Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH MASALAH KESEHATAN DI KABUPATEN KETAPANG

PROVINSI KALIMANTAN BARAT


MODUL ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

DISUSUN OLEH:

Syarif Syauqiannur I1011151002

Faisal Haris I1011151024

Lia Pramita I I1011151026

Swiny Anniza I1011151029

Emmaculata A. I1011151072

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi (UUD 1945, pasal 28 H ayat 1 dan UU No 23


tahun 1992) dan sekaligus sebagai investasi, sehingga perlu diupayakan,
diperjuangkan dan ditingkatkan oleh setiap individu dan oleh seluruh komponen
bangsa, agar masyarakat dapat mewujutkan derajat kesehatan masyarakat yang
optimal. Hal ini perlu dilakukan, karena kesehatan bukanlah tanggung jawab
pemerintah saja, namun merupakan tanggung jawab bersama pemerintah dan
masyarakat, termasuk swasta. Sejalan dengan perkembangan paradigma
pembangunan, telah ditetapkan arah kebijakan pembangunan kesehatan, yang
tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014 Bidang
Kesehatan. Kondisi pembangunan kesehatan diharapkan telah mampu mewujudkan
kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan dengan membaiknya berbagai indikator
pembangunan Sumber Daya Manusia, seperti: meningkatnya derajat kesejahteraan
dari status gizi masyarakat, meningkatnya kesetaraan gender, meningkatnya tumbuh
kembang optimal, kesejahteraan dan perlindungan anak, terkendalinya jumlah dan
laju pertumbuhan penduduk, serta menurunnya kesenjangan antar individu, antar
kelompok masyarakat dan antar daerah dengan tetap lebih mengutamakan pada upaya
pereventif, promotif serta pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam bidang
kesehatan. Salah satu bentuk upaya pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan
adalah menumbuhkembangkan Posyandu.1

Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, dalam berbagai kesempatan


menyatakan bahwa pembangunan sektor kesehatan 2010-2014 diprioritaskan pada
peningkatan kesehatan Ibu, Bayi, dan Anak Balita, perbaikan status gizi,
pengendalian penyakit menular dan tidak menular, serta penyehatan lingkungan.
Salah satu program prioritasnya adalah revitalisasi Posyandu. Menurut data Riskesdas
2010 untuk propinsi Kalimantan Barat presentase frekuensi penimbangan anak umur
6 – 59 bulan selama 6 bulan terakhir ≥ 4 kali (30,9%), 1 – 3 kali (17,3%) dan tidak
pernah ditimbang (51,9%). Sedangkan untuk umur 6 – 23 bulan presentase frekuensi
penimbangannya adalah ≥ 4 kali (49,6%), 1 – 3 kali (16,8%) dan tidak pernah
ditimbang (33,1%). Jika dilihat presentase frekuensi penimbangan Balita di atas
masih jauh dari target nasional, dimana persentase Balita ditimbang (D/S) harus
mencapai 85% sesuai yang telah ditargetkan oleh nasional untuk tahun 2010 – 2014.

Menurut Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Ketapang untuk laporan tahunan gizi
2011, jumlah sasaran Balita yang ada di Kabupaten Ketapang sebesar 51.706 Balita
dengan jumlah penimbangan sebesar 23.104 Balita (D/S = 44,7%). Pada laporan
tahunan gizi 2012 menyatakan jumlah sasaran Balita yang ada di Kabupaten
Ketapang sebesar 43.844 Balita dengan jumlah penimbangan sebesar 25.011 Balita
(D/S = 57,0%). Dilihat dari persentase pada tahun 2011 (44,7%) dan 2012 (57,0%)
masih belum mengalami kenaikan, dan masih belum mencapai target untuk tahun
2011 dan 2012 yang seharusnya D/S = 85% ditargetkan oleh nasional.

