya daya membedakan warna hijau atau biru pada skala
dan depth perception).
9) Sistem pendengaran
Presbiakusis atau penurunan pendengaran pada lansia, membran timpani
menjadi atropi menyebabkan otoklerosis, penumpukan serumen sehingga
mengeras karena meningkatnya keratin, perubahan degeneratif osikel,
bertambahnya obstruksi tuba eustachii, berkurangnya persepsi nada tinggi.
10) Sistem syaraf
Berkurangnya berat otak sekitar 10-20%, berkurangnya sel kortikol, reaksi
menjadi lambat, kurang sensitiv terhadap sentuhan, berkurangnya aktifitas sel
T, hantaran neuron motorik melemah, kemunduran fungsi saraf otonom.
11) Sistem endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun, berkurangnya ATCH, TSH, FSH
dan LH, menurunnya aktivitas tiroid akibatnya basal metabolisme menurun,
menurunnya produksi aldosteron, menurunnya sekresi hormon gonads yaitu
progesteron, estrogen dan aldosteron. Bertambahnya insulin, norefinefrin,
parathormon.
12) Sistem reproduksi

6
Selaput lendir vagina menurun atau kering, menciutnya ovarie dan uterus,
atropi payudara, testis masih dapat memproduksi, meskipun adanya penurunan
berangsur-angsur dan dorongan seks menetap sampai di atas usia 70 tahun, asal
kondisi kesehatan baik, penghentian produksi ovum pada saat menopause.
13) Daya pengecap dan pembauan
Menurunnya kemampuan untuk melakukan pengecapan dan pembauan,
sensitivitas terhadap empat rasa menurun yaitu gula, garam, mentega, asam,
setelah usia 50 tahun.
c. Perubahan kondisi mental
Pada umumnya usia lanjut mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Dari segi mental emosional sering muncul perasaan pesimis, timbulnya
perasaan tidak aman dan cemas, adanya kekacauan mental akut, merasa terancam
akan timbulnya suatu penyakit atau takut diterlantarkan karena tidak berguna lagi.
Faktor yang mempengaruhi perubahan kondisi mental yaitu:
1) Perubahan fisik, terutama organ perasa
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
8) Kehilangan hubungan dengan teman dan famili
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.
d. Perubahan psikososial
Pada saat ini orang yang telah menjalani kehidupannya dengan bekerja
mendadak diharapkan untuk menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun. Bila ia
cukup beruntung dan bijaksana, mempersiapkan diri untuk pensiun dengan
menciptakan minat untuk memanfaatkan waktu, sehingga masa pensiun
memberikan kesempatan untuk menikmati sisa hidupnya. Tetapi banyak pekerja
pensiun berarti terputus dari lingkungan dan teman-teman yang akrab dan

7
disingkirkan untuk duduk-duduk di rumah. Perubahan psikososial yang lain adalah
merasakan atau sadar akan kematian, kesepian akibat pengasingan diri lingkungan
sosial, kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga, hilangnya kekuatan dan
ketegangan fisik, perubahan konsep diri dan kematian pasangan hidup.
e. Perubahan kognitif
Perubahan fungsi kognitif di antaranya adalah:
1) Kemunduran umumnya terjadi pada tugas-tugas yang membutuhkan kecepatan
dan tugas tugas yang memerlukan memori jangka pendek.
2) Kemampuan intelektual tidak mengalami kemunduran.
3) Kemampuan verbal dalam bidang vokabular (kosakata) akan menetap bila
tidak ada penyakit.
f. Perubahan spiritual
1) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.
2) Lanjut usia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam
berfikir dan bertindak dalam sehari-hari.
Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Fowler:
universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berfikir dan
bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai dan keadilan

1. Konsep Osteoporosis
1. Defenisi Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya massa tulang secara nyata yang
berakibat pada rendahnya kepadatan tulang, sehingga tulang menjadi keropos dan rapuh.
“Osto” berarti tulang, sedangkan “porosis” berarti keropos. Tulang yang mudah patah
akibat Osteoporosis adalah tulang belakang, tulang paha, dan tulang pergelangan tangan
(Endang Purwoastuti : 2009) .
Osteoporosis yang dikenal dengan keropos tulang menurut WHO adalah penyakit
skeletal sistemik dengan karakteristik massa tulang yang rendah dan perubahan
mikroarsitektur dari jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitas tulang dan

8
meningkatnya kerentanan terhadap tulang patah. Osteoporosis adalah kelainan dimana
terjadi penurunan massa tulang total (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total.
Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang
lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan masa tulang
total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah; tulang menjadi
mudah fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal
(Brunner&Suddarth, 2000).

2. Klasifikasi Osteoporosis
Klasifikasi osteoporosis dibagi ke dalam dua kelompok yaitu osteoporosis primer
dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer terdapat pada wanita postmenopause
(postmenopause osteoporosis) dan pada laki-laki lanjut usia (senile osteoporosis).
Penyebab osteoporosis belum diketahui dengan pasti. Sedangkan osteoporosis sekunder
disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan Kelainan endokrin misalnya
Chusing’s disease, hipertiriodisme, hiperparatiriodisme, hipogonadisme, kelainan hepar,
gagal ginjal kronis, kurang gerak, kebiasaan minum alcohol, pemakaian obat-
obatan/kortikosteroid, kelebihan kafein, dan merokok (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Djuwantoro (1996), membagi osteoporosis menjadi osteoporosis postmenopause
(Tipe I), Osteoporosis involutional (Tipe II), osteoporosis idiopatik, osteoporosis juvenil
dan osteoporosis sekunder.
1) Osteoporosis Postmenopause (Tipe I)
Merupakan bentuk yang paling sering ditemukan pada wanita kulit putih dan
Asia. Bentuk osteoporosis ini disebabkan oleh percepatan resopsi tulang yang
berlebihan dan lama setelah penurunan sekresi hormon estrogen pada masa
menopause.
2) Osteoporosis involutional (Tipe II)
Terjadi pada usia diatas 75 tahun pada perempuan maupun laki-laki. Tipe ini
diakibatkan oleh ketidakseimbangan yang samar dan lama antara kecepatan resorpsi
tulang dengan kecepatan pembentukan tulang.
3) Osteoporosis idiopatik

