Anda di halaman 1dari 26

PRESENTASI KASUS

ISCHEMIC HEART DISEASE DENGAN SUSPECT GASTRITIS PADA NY.


WAGIRAH USIA 66 TAHUN DENGAN STATUS GIZI KURANG, STATUS
EKONOMI SEDANG, KEKHAWATIRAN DAN PENGETAHUAN YANG
KURANG TERHADAP PENYAKITNYA PADA RUMAH TANGGA FUNGSIONAL
DAN TIDAK BER-PHBS

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik


Bagian Stase Komprehensif
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh
Putri Pertiwi
NIM: 20110310064

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN STASE KOMPREHENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017

i
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
RS PKU MUHAMMADIYAH KUTOWINANGUN

ISCHEMIC HEART DISEASE DENGAN SUSPECT GASTRITIS PADA NY.


WAGIRAH USIA 66 TAHUN DENGAN STATUS GIZI KURANG, STATUS
EKONOMI SEDANG, KEKHAWATIRAN DAN PENGETAHUAN YANG
KURANG TERHADAP PENYAKITNYA PADA RUMAH TANGGA FUNGSIONAL
DAN TIDAK BER-PHBS

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik


Bagian Stase Komprehensif
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Putri Pertiwi
20110310064

Telah dipresentasikan pada tanggal November 2017

Mengetahui
Dokter Pembimbing Lapangan

dr. Rheni Haryanti

ii
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Wagirah
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 66 tahun
Alamat : Kembang Sawit RT 2 RW 1, Kutowinangun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir: SD
Masuk RS : 11 November 2017
Kunjungan Rumah : 23 November 2017

B. ANAMNESIS PENYAKIT (DISEASE)

1. Keluhan Utama
Nyeri perut

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RS PKU Kutowinangun dengan keluhan perut terasa nyeri,
memberat sejak 1 hari SMRS. Keluhan ini disertai dengan mual dan muntah. Demam dan
diare disangkal pasien, BAK tidak ada keluhan. Keluhan ini dirasakan pasien kumat-
kumatan dan biasanya akan hilang dengan istirahat dan dioleskan minyak angin. Hari ke-4
opname di rumah sakit, pasien mengeluh sesak dan dada terasa panas. Pasien pernah rawat
inap dengan keluhan serupa pada bulan April 2017. pasien hanya kontrol penyakitnya jika
ada keluhan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Penyakit Jantung (+) sejak ± 7 bulan yang lalu


Pasien pertama kali didiagnosis menderita sakit jantung oleh dokter penyakit dalam saat
opname di RS PKU Kutowinangun bulan April 2017 dengan keluhan sesak nafas dan nyeri
perut. Saat rawat inap, pasien diberi terapi Amlodipin 10 mg 1x1, spironolacton 25 mg
1x1, furosemid 20 mg 1x1.

Riwayat Gastritis (+) sejak ± 7 bulan yang lalu

Diagnosis dari hasil USG abdomen pada rawat inap bulan April lalu. Selama rawat inap
mendapat terapi
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
5. Riwayat Personal Sosial Lingkungan (RPSL)
 Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah SD, setelah lulus pasien tidak melanjutkan
pendidikan ke jenjang selanjutnya karena kemauan orang tua untuk membantu orang
tuanya mencari nafkah.
 Perkawinan dan Keluarga
Pasien menikah 1 kali. Pasien menikah dengan suaminya pada tahun 1969. Dari
pernikahannya pasien dikaruniai 4 anak. Pasien sekarang tinggal bersama suami.
Hubungan pasien dengan keluarga terjalin baik. Meskipun jarang menghabiskan waktu
bersama namun komunikasi antara pasien dengan anak dan serta menantunya baik.
Anak kedua pasien tinggal berdekatan dengan rumah pasien. Pasien berkomunikasi
dengan ketiga anaknya melalui telepon minimal 2 kali dalam seminggu.
 Pekerjaan
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Kegiatan pasien sehari-harinya mencuci
pakaian, menyapu, bersama suami mengurus hewan ternaknya. Kebutuhan hidup
sehari-hari dipenuhi dengan uang pensiunan suami sejumlah Rp 1.050.000 dan bantuan
dari anak-anaknya
 Sosial
Hubungan pasien dengan tetangga-tetangganya baik. Pasien tidak mengikuti kegiatan di
kampungnya karena kondisi kesehatan pasien. Pasien menjadi lebih banyak tinggal
dirumah.
 Gaya Hidup
Pola makan pasien 3 kali sehari namun tidak teratur. Setiap hari pasien mengkonsumsi
sayur dan kadang mengkonsumsi buah. Pasien suka makan gorengan, suka minum
manis namun dibatasi. Pasien minum air putih ±5 gelas setiap harinya. Pasien hampir
setiap hari minum teh dengan gula secukupnya. Pasien tidak meluangkan waktu untuk
berolah raga. Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan tidur. Pasien setiap harinya
biasa tidur ± 6 jam.

