Anda di halaman 1dari 21

A.

Latar Belakang
Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan dengan inti
kegiatan pelayanan preventif, kuratif, rehabilitatif dan promotif. Kegiatan
tersebut akan menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif
adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, sedangkan dampak
negatifnya antara lain adalah sampah dan limbah medis maupun non medis
yang dapat menimbulkan penyakit dan pencemaran yang perlu perhatian
khusus. Oleh karenanya perlu upaya penyehatan lingkungan rumah sakit yang
bertujuan untuk melindungi masyarakat dan karyawan akan bahaya
pencemaran lingkungan yang bersumber dari sampah maupun limbah rumah
sakit. Sampah atau limbah rumah sakit dapat mengandung bahaya karena
dapat bersifat racun, infeksius dan juga radioaktif.
Karena kegiatan atau sifat pelayanan yang diberikan, maka rumah
sakit menjadi depot segala macam penyakit yang ada di masyarakat, bahkan
dapat pula sebagai sumber distribusi penyakit karena selalu dihuni,
dipergunakan, dan dikunjungi oleh orang-orang yang rentan dan lemah
terhadap penyakit. Di tempat ini dapat terjadi penularan baik secara langsung
(cross infection), melalui kontaminasi benda-benda ataupun melalui serangga
(vector borne infection) sehingga dapat mengancam kesehatan masyarakat
umum.
Dalam upaya menigkatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia,
khususnya di kota-kota besar, semakin meningkat pendirian rumah sakit (RS).
Sebagai akibat kualitas efluen sampah rumah sakit tidak memenuhi syarat.
Sampah rumah sakit dapat mencemari lingkungan penduduk di sekitar rumah
sakit dan dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan di
dalam sampah medis kebanyakan sudah terkontaminasi oleh bakteri, virus,
racun dan bahan radioaktif yang berbahaya bagi manusia dan makhluk lain di
sekitar lingkungannya dan dapat mengandung berbagai jasad renik penyebab
penyaki pada manusia termasuk demam typoid, kholera, disentri dan hepatitis.
Jadi limbah medis dapat dikategorikan sebagai limbah infeksius dan masuk
pada klasifikasi limbah bahan berbahaya dan beracun. Untuk mencegah
terjadinya dampak negatif sampah medis tersebut terhadap masyarakat atau
lingkungan, maka perlu dilakukan pengelolaan secara khusus.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 juncto Peraturan
Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3), dari sumber spesifik disebutkan bahwa limbah
dari kegiatan rumah sakit termasuk kategori limbah B3 dengan kode limbah
227.
Sementara itu Departemen Kesehatan sebagai induk organisasi
pelayanan kesehatan melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204
Tahun 2004 tentang persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit,
mengatur penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit sesuai dengan
persyaratan kesehatan termasuk pengelolaan limbah medis padat.
Dalam Keputusan menteri Kesehatan tersebut dijelaskan bahwa
limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius,
limbah patologi, limbah benda tajam, limbah sitotoksis, limbah kimiawi,
limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan dan limbah dengan kandungan
logam berat.
Sampai saat ini alternatif terbaik teknologi pengolahan limbah medis
padat (infeksius) adalah insinerator, namun demikian hingga saat ini hanya
sekitar 49 % rumah sakit yang memiliki insenerator dengan sebagian besar
temperatur pembakaran masih kurang dari 800⁰C. Menurut WHO (tahun
2000) insinerator dengan temperatur pembakaran kurang dari 800⁰C dapat
menimbulkan produksi dioksin, furan dan polutan toksik lainnya. Oleh karena
itu diperlukan penyusunan pedoman kriteria teknologi pengelolaan limbah
medis ramah lingkungan yang dapat mencakup prinsip teknologi ramah
lingkungan yang diantaranya taat terhadap peraturan, efisien (energi, air dan
bahan), aman untuk kesehatan. Ruang lingkup pedoman harus dapat memuat
subtansi kriteria insenerator yang ramah lingkungan, kriteria pemilihan
insenerator sesuai dengan limbah yang akan dibakar, pengoperasian
insenerator yang mencakup tahap pra pembakaran, pembakaran dan pasca
pembakaran serta contoh aplikasi teknologi insenerator yang tersedia di
lapangan.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN

A. RUMAH SAKIT
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan dengan inti kegiatannya
berupa pelayanan medis. Pelayanan rumah sakit pada hakekatnya merupakan
sistem proses yang aktivitasnya saling tergantung satu dengan lainnya. Unsur-
unsur yang saling berinteraksi dalam mendukung terciptanya pelayanan prima adalah
sumber daya manusia (medis, paramedis dan non medis), sarana dan prasarana,
peralatan, obat-obatan, bahan pendukung dan lingkungan.
