Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

Juni 2019
REFERAT

KELAINAN REFRAKSI

OLEH:
Agustina A.G. Castillio
1008012036
PEMBIMBING:
dr. Eunike Cahyaningsih, Sp.M

SMF/BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


RSUD PROF DR W.Z. JOHANNES
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Indera penglihatan merupakan syarat penting dalam meningkatkan kualitas
hidup manusia karena berbagai informasi visual diserap oleh mata. Namun
gangguan penglihatan banyak terjadi, mulai dari gangguan ringan hingga berat
yang dapat mengakibatkan kebutaan. Secara global, kelainan refraksi yang tidak
dikoreksi merupakan penyebab terbanyak dari gangguan penglihatan sebesar
43%. Kelainan refraksi juga menyebabkan kebutaan sebesar 3% di seluruh
dunia.1
Kelainan refraksi terjadi ketika bentuk mata mencegah bayangan benda dari
luar difokuskan tepat pada retina. Panjang bola mata (lebih panjang atau lebih
pendek), perubahan bentuk kornea, atau penuaan lensa dapat menyebabkan
kelainan pembiasan sinar. Kebanyakan orang memiliki satu atau lebih dari
kondisi ini. Di Indonesia, prevalensi kebutaan dan gangguan penglihatan akibat
kelainan refraksi mencapai 22,1% dari total populasi, dan sebesar 15%
diantaranya diderita oleh anak usia sekolah.2
Menurut perhitungan World Health Organization (WHO), tanpa ada
tindakan pencegahan dan pengobatan terhadap kelainan refraksi, maka akan
mengakibatkan peningkatan jumlah penderita. Salah satu upaya untuk
mengatasi permasalahan gangguan penglihatan di dunia, WHO mencanangkan
Global Action Plan (GAP) Towards Universal Eye Health 2014-2019 yang
bertujuan untuk menurunkan angka kejadian kebutaan dan meningkatkan akses
pelayanan rehabilitasi bagi pasien dengan gangguan penglihatan.3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Mata
Setiap bola mata terletak di anterior orbita, lebih dekat ke tulang bagian atas
dan lateral dibanding bagian dinding lainnya, dan hanya mengisi 1/5 dari cavum
orbita.4 Kornea, pupil, lensa dan vitreous merupakan media refraksi dan retina
merupakan target refraksi. Gangguan pada media refraksi dapat menyebabkan
visus turun secara mendadak maupun perlahan.5

Gambar 2.1. Anatomi Bola Mata


2.1.1 Media Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan
yang terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous
(badan kaca), dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan
pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian
seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan
dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai
mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya
pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.5
2.1.1.1 Kornea
Kornea (Latin: “cornum”=seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
bagian selaput mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan
jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis,
yaitu:
- Epitel
o Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel
gepeng.
o Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat berikatan erat dengan sel
basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui
desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran
air, eliktrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
o Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi
rekuren.
o Epitel berasal dari ektoderm permukaan
- Membran Bowman
o Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
o Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi
- Stroma
o Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar
satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sadangkan dibagian perifer serat kolagen ini bercabang;
terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang
kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
- Membran Descement
o Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya
o Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 μm.
- Endotel
o Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-
40 μm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemi
desmosom dan zonula okluden
o Trauma atau panyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan
sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompresi endotel dan
terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunya daya regenerasi
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra
koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Boeman
melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi samapai
kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk
sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah
dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola
mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea,
dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan
oleh kornea.5
2.1.1.2 Aqueous Humor
Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa,
keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua
struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous
humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam
korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior.
Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk
ke darah. Jika aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan
pembentukannya (sebagai contoh, karena sumbatan pada saluran keluar),
kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan
peningkatan tekanan intraokuler (“di dalam mata”).
Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma. Kelebihan aqueous humor akan
mendorong lensa ke belakang ke dalam vitreous humor, yang kemudian
terdorong menekan lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini menyebabkan
kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat menimbulkan kebutaan jika
tidak diatasi.6
2.1.1.3 Pupil
Pupil yang berwarna hitam pekat pada sentral iris mengatur jumlah
sinar masuk ke dalam bola mata. Seluruh sinar yang masuk melalui pupil
diserap sempurna oleh jaringan dalam mata. Tidak ada sinar yang keluar
melalui pupil sehingga pupil akan berwarna hitam. Ukuran pupil dapat
mengatur refleks mengecil atau membesarkan untuk jumlah masuknya
sinar. Pengaturan jumlah sinar masuk ke dalam pupil diatur secara refleks.
Pada penerangan yang cerah pupil akan mengecil untuk mengurangi rasa
silau. Pada tepi pupil terdapat m.sfingter pupil yang bila berkontraksi akan
mengakibatkan mengecilnya pupil (miosis). Hal ini terjadi ketika melihat
dekat atau merasa silau dan pada saat berakomodasi. Selain itu, secara radier
terdapat m.dilator pupil yang bila berkontraksi akan mengakibatkan
membesarnya pupil (midriasis). Midirasis terjadi ketika berada di tempat
gelap atau pada waktu melihat jauh. 7
2.1.1.4 Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di
dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di
belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk
seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya
akomodasi. Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di
dalam bilik mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang
membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk
serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa
di bagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa.
Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk
atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat
dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini
terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa.
Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai
korteks anterior, sedangkan dibelakangnya korteks posterior.
Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks
lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn
yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar.5
Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:
- Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam
akomodasi untuk menjadi cembung
- Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,
- Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan
vitreous body dan berada di sumbu mata.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:
- Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,
- Keruh atau apa yang disebut katarak,
- Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi
Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah
besar dan berat.5
2.1.1.5 Badan Vitreous
Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang
sferis.6 Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur
ini merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%),
sedikit kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan
vitreous mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis kolagen dan asam
hialuronat.8 Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa
ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya
pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya
kekeruhanbadan vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada
pemeriksaan oftalmoskopi.5
2.1.1.6 Retina
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsangan cahaya dan terletak di belakang pupil. Retina
akan meneruskan rangsangan yang diterimanya berupa bayangan benda
sebagai rangsangan elektrik ke otak sebagai bayangan yang dikenal.7 Retina
berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas
lapisan :
a. Lapisan fotoreseptor : lapisan terluar retina yang terdiri atas sel batang
dan sel kerucut.
b. Membran limitan eksterna : merupakan membran maya
c. Lapisan nukleus luar : merupakan susunan lapisan nukleus sel kerucut
dan batang. Avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid
bersama dengan lapisan fotoreseptor dan lapisan membran limitan
eksterna.
d. Lapisan pleksiform luar : lapisan aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
e. Lapisan nukleus dalam ; merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan
sel Muller. Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
f. Lapisan pleksiform dalam : merupakan lapisan sel aselular yang menjadi
tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dan sel ganglion.
g. Lapisan sel ganglion : lapisan badan sel daripada neuron kedua.
h. Lapisan serabut saraf : merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke
arah saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar
pembuluh darah retina.
i. Membran limitan interna : merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca.