6. Review Sistem
a. Sistem saraf pusat : Tidak ada keluhan
b. Sistem kardiovaskular : Dada terasa panas
c. System sensori : Penglihatan kabur (+) karena usia
d. Sistem respirasi : Sesak nafas
e. Sistem gastrointestinal : Nyeri ulu hati, muntah, mual, BAB lancar
f. Sistem urogenital : Tidak ada keluhan, BAK lancar
g. Sistem muskuloskeletal : Tidak ada keluhan
h. System integumentum : Tidak ada keluhan

C. ANAMNESIS PENGALAMAN SAKIT (ILLNESS)


Illness merupakan keadaan sakit yang dirasakan oleh manusia yang didapat dari
penyakit tersebut (bersifat subyektif). Illness terdiri dari empat komponen berupa
perasaan, ide atau pemikiran, harapan pasien terhadap penyakit yang dialami, dan efek
penyakit terhadap fungsi atau kehidupan sehari-hari pasien.

Tabel 1. Anamnesis Illness

KOMPONEN PASIEN
1. Perasaan Pasien khawatir jika sakitnya tidak kunjung membaik dan
semakin memburuk. Pasien pasrah dengan penyakit yang pasien
derita, pasien ikhlas dan pasien tetap ihtiar dengan
mengkonsumsi obat yang diresepkan dokter spesialis penyakit.
Pasien menjadi tidak nyaman karena badan terasa sangat lemes
dan tidak kunjung membaik. Dengan keadaannya yang
sekarang, pasien hanya berbaring di kasur dan jalan di dalam
rumah. Kegiatan pasien sangat terbatas karena keadaaannya sat
ini.
2 Ide/Pemikiran Dengan mengkonsumsi obat jantung secara rutin sesuai anjuran
dokter, penyakit jantung yang pasien derita dapat sembuh.
Nyeri pada lambung karena pasien sering terlambat makan.
3 Harapan Dengan berobat ke rumah sakit pasien berharap keluhannya bisa
sembuh. Pasien ingin tetap menjalani hidupnya dengan baik
meskipun dengan penyakit yang dideritanya.
4 Efek terhadap Kegiatan pasien menjadi terbatas karena mudah sesak nafas.
fungsi Nyeri perut yang kumat-kumatan membuat pasien susah tidur
dan tidak nyaman untuk beraktivitas.

D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Tampak sakit
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda Vital
- Tekanan Darah :150/100 mmHg
- Nadi : 92 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
- Suhu : 37oC, aksila
- Respirasi : 25 x/menit
4. Antropometri
- Tinggi Badan : 150 cm
- Berat Badan : 40 kg
- IMT : 17,77 kg/m2
- Status Gizi : Underweight (WHO Asia Pasifik, 2000)
5. Pemeriksaan Umum
Kulit : sianosis (-)
Kelenjar Limfe : tak teraba membesar
Otot : eutrofi (+), tonus baik (+)
Tulang : deformitas (-)
Sendi : gerakan bebas (+) pada seluruh sendi
6. Pemeriksaan Khusus
Kepala
Bentuk kepala : mesochepal
Mata : konjungtiva anemis(-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : epistaksis (-/-)
Telinga : discharge (-/-)
Mulut : mukosa bibir kering (-), faring hiperemis (-)
Leher
Kelenjar tiroid : tak teraba membesar
Kelenjar limfonodi : tak teraba membesar
JVP tidak meningkat
Thorax
 Pulmo
Inspeksi : bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
Palpasi : vokal fremitus seimbang
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
 Cor
Auskultasi : S1-S2 reguler, bising (-)

Abdomen
Inspeksi : distensi (-), jejas (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio epigastrica, hepar dan lien tak teraba, turgor
dan elastisitas kembali cepat

7. Pemeriksaan Ekstermitas
Tabel 2.Pemeriksaan Ekstemitas
Superior Inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Gerakan Bebas Bebas Bebas Bebas
Tonus Normal Normal Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Edema - - - -
Akral Hangat Hangat Hangat Hangat
Kekuatan +5 +5 +5 +5
Refleks Fisiologis Normal Normal Normal Normal
Refleks Patologis - - - -
Sensibilitas Normal Normal Normal Normal