Lingkungan rumah sakit meliputi lingkungan dalam gedung (indoor) dan
luar gedung (outdoor) yang dibatasi oleh pagar lingkungan. Lingkungan indoor
yang harus diperhatikan adalah udara, lantai, dinding, langit-langit, peralatan
termasuk mebel air, serta obyek lain yang mempengaruhi kualitas lingkungan
seperti air, makanan, air limbah, serangga dan binatang pengganggu, sampah dan
sebagainya. Sedangkan lingkungan outdoor meliputi selasar, taman, halaman, parkir
terutama terhadap kebersihan dan keserasiannya.
B. Limbah Rumah Sakit
Limbah (waste) adalah sesuatu yang tidak dipakai, tidak digunakan, tidak
disenangi atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak
terjadi dengan sendirinya. Sedangkan FKM-UI mendefinisikan limbah/sampah ialah
benda bahan padat yang terjadi karena berhubungan dengan aktifitas manusia yang
tidak dipakai lagi, tak disenangi dan dibuang dengan cara saniter kecuali buangan dari
tubuh manusia (Kusnoputranto, 1986).
Menurut Arifin (2008), limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah
yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Menurut
Permenkes RI No.1204/Menkes/SK/X/2004, limbah rumah sakit yaitu semua limbah
yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair dan gas.
Limbah cair adalah semua bahan buangan yang berbentuk cair yang
kemungkinan mengandung mikroorganisme pathogen, bahan kimia beracun dan
radoiaktivitas. Menurut Depkes RI (1997) keterpaparan air limbah dapat dibedakan
sebagai berikut:
1. Keterpaparan kimiawi: hasil pembuangan limbah kimiawi dimanfaatkan oleh
mikroba yang terdapat di lingkungan air sebagai makanannya, selain itu limbah
kimiawi di dalam air membentuk suspensi sebagai koloid atau partikel. Bahan
organik dan garam anorganik masuk kedalam air secara domestik atau
industrial umumnya memberikan kontribusi terhadap pencemaran air.
Pemeriksaan air secara kimiawi digunakan test BOD, COD, TSS dan pH. Jika
sekitar 5 (lima) hari limbah kimiawi menjadi karbon dioksida, secara
konvensional bahan organik mengalami dekomposisi yang menstabilisasi
polutan organik dalam lingkungan alamiahnya. Biological Oxygen Demmand
adalah ukuran penggunaan oksigen oleh mikroorganisme.
2. Keterpaparan Fisik: keterpaparan fisik air dapat dilihat dari bau, warna dari air
limbah keabu-abuan dan mengandung kerosin.
3. Keterpaparan Biologi: limbah berbahaya secara biologis jika terdapatnya
mikroorganisme patogen yang endemik yang memberi dampak pada kesehatan
masyarakat.
C. Karakteristik Limbah Rumah Sakit
Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah
yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang
lainnya.Apabila dibanding dengan kegiatan instansi lain, maka dapat
dikatakan bahwa jenis sampah dan limbah rumah sakit dapat dikategorikan
kompleks. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua
kelompok besar, yaitu sampah atau limbah klinis dan non klinis baik padat
maupun cair.
Limbah klinis adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan,
gigi, veterinari, farmasi atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau
pendidikan yang menggunakan bahan-bahan beracun, infeksius berbahaya
atau bisa membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Bentuk
limbah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di
dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Limbah benda tajam
Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi,
ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti
jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau
bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan
cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin
terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau
radio aktif. Limbah benda tajam mempunyai potensi bahaya tambahan yang dapat
menyebabkan infeksi atau cidera karena mengandung bahan kimia beracun atau
radio aktif. Potensi untuk menularkan penyakit akan sangat besar bila benda tajam
tadi digunakan untuk pengobatan pasien infeksi atau penyakit infeksi.
2. Limbah infeksius
Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:
a. Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit
menular (perawatan intensif)
b. Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi
dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.
3. Limbah jaringan tubuh
a. Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan
tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.