Warna retina biasanya jingga, kadang pucat pada anemia dan iskemia,
merah pada hiperemia. Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang
arteri oftalmika, arteri retina sentral masuk ke retina melalui papil saraf
optik yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam. Lapisan luar retina
atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid. Untuk melihat
fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subyektif retina seperti : tajam
penglihatan, penglihatan warna dan lapangan pandang. Pemeriksaan
obyektif adalah dengan elektroretinografi (ERG), elektrookulografi (EOG)
dan visual esoked response (VER).5
2.2 Fisiologi Penglihatan
Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi. Mata
mempunyai sistem lensa, sistem apertura yang dapat berubah-ubah (pupil), dan
retina yang dapat disamakan dengan film. Sistem lensa mata terdiri atas empat
perbatasan refraksi, yaitu: perbatasan antara permukaan anterior kornea dan
udara; perbatasan antara permukaan posterior kornea dan humor aquosus;
perbatasan antara humor aquosus dan permukaan anterior lensa mata; dan
perbatasan antara permukaan posterior lensa dan humor vitreous. Indeks
internal udara adalah 1; kornea 1,38; humor aquosus 1,33; lensa kristalina (rata-
rata) 1,40; dan humor vitreous 1,34.
Pembelokan sebuah berkas cahaya (refraksi) terjadi ketika suatu berkas
cahaya berpindah dari satu medium dengan tingkat kepadatan tertentu ke
medium dengan tingkat kepadatan yang berbeda. Dikenal beberapa titik di
dalam bidang refraksi, seperti Pungtum Proksimum merupakan titik terdekat
dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Pungtum Remotum adalah
titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik ini
merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila
mata istirahat. Pada emetropia, pungtum remotum terletak di depan mata.
Derajat refraksi ditentukan oleh dua faktor, yaitu: rasio indeks bias dari
kedua media transparan dan derajat kemiringan antara bidang peralihan dan
permukaan gelombang yang datang. Pada permukaan yang melengkung seperti
lensa, semakin besar kelengkungan, semakin besar derajat pembiasan dan
semakin kuat lensa. Suatu lensa dengan permukaan konveks (cembung)
menyebabkan konvergensi atau penyatuan berkas–berkas cahaya, yaitu
persyaratan untuk membawa suatu bayangan ke titik fokus. Dengan demikian,
permukaan refraktif mata bersifat konveks. Lensa dengan permukaan konkaf
(cekung) menyebabkan divergensi (penyebaran) berkas–berkas cahaya.
Cahaya merambat melalui udara kira-kira dengan kecepatan 300.000
km/detik, tetapi perambatannya melalui benda padat dan cairan yang transparan
jauh lebih lambat. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke sebuah medium yang
lebih tinggi densitasnya, cahaya tersebut melambat (begitu pula sebaliknya).
Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya ketika melalui permukaan
medium baru pada setiap sudut kecuali sudut tegak lurus.
Proses melihat bermula dari masuknya seberkas cahaya dari benda yang
diamati ke dalam mata melaui lensa yang kemudian dibiaskan pada retina
(makula). Terjadi perubahan proses sensasi cahaya menjadi impuls listrik yang
diteruskan ke otak melalui saraf optik untuk kemudian diinterpretasikan.
Kemampuan seseorang untuk melihat tajam (fokus) atau disebut juga tajam
penglihatan (acies visus) tergantung dari media refraktif di dalam bola mata.
Sistem lensa mata membentuk bayangan di retina. Bayangan yang terbentuk
di retina terbalik dari benda aslinya. Namun demikian, persepsi otak terhadap
benda tetap dalam keadaan tegak, tidak terbalik seperti bayangan yang terjadi
di retina, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu
sebagai keadaan normal. Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat
proses. Pertama, pembiasan sinar/ cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya
melalui perantaraan yang berbeda kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu
kornea, humor aquosus, lensa, dan humor vitreous.
Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung atau cekung,
tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh. Ketiga, konstriksi pupil,
yaitu pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di retina sehingga
penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila cahaya yang terlalu terang
memasukinya atau melewatinya. Hal ini penting untuk melindungi mata dari
paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat, pemfokusan, yaitu
pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa sehingga kedua bola mata
terfokus ke arah objek yang sedang dilihat.
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran
depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai
daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang
peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau
melihat benda yang dekat. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea
(mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih
pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula.
Kemampuan akomodasi lensa membuat cahaya tidak berhingga akan
terfokus pada retina, demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka benda
pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina atau makula lutea.
Akibat akomodasi, daya pembiasan bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan
meningkat sesuai dengan kebutuhan, semakin dekat benda makin kuat mata
harus berakomodasi (mencembung). Akomodasi terjadi akibat kotraksi otot
siliar. Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi. Refleks akomodasi
akan meningkat bila mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi atau
melihat dekat.
Pada saat seseorang melihat suatu objek pada jarak dekat, maka terjadi trias
akomodasi yaitu: (i) kontraksi dari otot siliaris yang berguna agar zonula Zinii
mengendor, lensa dapat mencembung, sehingga cahaya yang datang dapat
difokuskan ke retina; (ii) konstriksi dari otot rektus internus, sehingga timbul
konvergensi dan mata tertuju pada benda itu, (iii) konstriksi otot konstriksi pupil
dan timbullah miosis, supaya cahaya yang masuk tak berlebih, dan terlihat
dengan jelas.6
2.3 Kelainan Refraksi
2.3.1 Epidemiologi
Perkiraan global menunjukkan bahwa lebih dari 2,3 miliar orang di
dunia mengalami penglihatan yang buruk karena gangguan refraksi dan 13
juta anak berusia 5-15 tahun di seluruh dunia mengalami gangguan
penglihatan dari kelainan refraksi yang tidak dikoreksi. Gangguan visual
dari kelainan refraksi yang tidak dikoreksi dapat memiliki konsekuensi
jangka pendek dan jangka panjang pada anak-anak dan orang dewasa,
seperti kehilangan kesempatan pendidikan dan pekerjaan, kehilangan
keuntungan ekonomi bagi individu, keluarga dan masyarakat dan gangguan
kualitas hidup.9 Di Indonesia, prevalensi kebutaan dan gangguan
penglihatan akibat kelainan refraksi mencapai 22,1% dari total populasi, dan
sebesar 15% diantaranya diderita oleh anak usia sekolah.2
Hasil kebutaan dan gangguan penglihatan pada Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2007 maupun 2013 oleh kalangan profesi kesehatan mata
dinilai tidak menunjukkan gambaran kebutaan dan gangguan penglihatan di
Indonesia karena beberapa hal, antara lain kemampuan enumerator yang
tidak memadai untuk mendeteksi kebutaan dan gangguan penglihatan
beserta penyebabnya. Dalam pengumpulan data prevalensi morbiditas
permukaan mata dan lensa terdapat keterbatasan kemampuan klinis
pengumpul data (enumerator) yang bervariasi dalam menilai permukaan
mata dan lensa menggunakan alat bantu pen-light, sehingga prevalensi
pterigium, kekeruhan kornea, serta katarak cenderung kurang valid.1,10
2.3.2 Presbiopia
2.3.2.1 Deifinisi
Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan
pada semua orang. Dengan bertambahnya usia maka semakin kurang
kemampuan mata untuk melihat dekat. Presbiopia terjadi akibat lensa makin
keras, sehingga elastisitasnya berkurang. Demikian pula dengan otot
akomodasinya, daya kontraksinya berkurang sehingga tidak terdapat
pengenduran zonula Zinnii yang sempurna. Presbiopi dikenal sebagai
kondisi visual orang diatas usia 40 tahun, dimana insiden tertinggi pada usia
42-44 tahun. Beberapa hal yang merupakan faktor resiko presbiopi antara
lain : usia (biasanya >40 tahun), hiperopia yang tidak terkoreksi, pekerjaan
yang membutuhkan penggunaan penglihatan jarak dekat, trauma atau
penyakit mata (kerusakan lensa, zonula atau otot siliar), penyakit sistemik
(diabetes melitus, kardiovaskular, insufisiensi vaskular, miastenia gravis),
obat-obatan (alkohol, diuretik, hidrochlorothiazide, antidepresan), atau
kurang nutrisi.11

Gambar 2.2. Presbiopia


2.3.2.2 Etiologi
Penurunan kekuatan akomodasi dari lensa seiring meningkatnya usia akibat
dari perubahan degeneratif lensa (penurunan elastisitas kapsul lensa atau
peningkatan ukuran dan sklerosis progresif dari substansi lensa) dan
penurunan kekuatan m.siliaris seiring dengan peningkatan usia.12
2.3.2.3 Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi
mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks
lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya
umur maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan
elastisitasnya untuk menjadi cembung. Dengan demikian kemampuan
melihat dekat makin berkurang.