Jumlah sasaran Balita pada tahun 2012 untuk Kecamatan Kendawangan adalah
3355 Balita dengan jumlah rata-rata kunjungan penimbangan tiap bulannya sebesar
2491 Balita (D/S = 74,2%) ini masih belum mencapai target (85%) yang telah
ditetapkan baik untuk tingkat nasional maupun kabupaten, dan yang ada di Desa
Kendawang Kiri sasaran 801 Balita, dengan jumlah kunjungan Posyandu rata-rata
perbulan 378 anak (D/S = 47,2%) ini sangat jauh di bawah target sasaran yang telah
ditetapkan. Dari 8 unit Posyandu yang ada di Desa Kendawangan Kiri cakupan
kunjungan penimbangan Balitanya yang paling terendah terdapat pada Posyandu
Bandaran, yakni dengan jumlah sasaran 116 Balita dan jumlah kunjungan rata-rata
perbulannya adalah 31 Balita (D/S = 26,7%) ini sangat jauh sekali di bawah target
yang telah ditetapkan.2

1.2 Rumusan Masalah

Apa saja masalah-masalah kesehatan di Kabupaten Ketapang dan bagaimana


pemecaahan dan penanggulangannya?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Letak Geografis Kabupaten Ketapang3


a. Geografi wilayah
Kabupaten Ketapang terletak di bagian selatan Provinsi Kalimantan Barat, berada
pada posisi 0o19’26,51” Lintang Selatan sampai dengan 3o4’16,59” Lintang
Selatan dan 109o47’36,55” Bujur Timur sampai dengan 111o21’37,36” Bujur
Timur. Secara administrative batas-batas wilayah Kabupaten Ketapang
ditampilkan pada gambar berikut ini

b. Luas wilayah
Luas wilayah Kabupaten Ketapang adalah ± 31.588 km2 atau 21,3% dari luas
wilayah Provinsi Kalimantan Barat dan masih merupakan kabupaten terluas di
wilayah Provinsi Kalimantan Barat. Secara rinci luas wilayah, jumlah
desa/kelurahan, jarak tempuh ke ibukota kecamatan dan kategori wilayah menurut
kecamatan di Kabupaten Ketapang hingga akhir tahun 2016 seperti pada table di
bawah ini :
Berdasarkan table di atas, diketahui bahwa wilayah administrative pemerintah di
Kabupaten Ketapang hingga akhir tahun 2016 terdiri dari 20 kecamatan dengan
253 desa dan 9 kelurahan. Kecamatan terluas adalah Kendawangan dengan luas
wilayah ± 5.859 km2 atau 18,55% dari luas seluruh wilayah Kabupaten Ketapang,
sedangkan kecamatan dengan wilayah terkecil adalah yakni Kecamatan Delta
Pawan yaitu ± 74 km2 atau 0,23%.

2.2 Perusahaan di Wilayah Kabupaten Ketapang


a. PT. WHW Kendawangan
PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW AR) merupakan
perusahaan pengolahan dan pemurnian bauksit menjadi alumina yang
memproduksi Smelter Grade Alumina (SGA) berkualitas tinggi dengan kadar
≥98.6%. WHW AR merupakan perusahaan pengolahan dan pemurnian terbesar
di Asia Tenggara dan Indonesia dengan didukung oleh 3.000 karyawan, WHW
AR akan melayani kebutuhan Smelter Grade Alumina (SGA) di pasar domestik,
Tiongkok, India serta Timur Tengah.4
b. PT.Cargill Indonesia ( PT. HSL & PT ASL ) Ketapang Kalimantan Barat
Cargill mengawali bisnisnya di Indonesia pada 1974 dengan membuka
pengolahan pakan di Bogor, Jawa Barat. Sekarang, Cargill berkantor pusat di
Jakarta dan memiliki lebih dari 19.000 karyawan. Walaupun berkantor pusat di
Jakarta, kami memiliki kantor, pabrik produksi, dan fasilitas yang tersebar di
seluruh Indonesia. Cakupan operasi kami yang luas terdiri dari pengadaan,
pemrosesan, penanganan, pengiriman, dan pemasaran berbagai produk
pertanian, pangan, serta energi juga layanan terkait yang meliputi:
- Nutrisi Hewan
- Kakao & Cokelat
- Rantai Pasokan Pertanian (Biji-bijian & Biji minyak)
- Minyak Kelapa Sawit
- Pemanis & Pembuat Tekstur Berbahan Dasar Pati
- Protein
- Solusi Minyak Makan Global