4. Limbah sitotoksik
a. Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin
terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan
atau tindakan terapi sitotoksik. Limbah yang terdapat limbah sitotoksik
didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas 1000oc
5. Limbah farmasi
Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat
yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang
terkontaminasi, obat-obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh
masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang bersangkutan
dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.
6. Limbah kimia
Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia
dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.
7. Limbah radioaktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop
yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat
berasal dari antara lain : tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan
bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas. Limbah cair yang dihasilkan
rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi.
8. Limbah Plastik
Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit
dan sarana pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang
terbuat dari plastik dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis.
Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga
menghasilkan sampah non klinis atau dapat disebut juga sampah non medis.
Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor/administrasi kertas, unit pelayanan
(berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan;
sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-
lain). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu
baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-
macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan
yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik
dll).
Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat
patogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-
bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan
dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik,
dan lainlain.
Melihat karakteristik yang ditimbulkan oleh buangan/limbah rumah sakit
seperti tersebut diatas, maka konsep pengelolaan lingkungan sebagai sebuah
sistem dengan berbagai proses manajemen didalamnya yang dikenal sebagai
Sistem Manajemen Lingkungan (Environmental Managemen System) dan
diadopsi Internasional Organization for Standar (ISO) sebagai salah satu
sertifikasi internasioanal di bidang pengelolaan lingkunan dengan nomor seri ISO
14001 perlu diterapkan di dalam Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit.

D. Dampak Lingkungan Rumah Sakit


1. Pengertian
Dampak lingkungan Rumah Sakit mempunyai arti yang luas baik dari segi
dampak/akibat maupun penyebabnya, tetapi dalam mekalah ini yang akan
dibicarakan adalah dampak akibat limbah Rumah Sakit, masalah serta upaya
penanggulangannya.
Pada setiap tempat di mana orang berkumpul akan selalu dihasilkan limbah
dan memerlukan pembuangan, demikian pula Rumah Sakit yang merupakan
sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun sehat
menghasilkan limbah. Secara garis besar ada 3 (tiga) macam limbah Rumah Sakit
yaitu limbah padat (sampah), limbah cair dan limbah klinik.
 Sampah- Sampah.
Rumah Sakit dapat dianggap sebagai mata rantai penyebaran penyakit
menular karena sampah menjadi tempat tertimbunnya mikro organisme
penyakit dan sarang serangga serta tikus. Di samping itu kadang-kadang dapat
mengandung bahan kimia beracun dan benda benda tajam yang dapat
menimbulkan penyakit atau cidera.
 Limbah Cair
Limbah cair Rumah Sakit adalah semua limbah cair yang berasal dari
ruangan-ruangan atau unit di Rumah Sakit yang kemungkinan mengandung
mikro organisme, bahan kimia beracun dan radio aktif.
 Limbah klinis
Limbah klinis adalah limbah yang berasal dari pelayanan medis,
perawatan gizi, "Veteranary", Farmasi atau sejenis serta limbah yang
dihasilkan di Rumah Sakit pada saat dilakukan perawatan/pengobatan atau
penelitian. Bentuk limbah klinis antara lain berupa benda tajam, limbah
infeksius, jaringan tubuh, limbah cito toksik. limbah Farmasi, limbah kimia,
limbah radio aktif dan limbah plastik.
2. Dampak
Ketiga limbah di atas secara langsung maupun tidak langsung menimbulkan
gangguan kesehatan dan membahayakan bagi pengunjung maupun petugas
kesehatan. Ancaman ini timbul pada saat penanganan, penampungan,
pengangkutan dan pemusnahannya. Keadaan ini terjadi karena :
 Volume limbah yang dihasilkan melebihi kemampuan pembuangannya.
 Beberapa di antara limbah berpotensi menimbulkan bahaya apabila tidak
ditangani dengan baik.
 Limbah ini juga akan menimbulkan pencemaran lingkungan bila dibuang
 sembarangan dan akhirnya membahayakan serta mengganggu kesehatan
masyarakat.
