ABSTRAK
Sebagai suatu negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas laut (termasuk ZEE)
sekitar 5,8 juta km2 dan panjang pantai sekitar 95.181 km, Indonesia memiliki potensi
sumberdaya alam pesisir dan laut yang sangat besar. Sumber daya pesisir merupakan modal
dasar pembangunan yang penting bagi pembangunan ekonomi Indonesia pada masa
mendatang. Kota-kota di dunia cenderung berkembang di sepanjang pesisir baik di laut
maupun di sungai. Kota–kota tersebut kemudian berubah menjadi pusat pemerintahan yang
berfungsi sebagai pusat distribusi komoditas bagi kawasan di sekitarnya. Salah satu kasus
reklamasi di Indonesia yang meskipun telah selesai pelak-sanaan dan telah dimanfaatkan
oleh masyarakat tetapi sampai saat ini masih terus menjadi penimbulkan polemik adalah
reklamasi kawasan Teluk Jakarta, Proyek itu dimaksudkan selain untuk memperbaiki
kualitas lingkungan juga untuk pusat niaga dan jasa skala internasional, perumahan, dan
pariwisata. Dalam hukum positif Indonesia, istilah reklamasi di temukan pada UU Nomor:
27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ( Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4739 ), pada butir 23 memberikan definisi bahwa reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan
oleh Orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut
lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.
Terdapat perbedaan diantara urgensi dan pandangan terhadap lingkungan hidup reklamasi
teluk Jakarta. Pada pembahasan urgensi menjelaskan bahwa reklamasi menjadi salah satu
solusi menghadapi keterbatasan lahan. Namun disisi lain terjadi perbedaan jika dilihat dari
sudut pandang lingkungan hidup, pembangunan reklamasi teluk Jakarta akan merusak
ekosistem.
1
PENDAHULUAN
Sebagai suatu negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas laut (termasuk ZEE)
sekitar 5,8 juta km2 dan panjang pantai sekitar 95.181 km, Indonesia memiliki potensi
sumberdaya alam pesisir dan laut yang sangat besar. Ekosistem pesisir dan laut menyediakan
sumberdaya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral dan energi,
transportasi, media komunikasi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata (Hartanto, 2011).
Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesungguhnya merupakan wilayah yang memiliki
potensi yang sangat tinggi untuk dikembangkan, oleh karena itu dalam pengelolaan
sumberdaya kelautan dan perikanan kawasan pesisir dan laut perlu direncanakan dengan
cermat dan sesuai dengan karakteristik wilayahnya (Elysia, 2014).
Sumber daya pesisir merupakan modal dasar pembangunan yang penting bagi
pembangunan ekonomi Indonesia pada masa mendatang. Ekosistem Pesisir dan
keanekaragaman hayatinya berperan dalam menyangga dan merespon perubahan iklim
nasional dan global terutama di pulau yang sangat kecil (< 100 ha) yang rawan tenggelam.
Dalam kondisi yang demikian, upaya pengelolaan pesisir untuk memanfaatkan sumber
dayanya secara lestari belum memadai. Pemanfaatan yang berlebih (over exploitation) telah
mengakibatkan degradasi sumber daya pesisir. Tekanan pemanfaatan sumber daya pesisir
semakin parah dengan adanya krisis ekonomi, sehingga mendorong banyak pihak bersaing
mendapatkan sumber daya yang masih tersisa dengan berbagai cara. Situasi ini
mempengaruhi kehidupan masyarakat dan menimbulkan marginalisasi masyarakat pesisir.
Permasalahan ini disebabkan banyak faktor, antara lain belum diadopsi pendekatan
Pengelolaan Pesisir terpadu (Waluyo, 2014).
Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaaan Wilayah Pesisir dan ·Pulau-
Pulau Kecil (UU No.27/2007 PWP-3K) menyebutkan bahwa :
Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang
·dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumber daya hayati, sumber daya
nonhayati; sumber daya buatan, dan jasa-jasa lingkungan; sumber daya hayati
meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lainnya;
sumberdaya nonhayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut; sumber daya buatan
meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa
lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air
2
yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang laut yang terdapat
di Wilayah Pesisir.
3
alaminya. Berubahnya alur air akan mengakibatkan daerah diluar reklamasi akan mendapat
limpahan air yang banyak sehingga kemungkinan akan terjadinya abrasi, tergerus atau
mengakibatkan terjadinya banjir atau rob karena genangan air yang banyak dan lama. Ketiga,
aspek sosialnya, kegiatan masyarakat di wilayah pantai sebagian besar adalah sebagai petani
tambak, nelayan ataupun buruh. Dengan adanya reklamasi ini akan mempengaruhi ikan yang
ada di laut, sehingga nanti akan berakibat pada menurunnya pendapatan mereka yang
tentunya menggantungkan hidup kepada laut. Selanjutnya adalah aspek ekologi, kondisi
ekosistem di wilayah pantai yang kaya akan keanekaragaman hayati sangat mendukung
fungsi pantai sebagai penyangga daratan. Ekosistem perairan pantai sangat rentan terhadap
perubahan sehingga apabila terjadi perubahan baik secara alami maupun rekayasa akan
mengakibatkan berubahnya keseimbangan ekosistem (Huda, 2013).
Salah satu kasus reklamasi di Indonesia yang meskipun telah selesai pelak-sanaan dan
telah dimanfaatkan oleh masyarakat tetapi sampai saat ini masih terus menjadi penimbulkan
polemik adalah reklamasi kawasan Teluk Jakarta, Proyek itu dimaksudkan selain untuk
memperbaiki kualitas lingkungan juga untuk pusat niaga dan jasa skala internasional,
perumahan, dan pariwisata. Teluk Jakarta adalah salah satu ekosistem wilayah pesisir di
Indonesia yang bernilai strategis secara geo-ekonomi, geopolitik, geo-kultural dan geografi.