2.3.2.4 Klasifikasi
- Presbiopi Insipien : Merupakan tahap paling awal di mana penderita
menunjukkan gejala membaca cetak kecil membutuhkan usaha ekstra.
Dari anamnesa didapati pasien memerlukan kaca mata untuk membaca
dekat, tapi tidak tampak kelainan bila dilakukan tes, dan pasien biasanya
akan menolak preskripsi kaca mata baca.
- Presbiopi Fungsional : Amplitudo akomodasi yang semakin menurun
dan akan didapatkan kelainan ketika diperiksa.
- Presbiopi Absolut : Peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi
fungsional, dimana proses akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali.
- Presbiopi Prematur : Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun
dan biasanya berhubungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau
obat-obatan.
- Presbiopi Nokturnal : Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada
kondisi gelap disebabkan oleh peningkatan diameter pupil.
2.3.2.5 Manifestasi Klinis
- Ketidakmampuan membaca huruf kecil atau membedakan benda kecil
yang terletak berdekatan pada usia sekitar 44-46 tahun. Hal ini semakin
buruk pada cahaya temaram dan biasanya lebih nyata pada pagi hari
atau saat subjek lelah. Gejala meningkat sampai usia 55 tahun, menjadi
stabil, tetapi menetap.
- Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca karena tulisan
tampak kabur pada jarak baca yang biasa
- Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam
hari
- Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca
2.3.2.6 Tatalaksana
Presbiopi dikoreksi dengan menggunakan lensa plus untuk mengatasi
daya fokus otomatis lensa yang hilang. Pada pasien presbiopia ini
diperlukan kacamata baca atau adisi untuk membaca dekat yang
berkekuatan tertentu, biasanya :
- S+1.00D untuk usia 40 Tahun
- S+1.50D untuk usia 45 Tahun
- S+2.00D untuk usia 50 Tahun
- S+2.50D untuk usia 55 Tahun
- S+3.00D untuk usia 60 Tahun
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3,0 dioptri adalah lensa
positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini mata
tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda
yang dibaca terletak pada titik api lensa + 3,0 dioptri sehingga sinar yang
keluar akan sejajar. Kekuatan lensa kacamata baca sering disesuaikan
dengan kebutuhannya. Seperti seorang ahli music yang membutuhkan jarak
dekat 50 cm untuk membaca not-not sehingga dia membutuhkan kacamata
dengan kekuatan lensa yang lebih kecil.
Selain kaca mata untuk kelainan presbiopia saja, ada beberapa jenis
lensa lain yang digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi
yang ada bersamaan dengan presbiopia. Ini termasuk:
- Koreksi optik dengan lensa
o single vision lense : Merupakan pilihan yang tepat bagi beberapa
pasien dengan presbiopia. Indikasi untuk perawatan ini adalah
pasien dengan emmetropia, pasien dengan ametropia tingkat
rendah (yang tidak memerlukan koreksi jarak), pasien dengan
miopi yag tidak terkoreksi.
o Bifokal : Untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa
yang mempunyai garis horizontal atau yang progresif. Dalam
desain yang khas, sebagian besar wilayah lensa berisi lensa koreksi
jarak jauh sedangkan koreksi penglihatan jarak dekat terbatas pada
segmen yang lebih kecil di bagian bawah lensa.
o Trifokal : Untuk mengkoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh
pada orang dengan presbiopi absolut atau yang masih berkembang.
- Koreksi dengan lensa kontak
o Kontak Bifokal untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat.
Bagian bawah adalah untuk membaca. Sulit dipasang dan kurang
memuaskan hasil koreksinya
o Kontak Monovision. Penggunakan lensa kontak monovision pada
setiap mata atau, bila tidak ada koreksi jarak jauh yang diperlukan,
lensa hanya digunakan pada satu mata. Untuk melihat jauh di mata
dominan, dan lensa kontak untuk melihat dekat pada mata non-
dominan. Mata yang dominan umumnya adalah mata yang
digunakan untuk fokus pada kamera untuk mengambil foto.5
2.3.3 Ametropia
2.3.3.1.Miopia
2.3.3.1.1 Definisi
Kata miopia diambil dari bahasa Yunani “muopia” yang berarti menutup
mata. Miopia merupakan suatu keadaan mata yang mempunyai
kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan sehingga sinar sejajar yang
datang dibiaskan di depan retina, pada kondisi mata yang tidak
berakomodasi. Pada miopia, titik fokus sistem optik media penglihatan
terletak di depan makula lutea. Hal ini dapat disebabkan sistem optik
(pembiasan) terlalu kuat, miopia refraktif atau bola mata terlalu panjang.
Kelainan ini menyebabkan penglihatan buram untuk jarak jauh, popular
dengan istilah “nearsightness”.13
Gambar 2.3. Miopia
2.3.3.1.2 Etiologi
- Axial myopia
Merupakan akibat dari peningkatan panjang diameter
anteriorposterior bola mata. Merupakan bentuk yang paling sering
dijumpai.
- Curvatural myopia
Terjadi akibat peningkatan lengkung kornea, lensa, atau eduanya.
- Positional myopia
Akibat dari penempatan lensa di bagian anterior.
- Index myopia
Akibat dari peningkatan indeks refraksi lensa terkait dengan
sklerosis nukleus.