PT. Cargill yang berada di Ketapang adalah perusahaan yang beroperasi untuk
menghasilkan produk Minyak Kelapa sawit yaitu Perkebunan dan pabrik PT Harapan
Sawit Lestari, Desa Manismata, Kecamatan Manismata, Kab. Ketapang, Kalimantan
Barat, Indonesia.5
c. PT. SAUK (Sumber Alam Utama Kalbar)
PT. Sumber Alam Utama Kalbar merupakan perusahaan swasta yang
bergerak dalam bidang jasa penyimpanan Bahan Bakar Minyak (BBM).
Dalam kegiatan usahanya PT. Sumber Alam Utama Kalbar
mendistribusikan Bahan Bakar Minyak (BBM) PT.Pertamina (Persero)
kepada Industri, SPBU dan APMS yang berada di Kabupaten Ketapang
Provinsi Kalimantan Barat. PT. Sumber Alam Utama Kalbar berkomitmen
memberikan pelayanan yang baik dan lancar bagi konsumen PT. Pertamina
(Persero).6
d. PT. Suka Jaya Makmur
PT. Suka Jaya Makmur adalah salah satu perusahaan yang tergabung dalam Alas
Kusuma Group dan berkecimpung dalam Hak Pengusahaan Hutan, dengan
Forest Agreement (FA) No. FA/N/035/V/1977 tanggal 27 Mei 1977, Addendum
FA/N-AD/061/VII/1980 tanggal 30 Juli 1980 dan FA/N-AD/035/X/1981 tanggal
27 Oktober 1981. Terdapat di Ketapang Kalimantan Barat di Jln. Ds. Paya
Kumang, Kec. Delta Pawan, Komoditas utamanya yaitu Plywood dan termasuk
juga dalam Kelompok Industri: Kayu lapis laminasi, termasuk decorative
plywood.7

2.3 Pusat Kesehatan di Kabupaten Ketapang

Tahun 2016 jumlah sarana pelayanan kesehatan masyarakat di Provinsi


Kalimantan Barat terdiri dari 45 Rumah Sakit yang terdiri dari 36 Rumah Sakit
Umum dan 9 Rumah Sakit Khusus, 244 puskesmas, yang terdiri dari 113 Puskesmas
perawatan dan 131 puskesmas non perawatan. Untuk Kabupaten Ketapang sendiri
terdapat 3 rumah sakit, 8 puskesmas perawatan dan 16 puskesmas non-perawatan.8
Rumah sakit di Kabupaten Ketapang yakni RSUD. Dr. Agoesdjam, RS. Fatima, dan
RSIA Permata Bunda. Puskesmas perawatan meliputi Puskesmas Manis Mata,
Puskesmas Kendawangan, Puskesmas Marau, Puskesmas Tumbang Titi, Puskesmas
Tanjungpura, Puskesmas Nanga Tayap, Puskesmas Sandai, dan Puskesmas Balai
Berkuak. Puskesmas non-perawatan meliputi Puskesmas Sukamulya, Puskesmas
Airupas, Puskesmas Riam, Puskesmas Pemahan, Puskesmas Sungai Melayu,
Puskesmas Sungai Besar, Puskesmas Pesaguan, Puskesmas Tuan-Tuan, Puskesmas
Kuala Satong, Puskesmas Mulia Baru, Puskesmas Sukabangun, Puskesmas
Kedondong, Puskesmas Sungai Awan, Puskesmas Hulu Sungai, Puskesmas Sungai
Laur, dan Puskesmas Simpang Dua.9
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Masalah Utama Kesehatan di Kabupaten Ketapang