9
Adalah tipe osteoporosis primer yang jarang terjadi pada wanita
premenopouse dan pada laki-laki yang berusi di bawah 75 tahun. Tipe ini tidak
berkaitan dengan penyebab sekunder atau faktor resiko yang mempermudah
timbulnya penurunan densitas tulang.
4) Osteoporosis juvenil
Merupakan bentuk yang paling jarang terjadi dan bentuk osteoporosis yang
terjadi pada anak-anak prepubertas.
5) Osteoporosis sekunder.
Penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menyebabkan fraktur
atraumatik akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan kortikosteroid, atraumatik
reumatoid, kelainan hati/ ginjal kronis, sindrom malabsorbsi, mastisitosis sistemik,
hipertiriodisme , varian status hipogonade dan lain-lain.

3. Etiologi Osteoporosis
Osteoporosis postmenopouse terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama
pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada
wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa
mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki resiko
yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopouse, pada wanita kulit putih dan
daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam (Lukman,
Nurma Ningsih : 2009).
Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kasium
yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya
tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis yaitu keadaan penurunan masa tulang
yang hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70
tahun dan dua kali lebih sering menyerang wanita. Wanita sering kali menderita
osteoporosis senilis dan postmenopouse (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Kurang dari lima persen penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis
sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obet-obatan. Penyakit
ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid,
paratiroid, dan adrenal) dan obat- obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang,

10
hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan kebiasaan
merokok bisa memperburuk keadaan ini (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya
tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa yang normal dan tidak
memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Faktor genetik juga berpengaruh terhadap timbulnya osteoporosis. Pada seseorang
dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur daripada seseorang
dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai
sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu memiliki ketentuan normal sesuai dengan
sifat genetiknya beban mekanis dan besar badannya. Apabila individu dengan tulang
besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan
dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih
banyak daripada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama (Lukman,
Nurma Ningsih : 2009).

4. Patofisiologi Osteoporosis
Genetik, nutrisi, gaya hidup (misal merokok, konsumsi kafein, dan alkohol), dan
aktivitas mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan masa tulang mulai terjadi
setelah tercaipainya puncak massa tulang. Pada pria massa tulang lebih besar dan tidak
mengalami perubahan hormonal mendadak. Sedangkan pada perempuan, hilangnya
estrogen pada saat menopouse dan pada ooforektomi mengakibatkan percepatan resorpsi
tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca menopouse (Lukman, Nurma
Ningsih : 2009).
Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk mempertahankan
remodelling tulang selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan
fungsi tubuh. Asupan kasium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-
tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis. Asupan
harian kalsium yang dianjurkan (RDA : recommended daily allowance) meningkat pada
usia 11 – 24 tahun (adolsen dan dewasa muda) hingga 1200 mg per hari, untuk
memaksimalakan puncak massa tulang. RDA untuk orang dewasa tetap 800 mg, tetapi

11
pada perempuan pasca menoupose 1000-1500 mg per hari. Sedangkan pada lansia
dianjurkan mengkonsumsi kalsium dalam jumlah tidak terbatas. Karena penyerapan
kalsium kurang efisisien dan cepat diekskresikan melalui ginjal (Smeltzer, 2002).
Demikian pula, bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen
dapat menyebabkan osteoporosis. Penggunaan kortikosteroid yang lama, sindron
Cushing, hipertiriodisme dan hiperparatiriodisme menyebabkan kehilangan massa tulang.
Obat- obatan seperti isoniazid, heparin tetrasiklin, antasida yang mengandung
alumunium, furosemid, antikonvulsan, kortikosteroid dan suplemen tiroid mempengaruhi
penggunaan tubuh dan metabolisme kalsium.
Imobilitas juga mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Ketika diimobilisasi
dengan gips, paralisis atau inaktivitas umum, tulang akan diresorpsi lebih cepat dari
pembentukannya sehingga terjadi osteoporosis.

5. Manifestasi Klinis Osteoporosis


Kepadatan tulang berkurang secara perlahan, sehingga pada awalnya osteoporosis
tidak menimbulkan gejala pada beberapa penderita. Jika kepadatan tulang sangat
berkurang yang menyebabkan tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri
tulang dan kelainan bentuk. Tulang-tulang yang terutama terpengaruh pada osteoporosis
adalah radius distal, korpus vertebra terutama mengenai T8-L4, dan kollum femoris
(Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang
yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya
nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari pungung yang akan
bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan
terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah
beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan
terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk), yang menyebabkan
terjadinya ketegangan otot dan rasa sakit (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang ringan
atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul.
Selain itu , yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah

12
persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Pada
penderita osteoporosis, patah tulang cenderung mengalami penyembuhan secara perlahan
(Lukman, Nurma Ningsih : 2009).