- Myopia due to excessive accommodation
Terjadi pada pasien dengan spasme akomodasi.13
2.3.3.1.3 Klasifikasi
- Berdasarkan Manifestasi Klinis13
o Simple : Status refraksi mata dengan miopia sederhana
tergantung pada daya optik kornea dan lensa kristal, dan panjang
aksial. Mata dengan miopi simple merupakan mata normal yang
terlalu panjang untuk kekuatan optiknya atau memiliki kekuatan
optik yang terlalu kuat untuk panjang aksisnya. Bentuk miopi
ini adalah yang paling umum, biasanya kurang dari 6 Dioptri
atau kurang dari 4-5 D. Ketika derajad miopi pada kedua mata
tidak sama, hal ini disebut anisomiopia. Jika salah satu mata
emetrop sementara yang lainnya miopi, ini disebut simple miopi
anisometropia. Anisometropia menjadi signifikan bila
perbedaannya mencapai 1 D atau lebih.
o Miopia Nokturnal : terjadi pada kondisi pencahayaan redu
akibat dari peningkatan respon akomodasi.
o Pseudomiopia : akibat dari peningkatan kekuatan refraksi mata
akibat dari overstimulasi pada mekanisme akomodasi mata atau
terjadinya spasme siliar. Dinamakan pseudo karena pasien
hanya mengalami miopi jika respon akomodaasi tidak tepat.
o Miopia degeneratif : derajad miopia berkaitan dengan
perubahan degeneratif pada segmen posterior mata. Perubahan
degeneratif dapat menyebabkan penurunan koreksi mata terbaik
atau perubahan lapang pandang.
o Miopia terinduksi : merupakan hasil dari eksposur agen
farmako, perubahan tingkat gula darah, sklerosis nukleus lensa
kristalin. Miopi jenis ini reversible.
- Berdasarkan penyebab miopia.5
o Miopia refraktif : Miopia yang terjadi akibat bertambahnya
indeks bias media penglihatan, seperti pada katarak.
o Miopia aksial : Miopia yang terjadi akibat panjangnya sumbu
bola mata, dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal.
- Menurut perjalanan penyakitnya, miopia di bagi atas :5
o Miopia stasioner : Miopia yang menetap setelah dewasa.
o Miopia progresif : Miopia yang bertambah terus pada usia
dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata.
o Miopia maligna : Keadaan yang lebih berat dari miopia
progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan.
- Berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk
mengkoreksinya:5
o Miopia ringan : Lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri
o Miopia sedang : Lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
o Miopia berat : lensa koreksinya > 6,00 Dioptri. Penderita miopia
kategori ini rawan terhadap bahaya pengelupasan retina dan
glaukoma sudut terbuka.
- Berdasarkan umur :13
o Juvenile-Onset Myopia (JOM) : JOM didefinisikan sebagai
miopia dengan onset antara 7-16 tahun yang disebabkan
terutama oleh karena pertumbuhan sumbu aksial dari bola mata
yang fisiologis. Esophoria, astigmatisma, prematuritas, riwayat
keluarga dan kerja berlebihan yang menggunakan penglihatan
dekat merupakan faktor-faktor risiko yang dilaporkan oleh
berbagai penelitian. Pada wanita, peningkatan prevalensi
miopia terbesar terjadi pada usia 9-10 tahun, sementara pada
laki-laki terjadi pada usia 11-12 tahun. Semakin dini onset dari
miopia, semakin besar progresi dari miopianya. Miopia yang
mulai terjadi pada usia 16 tahun biasanya lebih ringan dan lebih
jarang ditemukan. Progresi dari miopia biasanya berhenti pada
usia remaja ( ♂pada usia 16 tahun, ♀ pada usia 15 tahun)
o Adult-Onset Myopia (AOM) : AOM dimulai pada usia 20 tahun.
o Youth-onset myopia: miopia yang terjadi pada usia kurang dari
20 tahun
o Early adult onset myopia: miopia yang terjadi pada usia 20
sampai 40 tahun
o Late adult onset myopia: myopia yang terjadi setelah usia 40
tahun
Kerja mata yang berlebihan pada penglihatan dekat merupakan faktor
risiko dari perkembangan miopia.
2.3.3.1.4 Manifestasi Klinis
Sebagian kasus-kasus miopia dapat diketahui dengan adanya kelainan
pada jarak pandang.Pada tingkat ringan, kelainan baru dapat diketahui
bila penderita telah diperiksa.
- Akibat sinar dari suatu objek jauh difokuskan di depan retina, maka
penderita miopia hanya dapat melihat jelas pada waktu melihat
dekat, sedangkan penglihatan kabur bila melihat objek jauh.
- Keluhan astenopia, seperti sakit kepala yang dengan sedikit koreksi
dari miopianya dapat disembuhkan.
- Kecendrungan penderita untuk menyipitkan mata waktu melihat
jauh untuk mendapatkan efek “pinhole” agar dapat melihat dengan
lebih jelas.
- Penderita miopia biasanya suka membaca, sebab mudah
melakukannya tanpa usaha akomodasi.13
2.3.3.1.5 Diagnosis
Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan cara refraksi subjektif dan
objektif, setelah diperiksa adanya visus yang kurang dari normal tanpa
kelainan organik. Cara subyektif ini penderita aktif menyatakan kabur
terangnya saat di periksa.Pemeriksaan dilakukan guna mengetahui
derajat lensa negatif yang diperlukan untuk memperbaiki tajam
penglihatan sehingga menjadi normal atau tercapai tajam penglihatan
terbaik. Alat yang digunakan adalah kartu Snellen, bingkai percobaan
dan sebuah set lensa coba.13
2.3.3.1.6 Tatalaksana
Penatalaksanaan miopia adalah dengan mengusahakan sinar yang
masuk mata difokuskan tepat di retina. Penatalaksanaan miopia dapat
dilakukan dengan cara :13
- Cara optik
o Kacamata (Lensa Konkaf) :Koreksi miopia dengan kacamata,
dapat dilakukan dengan menggunakan lensa konkaf
(cekung/negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu
lensa cekung akan menyebar. Bila permukaan refraksi mata
mempunyai daya bias terlalu tinggi atau bila bola mata terlalu
panjang seperti pada miopia, keadaan ini dapat dinetralisir
dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata. Lensa
cekung yang akan mendivergensikan berkas cahaya sebelum
masuk ke mata, dengan demikian fokus bayangan dapat
dimundurkan ke arah retina.
o Lensa kontak : Lensa kontak dari kaca atau plastik diletakkan
dipermukaan depan kornea. Lensa ini tetap ditempatnya karena
adanya lapisan tipis air mata yang mengisi ruang antara lensa
kontak dan permukaan depan mata. Sifat khusus dari lensa
kontak adalah menghilangkan hampir semua pembiasan yang
terjadi dipermukaan anterior kornea, penyebabnya adalah air
mata mempunyai indeks bias yang hampir sama dengan kornea
sehingga permukaan anterior kornea tidak lagi berperan penting
sebagai dari susunan optik mata. Sehingga permukaan anterior
lensa kontaklah yang berperan penting.
- Cara operasi
Ada beberapa cara, yaitu :
o Insisi Radikal : Untuk membuat insisi radial yang dalam pada
pinggir kornea dan ditinggalkan 4 mm sebagai zona optik.Pada
penyembuhan insisi ini terjadi pendataran dari permukaan
kornea sentral sehingga menurunkan kekuatan refraksi.