8. Pemeriksaan Penunjang
DARAH RUTIN 11 November 2017 Nilai Rujukan
Hemoglobin 13 12 – 15 g/dl

Hematokrit 38,7 40 – 52 %

Eritrosit 4,62 4.3 – 6.0 juta/ul

Leukosit 8.900 4800 – 10.800 /ul

Trombosit 226.000 150.000 – 400.000/ul

MCV 83,9 80 – 96 fl

MCH 28,1 27 – 32 pg

MCHC 33,5 32 – 36 g/dl

KIMIA KLINIK Nilai Rujukan

GDS 73 70 – 140 mg/dL

Ureum 53 70-99 mgr%

Kreatinin 1,1 0,5 – 1,1 mg/dL

SGOT 158 15 – 37 U/I

SGPT 70 12 78 U/I

Thorax Rontgen: Cardiomegali

ECG: iskemia lateroseptal


E. INSTRUMEN PENILAIAN KELUARGA (FAMILY ASSESSMENT TOOLS)
1. Genogram Keluarga (Family Genogram)

GENOGRAM KELUARGA IBU WAGIRAH


Tanggal Pembuatan: 23 November 2017

Tn. I Ny. S

B C
J

Ny. B Tn. B Ny. N Tn. S Tn. M Ny. W


72 th 70 th 66 th

D
B C

Tn. N Ny. N Tn. U Ny. N Tn. B Ny. S Tn. H Ny. M


41 th 38 th 37 th 33 th 31 th

Legenda:
B = Breadwinner = Laki-laki
C = Caregiver
D = Decision Maker = Perempuan
J = Jantung
= Pasien
X = Meninggal dunia
= Tinggal bersama
2. Bentuk Keluarga (Family Structure)
Bentuk keluarga pasien ini adalah nuclear family. Keluarga inti dengan tambahan keluarga
lain. (Goldenberg, 1980)

3. Tahapan Siklus Kehidupan Keluarga


Keluarga pasien ini adalah families in later life. Telah terjadi regenerasi dan pertukaran
peran dari pasangan yang tua ke pasangan dewasa. (Cater&McGoldick, 1989)

4. Peta Keluarga (Family Map)

Ny. W Ny. N

Tn. M Tn. U

Keterangan:
= fungsional

= disfungsional
5. APGAR Keluarga (Family APGAR)
Merupakan salah satu cara yang digunakan sebagai skrining awal untuk melihat adanya
disfungsi keluarga dengan menilai 5 fungsi pokok keluarga.

Respon
Hampir
Kadang-
Kriteria Pertanyaan Hampir tidak
kadang
selalu (2) pernah
(1)
(0)
Saya puas dengan keluarga saya karena
masing-masing anggota keluarga sudah
Adaptasi
menjalankan kewajiban sesuai dengan √
seharusnya.
Saya puas dengan keluarga saya karena
Kemitraan dapat membantu memberikan solusi √
terhadap permasalahan yang saya hadapi.
Saya puas dengan kebebasan yang
Pertumbuhan
diberikan keluarga saya untuk √
mengembangkan kemampuan yang saya
miliki.
Saya puas dengan kehangatan/kasih
Kasih sayang
sayang yang diberikan keluarga saya. √
Kebersamaan
Saya puas dengan waktu yang disediakan √
keluarga untuk menjalin kebersamaan.
Skor Total 8

8-10= fungsi keluarga baik (Highly functional family)


Klasifikasi 4-7 = fungsi keluarga kurang baik (Moderately dysfunctional family)
0-3 = keluarga tidak fungsional (Severely dysfunctional family)
Kesimpulan: Keluarga pasien tergolong dalam keluarga dengan fungsi keluarga baik
Tabel 5. Family APGAR

6. SCREEM Keluarga (Family SCREEM)


Tabel 6.Family SCREEM

Aspek SCREEM Sumber Daya Patologis


Hubungan pasien dengan Pasien jarang keluar rumah
anggota keluarga terjalin karena kondisi kesehatannya
Social
baik.

- Jika sakit pasien berobat ke


dokter.
Cultural - Pasien menghormati
kebudayaan yang ada di
lingkungannya.

- Pasien sholat 5 waktu


Religious - Pasien menghargai tetangga
yang beragama lain.

