Anda di halaman 1dari 10

ANALISA SWOT PEMBUATAN BIOGAS DI DESA KAMBUNO KECAMATAN

BULUKUMPA KABUPATEN BULUKUMBA SULAWESI SELATAN

A. PENDAHULUAN
Desa Kambuno adalah salah satu desa dalam wilayah Kecamatan Bulukumpa,
Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Secara geografis, Desa Kambuno
terletak pada kuadran 120o07’58” dan 120o12’63” Bujur Timur (BT) serta 05o32’22” dan
05o33’65” Lintang Selatan (LS), yakni di ujung timur jazirah selatan Pulau Sulawesi.
Terletak di ujung selatan-timur Provinsi Sulawesi Selatan, Desa Kambuno berjarak hanya
2 km ke pusat Kecamatan Bulukumpa (Tanete). Adapun jarak ke kota Kabupaten
(Bulukumba Kota) adalah 31 km yang biasanya ditempuh selama 30 menit perjalanan
darat. Jalur terpendek ke ibukota Provinsi (Kota Makassar) adalah 82 km melalui jalur
kawasan wisata Malino di dataran tinggi Gowa. Jalur paling umum ke Kota Makassar
adalah 155,6 km melalui Bulukumba Kota menyusur pantai selatan yang biasanya
ditempuh selama 3-4 jam perjalanan darat menggunakan mobil atau sepeda motor. Jalur
terpanjang adalah lebih dari 200 km melalui Sinjai dan Maros Kota
Bentang alam (landscape) Desa Kambuno berupa ekosistem lereng dataran tinggi
dengan hamparan lahan yang masih luas serta aliran-saliran sungai dan sumber-sumber
air alam lainnya yang masih melimpah, sebenarnya sangat potensial bagi pengembangan
sektor peternakan di desa ini.
Potensi tersebut mencakup ketersediaan pakan alami yang masih melimpah dalam
bentuk rerumputan dan beragam jenis hijauan (legumes) lainnya, iklim dan cuaca yang
mendukung, serta kemungkinan pengembangan suatu sistem budidaya peternakan yang
terpadu dengan budidaya pertanian berkelanjutan.
Karena masih merupakan usaha skala rumah tangga, para peternak di Kambuno
umumnya belum pernah melakukan pencatatan dan perhitungan produksi (daging, telur,
susu) dari ternak-ternak mereka secara bersengaja dan sistematis. Jenis dan jumlah ternak
yang ada di desa ini pada dasarnya hanyalah skala usaha rumah tangga untuk dikonsumsi
sendiri:
Kotoran ternak terutama sapi berpotensi untuk diolah menjadi biogas, listrik, batu
bata dan lain sebagainya. Kebanyakan peternak di Desa Kambuno memanfaatkan kotoran
sapi sebagai pupuk kandang dengan cara dikeringkan kemudian dicampur dengan gabah.
Pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas masih sangat kecil, hanya ada 5 dari 104
peternak (<5%) yang sudah memanfaatkannya menjadi biogas. Biogas yang dihasilkan
dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti gas elpiji (LPG) untuk kebutuhan
memasak sehari-hari dan residunya digunakan sebagai pupuk untuk pertanian. Pupuk
organik hasil residu pengolahan biogas memiliki kualitas yang lebih baik dari pada pupuk
kandang dari campuran kotoran sapi dan gabah.
Potensi kotoran sapi yang belum dimanfaatkan di Desa Kambuno masih sangat
besar, karena itu diperlukan suatu kajian untuk dapat meningkatkan pemanfaatan kotoran
sapi tersebut. Kotoran sapi dapat difermentasi oleh bakteri penghasil gas metan pada
kondisi bebas oksigen (kedap udara) menghasilkan biogas berupa gas metan yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif murah dan ramah lingkungan bagi
masyarakat. Biogas merupakan gas yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik anaerobik
(bakteri penghasil gas metan yang hanya dapat hidup dalam kondisi bebas oksigen) dari
proses perombakan bahan–bahan organik seperti limbah kotoran hewan, bahkan manusia.
Secara alami biogas banyak terdapat di sawah atau rawa. Biogas terutama tersusun dari
gas metan (55-75%) dan karbondioksida (25-45%). Karena sifat gas metan yang mudah
terbakar, maka biogas dapat dipakai sebagai sumber energi alternatif bagi masyarakat.
Di desa Kambuno, pembuatan biogas ini dipelopori oleh laboratorium
Pengembangan hayati Tanete Institute. Bangunan utama dari instalasi biogas adalah
digester. Digester merupakan “fermentor” untuk mengolah limbah kotoran sapi atau
bahan organik lainnya dalam kondisi kedap udara

Gambar Laboratorium Pengembangan Hayati Tanete Institute

Gambar Peternakan Sapi di laboratorium Hayati


Gambar digester
Gambar Penggunaan Biogas
Makalah ini melaporkan hasil kajian tentang pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas di
Desa Kambuno Kecamatan Bulukumpa yang meliputi (1) identifikasi faktor-faktor
strengths/weaknesses dan opportunities/treaths dalam pemanfaatan kotoran sapi menjadi
biogas, (2) pengembangkan strategi yang dapat digunakan dan (3) strategi yang harus
diprioritaskan.