6. Penatalaksanaan Osteoporosis
Pengobatan osteoporosis yang telah lama digunakan yaitu terapi medis yang lebih
menekankan pada pengurangan atau meredakan rasa sakit akibat patah tualng. Selain itu,
juga dilakukan terapi hormone pengganti (THP) atau hormone replacement therapy
(HRT) yaitu menggunakan estrogen dan progresteron. Terapi lainnya yaitu terapi non
hormonal antara lain suplemen kalsium dan vitamin D.
1) Terapi medis.
Sebenarnya belum ada terapi yang secara khusus dapat mengembalikan efek
dari osteoporosis. Hal yang dapat dilakukan adalah upaya-upaya untuk menekan atau
memperlambat menurunnya massa tulang serta mengurangi rasa sakit.
a) Obat pereda sakit
Pada tahap awal setelah terjadinya patah tulang, biasanya diperlukan obat
pereda sakit yang kuat, seperti turunan morfin. Namun, obat tersebut memberikan
efek samping seperti mengantuk, sembelit dan linglung. Bagi yang mengalami
rasa sakit yang sangat dan tidak dapat diredakan dengan obat pereda sakit, dapat
diberikan suntikan hormone kalsitonin.
Bila rasa sakit mulai mereda, tablet pereda rasa sakit seperti paracetamol
atau codein ataupun kombinasi keduanya seperti co-dydramol, co- codramol, atau
co-proxamol bagi banyak pasien cukup memadai untuk menghilangkan rasa sakit
sehingga pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
2) Terapi hormone pada wanita
Osteoporosis memang tidak dapat disembuhkan, semua upaya pengobatan
hanya dimaksudkan untuk mencegah kehilangan massa tulang yang lebih besar.
Namun, demikian, pengobatan masih perlu dilakukan pada kasus osteoporosis berat
untuk mencegah terjadinya patah tulang. Obat-obat untuk mencegah penurunan massa
tulang biasanya bekerja lambat dan efeknya kurang terasa sehingga banyak pasien
penderita osteoporosis merasa putus asa dan menghentikan pengobatan. Hal tersebut

13
sangat tidak baik karena pengobatan jangka panjang diperlukan untuk dapat secara
maksimal menekan laju penurunan massa tulang dan patah tulang.

Terapi hormone pada wanita diberikan pada masa pramenopause. Lamanya


pemberian terapi hormone sulit ditentukan. Yang jelas jika ingin terhindar dari
osteoporosis, terapi hormone dapat terus dilakukan. Sebagian dokter menganjurkan
untuk dilakukan terapi hormone seumur hidup semenjak menopause pada wanita
yang mengalami osteoporosis. Namun, sebagian juga berpendapat bahwa penggunaan
terapi hormone sebaiknya dihentikan setelah penggunaan selama 5-10 tahun untuk
menghindari kemungkinan terjadinya kanker.
a) Hormone Replacement Theraphy (HRT)
Hormone Replacement Theraphy (HRT) atau terapi hormone pengganti
(THP) menggunakan hormone estrogen atau kombinasi estrogen dan
progesterone. Hormone-hormon tersebut sebenarnya secara alamiah diproduksi
oleh indung telur, tetapi produksinya semakin menurun selama menopause
sehingga perlu dilakukan HRT.
Penggunaan estrogen memang efektif dalam upaya pengobatan dan
pencegahan osteoporosis. Namun, tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya efek
samping berupa munculnya kanker endometrium (dinding rahim). Dengan adanya
hormone tersebut akan merangsang pertumbuhan sel-sel di dinding rahim yang
apabila pertumbuhannya terlalu pesat dapat berkembang menjadi kanker ganas.
Oleh karena itu, penggunaan estrogen biasanya di kombinasikan dengan
progesterone untuk mengurangi resiko tersebut.
Efek lain yang juga dapat timbul dalam pemberian terapi hormone,
diantaranya adalah pembesaran payudara, kembung, retensi cairan, mual, muntah,
sakit kepala, gangguan pencernaan, dan gangguan emosi. Namun, demikian, efek
tersebut biasanya hanya terjadi pada awal terapi dan kondisi berangsur membaik
dengan sendirinya. Dapat juga dilakukan pemberian hormone estrogen dan
progesterone secara bertahap, dosis kecil diberikan pada awal terapi dilihat dulu
reaksinya terhadap tubuh. Bila dosis dapat diterima tubuh, dosis kemudian
dinaikkan secara bertahap.

14
b) Kalsitonin.
Selain hormone estrogen dan progesterone, hormone lain yang biasa
digunakan dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis adalah kalsitonin.
Kalsitonin turut menjaga kestabilan struktur tulang dengan mengaktifkan kerja sel
osteoblast dan menekan kinerja sel osteoclast.
Kalsitonin juga berperan dalam mengurangi rasa sakit yang mungkin
timbul pada keadaan patah tulang. Hormone ini secara normal dihasilkan oleh
kelenjar tiroid yang memiliki sifat meredakan rasa sakit yang cukup ampuh.
Kalsitonin biasanya diberikan dalam bentuk suntikan yang diberikan setiap hari
atau dua hari sekali selama dua atau tiga minggu. Hormone ini juga dapat
menimbulkan efek samping berupa rasa mual dan muka merah, mungkin pula
terjadi muntah dan diare serta rasa sakit pada bekas suntikan.
c) Testosterone
Testosterone adalah hormone yang biasa dihasilkan oleh tubuh pria.
Penggunaan hormone testosterone pada wanita dengan osteoporosis pasca
menopause mampu menghambat kehilangan massa tulang. Namun, dapat muncul
efek maskulinasi seperti penambahan rambut secara berlebihan di dada, kaki,
tangan, timbulnya jerawat dimuka dan pembesaran suara seperti yang biasa terjadi
pada pria.
3) Terapi non-hormonal
Terapi hormone selama ini memang dianggap sebagai jalan yang paling baik
untuk mengobati osteoporosis. Namun, karena banyaknya efek samping yang dapat
ditimbulkan dan tidak dapat diterapkan pada semua pasien osteoporosis, maka
sekarang mulai dikembangkan terapi non-hormonal.
a) Bisfosfonat
Bisfosfonat merupakan golongan obat sintetis yang saat ini sangat dikenal
dalam pengobatan osteoporosis non-hormonal. Efek utama dari obat ini adalah
menonaktifkan sel-sel penghancur tulang (osteoclast) sehingga penurunan massa
tulang dapat dihindari. Obat-obat yang termasuk golongan bisfosfonat adalah
etidronat dan alendronat.