Pasien tidak bermasalah - Pasien tamatan SD


dalam menyelesaikan - Pengetahuan pasien
Educational
masalah yang muncul selama terhadap penyakitnya
kehidupan berkeluarga. kurang.

- Pendapatan pasien per


bulan dari gaji pensiunan
Economic sebesar Rp 1.050.000
- Mendapat pemasukan
tambahan dari anak kedua

- Pasien memiliki jaminan


kesehatan yang dapat
mengcover biaya setiap kali
Medical
berobat.
- Akses ke pelayanan
kesehatan mudah.

7. Perjalanan Hidup Keluarga (Family Life Line)

Tabel7. Family Life Line

Tahun Usia Life Events/Crisis Severity of Illness


(Tahun)
2017 66 Terdiagnosis penyakit jantung
April
2017 66 Nyeri perut tidak kunjung mereda
Nov TD 150/100 mmHg
Sesak nafas, dada panas
F. RUMAH DAN LINGKUNGAN SEKITAR
 Kondisi Rumah
Pasien saat ini tinggal di rumah miliknya yang berukuran ± 7m x 10m bersama suaminya.
Rumah pasien terdiri dari 1 ruang tamu yang juga sebagai ruang keluarga, 2 kamar tidur, 1
dapur, ruang makan, 1 kamar mandi. Samping kiri dan samping kanan berbatasan dengan
rumah tetangganya dan berhalaman luas. Dinding rumah pasien terbuat dari batu bata dan
batako, bersemen dan dicat. Lantai rumah berkeramik. Atap langit-langit rumah tidak
terdapat interknit dan beratap genteng. Pencahayaan rumah cukup karena di setiap ruangan
diberi jendela. Ventilasi ada di setiap ruangan dan terletak diatas jendela. Sumber air bersih
untuk air minum, memasak, mandi, dan mencuci berasal dari air sumur. Terdapat jamban
jongkok di dalam kamar mandi dan air di kamar mandi ditampung di dalam bak mandi.
Pasien menguras bak mandi setiap 1 minggu sekali. Limbah kamar mandi dan dapur
dialirkan ke dalam saluran menuju selokan bagian belakang rumah. Terdapat tempat
pembuangan sampah di dapur.

 Lingkungan Sekitar Rumah


Rumah pasien berdekatan dengan kandang kambing. Halaman depan pasien sekitar 4
meter, berhadapan langsung dengan rumah anak kedua. Jarak antar satu rumah dengan
lainnya jauh karena hampir setiap rumah mempunyai pekarangan yang cukup luas. Jalanan
di rumah pasien hanya cukup dilewati 1 mobil. Setiap harinya sampah rumah tangga
dikumpulkan dan akan diambil oleh petugas sampah. Terdapat selokan kecil di belakang
rumah pasien yang berbatasan langsung dengan jalan gang.
 Denah Rumah

Kandang Kambing
U

4m

S
K

RT

RM
K Mm

D
WC B

Keterangan:

RT : Ruang tamu
RM : Ruang makan
K1 : Kamar tidur
D : Dapur
WC : Kamar mandi
G : Gudang
C : Ruang terbuka untuk mencuci
B : Ruang terbuka
: Jendela
G. INDIKATOR PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)
Tabel 9.Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

No. Indikator PHBS Jawaban


1 Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
2 Pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0 – 6 bulan
3 Menimbang berat badan balita setiap bulan
4 Menggunakan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan Ya
5 Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun Ya
6 Menggunakan jamban sehat Ya
Melakukan pemberantasan sarang nyamuk di rumah dan
7 Tidak
lingkungannya sekali seminggu
8 Mengkonsumsi sayuran dan atau buah setiap hari Tidak
9 Melakukan aktivitas fisik atau olahraga Tidak
10 Tidak Merokok Ya
Kesimpulan: Rumah tangga tidak ber-PHBS

H. DIAGNOSIS HOLISTIK
1. Diagnosis Klinis
Ischemic Heart Disease
Susp. Gastritis
2. Diagnosis Banding
CHF
HHD
Pancratitis
Cholesistitis

3. Diagnosis Holistik
Ischemic Heart Disease dengan suspect Gastritis pada Ny. Wagirah usia 66 tahun dengan
status gizi kurang, status ekonomi sedang, kekhawatiran dan pengetahuan yang kurang
terhadap penyakitnya pada rumah tangga fungsional dan tidak ber-PHBS.

