Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gawat janin merupakan keadaan patofisiologi dimana ketersediaan oksigen tidak
mencukupi kebutuhan janin. Kekurangan oksigen akan menyebabkan suatu keadaan yang disebut
hipoksia, yaitu turunnya tekanan oksigen darah dan terjadi metabolisme anaerob terutama di
jaringan perifer. Kondisi hipoksia dan metabolisme anaerob yang terus meluas akan mengenai
organ penting seperti otak, hati, kelenjar adrenal, dan berpotensi jatuh pada asidosis metabolik
hingga kematian.
Gawat janin dapat terjadi karena partus lama, infuse oksitosin, perdarahan, infeksi,
insufisiensi plasenta, ibu dengan diabetes, kehamilan pre atau post term, ataupun prolaps tali
pusat. Hal ini harus segera dideteksi dan perlu penanganan segera. Istilah fetal distress biasa
digunakan untuk menggambarkan hipoksia pada janin dimana dapat menyebabkan kecacatan
pada janin, atau kematian bila janin tidak segera dilahirkan.
Gawat janin merupakan salah satu indikasi untuk dilakukannya persalinan secara seksio
cesaria. Dalam penelitian Bahiah dkk., gawat janin atau fetal distress menempati urutan kedua
setelah previous seksio cesaria sebagai indikasi dilakukannya tindakan persalinan perabdominal.
Penelitian yatmin et al., mendapatkan 50-70% tindakan seksio cesaria pada teenage pregnancy
adalah atas indikasi fetal distress. Oleh karena itu disini penulis tertarik untuk membahas topik
tentang gawat janin.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gawat Janin


2.1.1 Definisi
Gawat janin didefinisikan sebagai perubahan denyut jantung janin yang umumnya lebih
kepada bradikardi dan terdapatnya mekonium sebagai respon terhadap hipoksia janin. Namun,
gawat janin merupakan istilah yang sangat luas dan kurang jelas untuk menggambarkan keadaan
klinis yang spesifik. Gawat janin merupakan keadaan patofisiologi dimana ketersediaan oksigen
tidak mencukupi kebutuhan janin. Situasi ini dapat terjadi (kronik) dalam jangka waktu yang
lama atau akut. Disebut gawat janin bila ditemukan denyut jantung janin diatas 160/menit atau
dibawah 100/menit, denyut jantung tidak teratur, atau keluarnya mekonium yang kental pada
awal persalinan.

2.1.2 Etiologi dan Patofisiologi


Penyebab gawat janin sebagai berikut :
1) Persalinan berlangsung lama
Persalinan lama dapat mengakibatkan ibu menjadi gelisah, letih, suhu badan meningkat,
berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat dan meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai
Bandle Ring, oedema serviks, cairan ketuban berbau dan terdapat mekonium.

2) Induksi persalinan dengan oksitosin


Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil belum inpartu baik secara
operatif maupun mesinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi
persalinan. Akibat pemberian oksitosin yang berlebih-lebihan dalam persalinan dapat
mengakibatkan relaksasi uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta.
3) Perdarahan
Perdarahan yang dapat mengakibatkan gawat janin yaitu karena solusio plasenta.
Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan kedalam desidua basalis. Desidua tersebut
kemudian terbelah sehingga meninggalkan lapisan tipis yang melekat pada miometrium. Sebagai
akibatnya, proses tersebut dalam stadium awal akan terdiri dari pembentukan hematoma desidua
yang menyebabkan pelepasan, kompresi dan akhirnya penghancuran plasenta yang berdekatan
dengan bagian tersebut.

4) Infeksi
Infeksi, yang disebabkan oleh pecahnya ketuban pada partus lama dapat membahayakan
ibu dan janin,karena bakteri didalam amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta
pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Pneumonia pada
janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya.

5) Insufisiensi plasenta
a.Insufisiensi uteroplasenter akut
Hal ini terjadi karena akibat berkurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam waktu
singkat, berupa aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonik uterus, dapat dihubungkan dengan
pemberian oksitosin, hipotensi ibu, kompresi vena kava, posisiterlentang, perdarahan ibu karena
solusio plasenta.
b.Insufisiensi uteroplasenter kronis
Hal ini terjadi karena kurangnya aliran darah dalam uterus-plasenta dalam waktu yang
lama. Misalnya pada ibu dengan riwayat penyakit hipertensi.