3. Masalah
Beberapa hal yang patut jadi pemikiran bagi pengelola rumah sakit, dan jadi
penyebab tingginya tingkat penurunan kualitas lingkungan dari kegiatan rumah
sakit antara lain disebabkan, kurangnya kepedulian manajemen terhadap
pengelolaan lingkungan karena tidak memahami masalah teknis yang dapat
diperoleh dari kegiatan pencegahan pencemaran, kurangnya komitmen pendanaan
bagi upaya pengendalian pencemaran karena menganggap bahwa pengelolaan
rumah sakit untuk menghasilkan uang bukan membuang uang mengurusi
pencemaran, kurang memahami apa yang disebut produk usaha dan masih banyak
lagi kekurangan lainnya (Sebayang dkk, 1996). Untuk itu, upaya-upaya yang
harus dilakukan rumah sakit adalah, mulai dan membiasakan untuk
mengidentifikasi dan memilah jenis limbah berdasarkan teknik pengelolaan
(Limbah B3, infeksius, dapat digunapakai atau guna ulang). Meningkatkan
pengelolaan dan pengawasan serta pengendalian terhadap pembelian dan
penggunaan, pembuangan bahan kimia baik B3 maupun non B3. Memantau aliran
obat mencakup pembelian dan persediaan serta meningkatkan pengetahuan
karyawan terhadap pengelolaan lingkungan melalui pelatihan dengan materi
pengolahan bahan, pencegahan pencemaran, pemeliharaan peralatan serta tindak
gawat darurat (Sebayang dkk, 1996).
Limbah rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan
rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Mengingat dampak yang mungkin
timbul, maka diperlukan upaya pengelolaan yang baik meliputi pengelolaan
sumber daya manusia, alat dan sarana, keuangan dan tatalaksana
pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan memperoleh kondisi rumah sakit
yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan (Said, 1999). Limbah rumah
Sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis
rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair
rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya
diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain. Sedangkan limbah padat
rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan
lain-lain. Limbah- limbah tersebut kemungkinan besar mengandung
mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan
penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan
oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadal, kesalahan penanganan
bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan
sarana sanitasi yang masib buruk.
Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika
dilakukan dengan memilah-milah limbah ke dalam pelbagai kategori. Untuk
masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda.
Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin
menghindari resiko kontaminsai dan trauma (injury). jenis-jenis limbah rumah
sakit meliputi bagian berikut ini (Shahib dan Djustiana, 1998) :
a. Limbah Klinik
Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan dan di
unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko
tinggi infeksi kuman dan populasi umum dan staff rumah sakit. Oleh karena itu
perlu diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi. contoh limbah jenis tersebut
ialah perban atau pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota badan yang
diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urin dan produk darah.
b. Limbah Patologi
Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diotoklaf sebelum
keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard.
c. Limbah Bukan Klinik
Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang
tidak berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit,
limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk
mengangkut dan mambuangnya.
d. Limbah Dapur
Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai serangga
seperti kecoa, kutu dan hewan mengerat seperti tikus merupakan gangguan bagi
staff maupun pasien di rumah sakit.
e. Limbah Radioaktif
Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di
rumah sakit, pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik.
Secara garis besar masalah yang dihadapi di Indonesia adalah sebagai berikut :
 Di Lingkungan Rumah Sakit
a. Sebagian besar bangunan Rumah Sakit di Indonesia pada saat ini tidak
dilengkapi dengan sarana pembuangan limbah yang memadai seperti
b. "Spoel Hok", sehingga pencemaran lingkungan lebih mudah terjadi.
c. Belum semua Rumah Sakit dilengkapi dengan sarana pembuangan
sampah yang memenuhi syarat karenabatasan lahan dan kendala biaya.
d. Sikap dan perilaku petugas termasuk para manajer Rumah Sakit yang
belum mendukung dalam setiap upaya penanggulangan limba
e. Adat dan kebiasaan buruk dari masyarakat kita yang disebabkan
ketidaktahuan dan tingkat pendidikan yang kurang.
f. Belum tersedianya dana kahusus baik untuk penelaahan maupun
penyediaan sarana pembuangan limbah Rumah Sakit yang tercantum
dalam APBN, APBD ataupun sumber dana lainnya.
g. Biaya pembuatan sarana pembuangan dirasakan masin terlampau mahal,
sehingga perlu dibuat suatu sarana yang lebih sederhana, lebih mudah
namun memenuhi syarat.