15
b) Etidronat.
Etidronat adalah obat golongan bisfosfonat pertama yang biasa digunakan
dalam pengobatan osteoporosis. Obat ini diberikan dalam bentuk tablet dengan
dosis satu kali sehari selama dua minggu. Penggunaan obat ini harus
dikombinasikan dengan konsumsi suplemen kalsium. Namun, perlu diperhatikan
agar konsumsi suplemen kalsium harus dihindari dalam waktu dua jam sebelum
dan sesudah mengkonsumsi etidronat karena dapat mengganggu penyerapannya.
Kadang kala konsumsi etidronat memberikan efek samping,tetapi relative kecil.
Misalnya timbul mual, diare, ruam kulit dan lain-lain.
c) Alendronat
Alendornat mempunyai fungsi dan peran yang serupa dengan etidronat,
perbedaannya adalah pada penggunaannya tidak perlu dikombinasikan dengan
konsumsi suplemen kalsium, tetapi bila asupan kalsium masih rendah, pemberian
kalsium tetap dianjurkan. Efek samping yang mungkin ditimbulkan pada
konsumsi alendronat adalah timbulnya diare, rasa sakit dan kembung pada perut,
serta gangguan pada tenggorokan.
4) Terapi alamiah
Terapi alamiah adalah terapi yang diterapkan untuk mengobati osteoporosis
tanpa menggunakan obat-obatan atau hormone. Terapi ini berhubungan dengan gaya
hidup dan pola konsumsi. Beberapa pencegahan yang dapat diberikan yaitu dengan
berolahraga secara teratur, hindari merokok, hindari minuman beralkohol dan
menjaga pola makan yang baik.

7. Pemeriksaan Diagnostik
Sebenarnya langkah terbaik dalam penanganan osteoporosis adalah pencegahan
karena bila sudah terkena susah, bahkan tidak dapat dipulihkan. Seyogyanya, sedini
mungkin dilakukan diagnosis untuk mendeteksi keadaan massa tulang sebelum terjadi
akibat yang lebih fatal seperti terjadinya patah tulang . penilaian langsung tulang untuk
mengetahui ada tidaknya osteoporosis dapat dilakukan dengan berbagai cara , yaitu
sebagai berikut :
 Pemeriksaan radiologic

16
 Pemeriksaan radioisotope
 Pemeriksaan Quantitative
 Magnetic resonance imaging (MRI)
 Quantitative Ultra Sound (QUS)
 Densitometer (X-ray absorptiometry)
 Tes darah dan urine

17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

A. Penkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. Y
Umur : 84 tahun
Agama : islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Pensiunan
Status Pernikahan : Nikah
Alamat : Jl. Kenten
Tanggal Masuk Puskes : 18-02-2019
Diagnosa Medis : Osteoporosis
2. Keluhan Utama
Klien mengatakan bahwa merasakan nyeri pada punggung nya sehingga klien
Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat di lakukan pengkajian pada tanggal 18 Februari 2019 klien
mengatakan bahwa nyeri pada punggungnya, klien mengatakan sakit hebat dan
terlokalisasi pada vertebra yg terserang. Pasien mengatakan nyeri berkurang pada
saat istirahat di tempat tidur. Klien tampak meringis dan gelisah menahan nyeri
tersebut. Selain itu klien juga mengatakan bahwa ia mengalami kesulitan untuk
beraktivitas, klien mengeluh kesakitan tiap kali bergerak, klien juga mengatakan
bahwa ia membutuhkan bantuan orang lain untuk bergerak. Klien tampak lemas,
dan klien tampak terbaring di tempat tidur.
Adapun hasil pemeriksaan TTV klien yaitu :
TD : 110/70mmHg S : 36.5°C
N : 76x/i RR : 20x/i

18
Sedangkan hasil dari pengkajian nyeri yaitu :
P : Adanya pergerakan fragmen tulang dan spasme otot
Q : Tumpul
R : Punggung
S:5
T : Hilang timbul

b. Riwayat Penyakit Dahulu


Klien mengatakan bahwa seiring bertambahnya usia klien sering
mengalami nyeri pada punggungnya. Saat nyeri klien hanya beli obat di apotek,
minum jamu/herbal. Namun seiring berjalannya waktu, rasa nyeri yang
dialaminya semakin parah itulah mengapa pada 18 Februari 2019 klien datang ke
Puskesmas untuk berobat.

c. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien

Genogram

19
3. Pemeriksaan Head To Toe
a. Tanda-tanda vital meliputi : TD : 110/70 N : 76 x/i
S : 36,5 C RR : 20 x/i
b. Pemeriksaan Kepala
Inspeksi kepala : Bentuk : simetris
Karakteristik rambut : gelombang
Kebersihan : bersih
Palpasi kepala : Tidak ada benjolan/lesi
c. Pemeriksaan mata
Inspeksi : Sklera : ikterik
Conjungtiva : anemis
Kornea : Normal
Iris : Normal
Tanda-tanda radang : tidak ada
Edema palpebrae : tidak ada nyeri tekan
Rasa sakit : tidak ada rasa nyeri
d. Telinga
Inspeksi : Daun telinga : Simetris, tidak ada massa
Liang telinga : Bersih
Membran tympani : tidak ada kelainan
Pendarahan : tidak ada
e. Hidung
Simetris/ tidak : cuping hidung simetris kiri dan kanan
Membran mukosa : tidak ada secret
Test penciuman / ketajaman membedakan bau : tidak ada kelainan
Alergi terhadap sesuatu : tidak ada alergi
f. Mulut dan tenggorokan
Inspeksi : Mulut : lembab
Mukosa mulut : bersih
Lidah : merah muda, tidak ada bintik-bintik putih
Kesulitan menelan : tidak kesulitan dalam menelan