6) Kehamilan Postterm
Meningkatnya resiko pada janin postterm adalah bahwa dengan diameter tali pusat yang
mengecil, diukur dengan USG, bersifat prediktif terhadap gawat janin pada intrapartum, terutama
bila disertai dengan oligohidramnion. Penurunan cairan amnion biasanya terjadi ketika usia
kehamilan telah melewati 42 minggu, mungkin juga pengeluaran mekonium oleh janin ke dalam
cairan amnion yang sudah berkurang volumenya merupakan penyebab terbentuknya mekonium
kental yang terjadi pada sindrom aspirasi mekonium.

7) Preeklamsia
Preeklamsia dapat menyebabkan kegawatan janin seperti sindroma distres napas. Hal
tersebut dapat terjadi karena vasopasme yang merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas
kedalam lapisan otot pembuluh darah sehingga pembuluh darah mengalami kerusakan dan
menyebabkan alirandarah dalam plasenta menjadi terhambat dan menimbulkan hipoksia pada
janin yang akan menjadian gawat janin.
Gambar 2.1. Pathway gawat janin dalam persalinan
2.1.3 Diagnosis
3) Denyut Jantung Janin
Menentukan kondisi janin selama persalinan adalah penting untuk meminimalkan kematian
janin akibat asfiksia ataupun gangguan neurologis akibat hipoksia. Indikator klinis dari fetal
distress biasanya memberikan hasil false positif, sehingga lebih berisiko pada kematian janin
dan sekuele dari hipoksia. Cardiotocography (CTG) banyak digunakan untuk menentukan
gawat janin pada persalinan. CTG abnormal merupakan indikator utama suatu gawat janin.
Takikardi, deselerasi lambat, penurunan variabel, dan bradikardi memanjang, merupakan
keadaan abnormal pada CTG.

a. Penilaian Intrapartum - Electronic Fetal Monitoring


I. Internal electronic monitoring
Dimana penilaian denyut jantung janin dinilai dengan menempelkan bipolar
elektroda spiral secara langsung pada janin.Gelombang listrik dari jantung janin yaitu
gelombang P, kompleks QRS, dan gelombang T, ditangkap dan diperbesar oleh
cardiotocometer sehingga didapatkan perhitungan jumlah denyut jantung janin.Puncak
gelombang T merupakan bagian elektrokardiogram yang paling mungkin dideteksi.

Gambar: Skema interpretasi dari sinyal


Gambar: Internal electronic fetal monitoring elektrokardiografi janin yang digunakan
untuk penghitungan denyut jantung beat to
beat dengan elektroda scalp.
II. External (indirect) electronic Monitoring
Jika terjadi ruptur membran dan invasi uterus dikontraindikasikan maka dapat
digunakan detektor eksternal. Denyut jantung janin dideteksi melalui perut ibu dengan
menggunakan prinsip ultrasounddoppler. Gelombang Ultrasoundakan merefleksikan
gerakan katup jantung ataupun ejeksi darah selama sistol.

Gambar: external electronic monitoring

i. Pola Denyut Jantung Janin

The National Institute of Child Health dan Human deelopment (NICHD) mengajukan
standarisasi interpretasi pola denyut jantung janin dalam tabel berikut:
ii. Garis Dasar Aktifitas Jantung Janin

Aktifitas jantung janin dasar menunjukkan karakteristik dan berlaku jika akselerasi dan
deselerasi secara periodik berhubungan dengan kontraksi uterus, yang meliputi:
 Frekuensi Jantung (Rate)
Garis dasar denyut jantung normal rata-rata mengalami peningkatan 5 denyut selama
pemantauan setiap 10 menit dalam kertas cetakan.
- Bradikardi
Bila denyut jantung janin <110 bpm (beats per minute).Beberapa penyebab meliputi
kelainan jantung bawaan dan gangguan janin yang berat.
- Takikardi
Jika denyut jantung janin >160 bpm.Penyebab tersering takikardi adalah demam pada
ibu akibat corioamnionitis, selain itu juga dapat terjadi karena aritmia, penggunaan
obat parasimpatomimetik (atropine) atau simpatomimetik (terbutaline).
 Variabilitas Beat to Beat
Variabilitas merupakan indeks penilaian jantung yang penting yang diatur oleh sistem
saraf autonom. Variabilitas dibagi menjadi dua, short term dan long term. Short term
variabilitas menunjukkan perubahan denyut jantung janin dari satu denyut ke denyut
berikutnya.Sedangkan variabilitas long-term menggambarkan perubahan dalam 1 menit.
- Peningkatan Variabilitas
Peningkatan ini dapat terjadi secara fisiologis maupun patologis.Peningkatan
variabilitas tejadi ketika janin bernafas, adanya gerakan janin, dan terjadi sinus
aritmia.
- Penurunan Variabilitas
Penurunan variabilitas denyut per denyut biasanya mengindikasikan keadaan yang
bahaya pada janin.Penurunan variabilitas bersama dengan deselerasi berhubungan
dengan adanya acidemia janin.
 Aritmia Jantung
 Denyut jantung sinusoidal
Denyut jantung sinusoidal terlihat pada perdarahan fetomaternal, sindrom twin-twin
transfusion, perdarahan intrakranial janin, asfikisia janin berat.