I. PENATALAKSANAAN DAN TERAPI


1. Furosemide 20 mg 1x1
2. Spironolactone 25 mg 1x1
3. Amlodipine 5 mg 1x1
4. Digoxin 0.25 mg 2x1/2
5. Lanzoprazole 1x1
6. Antasida syrup 3x2
7. Paracetamol 500 mg jika nyeri

J. PENGELOLAAN KOMPREHENSIF
1. Upaya Promotif
Memberikan edukasi pada pasien dan keluarganya tentang:
 Gambaran bahwa Hipertensi tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan,
dan hal ini tergantung dari perilaku kesehatan pasien sendiri.
 Penyakit Hipertensi meliputi penyebab, faktor risiko, komplikasi, dan pengelolaan.
 Pentingnya modifikasi gaya hidup dalam pengelolaan Hipertensi.
 Pentingnya dukungan keluarga dalam pengelolaan penyakit pasien.

2. Upaya Preventif
 Memberi tahu pasien untuk membatasi konsumsi gorengan dan mengurangi
penggunaan garam atau penyedap. Pada tahap awal mengubah pola makan,
himbau pasien untuk tidak ngemil gorengan namun menjadikan gorengan sebagai
lauk makan selain mewajibkan konsumsi sayur. Jika kebiasaan ini bertahan, maka
perlahan konsumsi gorengan sebagai lauk dapat dikurangi intensitasnya dalam
sehari.
 Modifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi asupan garam termasuk
penyedap tidak lebih dari ¼ - ½ sendok teh perhari. Makanan yang dapat harus
dihindari atau dibatasi oleh penderita hipertensi adalah:
1. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, paru, minyak kelapa, gajih,
jeroan)
2. Makan yang diolah menggunakan garam natrium (biscuit, crackers, keripik
dan makanan kering yang asin)
3. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran serta
buah-buahan dalam kaleng, soft drink)
4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan buah/sayur, abon ikan asin,
pindang, udang kering, telur asin)
5. Susu full cream, mentega, keju mayonnaise, serta sumber protein hewani yang
tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi/kambing), kuning telur, kulit
ayam
6. Bumbu-bumbu seperti kecap, penyedap, saus tomat, terasi, atau bumbu-
bumbu lainnya yang mengandung garam natrium
 Melakukan aktivitas fisik secara teratur
 Istirahat cukup minimal 6-8 jam/hari.
 Konsultasi dengan ahli gizi untuk pengelolan makanan terkait Hipertensi dan
status gizi pasien yang kurang.
 Melakukan konseling CEA (Catharsis-Education-Action) pada pasien untuk
mengatasi kekhawatiran pasien akan penyakitnya yang dapat memburuk.
 Minum obat secara teratur sesuai anjuran dokter.
 Melakukan kontrol rutin ke dokter tiap 1 bulan sekali.
 Monitoring tekanan darah setiap kali kontrol.
 Monitoring profil lipid tiap 3 bulan sekali.
 Skrining anggota keluarga untuk penyakit DM dan Hipertensi.

7. Upaya Kuratif
 Pengobatan IHD dan hipertensi dengan amlodipine 5mg 1x1 dan digoxine 0.25 mg
 Pengobatan simptomatis nyeri dengan paracetamol 500mg, dan nyeri ulu hati
dengan antasida sirup 3x2