 Di Luar Lingkungan Rumah Sakit


1) Kebutuhan hidup dari para pemulung yang sulit dihindarkan
2) Seyogyanya suatu kota perlu memiliki saluran air limbah, namun saat ini belum
tersedia sehingga sangat disarankan untuk diolah terlebih dahulu sebelum
dibuang ke saluran air perkotaan
D. Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
1. Limbah padat
Untuk memudahkan mengenal jenis limbah yang akan dimusnahkan, perlu dilakukan
penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan pengelolaan, limbah klinis dikategorikan
menjadi 5 golongan sebabagi berikut :
 Golongan A :
1. Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi dari kamar bedah.
2. Bahan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi.
3. Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak), bangkai/jaringan hewan
dari laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan dreesing.
 Golongan B :
Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam lainnya.
 Golongan C :
Limbah dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang termasuk dalam
golongan A.
 Golongan D :
Limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu.
 Golongan E :
Pelapis Bed-pan Disposable, urinoir, incontinence-pad, dan stomach.
Pelaksanaan pengelolaan
Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah klinis perlu dilakukan pemisahan
penampungan, pengangkutan, dan pengelolaan limbah pendahuluan.
a. Pemisahan
Golongan A
Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari
ruang pengobatan hendaknya ditampung dalam bak penampungan limbah klinis yang
mudah dijangkau bak sampah yang dilengkapi dengan pelapis pada tempat produksi
sampah Kantong plastik tersebut hendaknya diambil paling sedikit satu hari sekali
atau bila sudah mencapai tiga perempat penuh. Kemudian diikat kuat sebelum
diangkut dan ditampung sementara di bak sampah klinis.
Bak sampah tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat bila mencapai tiga
perempat penuh atau sebelum jadwal pengumpulan sampah. Sampah tersebut
kemudian dibuang dengan cara sebagai berikut :
1) Sampah dari haemodialisis
Sampah hendaknya dimasukkan dengan incinerator. Bisa juga digunakan
autoclaving, tetapi kantung harus dibuka dan dibuat sedemikian rupa sehingga uap
panas bisa menembus secara efektif.
(Catatan: Autoclaving adalah pemanasan dengan uap di bawah tekanan dengan tujuan
sterilisasi terutama untuk limbah infeksius).
2) Limbah dari unit lain :
Limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak mungkin bisa
menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat sumur dalam yang aman.
Prosedur yang digunakan untuk penyakit infeksi harus disetujui oleh pimpinan yang
bertanggungjawab, kepala Bagian Sanitasi dan Dinas Kesehatan c/q Sub Din PKL
setempat.
Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada bak limbah
klinis atau kantong lain yang tepat kemudian dimusnahkan dengan incinerator.
Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan dengan incinerator.
Incinerator harus dioperasikan di bawah pengawasan bagian sanitasi atau bagian
laboratorium.
Golongan B
Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan tertutup.
Sampah ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bilamana penuh
(atau dengan interval maksimal tidak lebih dari satu minggu) hendaknya diikat dan
ditampung di dalam bak sampah klinis sebelum diangkut dan dimasukkan dengan
incinerator.
b. Penampungan
Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan
kebutuhan. Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator atau
pengangkutan oleh dinas kebersihan (atau ketentuan yang ditunjuk), sampah tersebut
hendaknya :
1) Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.
2) Di lokasi/tempat yang strategis, merata dengan ukuran yang disesuaikan dengan
frekuensi pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah ditentukan
secara terpisah.
3) Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang tidak rembes, dan
disediakan sarana pencuci.
4) Aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab; dari binatang, dan bebas dari
infestasi serangga dan tikus.
5) Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin) Sampah yang tidak
berbahaya dengan penanganan pendahuluan (jadi bisa digolongkan dalam sampan
klinis), dapat ditampung bersama sampah lain sambil menunggu pengangkutan.
c. Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan
eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat
pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal
biasanya digunakan kereta dorong.
Kereta atau troli yang digunakan untuk pengangkutan sampah klinis harus didesain
sedemikian rupa sehingga :
1) Permukaan harus licin, rata dan tidak tembus
2) Tidak akan menjadi sarang serangga
3) Mudah dibersihkan dan dikeringkan
4) Sampan tidak menempel pada alat angkut
5) Sampan mudah diisikan, diikat, dan dituang kembali
Bila tidak tersedia sarana setempat dan sampah klinis harus diangkut ke
tempat lain :
1) Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk pengangkut. Dan
harus dilakukan upaya untuk men-cegah kontaminasi sampah lain yang dibawa.
2) Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan tidak terjadi kebocoran
atau tumpah.