iii. Perubahan Denyut Jantung Janin Periodik


Perubahan ini merupakan penyimpangan dari garis dasar yang berhubungan dengan
kontraksi uterus. Akselerasi menunjukkan peningkatan denyut jantung diatas garis dasar
sedangkan deselerasi merupakan penurunan denyut jantung di bawah garis dasar. Onset dari
perubahan denyut jantung ini dibedakan menjadi early, late, atau variabel disesuaikan dengan
onset dari kontraksi uterus.
 Akselerasi
Akselerasi terlihat sebagai peningkatan yang besar dari garis dasar denyut jantung janin
(onset akselerasi hingga puncaknya kurang dari 30 detik).Akselerasi intrapartum
berhubungan dengan pergerakan janin, stimulasi oleh kontraksi uterus, oklusi umbilikus,
dan stimulasi janin saat pemeriksaan dalam.
 Deselerasi
- Early deselerasi
Early deselerasi dilaporkan berhubungan dengan dilatasi seriks yang merupakan suatu
keadaan fisiologis dan tidak berhubungan dengan hipoksia, acidemia, ataupun nilai
apgarscore yang rendah.
- Late deselerasi
Maternal hipotensi, aktifitas uterus berlebihan, dan disfungsi plasenta dapat
menginduksi late deselerasi.
- Variabel deselerasi

The National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) 2008
merekomendasikan pola interpretasi denyut jantung janin dalam sebuah Three-tyer system,
yang tercantum dalam tabel berikut.

Menurut Sarwono, Tanda denyut jantung janin abnormal adalah sebagai berikut:
 Denyut jantung janin irreguller dalam persalinan sangat bervariasi dan dapat kembali
setelah beberapa waktu. Bila denyut jantung janin (DJJ) tidak kembali normal setelah
kontraksi, hal ini menunjukan adanya hipoksia.
 Bradikardi yang terjadi diluar saat kontraksi, atau tidak menghilang setelah kontraksi
menunjukan adanya gawat janin.
 Takhikardi dapat merupakan reaksi terhadap adanya :
- Demam pada ibu
- Obat-obat yang menyebabkan takhikardi (misal: obat tokolitik)

b. Penilaian Antenatal
Untuk mengetahui keterangan kesehatan janin dapat dilakukan Non-stress test ataupun
contraction stress test.
1) Non-stress test atau Tes non-stress
Merupakan tindakan observasi dari respon denyut jantung janin terhadap
pergerakan janin, memberikan suatu evaluasi yang cepat dari kesejahteraan janin selama
periode antepartum.Pasien diletakkan pada posisi semi-Fowler untuk menghindari
hipotensi terlentang.Transduser denyut jantung eksterna dan tokodinamometer dipasang
pada abdomen.Tekanan darah diperiksa sesering mungkin.Kemudian pergerakan janin
direkam. Dapat terjadi dua pola:
- Pola reaktif, yaitu dua atau lebih akselerasi denyut jantung janin dari 15 denyut per
menit yang berlangsung sedikitnya 15 detik selama suatu periode tes 20 menit.
Garis dasar denyut jantung berkisar antara 110 dan 160 denyut per menit dengan
variabilitas garis dasar antara 5 dan 15 denyut per menit. Suatu pola reaktif
tampaknya merupakan suatu indikator yang dapat dipercaya dari kesejahteraan
janin.