20
g. Leher
Inspeksi leher : Normal
Kelenjar tyroid : tidak ada pembesaran
Palpasi : Normal
Arteri carotis : tidak ada kelainan
Vena jugularis : tidak ada kelainan
Kelenjar tyroid : tidak ada pembesaran
Nodus limfa : tidak ada kelainan
Pembesaran kelenjar : tidak ada pembesaran kalenjar
h. Thorak/paru
Inspeksi : Bentuk thorak : Normal
Warna kulit : Kuning langsat
Pola nafas : efektif
Palpasi : Vocal remitus : Normal ada getaran
Perkusi : Batas paru kanan : Normal
Batas paru kiri : Normal
Auskultasi : Suara nafas : Normal
i. Kardiovaskuler
Inspeksi : Iictus cordis : tidak ada kelainan
Palpasi : Ictus cordis : Normal
Heart rate : Normal
Perkusi : Batas jantung : normal
Auskultasi : Bunyi jantung I&II : Normal
j. Abdomen
Inspeksi : Kuadran regio : -
Umbilikus : ada
Distensi : tidak mengalami distensi
k. Pola nutrisi
1. Berat badan : 45kg tinggi badan :150 cm sakit: bb 42 kg
2. Frekuensi makan : 3 kali sehari setelah sakit : 3 kali sehari

21
1. Pola tidur dan istirahat
- Waktu tidur : 21.00-05.00 wib setelah sakit : 21.00-04.00 wib
- Lama tidur : 8jam/hari setelah sakit : 7jam/hari

4. Pengkajian Fungsional Klien


a. KATZ Indeks
Klien termasuk dalam kategori A karena semuanya masih bisa dilakukan secara
mandiri tanpa pengawasan ,pengarahan atau bantuan dari orang lain diantaranya yaitu
makan, kontinensia (BAK,BAB), menggunakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan
mandi, pasien tidak menggunakan alat bantu berjalan.

b. Modifikasi dari bartel indeks


Dengan
No Kriteria Mandiri Keterangan
Bantuan
1 Makan 10 Frekuensi: 3x sehari
Jumlah: secukupnya
Jenis, nasi, sayur, lauk
2 Minum 10 Frekuensi: 6-8 kali
sehari
Jumlah: secangkir
kecil
Jenis: air putih, dan
susu
3 Berpindah dari satu tempat 15 Mandiri
ketempat lain
4 Personal toilet (cuci muka, 5 Frekuensi: 3x
menyisir rambut, gosok gigi).
5 Keluar masuk toilet ( 5 Frekuensi: 2-3 kali
mencuci pakaian, menyeka
tubuh, meyiram)
6 Mandi 15 2x sehari pada pagi
hari dan sore hari
sebelum Ashar.
7 Jalan dipermukaan datar 10 Setiap ingin
melakukan sesuatu
misalnya mengambil
minum atau ke kamar
mandi.
8 Naik turun tangga 10 Baik tapi harus pelan-

22
pelan
9 Mengenakan pakaian 10 Mandiri dan rapi
10 Kontrol Bowel (BAB) 10 Frekuensi: 1x sehari
Konsistensi: padat
11 Kontrol Bladder (BAK) 10 Frekuensi: 6x sehari
Warna: kuning
12 Olah raga/ latihan 10 Klien mengikuti
senam yang diadakan
PSTW saat pagi hari
13 Rekreasi/ pemanfaatan waktu 10 Jenis: rekreasi keluar
luang 1 tahun sekali dari
bpstw/hanya duduk
saja kadang
mengobrol dengan
teman.
Keterangan:
a. 130 : mandiri
b. 65-125 : ketergantungan sebagian
c. 60 : ketergantungan total
Setelah dikaji didapatkan skor : 130 yang termasuk dalam kategori mandiri
1. Pengkajian Status Mental Gerontik
a. Short Portable Status Mental Questioner (SPSMQ)
Benar Salah
No Pertanyaan
√ 01 Tanggal berapa hari ini?
√ 02 Hari apa sekarang?
√ 03 Apa nama tempat ini?
√ 04 Dimana alamat anda?
√ 05 Berapa umur anda?
√ 06 Kapan anda lahir?
√ 07 Siapa presiden Indonesia sekarang?
√ 08 Siapa presiden Indonesia sebelumnya?
√ 09 Siapa nama ibu anda?
Jumlah Jumlah 10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap angka
baru, semua secara menurun

Interpretasi hasil:
a. Salah 0-3: fungsi intelektual utuh
b. Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
c. Salah 6-8 : Kerusakan intelektual sedang
d. Salah 9-10: Kerusakan intelektual berat

23
Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu salah 1 sehingga disimpulkan Tn.Y
memiliki fungsi intelektual utuh.

b. MMSE (Mini Mental Status Exam)