Ketapang termasuk satu di antara daerah yang jadi prioritas Pemerintah Pusat
dalam hal penangganan kasus stunting. Hal tersebut lantaran terjadi cukup banyak
kasus stunting di Ketapang. Ada 945 kasus stunting di Ketapang pada 2017
berdasarkan hasil survey PSG (Pemantauan Status Gizi) 2017. Kasus balita yang
mengalami stunting di Ketapang terjadi di seluruh kecamatan di Ketapang. Masing-
masing kecamatan yakni Delta Pawan 62 kasus, Benua Kayong 81 kasus dan Muara
Pawan 44 kasus. Matan Hilir Utara 68 kasus, Matan Hilir Selatan 70 kasus,
Kendawangan 35 kasus, Sungai Melayu Rayak 60 kasus. Serta Pemahan 54 kasus,
Tumbang Titi 1 kasus, Jelai Hulu 110 kasus, Marau 2 kasus dan Singkup 29 kasus.
Air Upas 46 kasus, Manis Mata 33 kasus, Nanga Tayap 94 kasus, Hulu Sungai 33
kasus, Sandai 19 kasus. Kemudian Simpang Dua 24 kasus, Sungai Laur 24 kasus dan
Simpang Hulu 56 kasus. Sehingga totalnya ada 945 kasus stunting di Ketapang yang
menjadi masalah kesehatan terbesar yang harus segera ditangani.10
Jika kita lihat dari 10 penyakit terbanyak di kabupaten Ketapang tahun 2015
adalah Infeksi akut lain pada saluran pernafasan yaitu diantaranya Tuberculosis,
namun hal ini tidak kami angkat menjadi bahasan lebih jauh di laporan dan tugas ini
dikarenakan angka kesembuhan dan angka keberhasilan pengobatan yang sudah
tinggi yang dilakukan masyarakat Ketapang atas kerja sama semua sector yang
membantu dari Dinas Kesehatan Terkait. Berikut adalah grafik angka kesembuhan
dan angka keberhasilan pengobatan :
Dari grafik diatas dapat dilihat: bahwa SR Kabupaten Ketapang tahun 2015
sebesar 93,3%. Sedikit menurun dibanding tahun 2014 (93,6%) dan meningkat
dibanding tahun 2013 (91,2%). Namun walaupun jumlah penderita TB Paru + yang
diobati tahun 2015 menurun dibandingkan tahun 2013 dan 2014, tetapi jumlah
penderita TB Paru+ dengan pengobatan lengkap tahun 2015 meningkat 3,5 kali lipat
dibanding tahun sebelumnya, ini menunjukkan bahwa pada tahun 2015 sebanyak
29,23% (152 orang) penderita TB Paru sudah mendapat pengobatan lengkap.

a. Masalah Gizi
- Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan
Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi
pemantauan tumbuh kembang Balita di Posyandu, dilanjutkan dengan
penentuan status gizi oleh bidan di desa atau petugas kesehatan lainnya.
Penemuan kasus gizi buruk harus segera ditindak lanjuti dengan rencana
tindak yang jelas, sehingga penanggulangan gizi buruk memberikan hasil
yang optimal. Pendataan gizi buruk di Kabupaten Ketapang didasarkan
pada kategori Tinggi Badan/Umur (TB/U). Jika ternyata balita tersebut
merupakan kasus gizi buruk, maka segera dilakukan perawatan gizi buruk
sesuai pedoman di Posyandu dan Puskesmas. Jika ternyata terdapat
penyakit penyerta yang berat dan tidak dapat ditangani di Puskesmas maka
segera dirujuk ke rumah sakit.
Dari seluruh balita gizi buruk yang dilaporkan dan ditemukan tahun
2015 ada sebanyak 69 kasus seluruhnya (100%) telah dilakukan perawatan
sesuai dengan prosedur. Penyebaran kasus gizi buruk di Kabupaten
Ketapang terbanyak di Puskesmas Kendawangan (19 kasus) dan tidak te
rdapat kasus gizi buruk di 7 (tujuh) Puskesmas lainnya seperti terlihat di
grafik dibawah ini.11
- Stunting.12
Prevalensi stunting tahun 2013 sebesar 34.83%, jumlah balita stunting tahun
2013 sebesar 15881 jiwa, tingkat kemiskinan tahun 2016 sebesar 10.99%, dan
jumlah penduduk miskin tahun 2016 sebesar 53 jiwa.

Beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya stunting di ketapang yaitu

 Masih ada kebiasaan masyarakat yang buang air besar disepanjang sungai
 Akses yang sulit dan cukup jauh untuk menuju sarana kesehatan
 Terbatasnya tenaga kesehatan didesa seperti bidan. Persalinan sering
ditangani oleh dukun.
 Penurunan kapasitas penyediaan air bersih, karena kondisi fisik sumur
yang kurang baik dan berkurangnya kapasitas aktifer dalam penyediaan
air karena degradasi muka air tanah
 Sanitasi yang buruk, dimana masyarakat masih membuang limbah
langsung ke sungai atau parit tanpa pengolahan terlebih dahulu
 Pelayanan sampah masih terbatas dan sulit dijangkau
 Angka lahir mati di ketapang meningkat daripada tahun sebelumnya
 Angka kematian bayi dan balita masih cukup tinggi
 Angka kejadian BBLR cukup tinggi di tahun 2016, terutama di daerah
sei.Melayu
 Pemberian dan pencapaian ASI eksklusif yang belum terlaksana semua
dikarenakan kurangnya kegiatan edukasi, advokasi, sosialisasi, dan
kampanye mengenai ASI
 Masih banyak dijumpai kasus gizi buruk di ketapang, terutama di daerah
Kendawangan.8

Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan
oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita.
Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi
stunting oleh karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan
(HPK) dari anak balita. Secara lebih detil, beberapa faktor yang menjadi
penyebab stunting dapat digambarkan sebagai berikut:

 Praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya


pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa
kehamilan, serta setelah ibu melahirkan. Beberapa fakta dan informasi
yang ada menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak
mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia
0-24 bulan tidak menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-
ASI). MP-ASI diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia
diatas 6 bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan
baru pada bayi, MPASI juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh
bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh ASI, serta membentuk daya
tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak terhadap
makanan maupun minuman.
 Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante
Natal Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan)
Post Natal Care dan pembelajaran dini yang berkualitas. Informasi
yang dikumpulkan dari publikasi Kemenkes dan Bank Dunia
menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di Posyandu semakin
menurun dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013 dan anak belum
mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi. Fakta lain adalah
2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi sumplemen zat besi yang
memadai serta masih terbatasnya akses ke layanan pembelajaran dini
yang berkualitas (baru 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun belum terdaftar di
layanan PAUD/Pendidikan Anak Usia Dini).
 Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi.
Hal ini dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih
tergolong mahal.Menurut beberapa sumber (RISKESDAS 2013, SDKI
2012, SUSENAS), komoditas makanan di Jakarta 94% lebih mahal
dibanding dengan di New Delhi, India. Harga buah dan sayuran di
Indonesia lebih mahal daripada di Singapura. Terbatasnya akses ke
makanan bergizi di Indonesia juga dicatat telah berkontribusi pada 1
dari 3 ibu hamil yang mengalami anemia.
 Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di
lapangan menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia
masih buang air besar (BAB) diruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah
tangga belum memiliki akses ke air minum bersih.Pengalaman dan
bukti Internasional menunjukkan bahwa stunting dapat menghambat
pertumbuhan ekonomi dan menurunkan produktivitas pasar kerja,
sehingga mengakibatkan hilangnya 11% GDP (Gross Domestic
Products) serta mengurangi pendapatan pekerja dewasa hingga 20%.
Selain itu, stunting juga dapat berkontribusi pada melebarnya
kesenjangan/inequality, sehingga mengurangi 10% dari total
pendapatan seumur hidup dan juga menyebabkan kemiskinan antar-
generasi.
Anak kerdil yang terjadi di Indonesia sebenarnya tidak hanya dialami
oleh rumah tangga/keluarga yang miskin dan kurang mampu, karena
stunting juga dialami oleh rumah tangga/keluarga yang tidak
miskin/yang berada di atas 40 % tingkat kesejahteraan sosial dan
ekonomi. Seperti yang digambarkan dalam grafik dibawah, kondisi
anak stunting juga dialami oleh keluarga/rumah tangga yang tidak
miskin.
- Kepadatan penduduk 12
Kepadatan penduduk di ketapang belum merata. Kepadatan penduduk yang
tergolong kecil ini menjadi faktor penghambar dalam upaya peningkatan
akses masyarakat akan pelayanan kesehatan, hal ini mengakibatan program
peningkatan jumlah sarana prasarana kesehatan masih tetap dibutuhka
- Kondisi geografis.12
Tempat tinggal masyarakat yang aksesnya relatif jauh dengan tempat
pelayanan kesehatan dan terbatasnya tenaga bidan di setiap desa sehingga
yang akan menolong ibu hamil untuk melahirkan pertama kali yaitu dukun
beranak yang berada di daerah tersebut