2. Limbah Cair
Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-
bahan organik dan an-organik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan
Limbah (UPL) di rumah sakit antara lain sebagai berikut:
a. Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System)
Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan, karena kolam
stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya dianjurkan untuk
rumah sakit di luar kota (pedalaman) yang biasanya masih mempunyai lahan yang
cukup. Sistem ini terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana yakni :
1) Pump Swap (pompa air kotor).
2) Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah.
3) Bak Klorinasi
4) Control room (ruang kontrol)
5) Inlet
6) Incinerator antara 2 kolam stabilisasi
7) Outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.
b. Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment System)
Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena tidak
memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air limbah
dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen
dari udara (aerasi). Kemudian air limbah dialirkan ke bak sedimentasi untuk
mengendapkan benda padat dan lumpur. Selanjutnya air yang sudah jernih masuk ke
bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan umum atau sungai. Sedangkan lumpur
yang mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge drying bed (tempat
pengeringan Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari :
1) Pump Swap (pompa air kotor)
2) Oxidation Ditch (pompa air kotor)
3) Sedimentation Tank (bak pengendapan)
4) Chlorination Tank (bak klorinasi)
5) Sludge Drying Bed ( tempat pengeringan lumpur, biasanya 1-2 petak).
6) Control Room (ruang kontrol)
c. Anaerobic Filter Treatment System
Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui filter/saringan, air
limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pretreatment dengan septic tank
(inchaff tank). Proses anaerobic filter treatment biasanya akan menghasilkan effluent
yang mengandung zat-zat asam organik dan senyawa anorganik yang memerlukan
klor lebih banyak untuk proses oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan
ke bak klorida ditampung dulu di bak stabilisasi untuk memberikan kesempatan
oksidasi zat-zat tersebut di atas, sehingga akan menurunkan jumlah klorin yang
dibutuhkan pada proses klorinasi nanti.
Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain sebagai
berikut :
1) Pump Swap (pompa air kotor)
2) Septic Tank (inhaff tank)
3) Anaerobic filter.
4) Stabilization tank (bak stabilisasi)
5) Chlorination tank (bak klorinasi)
6) Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur)
7) Control room (ruang kontrol)
Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari besar
kecilnya rumah sakit, atau jumlah tempat tidur, maka kontruksi Anaerobic Filter
Treatment System dapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut, misalnya :
1) Volume septic tank
2) Jumlah anaerobic filter
3) Volume stabilization tank
4) Jumlah chlorination tank
5) Jumlah sludge drying bed
6) Perkiraan luas lahan yang diperlukan
Secara singkat pengelolaan pengelolaan dan pembuangan limbah medis
adalah sebagai berikut :
a. Penimbulan ( Pemisahan Dan Pengurangan )
Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang
kontinyu yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan
dan penampungan sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah
B3 dan non B3 serta menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan
pemberian label yang jelas dari berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas
dan pembuangan.
b. Penampungan
Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah
bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak
overload. Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan
standarisasi kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang
bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI no.
986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard
untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk
limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah
radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan “domestik”
c. Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan
eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat
pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal
biasanya digunakan kereta dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan
secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian
kerja khusus.
Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat
pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur
pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut
termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam
kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor.
d. Pengolahan dan Pembuangan
Metoda yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis
tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan
dengan peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap
masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin
diterapkan adalah :
1) Incinerasi
2) Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121 C)°
3) Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau formaldehyde)
4) Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai
desinfektan)
5) Inaktivasi suhu tinggi
6) Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60
7) Microwave treatment
8) Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah)
9) Pemampatan/ pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang terbentuk.
e. Incinerator
Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di rumah
sakit antara lain : ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume sampah
medis yang akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian
pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan
sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu, serta perangkap
untuk melindungi incinerator dari bahaya kebakaran.
Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah,
dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non
toksik, infeksius menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas,
pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk
mengisi tanah yang rendah. Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah
dapt dimusnahkan terutama sampah dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan
pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan pollution control berupa cyclon
(udara berputar) atau bag filter (penghisap debu). Hasil pembakaran berupa residu
serta abu dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan yang rendah.

http://awah-arsipku.blogspot.com/2013/10/makalah-tentang-limbah-rumah-
sakit.html
http://segores-info.blogspot.com/2014/03/makalah-tentang-limbah-rumah-
sakit.html

Anda mungkin juga menyukai