Prosedur ini sangat bagus untuk miopi derajat ringan dan
sedang.
o Kelemahannya: Kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur
bola mata jika terjadi trauma setelah RK, terutama bagi
penderita yang berisiko terjadi trauma tumpul, seperti
atlet, tentara. Bisa terjadi astigmat irreguler karena
penyembuhan luka yang tidak sempurna,namun jarang
terjadi. Pasien Post RK juga dapat merasa silau saat
malam hari.
o Laser photorefractive keratektomy (PRK) : Pada teknik ini zona
optik sentral pada stroma kornea anterior difotoablasi dengan
menggunakan laser excimer (193 nm sinar UV) yang bisa
menyebabkan sentral kornea menjadi flat. Sama seperti RK,
PRK bagus untuk miopi -2 sampai -6 dioptri.
 Kelemahan PRK:
a. Penyembuhan postoperatif yang lambat D
b. Dapat terjadi sisa kornea yang keruh yang
mengganggu penglihatan
c. PRK lebih mahal dibanding RK
o Laser in-situ Keratomileusis (LASIK) : Pada teknik ini, pertama
sebuah flap setebal 130-160 mikron dari kornea anterior
diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma secara
langsung diablasi dengan tembakan sinar excimer laser ,
akhirnya kornea menjadi flat. Sekarang teknik ini digunakan
pada kelainan miopi yang lebih dari - 12 dioptri. Kriteria pasien
untuk LASIK : 1)Umur lebih dari 20 tahun, 2) Memiliki refraksi
yang stabil,minimal 1 tahun.3) Tidak ada kelainan kornea dan
ketebalan kornea yang tipis merupakan kontraindikasi absolut
LASIK
 Keuntungan LASIK
a. Minimimal atau tidak ada rasa nyeri post operatif
b. Kembalinya penglihatan lebih cepat dibanding PRK.
c. Tidak ada resiko perforasi saat operassi dan ruptur
bola mata karena trauma
d. Tidak ada gejala sisa kabur karena penyembuhan
epitel.
e. Baik untuk koreksi miopi yang lebih dari -12 dioptri.
 Kekurangan LASIK
a. LASIK jauh lebih mahal
b. Membutuhkan skill operasi para ahli mata.
c. Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan
flap, seperti flap putus saat operasi, dislokasi flap
postoperatif, astigmat irreguler.
o Ekstraksi lensa jernih (Fucala's operation) : Dianjurkan untuk
miopi -16 sampai -18D, terutama pada kasus unilateral. Baru-
baru ini, ekstraksi lensa yang jernih dengan implantasi IOL
dengan kekuatan yang sesuai direkomendasikan untuk mopia
lebih dari 12 D.
o Phakic Intraocular Lens: Atau implantasi intraocular contact
lens (ICL) juga dipertimbangkan untuk koreksi miopia lebih dari
12 D. Pada teknik ini, IOL khusus diimplantasi di COA atau di
COP di anterior dari lensa asli.
o Orthokeratology: Metode reversibel nonbedah dengan memakai
lensa kontak rigid gas permeabel saat malam. Metode ini dapat
dipertimbangkan untuk koreksi miopia hingga -5D dan dapat
digunakan untuk pasien usia kurang dari 18 tahun.
2.3.3.1.7 Komplikasi
- Ablasio retina : Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0D – (-
4,75)D sekitar 1/6662. Sedangkan pada (- 5) D – (-9,75) D resiko
meningkat menjadi 1/1335. Lebih dari (-10) D resiko ini menjadi
1/148. Dengan kata lain penambahan faktor resiko pada miopia
rendah tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi 300
kali.
- Vitreal Liquefaction dan Detachment : Badan vitreus yang berada di
antara lensa dan retina mengandung 98% air dan 2% serat kolagen
yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan,
namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi. Hal
ini berhubungan dengan hilangnya struktur normal kolagen. Pada
tahap awal, penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil
(floaters). Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan vitreus
sehingga kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya
akan beresiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan
retina. Vitreusdetachment pada miopia tinggi terjadi karena luasnya
volume yang harus diisi akibat memanjangnya bola mata.
- Miopic makulopaty : Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta
hilangnya pembuluh darah kapiler pada mata yang berakibat atrofi
sel-sel retina sehingga lapang pandang berkurang.Dapat juga terjadi
perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan kurangnya
lapangan pandang.Miopia vaskular koroid/degenerasi makular
miopik juga merupakan konsekuensi dari degenerasi makular
normal, dan ini disebabkan oleh pembuluh darah yang abnormal
yang tumbuh di bawah sentral retina.
- Glaukoma : Resiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah
1,2%, pada miopia sedang 4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%.
Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stres akomodasi dan
konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada
trabekula.
- Skotoma : Komplikasi timbul pada miopia derajat tinggi. Jika terjadi
bercak atrofi retina maka akan timbul skotoma (sering timbul jika
daerah makula terkena dan daerah penglihatan sentral menghilang).
Vitreus yang telah mengalami degenerasi dan mencair berkumpul di
muscae volicantes sehingga menimbulkan bayangan lebar diretina
sangat menggangu pasien dan menimbulkan kegelisahan. Bayangan
tersebut cenderung berkembang secara perlahan dan selama itu
pasien tidak pernah menggunakan indera penglihatannya dengan
nyaman sampai akhirnya tidak ada fungsi penglihatan yang tersisa
atau sampai terjadi lesi makula berat atau ablasio retina.13
2.3.3.2 Hipermetropia
2.3.3.2.1 Definisi
Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hiperopia atau rabun dekat.
Hipermetropia merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata
dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya
terletak di belakang makula lutea.14
Gambar 2.4. Hipermetrop
2.3.3.2.2 Etiologi
Penyebab utama hipermetropia adalah panjangnya bola mata yang lebih
pendek. Akibat bola mata yang lebih pendek, bayangan benda akan
difokuskan di belakang retina. 15
2.3.3.2.3 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, hipermetropia dapat dibagi atas:
- Hipermetropia sumbu atau aksial, merupakan kelainan refraksi
akibat bola mata pendek atau sumbu anteroposterior yang pendek.
- Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa
kurang sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.
- Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang
kurang pada sistem optik mata.5
Secara klinis, hipermetropia terbagi dalam 3 kategori :16
- Simple hyperopia, karena variasi normal biologis, bisa disebabkan
oleh panjang sumbu aksial mata ataupun karena refraksi.
- Pathological hyperopia, disebabkan anatomi mata yang abnormal
karena gagal kembang, penyakit mata, atau karena trauma.
- Functional hyperopia adalah akibat dari paralisis akomodasi.
Hipermetropia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat kelainan
refraksinya, yaitu:16
- Hipermetropia ringan (≤ +2,00 D)
- Hipermetropia sedang (+2,25 - +5,00 D)
- Hipermetropia berat (≥+5,00 D)
2.3.3.2.4 Manifestasi Klinis
Gejala pasien dengan hipermetropia dapat bervariasi tergantung dari
usia dan derajat beratnya kelainan refraksi. Dapat dikelompokan sebagai
berikut:15
- Asimtomatik. Biasanya pasien usia muda dengan kelainan refraksi
yang kecil dapat mengkoreksi dengan kemampuan akomodasinya
tanpa menimbulkan gejala
- Gejala astenopia. Hipermetropia dapat terkoreksi secara penuh,
namun karena terjadi akomodasi terus menerus, pasien akan
mengalami keluhan astenopia. Keluhannya adalah mata lelah,
nyeri kepala frontal atau fronto-temporal, mata berair, dan
fotofobia ringan. Gejala ini biasanya terjadi saat jam kerja dan
meningkat saat malam.