- Pola nonreaktif, yaitu tidak adanya akselerasi denyut jantung janin diatas suatu
interfal 40 menit. Walaupun garis dasar denyut jantung janin dapat berkisar antara
110-160 denyut, variabilitas garis dasar berkurang sampai kurang dari 5 denyut per
menit. Penjelasan terhadap pola nonreaktif meliputi asfiksia, medikasi maternal,
anomali janin dan keadaan istirahat yang memanjang.
2) Contraction Stress Test
Contraction stress test atau tes stres kontraksi atau oxytocin challenge test (OCT)
bertujuan untuk menilai cadangan plasenta untuk penghantaran oksigen ke janin dan
mendeteksi insufisiensi uteroplasenter melalui observasi respon denyut jantung terhadap
kontraksi-kontraksi uterus spontan atau yang diinduksi. Pasien diletakkan pada posisi
semi-Fowler untuk menghindari hipotensi terlentang, dan monitor eksterna yang tersedia
ditempatkan pada abdomen untuk merekam kontraksi uterus.Pertama-tama tekanan darah
ibu diperiksa dan selanjutnya setiap sepuluh menit selama pengujian.
Rekaman batas dasar denyut jantung janin harus diperoleh, baik dengan
transduser ultrasonic atau dengan elektroda EKG janin abdominal.Akselerasi denyut
jantung janin berkaitan dengan pergerakan janin dicatat seperti juga variabilitas batas
dasar denyut jantung dan batas dasar aktifitas uterus.
Suatu penolakan yang adekuat dianggap tiga kontraksi uterus, masing-masing
berlangsung 40-60 detik, selama sepuluh menit. Apabila garis dasar aktifitas uterus tidak
adekuat untuk menyokong penolakan yang cukup, perangsangan dengan oksitosin
dimulai dengan 0,5 mU/menit dengan pompa infus intrafena. Infus dinaikkan setiap 15
menit sampai timbul tiga kontraksi dalam interal sepuluh menit. Perangsangan puting
susu merupakan suatu alternatif terhadap oksitosin intravena.
Kontraindikasi terhadap perangsangan oksitosin meliputi seksio sesarea klasik
sebelumnya, plasenta previa, ketuban pecah dini, kehamilan ganda, dan inkompetensi
serviks. Dimana hasil tes dapat menunjukkan:
- Tes negatif
Tidak ada deselerasi lanjut dari denyut jantung janin yang teramati dengan tiga kontraksi
selama suatu interal sepuluh menit.Suatu tes negatif dianggap merupakan suatu perkiraan
yang dapat dipercaya dari kesejahteraan janin.
- Tes positif
Adanya deselerasi lanjut persisten dan konsisten dengan tiga kontraksi uterus selama
interfal 10 menit. Karena tes positif dapat mewakili hilangnya cadangan uteroplasenter,
kelahiran biasanya dianjurkan bila keadaan memberi kesan bahwa bayi akan jauh lebih
baik dalam perawatan daripada dalam uterus. Suatu tes stres yang positif tidak selalu
berarti bahwa unit fetoplasentern tidak dapat mentolerir persalinan, sebanyak 20-40%
pasien dengan tes stres yang positif dapat tidak kontinyu memperlihatkan deselerasi
lanjut bila denyut jantung selama persalinan diamati dengan suatu elektroda yang
ditempatkan pada kulit kepala janin (scalp electrode). Pada peninjauan kembali tes stres
dapat dianggap sebagai suatu tes positif palsu. Penjelasan yang mungkin meliputi
hipotensi terlentang, aktifitas uterus yang berlebihan dan faktor-faktor lain.
- Tes kecurigaan atau ekuifokal
Kadang-kadang deselerasi lanjut yang tidak persisten dengan semua kontraksi uterus
dianggap ekuifokal (tidak tegas). Tes ini dapat diulang dalam 24 jam.
- Hiperstimulasi
Deselerasi denyut jantung janin dikaitkan dengan aktifitas uterus yang tinggi. Tes ini
dapat diulang dalam 24 jam
- Tes yang tidak memuaskan
Data aktifitas uterus dan denyut jantung tidak adekuat untuk menegakkan tidak adanya
deselerasi lanjut.Tes tidak memuaskan paling cenderung ditemukan bila pasien gemuk
atau bayi-bayi yang aktif tidak seperti biasanya.Tes ini diulangi dalam 24 jam.Pada peta
gerakan janin didapatkan gerakan janin yang berkurang merupakan tanda dini dari gawat
janin.Rekaman gerakan janin harian dapat membantu dalam evaluasi kehamilan resiko
tinggi.