8. Upaya Paliatif
 Mengajak pasien berdiskusi mengenai penyakitnya dan dampak dari penyakit
kronis progresif
 Membahas kematian atas kehendak pasien dan memahami perasaan pasien atas
kondisi sakitnya
 Meningkatkan kualitas hidup pasien dengan mengupayakan perbaikan dalam
aspek psikologis, social dan spiritual
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. HIPERTENSI
Penatalaksanaan Hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi terdiri dari modifikasi gaya hidup dan terapi farmakologi
(Permenkes No. 5 Tahun 2014).
a. Gaya Hidup
Berdasarkan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension), perencanaan diet
yang dilakukan berupa makanan yang tinggi kalium dan kalsium, rendah natrium, dan
mengurangi konsumsi alkohol. Modifikasi gaya hidup dapat menurunkan tekanan darah,
mempertinggi khasiat obat antihipertensi, dan menurunkan resiko penyakit
kardiovaskuler.
Pola diet DASH merupakan pola diet yang menekankan pada konsumsi bahan
makanan rendah natrium (<2300 mg/hari), tinggi kalium (4700 mg/hari), magnesium
(>420 mg/hari), kalsium (>1000 mg/hari), dan serat (25 – 30 g/hari) serta rendah asam
lemak jenuh dan kolesterol (<200 mg/hari) yang banyak terdapat pada buah-buahan,
kacang-kacangan, sayuran, ikan, daging tanpa lemak, susu rendah lemak, dan bahan
makanan dengan total lemak dan lemak jenuh yang rendah. Bahan makanan yang terdapat
dalam pola diet DASH merupakan bahan makanan segar dan alami tanpa melalui proses
pengolahan industri terlebih dahulu sehingga memilki kadar natrium yang relatif rendah.
JNC (Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure) VII tahun 2003 telah mengesahkan pola diet DASH sebagai salah
satu upaya dalam mencegah peningkatan tekanan darah pada subjek hipertensi. 16 Pola
diet DASH yang terdiri dari konsumsi bahan makanan diatas terbukti secara klinis
menurunkan tekanan darah secara signifikan dengan atau tanpa pengurangan asupan
natrium. 13,14 Bahan makanan yang terdapat dalam pola diet DASH adalah produk
serealia dan biji-bijian sebanyak 7- penukar per hari, sayuran sebanyak 4-5 penukar per
hari, buah-buahan 4-5 penukar per hari, produk susu rendah atau tanpa lemak 2-3 penukar
per hari, ikan, daging ebih dari 2 penukar per hari, kacang-kacangan 4-5 penukar per
minggu, minyak 2-3 penukar dalam sehari dan pemanis 5 penukar per minggu.
Tabel 14. Modifikasi Gaya Hidup dalam Penanganan Hipertensi

Perkiraan Penurunan
Modifikasi Rekomendasi Tekanan Darah Sistolik
(Skala)
Melakukan pola diet Mengkonsumsi makanan yang kaya 8 – 14 mmHg
berdasarkan DASH dengan buah-buahan, sayuran, produk
makanan yang rendah lemak, dengan
kadar lemak total dan saturasi yang
rendah.
Diet rendah natrium Menurunkan intake garam sebesar 2-8 2-8 mmHg
mmHg tidak lebih dari 100 mmol per-
hari (2.4 gr Natrium atau 6 gr garam).
Olahraga Melakukan kegiatan aerobik fisik secara 4 – 9 mmHg
teratur, seperti jalan cepat (paling tidak
30 menit per-hari, setiap hari dalam
seminggu).

b. Farmakologi
Berdasarkan ESH-ESC (2013) obat-obat antihipertensi antara lain:
1) Diuretik
Khasiat antihipertensi diuretik adalah berawal dari efeknya meningkatkan ekskresi
natrium, klorida, dan air, sehingga mengurangi volume plasma dan cairan ekstrasel.
Tekanan darah turun akibat berkurangnya curah jantung, sedangkan resistensi perifer
tidak berubah pada awal terapi. Kemungkinan lain adalah berkurangnya volume
cairan interstisial berakibat berkurangnya kekakuan dinding pembuluh darah dan
bertambahnya daya lentur (compliance) vaskular.
 Diuretik tiazid: Menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada pars asendens
ansa henle tebal, yang menyebabkan diuresis ringan. Suplemen kalium mungkin
diperlukan karena efeknya yang boros kalium.
 Loop diuretic: Lebih poten dibanding tiazid dan harus digunakan dengan hati-hati
untuk menghindari dehidrasi. Obat-obat ini dapat mengakibatkan hipokalemia,
sehingga kadar kalium harus dipantau ketat.
 Diuretic Hemat Kalium: Meningkatkan ekskresi natrium dan air sambil menahan
kalium. Obat-obat ini dipasarkan dalam gabungan dengan diuretic boros kalium
untuk memperkecil ketidakseimbangan kalium.
 Diuretik Osmotik: Menarik air ke urin, tanpa mengganggu sekresi atau absorpsi
ion dalam ginjal.
2) ACE inhibitor (ACE-i)
Akibat penghambatan ACE secara kompetitif kadar angiotensin II baik lokal maupun
dalam sirkulasi menurun. Hormon-hormon simpatis seperti noradrenalin dan
adrenalin juga menurun. Efek golongan obat ACE inhibitors adalah vasodilatasi,
terutama arteri perifer. Vasodilatasi juga terjadi pada arteri koroner.Pada pasien gagal
jantung, ACE inhibitors juga menyebabkan dilatasi vena. Vasodilatasi terjadi karena
meningkatnya kadar agen-agen vasodilator seperti bradikinin, prostgalndin dan nitrit
oksida, dan karena berkurangnya vasokonstriktor seperti angiotensin II, noradrenalin,
adrenalin dan vasopresin. Sebagai akibat vasodilatasi tekanan darah sistemik turun,
beban afterload jantung berkurang, aliran darah ke organ-organ penting seperti
jantung dan ginjal meningkat.
3) Antagonis Kalsium (CCA)
Bekerja pada otot jantung dan otot polos vascular, berperan dalam peristiwa kontraksi
jantung. Meningkatnya kadar kalsium dalam sitosola kan meningkatkan kontraksi.
Masuknya kalsium dari ekstrasel ke intrasel dipacu oleh perbedaan kadar kalsium,
dengan perbanding kadar kalsium ekstrasel 10.000 kali lebih banyak dibanding
intrasel saat diastole.Dengan pemberian CCA, kanal kalsium akan dihambat, dan
menyebabkan vasodilatasi coroner dan perifer; penurunan kontraktilitas jantung; serta
penurunan automatisasi serta kecepatan konduksi pada SA dan AV node.
4) Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Bekerja dengan cara menurunkan tekanan darah melalui sistem renin-angiotensin-
aldosteron. ARB mampu menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptornya,
sehingga secara langsung akan menyebabkan vasodilatasi, penurunan produksi
vasopresin, dan mengurangi sekresi aldosteron.
5) Βeta Blocker (BB)
BB akan menurunkan kebutuhan oksigen jantung dencan cara menurunkan frekuensi
denyut jantung, kontraktilitas dan tekanan darah. Suplai oksigen meningkat karena
penurunan frekuensi denyut jantung sehingga perfusi koroner membaik saat diastole.