- Gejala astenopia dengan penurunan penglihatan. Bila kelainan
hipermetropia cukup berat, mata tidak dapat mengkoreksi hanya
dengan kemampuan akomodasi. Sehingga pasien mengeluh gejala
astenopia dan penglihatan buram.
- Penurunan penglihatan saja. Bila kelainan hipermetropia sangat
berat, pasien biasanya tidak melakukan akomodasi (terutama orang
dewasa) sehingga terjadi penurunan penglihatan dekat dan jauh.
Gejala obyektif:
- Ukuran bola mata yang lebih kecil secara keseluruhan
- Juling atau esotropia akibat akomodasi terus menerus yang diikuti
konvergensi
- Karena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari
otot–otot akomodasi di corpus ciliare.
- Pupil terlihat lebih kecil karena akomodasi
- Pemeriksaan fundus didapatkan papil yang kecil dan terlihat lebih
banyak vaskulardengan batas tidak tegas atau mungkin menyerupai
papilitis (namun tidak ada edema papil, sehingga disebut
pseudopapillitis). Retina mungkin terlihat bercahaya akibat refleksi
cahaya yang lebih besar (shot silk appearance).
2.3.3.2.5 Tatalaksana
Pengobatan hipermetropia adalah diberikan koreksi hipermetropia
manifes dimana tanpa siklopegia didapatkan ukuran lensa positif
maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal (6/6). Bila
terdapat juling ke dalam atau esotropia diberikan kacamata koreksi
hipermetropia total. Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar
(eksoforia) maka diberikan kacamata koreksi positif kurang. Tidak ada
pembedahan yang dapat bertahan untuk mengatasi hipermetropia.
Penyulit yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia adalah
esotropia dan glaukoma. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat
pasien selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder terjadi
akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan mempersempit
sudut bilik mata.5 Pembedahan refraktif juga bisa dilakukan untuk
membaiki hipermetropia dengan membentuk semula kurvatura kornea.
Metode pembedahan refraktif, yaitu :16
- Laser-assisted in-situ keratomileusis (LASIK)
Efektif dalam mengkoreksi hipermetropi hingga + 4D
- Photorefractive keratectomy (PRK)
Dengan menggunakan laser excimer. Namun proses efek regresi
dan penyembuhan epitel yang lama merupakan masalah utama.
- Conductive keratoplasty (CK)
Merupakan prosedur noninsisional dan nonablasi dimana kornea di
pertajam dengan mengerutkan kolagen dengan energi
radiofrekuensi. Teknik ini efektif untuk mengkoreksi hipermetropi
hingga +3 D.
2.3.3.2.6 Komplikasi
- Hordeolum, blefaritis, atau kalazion berulang akibat sering
mengucek mata untuk menghilangkan kelelahan mata
- Strabismus dapat terjadi pada anak (biasanya usia 2-3 tahun) karena
akomodasi secara terus menerus.
- Ambliopia dapat terjadi pada beberapa kasus. Hal ini dapat terjadi
anisometropik (unilateral hipermetropia), strabismik (pada anak
dengan akomodasi berlebihan), atau ametropik (pada anak dengan
hipermetropia berat tidak terkoreksi)
- Glaukoma sekunder sudut tertutup. Pada mata hipermetropia,
terdapat COA yang relatif lebih sempit. Akibat dari pembesaran
ukuran lensa seiring usia, mata tersebut menjadi rentan terhadap
serangan akut glaukoma. Hal ini perlu diingat pada pasien
hipermetropia usia tua.16
2.3.3.3 Astigmat
2.3.3.3.1 Definisi
Terminologi astigmatisme berasal dari Bahasa Yunani yang bermaksud
tanpa satu titik. Astigmatisma adalah keadaan dimana sinar yang masuk
ke dalam mata tidak dipusatkan pada satu titik akan tetapi tersebar atau
menjadi sebuah garis. Pada keadaan ini terdapat variasi pada kurvatur
kornea atau lensa pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan
berkas cahaya tidak difokuskan pada satu titik.Astigmat merupakan
akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong bentuk
kornea makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan umumnya setiap orang
memiliki astigmat yang ringan.5
Gambar 2.5. Astigmat
2.3.3.3.2 Etiologi
Bentuk kornea yang oval seperti telur, dapat juga diturunkan atau terjadi
sejak lahir, jaringan parut pada kornea seteh pembedahan,
ketidakteraturan lengkung kornea, dan perubahan pada lensa.
Astigmatisma dapat disebabkan oleh kelainan pada kurvatur, aksis, atau
indeks refraksi. Astigmatisma kurvatur pada derajat yang tinggi,
merupakan yang tersering pada kornea. anomali ini bersifat kongenital,
dan penilaian oftalmometrik menunujukkan. Kebanyakan kelainan yang
terjadi dimana sumbu vertical lebih besar dari sumbu horizontal (sekitar
0,25 D). Ini dikenal dengan astigmatisme direk dan diterima sebagai
keadaan yang fisiologis. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai
kornea yang bulat atau sferis tipe astigmatisma ini di dapatkan pada 68
% anak-anak pada usia 4 tahun dan 95% pada usia 7 tahun.5,17
2.3.3.3.3 Klasifikasi
Astigmatisma dapat dikalsifikasikan berdasarkan orientasi dan posisi
relatif dari 2 garis focus (mata yang menderita astigmatisma memiliki 2
garis focus), yakni sebagai berikut:18
- Simple Myopic Astigmatism, yakni jika satu garis fokus berada di
depan retina dan yang lainnya berada di retina.
- Coumpoud Myopic Astigmatism, yakni jika kedua garis fokus berada
di depan retina.
- Simple Hyperopic Astigmatism, jika satu garis fokus berada di
belakang retina dan yang lainnya berada di retina.
- Coumpound Hyperopic Astigmatism, jika kedua garis fokus berada
di belakang retina.
- Mixed Astigmatism, yakni jika satu garis fokus berada di depan
retina dan yang lainnya berada di belakang retina.
Berdasarkan meridian/ aksisnya, astigmatisma dapat dibedakan menjadi
dua, yakni astigmatisma reguler dan ireguler :5
- Astigmatisma Reguler
Yakni apabila meridian utama pada astigmatisma memiliki orientasi
yang konstan pada setiap titik yang melewati pupil, dan jika jumlah
astigmatisma selalu sama pada setiap titik. Astigmatisma reguler
dapat dikoreksi dengan kacamata lensa silindris. Astigmatisma ini
dapat dibedakan menjadi 4:15
o Astigmatisma with-the-rule, yaitu tipe yang lebih sering
ditemukan pada anak-anak, dimana meridian vertikal
adalah yang tercuram/ memiliki daya bias/ kelengkungan
yang lebih besar, dan sebuah koreksi lensa silinder plus
dipaka
o Astigmatisma against-the-rule, yaitu tipe yang lebih
sering ditemukan pada orang dewasa, dimana meridian
horizontal adalah yang tercuram/ memiliki daya bias/
kelengkungan yang lebih besar daripada meridian
vertikal, dan sebuah koreksi silinder plus dipakai pada/
mendekati me
o Astigmatisma oblik, yakni jika dua meridian utamanya

o Astigmatisma bioblik, yakni jika dua meridian utama


tidak terletak pada sudut yang sama satu sama lain,

- Astigmatisma Ireguler
Terjadi apabila orientasi meridian utama atau jumlah astigmatisma
berubah dari titik ke titik saat melewati pupil. Meskipun meridian
g-kadang pada
pemeriksaan retinoskopi atau keratometri, secara keseluruhan,
meridian utama pada kornea ini tidak tegak lurus satu sama lain.