B. Metode Penelitian
Dalam kajian ini analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor
yang menjadi strengths, weaknesses, opportunities dan treaths. Selanjutnya
dikembangkan strategi dalam rangka meningkatkan pemanfaatan kotoran sapi. Karena
adanya keterbatasan sumber daya yang untuk menjalankan sekaligus semua strategi yang
diusulkan maka perlu menentukan strategi yang diprioritaskan. Untuk menentukan
strategi yang menjadi prioritas untuk dijalankan digunakan metode Analytical Hierarchy
Process (AHP) yang pada dasarnya adalah metode untuk memilih suatu alternatif.
Analisis SWOT SWOT adalah singkatan dari strengths,weaknesses, opportunities dan
treaths yang artinya kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman atau kendala. Analisis
SWOT membandingkan antara faktor eksternal Peluang (opportunities) dan Ancaman
(treaths) dengan faktor internal Kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses).
Matrik SWOT merupakan alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategi
perusahaan. Matrik ini dapat menghasilkan 4 set kemungkinan alternatif strategi.

Gambar matriks SWOT


Analisa SWOT
1. Kekuatan (Strength)
Ketersediaan ternak sapi yang berjumlah 500. Hampir setiap kepala keluarga
memiliki ternak sapi. Jumlah ternak yang dipelihara berkisar 2 – 7 ekor.
Kotoran ternak yang belum dimanfaatkan. Ada sebagian saja yang mengumpulkan
kotoran ternak dengan dibuat bak penampungan dan diberi atap agar tidak
kehujanan. Kebanyakan kotoran ternak dipinggirkan saja di luar kandang tidak
dimanfaatkan. Padahal kotoran ternak ini dapat menjadi bahan baku biogas.
Dimana satu ekor ternak dapat mengeluarkan kotoran 10 kg per hari. Jika satu
keluarga memiliki 3 ekor sapi, maka dalam waktu 1 hari terdapat 30 kg kotoran
ternak. Jumlah kotoran tersebut memiliki potensi menghasilkan biogas sebanyak
840 liter atau sama dengan 0,52 liter minyak tanah per hari. Jika petani yang
memiliki jumlah ternak lebih dari 4 maka kebutuhan bahan bakarnya bisa terpenuhi
secara berkelanjutan.
Hasil ikutan lain yang dapat dimanfaatkan oleh petani adalah pupuk cair yang
keluar dari outlet reaktor biogas. Pupuk tersebut siap diaplikasikan. Pupuk padat
juga dapat diperoleh melalui pengendapan cairan yang keluar dari outlet. Dengan
demikian petani dapat mendapatkan pupuk organik yang gratis.
Mendukung program pelestarian lingkungan. Dengan tidak memakai kayu bakar,
serta mengurangi emisi gas metana ke udara.

2. Kelemahan (Weakness)
Teknologi dan cara pembuatan biogas belum diketahui oleh masyarakat. Belum
ada contoh di sekitar desa yang dapat dijadikan bahan pertimbangan.
Masyarakat kebanyakan masih beranggapan nanti gas yang dikeluarkan akan
berbau seperti yang ada pada kandang sapi.
Biaya pembuatan yang mahal relatif mahal untuk ukuran masyarakat desa, yang
kebanyakan rumah tangga tidak mampu. Karena selain instalasi reaktor biogas,
juga harus dilengkapi dengan instalasi selang untuk mengalirkan gas ke dalam
rumah dan juga kompor.
Kebanyakan kotoran ternak belum dimanfaatkan, bahkan belum dikumpulkan
untuk dikelola dengan baik, seperti menjadi pupuk.
Tidak praktis, dibanding dengan membeli gas LPG, tiap pagi harus mengisi reaktor
dengan kotoran ternak.