e. Masalah Kesehatan Yang Terpilih tahun 2015.11


Situasi penyakit pada tahun 2015 di kabupaten Ketapang yang perlu
mendapat perhatian mendalam yaitu 2 kejadian campak, 15 kejadian filariasis,
48 kejadian rabies dan masih tingginya kejadian DBD. Pada tahun 2015 IR
(Incidence Rate/angka kesakitan = 91,0 per 100.000 penduduk atau 433
kasus) dengan CFR (Case Fatality Rate/angka kematian karena DBD = 0,92%
atau 4 kematian) menurun dibandingkan tahun 2014 dengan IR = 197,7% atau
924 kasus dengan CFR 0,97% atau 9 kematian sehingga Kabupaten Ketapang
dinyatakan KLB DBD (tahun 2014).
- DBD yang Ditemukan dan Ditangani

Penyakit DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue,


yang masuk kedalam peredaran darah manusia menular melalui gigitan
nyamuk dari genus Aedes, misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus.
Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang semua
kelompok umur, merupakan masalah kesehatan di Kabupaten Ketapang
karena penyebarannya yang cepat, jumlah kasus dalam beberapa tahun ini
selalu meningkat, berpotensi kematian dan semua puskesmas sudah pernah
melaporkan kasus DBD. Pada tahun 2015 jumlah kasus DBD sebanyak 433
kasus IR (Incidence Rate/angka kesakitan 91,0 per 100.000 penduduk
dengan CFR (Case Fatality Rate/angka kematian karena DBD = 0,92%, atau
4 kematian angka ini sedikit menurun dibandingkan tahun 2014 sebanyak
924 kasus IR 197,7 per 100.000 penduduk dengan CFR (Case Fatality
Rate/angka kematian karena DBD = 0,97% atau 9 kematian). Dapat dilihat
proporsi penderita DBD pada perempuan (101,0%) lebih tinggi dibandingkan
pada laki-laki (81,6%) Kasus DBD sejak tahun 2009 – 2015 menunjukkan
tren yang meningkat, terendah pada tahun 2011 dan tertinggi pada tahun 2014
seperti pada grafik berikut ini :

Dari grafik diatas, terlihat lonjakan kasus terjadi pada tahun 2012 dan
tahun 2014, yaitu tahun Kabupaten Ketapang dinyatakan KLB DBD.
Memperhatikan kasus yang selalu ada setiap tahun, dikhawatirkan DBD akan
menjadi penyakit endemis di Kabupaten Ketapang dan harus diwaspadai
terjadinya siklus lonjakan/KLB yang semakin pendek.11