Sebenarnya setiap mata normal memiliki setidaknya sedikit
astigmatisma ireguler, dan peralatan seperti topografer kornea dan
wavefront aberrometer dapat digunakan untuk mendeteksi keadaan
ini secara klinis.
2.3.3.3.4 Patofisiologi
- Astigmatisma Reguler17
Pada astigmatisma reguler, setiap meridian membiaskan cahaya
secara teratur dan equally, akan tetapi pembiasan meridian yang satu
berbeda dengan meridian yang lain. Satu meridian membiaskan
cahaya berlebihan dan yang lainnya kurang. Dua jenis meridian ini
disebut dengan meridian utama, keduanya saling tegak lurus. Pada
kebanyakan kasus, satu meridian utama terletak secara vertikal dan
satunya lagi terletak horizontal, namun bisa terjadi oblik, namun
sudutnya masih saling tegak lurus/ 90̊ satu sama lain.
Meridian vetikal, dalam banyak kasus, membiaskan cahaya lebih
kuat daripada yang horizontal, hal ini kemungkinan besar
disebabkan oleh tekanan palpebra ke kornea. Tipe astigmatisma ini
disebut with-the-rule dan lebih sering pada anak-anak.Sementara
itu, apabila meridian horizontal membiaskan cahaya lebih kuat, ini
disebut dengan astigmatisma against-the-rule dan lebih sering pada
orang dewasa. Perbedaan refraksi antara kedua meridian utama ini
menggambarkan besarnya astigmatisma dan direpresentasikan
dalam dioptri (D).
Ketika perbedaannya tidak lebih dari ½ sampai ¾ dioptri, maka
disebut dengan astigmatisma fisiologis dan biasanya tidak perlu
dikoreksi, karena masih bisa dikompensasi dan tidak menimbulkan
keluhan subjektif pada seseorang. Namun jika lebih dari ¾ D, ia
dapat mengganggu penglihatan dan menimbulkan gejala subjektif.
Akan tetapi, astigmatisma tipe reguler ini jarang yang melebihi 6-
7D. Berdasarkan teori fisika, berbeda dengan lensa sferis,
permukaan lensa silindris tidak memiliki kelengkungan dan
kekuatan refraksi yang sama di semua meridian. Kelengkungan
lensa silindris berbeda-beda dari yang kecil hingga yang besar,
denga
Oleh sebab itu, kekuatan refraksinya berbeda-beda dari satu
meridian ke meridian lainnya, dan permukaan lensa silindris tidak
memiliki satu titik fokus, namun ada dua garis fokus yang terbentuk.
Bentuk umum dari permukaan astigmatisma adalah sferosilinder,
atau torus, yang mirip dengan bentuk bola football Amerika, dengan
kata lain dapat dikatakan sebagai gabungan lensa sferis dan lensa
silindris. Bentuk geometris yang rumit dari seberkas cahaya yang
berasal dari satu sumber titik dan dibiaskan oleh lensa sferosilinder
ini disebut dengan istilah conoid of Sturm.
Conoid of Sturm memiliki dua garis fokus yang sejajar satu sama
lain pada meridian-meridian utama pada lensa sferosilinder. Semua
berkas cahaya akan melewati setiap garis-garis fokus ini.
Perpotongan melintang conoid of Sturm pada titik-titik yang
berbeda sejauh panjangnya, sebagian besar berbentuk elips,
termasuk bagian luar dari dua garis fokus ini.Pada setiap
dioptriknya, dua garis fokus ini memiliki potongan sirkuler.
Potongan sirkuler dari berkas sinar ini disebut circle of least
confusion, dan merepresentasikan fokus terbaik dari lensa
sferosilinder, yakni posisi dimana semua sinar akan terfokus jika
lensa memiliki kekuatan sferis yang sama dengan kekuatan sferis
rata-rata pada semua meridian lensa sferosilinder.

- Astigmatisma Irreguler17
Astigmatisma ireguler muncul ketika pembiasan cahaya tidak
teratur dan unequal pada meridian-meridian yang sama pada mata.
Biasanya merupakan konsekuensi dari perubahan patologis terutama
pada kornea (makula sentral kornea, ulkus, pannus, keratokonus,
dan lain-lain) atau lensa (katarak, opasifikasi kapsul posterior,
subluksasi lensa, dan lain-lain). Ketajaman visus pada mata dengan
astigmatisma ireguler mengalami penurunan dan kadang-kadang
muncul diplopia monokuler atau poliopia.
Semua mata memiliki setidaknya sejumlah kecil astigmatisma
ireguler, tapi terminologi astigmatisma ireguler dalam hal ini
digunakan secara klinis hanya untuk iregularitas yang lebih kuat.
Astigmatisma ireguler merupakan astigmatisma yang tidak memiliki
2 meridian yang saling tegak lurus. Astigmatisma ireguler dapat
terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama
berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler.
Astigmatisma ireguler terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan
distrofi atau akibat kelainan pembiasan pada meridian lensa yang
berbeda.
2.3.3.3.5 Manifestasi Klinis
Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi
menyebabkan gejalagejala sebagai berikut :18
- Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada
umunya keluhan ini sering terjadi pada penderita astigmatismus
oblique yang tinggi.
- Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
- Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan
untuk mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita
astigmatismus juga menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti
membaca.
- Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan
mendekati mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan
untuk memperbesar bayangan, meskipun bayangan di retina tampak
buram, sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai
dengan gejala – gejala sebagai berikut :
o Sakit kepala pada bagian frontal.
o Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan
dekat, biasanya penderita akan mengurangi pengaburan
itu dengan menutup atau mengucek- ucek mata.
2.3.3.3.6 Diagnosis
Astigmat dapat didiagnosis dengan pemeriksaan berikut :18
- Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah
berkurangnya tajam penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi
atau kelainan pada media penglihatan, atau kelainan retina lainnya.
Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pin hole
berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum
dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan berkurang berarti pada
pasien terdapat kekeruhan media penglihatan atau pun retina yang
menggangu penglihatan
- Uji refraksi
o Subjektif: Optotipe dari Snellen & Trial lens
Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai
tajam penglihatanmaksimal mungkin pasien mempunyai
kelainan refraksi astigmat.Pada keadaan ini lakukan uji
pengaburan (fogging technique).
o Objektif
o Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi
dengan menggunakankomputer. Penderita duduk di depan
autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan respon mata
terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar
kelainan refraksi yang harus dikoreksi dan pengukurannya
hanya memerlukan waktu beberapa detik.
o Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur
radius kelengkungan kornea. Keratometer dipakai klinis secara
luas dan sangat berharga namun mempunyai keterbatasan.