3) Mekonium dalam Cairan Amnion


Terdapat tiga teori yang menjelaskan keberadaan mekonium di dalam cairan
amnion yang berhubungan dengan mortalitas janin. Pertama, fetus mengeluarkan
mekonium sebagai respon terhadap hipoksia dan merupakan sinyal bahaya. Kedua,
mekonium keluar sebagai akibat maturasi usus yang normal dan dikontrol oleh sistem
neural. Ketiga, sebagai refleks vagal sehingga terjadi peningkatan peristaltik.
Keadaan oligohidramnion pada antepartum maupun intrapartum didapati
meningkatkan resiko mekonium di dalam cairan amnion, maupun gawat janin. Penelitian
ulker dan ozdemir diketahui bahwa penurunan Amniotic Fluid Indeks (AFI) berhubungan
kuat dengan peningkatan kejadian kelahiran seksio cesaria, dijumpainya mekonium
dalam cairan amnion, denyut jantung janin yang tidak normal, gawat jjanin, dan
kehamilan post date.
Mekonium yang kental dalam persalinan terutama akibat kehamilan post-term,
oligo- atau anhydramnion, dan pertumbuhan janin yang buruk dijumpai berhubungan
dengan peningkatan resiko acidemia janin yang akan meningkatkan pula resiko aspirasi
mekonium.

4) Fetal Blood Sampling (FBS)


Fetal blood sampling membantu terutama untuk mendiagnosis asidosis pada janin
dan juga hipoksia.

2.1.4. Penanganan Gawat Janin


Penanganan gawat janin saat persalinan adalah sebagai berikut:
1) Cara pemantauan
a. Kasus resiko rendah – auskultasi DJJ selama persalinan
- Setiap 15 menit kala I
- Setiap setelah his kala II
- Hitung selama satu menit setelah his selesai
b. Kasus resiko tinggi – gunakan pemantauan DJJ elektronik secara berkesinambungan.
c. Hendaknya sarana untuk pemeriksaan pH darah janin disediakan

2) Interpretasi data dan pengelolaan


a. Untuk memperbaiki aliran darah uterus :
Pasien dibaringkan miring ke kiri, untuk memperbaiki sirkulasi plasenta
b. Hentikan infus oksitosin (jika sedang diberikan)
c. Berikan oksigen 6-8 L/menit
d. Untuk memperbaiki hipotensi ibu (setelah pemberian anastesi epidural) segera berikan
infus 1 L infus RL
e. Kecepatan infus cairan-cairan intravaskular hendaknya dinaikkan untuk meningkatkan
aliran darah dalam arteri uterina.
Gambar 2.2. Penatalaksanaan gawat janin dalam persalinan

3) Untuk memperbaiki aliran darah umbilikus


a. Pasien dibaringkan miring ke kiri, untuk memperbaiki sirkulasi plasenta.
b. Berikan ibu oksigen 6-8 L/menit.
c. Perlu kehadirkan dokter spesialis anak
Biasanya resusitasi intrauterin tersebut diatas dilakukan selama 20 menit.
d. Tergantung terpenuhinya syarat-syarat, melahirkan janin dapat pervaginam atau
perabdominal.
Disproposi Kepala Panggul