No Aspek Nilai Nilai Kriteria


Kognitif Maksimal Klien
1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar
a. Tahun : 2016
b. Musim : Hujan
c. Tanggal: 07
d. Hari : Senin
e. Bulan : November
Orientasi 5 5 Diamana kita sekarang?
a. Negara :Indonesia
b. Provinsi: DIY
c. Kota : Yogyakarta
d. Di : PSTW Budi Luhur
e. Wisma : Anggrek
2 Registras 3 3 Sebutkan nama tiga obyek (oleh pemeriksa) 1
i detik dan mengatakan asing-masing obyek.
a. Meja, Kursi, Bunga.
*Klien mampu menyebutkan kembali
obyek yang di perintahkan
3 Perhatian 5 5 Minta klien untuk memulai dari angka 100
dan kemudian dikurangi 7 sampai 5 kali / tingkat:
kalkulasi (93, 86, 79, 72, 65)
*Klien dapat menghitung pertanyaan
semuanya.
4. Menging 3 3 Minta klien untuk mengulangi ketiga obyek
at pada no 2 (registrasi) tadi. Bila benar, 1 point
masing-masing obyek.
*Klien mampu mengulang obyek yang
disebutkan

5 Bahasa 9 8 Tunjukkan pada klien suatu benda dan


tanyakan nama pada klien
a. Missal jam tangan
b. Missal pensil
Minta klien untuk mengulangi kata berikut:
“tidakada, jika, dan, atau, tetapi”. Bila benar
nilai satu poin
a. Pertanyaan benar 2 buah: tak ada,
tetapi

24
Minta klien untuk menuruti perintah berikut
terdiri dari 3 langkah.
“ ambil kertas ditangan anda, lipat dua dan
taruh dilantai”
a. Ambil kertas ditangan anda
b. Lipat dua
c. Taruh dilantai
Perintahkan pada klien untuk hal berikut ( bila
aktivitas sesuai perintah nilai 1 point)
a. “tutup mata anda”
Perintahkan pada klien untuk menulis satu
kalimat dan menyalin gambar
b. Tulis satu kalimat
c. Menyalin gambar
*Klien bisa menyebutkan benda yang
ditunjuk pemeriksa. Selain itu, klien bisa
mengambil kertas, melipat jadi dua, dan
menaruh di bawah sesuai perintah. klien dapat
menulis satu kalimat.
Total 29
Nilai

Interpretasi hasil : 29 (>23)


Keterangan : Terdapat aspek fungsi mentalbaik

2. Pengkajian Depresi Geriatrik (YESAVAGE)


PERTANYAAN JAWABAN SKOR
YA/ TIDAK
Apakah pada dasarnya anda puas dengan kehidupan anda? Ya 0
Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan atau Ya 1
minat atau kesenangan anda?
Apakah anda merasa bahwa hidup ini kosong belaka? Tidak 0
Apakah anda merasa sering bosan? Tidak 0
Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap saat? Ya 0
Apakah anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada Tidak 0
anda?

25
Apakah anda merasa bahagia di sebagian besar hidup Ya 0
anda?
Apakah anda merasa sering tidak berdaya? Tidak 0
Apakah anda lebih senang tinggal di rumah daripada pergi Ya 1
keluar dan mengerjakan sesuatu yang baru?
Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan Tidak 0
daya ingat anda dibandingkan kebanyakan orang?
Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini Ya 0
menyenangkan?
Apakah anda merasa berharga? Ya 1
Apakah anda merasa penuh semangat? Ya 0
Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada Tidak 0
harapan?
Apakah anda pikir orang lain lebih baik keadaanya Tidak 0
daripada anda?
Jumlah 3

Penilaian:
Nilai 1 jika menjawab sesuai kunci berikut :
a. Tidak i. Ya
b. Ya j. Ya
c. Ya k. Tidak
d. Ya l. Ya
e. Tidak m. Tidak
f. Ya n. Ya
g. Tidak o. Ya
h. Ya
Skor :3
5-9 : kemungkinan depresi
10 atau lebih : depresi
Kesimpulan : Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu 3 sehingga

26
disimpulkan Tn. Y tidak depresi.

3. Pengkajian Skala Resiko Dekubitus


Persepsi 1 2 3 4
Sensori Terbatas penuh Sangat terbatas Agak Terbatas
Tidak terbatas
Kelembapan Lembab Sangat lembab Kadang lembab
Jarang
konstan Lembab
Aktifitas Di tempat tidur Dikursi Kadang jalan Jalan Keluar
Mobilisasi Imobil penuh Sangat terbatas Kadang terbatas Tidak
Terbatas
Nutrisi Sangat jelek Tidak Adekuat Adekuat Sempurna
Gerakan/ Masalah Masalah Resiko Tidak Ada Sempurna
cubitan Masalah
Total skor = 22
Keterangan :
Paisien dengan total nilai :
a. <16 mempunyai risiko terkena dekubitus
b. 15/16 risiko rendah
c. 13/14 risiko sedang
d. <13 risiko tinggi

Kesimpulan : Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkantotal skor : 22 sehingga


disimpulkan klien tidak mengalami resiko dekubitus.

4. Pengkajian Risiko Jatuh : Test Skala Keseimbangan Berg


a. Pengkajian Skala Resiko Jatuh dengan Postural Hypotensi
Reach Test (FR test) Hasil
Mengukur tekanan darah lanisa dalam Diperoleh hasil pengukuran dalam
tiga posisi yaitu: tiga posisi pada Tn. Y sebagai berikut:
a. Tidur a. Tidur : 100/60 mmHg
b. Duduk b. Duduk : 110/70 mmHg
c. Berdiri c. Berdiri : 110/70 mmHg
Catatan jarak antar posisi
pengukuran kurang lebih 5 – 10 menit.