- Uji pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam
penglihatannya dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam
penglihatan berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya dengan
menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisikisi
juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas
terlihat.Bila garis juring pada 90° yang jelas, maka tegak lurus
padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa silinder
ditempatkan dengansumbu 180°. Perlahan-lahan kekuatan lensa
silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi - kisi astigmat
vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau
semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder
ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat
kartu Snellen dan perlahan- lahan ditaruh lensa negatif sampai
pasien melihat jelas.
- Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan
astigmatisme. Pemeriksa memerhatikan imej “ring” pada kornea
pasien. Pada astigmatisme regular, “ring” tersebut berbentuk oval.
Pada astigmatisme irregular, imej tersebut tidak terbentuk sempurna.
- Retinoskopi
Melihat refleks merah pada mata ketika retinoskop digerakan secara
vertikal dan horizontal.
2.3.3.3.7 Penatalaksanaan
Pasien dengan astigmat dapat diterapi dengan : 17
- Kacamata Silinder
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif
dilakukan dengan sumbu tegak lurus (90o +/- 20o) atau dengan
selinder positif dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o). Sedangkan
pada astigmatism with the rule diperlukan koreksi silinder negatif
dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o) atau bila dikoreksi dengan
silinder positif sumbu vertikal (90o +/- 20o).
- Pada koreksi astigmatisma dengan hasil keratometri digunakan
hukum Jawal :
o Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism with
the rule dengan selinder minus 180 derajat, dengan
astigmatisma hasil keratometri yang ditemukan ditambahkan
dengan ¼ nilainya dan dikurangi dengan 0,5 D.
o Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism
againts the rule dengan selinder minus 90 derajat, dengan
astigmatisma hasil keratometri yang ditemukan ditambahkan
dengan ¼ nilainya dan ditambah dengan 0,5 D.
- Lensa Kontak
Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat
menetralisasi astigmatisma yang terjadi di permukaan kornea.
- Pembedahan
Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau
khusus atau dengan laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler
atau anormal. Ada bebrapa prosedur pembedahan yang dapat
dilakukan, diantaranya :
a. Photorefractive Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk
membentuk kurvatur kornea, dilakukan dengan membuang
jaringan dari lapisan dangkal dan bagian dalam kornea
b. Laser in Situ Keratomileusis (lasik),laser digunakan untuk
merubah kurvatur kornea dengan membuat flap (potongan laser)
pada kedua sisi kornea. LASIK dilakukan dengan memotong
bagian dari permukaan kornea luar melipatnya kembali untuk
mengekspos jaringan dalam. Maka laser digunakan untuk
membuang sejumlah jaringan yang dibutuhkan dan flap jaringan
luar ditempatkan kembali pada posisinya posisi untuk proses
penyembuhan.
c. Radial keratotomy: insisi kecil dibuat secara dalam dikornea.
BAB 3
PENUTUP
Kelianan refraksi merupakan suatu gangguan yang menurunkan kualitas hidup
manusia dan telah menjadi perhatian dunia. Kelainan refraksi dapat terjadi di segala
usia dan dapat didagnosa dengan mudah. Kelainan refraksi juga harus segera
diterapi agar tidak bertambah parah dan mempengaruhi aspek lain dari penderita.
Tatalaksana kelainan refraksi sendiri umumnya dengan melakukan koreksi refraksi
yang dapat dilakukan dengan koreksi optik maupun koreksi pembedahan dengan
keuntungan dan kekurangannya masing-masing. Di Indonesia telah dilakukan
beberapa survei kesehatan terkait refraksi pada penduduk Indonesia seperti
Riskesdas 2007 maupun 2013 namun ternyata belum dianggap valid dikarenakan
beberapa kekurangan. Oleh karena itu, pemahaman dan pengetahuan tehadap
kelainan refraksi sangatlah penting untuk dapat mendiagnosa lebih awal dan
memberikan penanganan yang lebih cepat dan tepat untuk mencegah terjadinya
komplikasi dan juga dapat membantu untuk dokumentasi medis sehingga Indonesia
nantinya dapat memiliki data prevalensi terkait kelainan refraksi yang valid dan
dapat digunakan untuk penelitian dan pembangunan kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Infodatin : Situasi Gangguan
Penglihatan dan Kebutaan. Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI [Internet]. 2014; Available from:
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/i
nfodatin-penglihatan.pdf
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Mata Sehat di Segala Usia
Untuk Peningkatan Kualitas Hidup Masyrakata Indonesia [Internet].
depkes.go.id. 2012. Available from:
http://www.depkes.go.id/article/print/16031000001/hari-ginjal-sedunia-
2016-cegah-nefropati-sejak-dini.html
3. World Health Organization. Universal Eye Health : A Global Action Plan
2014-2019 [Internet]. Geneva: World Health Organization; 2013. Available
from: http://www.who.int/blindness/AP2014_19_English.pdf
4. Bron AJ, Tripathi RC, J TB. Wolff’s Anatomy of The Eye and Orbit. 8th
ed. London: Chapman & Hall Medical; 2008.
5. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI; 2015.
6. Sherwood L. Human Physiology: The Periferal Nervous System: Afferent
Division; Spesial Sense. 7th ed. Philadelphia; 2010.
7. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 22nd ed. 2008.
8. Mescher AL. Teks & Atlas Histologi Dasar Junqueira. EGC; 2012.
9. Lowth M. Refraction and Refractive Errors [Internet]. Royal National
Institute of Blind. 2016. p. 1–16. Available from:
https://patient.info/doctor/refraction-and-refractive-errors
10. Riset Kesehatan Dasar 2013 [Internet]. 2014. Available from:
www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/download/Riskesdas2013.pdf
11. National Eye Institute. Fact Sheet : Refractive Errors [Internet]. 2016.
Available from: https://nei.nih.gov/sites/default/files/health-
pdfs/HVM09_Fact_Sheet_Final_tagged.pdf
12. Silbernagl S, Lang F. Teks dan Atlas Bergambar Patofisiologi Silbernagl.
Jakarta: EGC; 2006. 206 p.
13. Widodo A, T P. Miopia Patologi. J Oftalmol Indones [Internet].
2007;5(1):19–26. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44769/4/Chapter II.pdf
14. National Eye Institute. Facts About Hyperopia [Internet]. National Eye
Institute. 2016. Available from:
https://nei.nih.gov/health/errors/hyperopia
15. Vitresia H. Penatalaksanaan Hipermetrop [Internet]. Sub Bagian Refraksi
Ilmu Penyakit lVlata FK Unand / RS Dr. M.Djamil. Padang: Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas; 2007. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44769/4/Chapter II.pdf
16. Hooper VD. Care of the Patient with Hyperopia. Am Optom Assoc
[Internet]. 2013;740–50. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/B978-1-
4377-1894-2/00062-6
17. National Eye Institute. Facts About Astigmatism [Internet]. National Eye
Institute. 2010. Available from:
https://nei.nih.gov/health/errors/astigmatism
18. Permatasari F, Setyandriana Y. Keluhan Mata Silau pada Penderita
Astigmatisma Dibandingkan dengan Miopia. Mutiara Med.
2013;13(2):127–31.

Anda mungkin juga menyukai