Terdapat beberapa rekomendasi terapi berdasarkan guideline JNC 8 tahun 2014.


 Rekomendasi 1:
a. Pada populasi umum usia 60 tahun atau lebih, mulai terapi farmakologi saat
tekanan darah sistolik (systolic bloodpressure/SBP) 150 mmHg atau lebih ATAU
tekanan darah diastolik (diastolic blood pressure/DBP) 90 mmHg atau lebih.
Tujuan: SBP kurang dari 150mmHg dan DBP kurang dari 90 mmHg Strong
Recommendation – Grade A
b. Pada populasi umum usia 60 tahun atau lebih, jika terapi farmakologi tekanan
darah tinggi menghasilkan hasil yang lebih rendah dibandingkan tujuan terapi,
contohnya <140 mmHg, dan terapi tidak berhubungan dengan efek merugikan
pada kesehatan atau kualitas hidup, maka terapi tidak perlu disesuaikan Expert
Opinion – Grade E
 Rekomendasi 2:
a. Pada populasi umum usia kurang dari 60 tahun, mulai terapi farmakologi saat
tekanan darah diastolik (diastolic blood pressure/DBP) 90 mmHg atau lebih.
Tujuan: DBP kurang dari 90 mmHg
b. *Untuk usia 30 sampai 59 tahunStrong Recommendation – Grade A
*Untuk usia 19 sampai 29 tahunExpert Opinion – Grade E
 Rekomendasi 3:
Pada populasi umum usia kurang dari 60 tahun, mulai terapi farmakologi saat tekanan
darah sistolik (systolic bloodpressure/SBP) 140 mmHg atau lebih. Tujuan: SBP
kurang dari 140 mmHgExpert Opinion – Grade E
 Rekomendasi 4:
Pada populasi umum usia 18 tahun atau lebih dengan CKD, mulai terapi farmakologi
saat SBP 140 mmHg atau lebih ATAU DBP 90 mmHg atau lebih. Tujuan: SBP kurang
dari 140 mmHg dan DBP kurang dari 90 mmHgExpert Opinion – Grade E
 Rekomendasi 5:
Pada populasi umum usia 18 tahun atau lebih dengan diabetes, mulai terapi
farmakologi saat SBP 140 mmHg atau lebih ATAU DBP 90 mmHg atau lebih.
Tujuan: SBP kurang dari 140 mmHg dan DBP kurangdari 90 mmHgExpert
Opinion – Grade E