3.2 Pemecahan Masalah Kesehatan di Kabupaten Ketapang13

Pemecahan masalah/Upayan Penanganan Masalah Kesehatan di Ketapang

1) Program Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak


UU no 36 th 2009 tentang kesehatan menyatakan bahwa upaya kesehatan ibu
ditujukan untuk menjaga kesehtan ibu sehingga mampu melahirkan generasi
yang sehat dan berkualitas, serta dapat menuruna AKI sebagai salah satu
indikator MDGs. Upaya kesehatan terseut meliputi upaya promotif, prevemtif,
kuratif, rehabilitatif. Kegiatan KIA merupakan kegiatan prioritas mengingat
terdapat indikator dampak AKI dan AKV yang merupakan indikator
keberhasillan pembangunan daerah, khusunya pembangunan kesehatan.
2) Cakupan K1 dan K4
ANC (pelayanan sebelum ibu melahirkan) merupakan pelayanan kesehatan
oleh tenaga profesional (dokterspesialis kandungan dan kebidanan, dokter
umum dan bidan) kepada bumil selama masa kehamilan seusai pedoman
pelayanan antenal dengan titik berat kegiatan promotif.
3) Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (Linakes) dan cakupan pelayanan
nifas.
4) Cakupan Imunisasi TT pada ibu hamil
5) Pencegahan dan Penanggulangan Anemia defisiensi Besi
6) Cakupan kunjungan neonatal lengkap
7) Cakupan neonatal komplikasi ditangani
8) Pelayanan Kesehatan bayi (cakupan pengukuran tumbuh kembang, dan ASI
eksklusif)
9) Cakupan Pelayanan Anak Balita ( pantau tumbuh kembang dengan KMS)
10) Pelayanan KB
11) Perbaikan gizi masyarakat
12) Balita gisi buruk mendapat perawatan
13) Strategi Program Penanggulangan DBD Di Kabupaten Ketapang
a. Membudayakan Gerakan PSN DBD di Masyarakat
b. Meningkatkan Peran POKJA/POKJANAL dalam memobilisasi dan
memberdayakan masyarakat
c. Meningkatkan Pengetahuan dan Keterampilan Petugas Kesehatan,
Kader, dan Masyarakat
d. Menjalin Kemitraan dan Jejaring Kerja Aktif Antara Lembaga
Pemerintah, Swasta, dan LSM
e. KIE kepada masyarakat tentang upaya Pengendalian DBD secara
berkesinambungan.

Beberapa peran sistem kesehatan nasional untuk menanggulangi masalah


kesehatan masyarakat di Ketapang.

1) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui


Direktorat Jenderal Cipta Karya mengalokasikan anggaran sebesar Rp. 55
miliar untuk mendukung penanganan pengurangan stunting di 10 kabupaten
prioritas di Indonesia.
Dana tersebut digunakan untuk Program Air Limbah Perdesaan sebesar Rp. 30
miliar dan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat
(Pamsimas) sebesar Rp. 25 miliar. Dimana persentase tertinggi terdapat di
Provinsi Kalimantan Barat dengan prevalensi pendek sebesar 32,6%, terdiri
dari 12,5% sangat pendek dan 20,1% pendek.
2) Melalui program Air Limbah Perdesaan, pembangunan sanitasi akan
diprioritaskan pada kawasan kumuh miskin dengan pendekatan pemberdayaan
masyarakat. Melalui pelibatan masyarakat, diharapkan masyarakat lebih
merasa memiliki infrastruktur yang dibangun sehingga pemeliharaannya lebih
terjamin. Program ini juga bertujuan untuk mengurangi jumlah masyarakat
yang melakukan BABS.
3) Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) atau perluasan SPAM
yang ada dengan modul sambungan rumah, maupun SPAM yang ada
dioptimalkan melalui rehabilitasi dan perluasan sambungan rumah. Alokasi
anggaran kegiatan ini per lokasi yakni Rp. 250 juta.
4) Penyediaan infrastruktur permukiman yang akan dibangun di antaranya
berupa sarana prasarana air minum dengan membangun Instalasi Pengolahan
Air (IPA) di daerah yang memiliki air baku untuk digunakan, membangun 3
Pamsimas di setiap distrik, serta pembuatan embung untuk menampung air
hujan.
5) Bidang sanitasi akan dibangun MCK komunal, tangki septik komunal,
membangun tempat pembuangan sampah sementara, dan menggalakkan
Tempat Pengolahan Sampah Reuse, Reduce, Recycle (TPS 3R). Sementara
untuk akses jalan lingkungan akan dibangun jalan dengan lebar 2 atau 4 meter
untuk mempermudah akses menuju tempat publik.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Luas wilayah Kabupaten Ketapang adalah ± 31.588 km2 atau 21,3% dari luas
wilayah Provinsi Kalimantan Barat dan masih merupakan kabupaten terluas
di wilayah Provinsi Kalimantan
2. Perusahaan perusahaan yang ada di kab. Ketapang adalah PT. WHW
Kendawangan, PT.Cargill Indonesia (PT. HSL & PT ASL), PT. SAUK
(Sumber Alam Utama Kalbar) PT. Suka Jaya Makmur.
3. Pusat kesehatan di kab. Ketapang meliputi Kabupaten Ketapang sendiri
terdapat 3 rumah sakit, 8 puskesmas perawatan dan 16 puskesmas non-
perawatan.
4. Masalah utama kesehatan di kab. Ketapang adalah gizi buruk, stunting, dan
DBD
5. Pemecahan dan penanggulangan masalah kesehatan di kab. Ketapang adalah
bantuan dari pemerintah, lintas sektoral, bantuan dari pusat kesehatan seperti
Dinkes, RS, serta puskesmas, edukasi, serta penuluhan terfokus mengenai
stunting dan DBD.
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu.


Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Jakarta
2. Puskesmas Kendawangan. (2011). Profil Kesehatan Kecamatan Kendawangan
Kabupaten Ketapang, tidak dipublikasikan.
3. Profil Kesehatan Kabupaten Ketapang tahun 2016. Dinas Kesehatan
Kabupaten Ketapang. 2016
4. http://www.whwalumina.com/ (diakses 11 Agustus 2018)
5. PT Harapan Sawit Lestari, Desa Manismata, Kecamatan Manismata, Kab.
Ketapang, Kalimantan Barat, Indonesia. www.cargill.co.id (diakses 11
Agustus 2018)
6. PT. Sumber Alam Utama Kalbar (SAUK), Ketapang Kalimantan Barat dalam
SAUKjobberketapang.co.id. (Diakses 11 Agustus 2018)
7. Profil Perusahaan Suka Jaya Makmur, PT, Ketapang Provinsi Kalimantan
Barat. http://www.pt-sjm.com (Diakses 11 Agustus 2018)
8. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. 2017. Profil Kesehatan Provinsi
Kalimantan Barat Tahun 2017. Dinkes. Pontianak.
9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Data Dasar Puskesmas
Kondisi Desember 2016: Provinsi Kalimantan Barat. Depkes. Jakarta.
10. Subandi. 2018. 945 Kasus Stunting di Ketapang, Pemerintah Pusat Jadikan
Daerah Prioritas Penanganan Stunting. (Online). Tribun Pontianak News. (16
Februari 2018).
11. Profil Kesehatan Kabupaten Ketapang tahun 2015. Dinas Kesehatan
Kabupaten Ketapang. 2015.
12. Sekretariat Wakil Presiden Republic Indonesia. 100 Kabupaten Atau Kota Prioritas
Untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting). Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan. Jakarta;2017
13. Kementrian pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Atasi stunting dengan
penyediaan infrastruktur dasar. Cipta karya. Kebayoran;2018

Anda mungkin juga menyukai