3. Peluang (Oportunity)
Sampai dengan saat ini belum ada, mungkin belum ditemui kegiatan pembuatan
biogas yang berbasis masyarakat. Kebanyakan masih program pemerintah, seperti
yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian kepada kelompok tani. Jika dilihat pada
kebutuhan energi, rumah tangga yang dijadikan sasaran program hanya untuk
kebutuhan sehari-hari. Sehingga masih dapat diperoleh dari sambilan mengangkut
kayu ketika pulang dari kebun. Akhirnya instalasi biogas yang sudah dibangun
menjadi terlantar. Ini menjadi peluang untuk dapat membangun biogas sesuai
dengan kebutuhan energi rumah tangga untuk kegiatan usahanya. Sehingga dalam
pembuatan biogas agar dapat menggantikan minyak tanah dan kayu bakar.

4. Tantangan (Threat)
Belum ada dukungan dari pemerintah daerah dalam rangka memasyarakatkan
penggalian potensi sumber energi terbarukan dan berkelanjutan. Pemerintah masih
tertarik dengan tema-tema lama yaitu konversi minyak tanah ke gas.
Kompor gas subsidi 3 kg, yang dibagikan oleh pemerintah dirasakan lebih praktis
dan mudah dibawa. Dengan bergulirnya program ini, membuat minat masyarakat
terhadap biogas semakin berkurang.

Strategi SW – OT
Berdasarkan analisa SWOT tersebut di atas, juga dihasilkan 4 strategi pencapaian target, yang
merupakan kombinasi dari keempat analisis tersebut. Strategi tersebut yaitu:
1. SO (Aggressive Strategy): Menggunakan kekuatan internal untuk mengambil
kesempatan yang ada di luar.
2. ST (Diversification strategy): Menggunakan kekuatan internal untuk menghindari
ancaman yang ada di luar.
3. WO (Turn Around) – Menggunakan kesempatan eksternal yang ada untuk mengurangi
kelemahan internal.
4. WT (Defensive strategy) – Meminimalkan kelemahan dan ancaman yang mungkin
ada.

Biogas
Strength Weaknes
Pedesaan
 Pembuatan reaktor biogas oleh  Penyuluhan teknologi biogas
masyarakat akan menjadi contoh dalam diperlukan.
pemanfaatan potensi lokal. Masyarakat  Bersama masyarakat
dapat membuat reaktor sederhana menghitung nilai ekonomis
Oportunity konversi bahan bakar minyak
dan kayu ke biogas.
 Biaya pembuatan hanya
sekali, selanjutnya tinggal
mengisi saja.
 Diperlukan adanya program khusus,  Dimungkinkan dengan
bisa dari LSM, perusahan untuk revolfing fund untuk
mendanai awal model reaktor. membiayai pembangunan
Threat
 Membuat reaktor biogas dengan rumah tangga berikutnya.
berbahan lokal, sehingga ada tranfer
teknologi kepada masyarakat.
C. KESIMPULAN
Dapat disimpulkan ada beberapa kegiatan yang menunjang pembangunan Biogas
yaitu :
1. Masyarakat dapat membuat reaktor sederhana. Pembuatan reaktor biogas oleh
masyarakat akan menjadi contoh dalam pemanfaatan potensi lokal.
2. Penyuluhan teknologi biogas diperlukan. Bersama masyarakat menghitung nilai
ekonomis konversi bahan bakar minyak dan kayu ke biogas.
3. Diperlukan adanya program khusus, bisa dari LSM, perusahan untuk mendanai awal
model reaktor. Reaktor biogas dengan berbahan lokal, sehingga ada transfer
teknologi kepada masyarakat
4. Dimungkinkan dengan revolfing fund untuk membiayai pembangunan rumah tangga
berikutnya
DAFTAR RUJUKAN

Renosori P, 2012, Kajian Peningkatan Pemanfaatan Kotoran Sapi Menjadi Biogas


Dengan Metode SWOT dan AHP Di Desa Wangunsari Kecamatan Lembang, Jurnal
Buana Sains, 12(1): 109-116

Pusat Informasi Situs online desa kambuno, https://www.desakambuno.id, diakses tanggal 18


Juni 2019

Analisis SWOT: Pengertian, Unsur-Unsur, Manfaat, Faktor, dan Contohnya,


https://www.maxmanroe.com/vid/bisnis/pengertian-analisis-swot.html diakses tanggal 18
Juni 2019

Biogas Sebagai Sumber Energi Alternatif Pilihan, http://farming.id/biogas-sebagai-


sumber-energi-alternatif-pilihan/ diakses tanggal 18 Juni 2019

Kotoran Sapi : Energi (Alternatif) Biogas Andalan,


https://www.kompasiana.com/sholehudinaaziz/552a4d206ea834aa0a552d1f/kotoran-sapi-
energi-alternatif-biogasandalan diakses tanggal 18 Juni 2019

Anda mungkin juga menyukai