27
KESIMPULAN
Dari hasil skoring pada Tn. Y diperoleh hasil skoring total = 20 mmHg maka
dapat dikatakan bahwa Tn. Y memiliki resiko jatuh mengingat usia Tn.Y. juga
sudah semakin tua dan kemunduruan fungsi organ karena usia tua serta penyakit
yang di derita.

b. Fungsional reach test (FR Tests)


Reach Test (FR test) Hasil
1. Minta lansia untuk menempel 1. Lansia dapat berdiri sendiri tanpa
ditembok bantuan / mandiri.
2. Minta lansia untuk 2. Hasil pemeriksaan diperoleh < 6 ichi
mencondongkan badannya ke (5,5 inchi)
depan tanpa melangkahkan
kakiknya.
3. Ukur jarak condong antara
tembok dengan punggung lansia
dan biarkan kecondongan terjadi
selama 1 – 2 menit.
KESIMPULAN
Dari hasil skoring pada Tn. Y diperoleh hasil skoring total = 5,5 inchi, maka
dapat dikatakan bahwa Tn. Y memiliki resiko jatuh.

c. The Time Up Ana Go (TUG Test)


Berdasarkan pengkajian, didapatkan data bahwa Klien masuk dalam kategori
varable mobility yaitu dengan jumlah score 24 detik.

28
2. Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah


1. Ds : Adanya Nyeri akut
• Klien mengatakan nyeri pergerakan
pada punggungnya fragmen tulang
• Nyeri berkurang saat dan spasme otot
klien beristirahat di
tempat tidur
Do :
• Klien tampak meringis
menahan nyeri
• Klien tampak gelisah
• Skala nyeri 5

2. Ds : Disfungsi sekunder Hambatan


• Klien mengatakan tidak akibat perubahan mobilitas fisik
bisa bergerak dan skeletal (kifosis)
beraktivitas
• Klien mengatakan tidak
bisa beranjak dari tempat
tidur
Do :
• Klien tampak lemah
• Klien tampak terbaring
di tempat tidur

29
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d fragmen tulang dan spasme otot
2. Hambatan mobilitas fisik b.d disfungsi sekunder skeletal

C. Intervensi
No. Dx. Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri akut b.d perubahan  Pain level Pain mangement
patologis oleh atritis rematik  Pain control  Lakukan
 Comfort level pengkajian
Kriteria hasil : nyeri secara
 Mampu komprehens
mengontrol nyeri if termasuk
(tahu penyebab lokasi,
nyeri, mampu karakteristik
menggunakan , durasi,
tehnik frekuensi,
nonfarmakologi kualitas dan
untuk faktor
mengurangi presipitasi
nyeri, mencari  Observasi
bantuan) reaksi
 Melaporkan nonverbal
bahwa nyeri dari
berkurang ketidaknya
dengan manan
menggunakan  Gunakan
manajemen nyeri teknik
 Mampu komunikasi
mengenali nyeri terapeutik
(skala, intensitas, untuk
frekuensi dan mengetahui

30
tanda nyeri) pengalaman
nyeri pasien
2. Hambatan mobilitas fisik b.d  join movement : Execise therapy :
kerusakan integritas struktur active ambulation
tulang, kekakuan sendi  mobility Level  monitoring
 transfer vital sign
perfomance sebelum/ses
kriteria Hasil : udah latihan
 klien meningkat dan lihat
dalam aktivitas respon
fisik pasien saat
 mengerti tujuan latihan
dari peningkatan  konsultasika
mobilitas n dengan
 memverbalisasik terapi fisik
an perasaan tentang
dalam rencana
meningkatkan ambulasi
kekuatan dan sesuai
kemampuan dengan
berpindah kebutuhan
 bantu klien
untuk
menggunaka
n tongkat
saat berjalan
dan cegah
terhadap
cedera
 ajarkan
pasien atau

31
tenaga
kesehatan
lain tentang
teknik
ambulasi
 kaji
kemampuan
pasien
dalam
mobilisasi

D. Implementasi Keperawatan

TGL / PAR
NO DX IMPLEMENTASI RESPON
JAM AF
I Nyeri Akut 19-02-19
b.d
fragmen 08.30 WIB - Memberikan tehnik - Klien mengikuti
tulang dan manajemen nyeri apa yang

spasme (relaksasi,nafas dianjurkan oleh


dalam) perawat
otot

08.40 WIB - Mengkaji keluhan


dan lokasi nyeri - Klien mengatakan
serta intensitasnya nyeri berkurang
berdasarkan skala pada punggungnya
0-10
08.50 WIB - memberikan

32
pijatan/masase - Klien tampak rileks
yang lembut dan klien
mengatakan nyeri
berkurang
09.00 WIB - menempatkan klien
istirahat tanpa
bantal - Klien merasa
nyaman

II Hambatan 19-02-19
mobilitas 09.10 WIB - kaji kemampuan - Klien sulit bergerak

fisik b.d pasien dalam


kerusakan mobilisasi
integritas
09.20 WIB - Klien
struktur - bantu klien untuk
menggunakan
tulang, menggunakan
tongkat dengan
kekakuan tongkat saat
baik
sendi berjalan dan cegah
terhadap cedera

O9.30 WIB - ajarkan pasien atau


tenaga kesehatan
lain tentang teknik - Klien memahami
ambulasi dan melakukan
tekhnik ambulasi

I Nyeri Akut 20-02-19


b.d

33
fragmen 08.30 WIB - Memberikan tehnik - Klien mengikuti
tulang dan manajemen nyeri apa yang

spasme (relaksasi,nafas dianjurkan oleh


dalam) perawat
otot

08.40 WIB - Mengkaji keluhan - Klien mengatakan


dan lokasi nyeri nyeri pada
serta intensitasnya punggungnya
berdasarkan skala berkurang
0-10
08.50 WIB - memberikan - Klien tampak rileks
pijatan/masase dan klien
yang lembut mengatakan nyeri
berkurang