1. Definisi
DKP adalah adanya ketidakseimbanngan antara luasnya panggul ibu dengan
besarnya kepala janin (S. Martohoesodo dan R. Hariadi. 1999)
2. Etiologi
Kemungkinan penyebab dari DKP meliputi:
a. Bayi besar (disproposi absolut)
o Faktor hereditas
o postdate
o diabetes
o multiparitas
b. Presentasi abnormal (disproposi relatif)
Janin normal lahir dalam posisi occipito anterior Jika kepala fleksi dengan baik
kemudian kepala dalam posisi diameter suboccipito bregmatika (9,5 cm ) dan
akan mudah melewati panggul. Pada presentsi diameter tang lain akan
menghasilkan presentasi dengan diameter yang lebih besar (11.5 cm - 13.5 cm).
c. Panggul kecil
d. Kelainan bentuk panggul abnormal
e. Kelainan traktus genital
o cervix : kekakuan kongenital, parut pasca operasi
o vagina : septum kongenital
o Fibroid dapat menyebabkan obstruksi
(Merck, 2005)
3. Diagnosa
a. Anamnesis
o Riwayat bedah cesar atas indikasi DKP
o Riwayat trauma atau penyakit panggul
o Persalinan yang tidak maju.
b. Pemeriksaan Fisik
o Hamil aterm, kepala belum masuk panggul.
o Pemeriksaan panggul dalam → panggul sempit.
o Sudut Muller Kerr Monroe tumpul.
Diagnosa dari DKP seringkali ketika perjalanan dari persalinan tidak adekuat dan
terapi medis seperti oksitosin tidak berhasil dicoba. DKP sulit didiagnosa sebelum
persalinan dimulai jika bayi diperkirakan besar dan pangul ibu diketahui sempit.
USG digunakan untuk memperkirakan ukuran janin, meskipun tidak 100 % akurat
dalam menentukan berat badan janin. Pemeriksaan fisik khususnya pengukuran
pelvis seringkali lebih akurat dalam menentukan diagnosa DKP. (Merck, 2005)
Untuk mengantisipasi adanya kecurigaan DKP bila terdapat :
a. Tinggi badan kurang dari 145 cm
b. Malnutrisi yang kronis
c. Trauma yang menyebabkan fraktur pada panggul
d. Gangguan neuromuskular
e. Kyphoscoliosis
f. Riwayat obsterik jelek
4. Penatalaksanaan
a. DKP berat yang mengakibatkan persalinan macet → sectio cesaria
b. DKP ringan → dapat dicoba partus percobaan
(SMF Obsgin RSDM, 2004)
Kehamilan Postdate

1. Definisi
Kehamilan post date adalah kehamilan yang telah melewati hari perkiraan
kelahiran, yaitu 280 hari, dihitung dari hari pertama menstruasi terakhir.
2. Etiologi (Sarwono)
Tidak timbulnya his
 rendahnya kadar kortisol bayi-> rentan stres-> tidak timbul his
 kurangnya air ketuban
 insufisiensi plasenta
3. Kriteria Diagnosis
 Usia kehamilan telah melewati 280 hari.
 Palpasi bagian-bagian janin lebih jelas karena berkurangnya air
ketuban.
 Kemungkinan dijumpai abnormalitas denyut jantung janin.
 Pengapuran atau kalsifikasi placenta pada pemeriksaan USG.
(Chrisdiono, 2004)

D. Hubungan antara hamil postdate dengan fetal distress


Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai
menurun terutama setelah 42 minggu, hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan kadar
estriol dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan fetal distress
dengan risiko 3 kali. Akibat dari proses penuaan plasenta maka pemasokan makanan dan
oksigen akan menurun disamping adanya spasme arteri spiralis. Kemampuan plasenta tua
untuk memperbaiki kerusakan yang diakibatkan kekurangan oksigen atau iskhemi. Pada
kehamilam umur 36 minggu, kalsium menumpuk dipermukaan villi plasenta menghambat
pertukaran zat makanan antara ibu dan janin. Setelah kehamilan 42 minggu efisiensi plasenta
lambat laun akan berkurang dan tidak lagi mampu memberi suplai nutrisi bagi janin.
E.Hubungan antara disproporsi kepala panggul (DKP) dengan postdate
Janin postdate mungkin terus bertambah berat badannya sehingga bayi tersebut luar
biasa besar pada saat lahir.Janin yang terus tumbuh menunjukkan bahwa fungsi plasenta tidak
terganggu. Sekitar 20 persen janin akan terus tumbuh hingga berat janin mencapai 9 pon atau
lebih pada saat persalinan.yang diikuti dengan peningkatan insiden dari sectio caesar karena
janin tidak bisa melewati jalan lahir.

F. Hubungan antara disproporsi kepala panggul dengan fetal distress


Persalinan yang abnormal sering terjadi apabila terdapat disproporsi antar bagian
presentasi janin dan jalan lahir dan ditandai oleh terlau lambatnya kemajuan persalinan.
Panggul sempit dan juga terjadi ketuban pecah lama infeksi intra uterus, resiko janin dan ibu
akan muncul infeksi intra partum bukan saja merupakan penyulit yang serius pada ibu, tetapi
juga merupakan penyebab penting kematian janin dan neonatus.Hal ini disebabkan karena
bakteri pada cairan amnion menembus amnion dan invasi desidua serta pembuluh korion,
sehingga terjadi bakterimia pada ibu janin.Pneumonia janin, akibat aspirasi cairan amnion
yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya.

Anda mungkin juga menyukai