Rekomendasi 6,7, dan 8 mengenai pemilihan obat antihipertensi


 Rekomendasi 6:
Pada populasi umum tidak hitam (maksudnya bukan ras negroid/berkulit hitam),
termasuk penderita diabetes, terapi antihipertensi harus dimulai dengan menyertakan
obat di bawah ini:
 Thiazide-type diuretic
 Calcium channel blocker (CCB)
 Angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEI) atau
 Angiotensin receptor blocker (ARB).
 Rekomendasi 7:
Pada populasi umum berkulit hitam (maksudnya ras negroid/berkulit hitam),
termasuk penderita diabetes, terapi antihipertensi harus dimulai dengan menyertakan
obat di bawah ini:
 Thiazide-type diuretic, CCB.
 Rekomendasi 8:
Pada populasi berumur 18 tahun atau lebih dengan CKD dan hipertensi, terapi
antihipertensi harus dimulai dengan menyertakan ACEI atau ARB untuk
meningkatkan kerja ginjal. Hal ini dilakukan terhadap semua pasien CKD dengan
hipertensi tanpa memperhatikan ras atau status diabetes.
 Rekomendasi 9:
a. Tujuan utama terapi hipertensi adalah untuk mencapai dan mempertahankan
tekanan darah sesuai target tujuan. Jika target tekanan darah yang dituju tidak
tercapai:
 Naikkan dosis obat sebelumnya ATAU
 Tambahkan obat kedua dari salah golongan obat yang disebutkan di
rekomendasi 6 (thiazide-type diuretic, CCB, ACEI, atau ARB)
b. Klinisi harus terus menilai tekanan darah dan menyesuaikan regimen terapi
hingga target tujuan tekanan darah tercapai.
c. Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai dengan 2 obat:
 Tambahkan obat ke-3 dari rekomendasi 6
 Jangan gunakan ACEI dan ARB bersamaan untuk satu pasien
 Jika target tekanan darah tidak tercapai dengan menggunakan
golongan obat pada rekomendasi 6 karena merupakan kontraindkasi
atau memerlukan lebih dari 3 obat untuk mencapai target golongan
darah, maka obat antihipertensi dari golongan lain dapat digunakan.
d. Pasien yang tidak dapat mencapai target tekanan darah menggunakan
strategi di atas, atau pasien dengan komplikasi yang memerlukan
konsultasi klinis, maka dapat dipertimbangkan untuk dirujuk.

Tabel 15. Beberapa Jenis Anti Hipertensi Oral


Penerapan Prinsip Kedokteran Keluarga
1. Primary care
Pasien datang ke puskesmas terlebih dahulu untuk memeriksakan kesehatannya.
2. Personal care
Pasien sebagai client sehingga pasien leluasa mengungkapkan keluhannya. Dokter
mengedukasi pasien secara menyeluruh mengenai penyakitkan dan membantu menerapkan
pola hidup sehat yang disesuai dengan kebutuhan dan keadaan pasien.
3. Holistic care
Tidak hanya fokus ke penyakit pasien namun juga melihat pasien sebagai individu,
sehingga perlu digali mengenai kondisi psikis, keluarga pasien serta hubungannya,
lingkungan, tempat tinggal, dan menggali ada tidaknya faktor yang memperberat
penyakitnya.
4. Emphasis on preventive medicine
Usaha pencegahan komplikasi penyakit dengan edukasi pemahaman penyakit dan
modifikasi gaya hidup pada pasien
5. Patient-centered care, family focused and community-oriented
Menggali penyakit pasien, pada kasus ini frozen shoulder dan hipertensi. Edukasi untuk
membatasi konsumsi garam, lemak jenuh dan kolesterol kepada pasien dengan hipertensi
dan melibatkan anggota keluarga untuk membantu pasien.
6. Collaborative care
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk modifikasi gaya hidup khususnya pola makan yang
sehat dan seimbang.
7. Continuing care
Secara berkala monitoring kesehatan pasien secara komprehensif. Pemeriksaan
laboratorium untuk melihat profil lipid dan fungsi ginjal setiap 3 bulan, merujuk ke dokter
spesialis setiap 3 bulan dan screening keluarga pasien yang berisiko hipertensi dan DM.
DAFTAR PUSTAKA

Bill,K., Twiggs,J., Bonie. 2015. Hypertension: The Silent Killer: Updated JNC-8 Guideline
Recomendation. Continuing Educational. Alabama Pharmacy Asociation.

ESH-ESC. 2013. ESH/ESC Guideline for The Management of Arterial Hypertension. Journal of
Hypertension.

PERMENKES RI. 2014. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomer 5 Tahun 2014
tentang Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Yogiantoro. 2009. Hipertensi Esensial. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: Internal
Pablishing.hal.1086.

Talbert,R.L., 2008, Ischemic Heart Disease dalam Dipiro et.al : Pharmacotherapy- A


Pathophysiologic Approach, 7th ed, 2008, Mc Graw Hill Canpantes,Inc:United State Of
America.

Anda mungkin juga menyukai