09.00 WIB menempatkan klien - Klien merasa


istirahat tanpa bantal nyaman

34
II Hambatan 20-02-19
mobilitas 09.10 WIB - kaji kemampuan - Klien sulit bergerak

fisik b.d pasien dalam


kerusakan mobilisasi
- Klien
integritas
09.20 WIB menggunakan
struktur - bantu klien untuk
tongkat dengan
tulang, menggunakan
baik
kekakuan tongkat saat

sendi berjalan dan cegah


terhadap cedera

O9.30 WIB - ajarkan pasien atau - Klien memahami


tenaga kesehatan dan melakukan
lain tentang teknik tekhnik ambulasi
ambulasi

35
I Nyeri Akut 21-02-19
b.d
fragmen 08.30 WIB - Memberikan tehnik - Klien mengikuti
tulang dan manajemen nyeri apa yang

spasme (relaksasi,nafas dianjurkan oleh


dalam) perawat

08.40 WIB - Mengkaji keluhan - Klien mengatakan


dan lokasi nyeri nyeri pada
serta intensitasnya punggungnya
berdasarkan skala berkurang
0-10
08.50 WIB - memberikan - Klien tampak rileks
pijatan/masase dan klien
yang lembut mengatakan nyeri
berkurang

09.00 WIB menempatkan klien - Klien merasa


istirahat tanpa bantal nyaman
II Hambatan 21-02-19 - kaji kemampuan
mobilitas 09.10 WIB pasien dalam - Klien sulit bergerak

fisik b.d mobilisasi


kerusakan
- Klien
integritas - bantu klien untuk
09.20 WIB menggunakan
struktur menggunakan
tongkat dengan
tulang, tongkat saat
baik
kekakuan berjalan dan cegah
sendi terhadap cedera

- ajarkan pasien atau - Klien memahami


O9.30 WIB tenaga kesehatan dan melakukan
lain tentang teknik tekhnik ambulasi

36
ambulasi

37
E. Evaluasi Keperawatan

TANGGAL DIAGNOSA EVALUASI PARAF


19 -02-19 Nyeri Akut b.d S : klien mengatakan masih TD
fragmen tulang nyeri punggung
dan spasme otot
O : - Skala nyeri 5
- Klien tampak sering
mengeluh
- Klien kesakitan dan
merintih.
- TD: 120/80 mmhg
- T : 37O C
- POLS : 88X/ Mnt
- RR : 20 x / mnt

A : Masalah belum teratasi

P :Intervensi dilanjutkan

19 -02-19 Hambatan S :- klien mengatakan masih sulit


mobilitas fisik b.d melakukan aktivitas

kerusakan - Klien mengatakan masih susah


berjalan
integritas struktur
tulang, kekakuan
O : - klien tampak susah
sendi

38
beraktivitas dan berjalan
- klien tampak lemas

A : masalah belum teratasi

P :Intervensi dilanjutkan

20-02-19 Nyeri Akut b.d S : klien mengatakan


fragmen tulang nyeri punggung berkurang
dan spasme otot
O : - Skala nyeri 4
- Klien tampak tersenyum
- Tangan klien tampak
memegangi punggung
- TD: 120/70 mmhg
- T : 37O C
- N : 80X/ Mnt
- RR : 18x / mnt

A : Masalah teratasi sebagian

P :Intervensi dilanjutkan

39
20-02-2019 Hambatan S :- klien mengatakan sudah mulai
mobilitas fisik b.d bisa melakukan aktivitas

kerusakan - Klien mengatakan sudah mulai


Berjalan sedikit demi sedikit
integritas struktur
tulang, kekakuan
O:
sendi
- klien tampak beraktivitas dan
berjalan perlahan
- klien tampak mulai tersenyum
A: Maslah Teratasi Sebagian
P: Intervensi dilanjutkan

21-02-2019 Nyeri Akut b.d S : klien mengatakan punggungnya


fragmen tulang sudah semakin membaik
dan spasme otot
O : - Skala nyeri 3
- Klien tampak tersenyum
- TD: 110/70 mmhg
- T : 37O C
- POLS : 80X/ Mnt
- RR : 18x / mnt

A : Masalah teratasi sebagian

P :Intervensi dilanjutkan

40
21-02-2019 Hambatan S :- klien mengatakan sudah bisa
mobilitas fisik b.d melakukan aktivitas

kerusakan - Klien mengatakan sudah mulai


Berjalan
integritas struktur
O:
tulang, kekakuan
- klien tampak beraktivitas dan
sendi
berjalan perlahan
- klien tampak mulai tersenyum
A: Maslah Teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan

41
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Osteoporosis merupakan kondisi terjadinya penurunan densitas/ matriks/massa
tulang, peningkatan prositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi deisertai dengan
kerusakakn arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan
tulang sehingga tulang menjadi mudah patah.
Beberapa faktor resiko Osteoporosis antara lain yaitu : usia, genetik, defisiensi
kalsium, aktivitas fisik kurang, obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin,
siklosporin), merokok, alcohol serta sifat fisik tulang (densitas atau massa tulang) dan
lain sebagainya.
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Fraktur kompresi ganda
vertebra mengakibatkan deformitas skelet.

B. Saran
Mahasiswa harus lebih memahami tentang asuhan keperaawatan pada gangguan
system musculoskeletal “osteoporosis” sehingga mampu menerapkannya di lahan praktik
demi memberi pelayanan kesehatan yang baik bagi klien.

42
DAFTAR PUSTAKA

Huda Amin Nurarif dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA & NIC NOC. Jogjakarta : Mediaction.
Heather T. Herdman & Shigemi Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definis &
Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10 Terjemahan Indonesia. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
M. Gloria Bulechek, dkk. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC). Singapore : El
Sevier.
Moorhead Sue, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Singapore : El
Sevier.
Lukman, Ningsih Nurma. 2012. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL. Jakarta : Salemba Medika

43

Anda mungkin juga menyukai