Pertama, Secara geo-ekonomi Teluk Jakarta merupakan wilayah pesisir yang memiliki
dinamika ekonomi pesisir dan ekonomi kelautan yang tinggi dan dinamis karena di sana
berlangsung aktivitas kepelabuhanan, transportasi laut, dan kota pantai. Selain itu, pada
tataran ekonomi rakyat di kawasan Teluk Jakarta terdapat aktivitas perikanan tangkap, dan
budidaya perikanan yang dilakukan oleh nelayan, pembudidaya ikan serta aktivitas wisata
bahari di kepulauan Seribu. Kedua, Secara geo-politik dan geo-strategis, Teluk Jakarta
memiliki nilai politik karena menjadi kawasan yang menjadi jalur perdagangan internasional
untuk transportasi barang dan jasa masuk dan keluar Indonesia. Kawasan Teluk Jakarta
merupakan perairan yang dekat dengan alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) I yang menjadi
jalur perdagangan internasional dari Samudera Indonesia menuju perairan Laut Jawa dan
Laut China Selatan. Ketiga, secara geokultural, teluk Jakarta menyimpan situs sejarah dan
budaya maritim bangsa Indonesia yang tidak begitu saja diabaikan keberadaannya (Karim,
2015).
4
PERTANYAAN PENELITIAN
Dari pendahuluan yang telah dijelaskan didapatkan beberapa pertanyaan penelitian yaitu :
1. Bagaimana ketentuan reklamasi teluk Jakarta dari sudut pandang peraturan yang ada ?
2. Bagaimana urgensi dari reklamasi teluk Jakarta ?
3. Bagaimana pandangan kegiatan reklamasi teluk Jakarta dari sudut pandang lingkungan
hidup ?
PEMBAHASAN
5
pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, terbatasnya ruang untuk partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menunjukkan
bahwa prinsip pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil terpadu belum terintegrasi dengan
kegiatan pembangunan dari berbagai sektor dan daerah. Sistem pengelolaan pesisir tersebut
belum mampu mengeliminasi faktor- faktor penyebab kerusakan dan belum memberi ke-
sempatan kepada sumber daya hayati untuk dapat pulih kembali secara alami atau sumber
daya nonhayati disubstitusi dengan sumber daya lain.” Lebih lanjut Penjelasan atas Undang-
Undang Republik Indonesia No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil menyebutkan bahwa “keunikan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
yang rentan berkembangnya konflik dan terbatasnya akses pemanfaatan bagi masyarakat
pesisir dan pulau-pulau kecil, perlu dikelola secara baik agar dampak aktivitas manusia dapat
dikendalikan dan sebagian wilayah pesisir dipertahankan untuk konservasi. Masyarakat perlu
didorong untuk mengelola wilayah pesisirnya dengan baik dan yang telah berhasil perlu
diberi insentif, tetapi yang merusak perlu diberi sanksi. Norma-norma Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tersebut disusun dalam lingkup perencanaan, pemanfaatan,
pengelolaan, pe-ngendalian, dan pengawasan, dengan mem-perhatikan norma- norma yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725). Norma-norma
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang akan dimuat difokuskan pada
norma hukum yang belum diatur dalam sistem peraturan per-undang- undangan yang ada
atau bersifat lebih spesifik dari pengaturan umum yang telah diundangkan. Norma-norma itu
akan mem-berikan peran kepada Pemerintah, masyarakat, dan swasta sebagai pemangku
kepentingan baik kepen-tingan daerah, kepentingan nasional, maupun kepentingan
internasional melalui sistem penge-lolaan wilayah terpadu. Sesuai dengan hakikat Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum, pengem-bangan sistem Penge-lolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup harus diberi dasar hukum yang jelas, tegas, dan menyeluruh
guna menjamin kepastian hukum bagi upaya pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil. Dasar hukum itu dilandasi oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945” (Ali, 2015).
6
Indonesia sendiri telah memiliki beberapa kebijakan yang mengatur mengenai reklamasi
pantai, diantara-nya :
1. Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai (Peraturan Menteri PU No.
4/PRT/M/2007)
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Tentang Pemerintahan Daerah yang memberi
wewenang kepada daerah untuk mengelola wilayah laut dengan memanfaat-kan sumber
daya alam secara optimal.
3. Undang-undang No 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.
6. Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil.
7. Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
7
Ide reklamasi ini berangkat dari permasalahan yang dihadapi oleh DKI Jakarta yang
kekurangan wilayah daratan, sementara populasi penduduk terus meningkat. Untuk itulah
reklamasi ini perlu dilakukan dengan harapan wilayah daratan Jakarta akan menjadi luas
melalui rekayasa ruang tersebut.“Reklamasi adalah salah satu solusi dalam mengatasi
masalah kurangnya lahan yang kita miliki. Disamping itu, jumlah penduduk yang terus
bertambah pun sudah menjadi masalah yang harus kita pikirkan jalan keluarnya (Suara
Pembaruan, 2015).
8
pesisir pantai dan akan menyebar ke pusat kota apabila terjadi hujan. Banjir yang terjadi ini
tentu akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat, khususnya masyarakat yang hidup
di pesisir pantai. Aktivitas reklamasi tentunya akan menyebabkan kerusakan ekosistem laut,
mulai dari makhluk hidup yang berada di dalamnya serta terumbu karang yang menjadi
tempat tinggal sebagian besar makhluk hidup di laut. Dengan adanya kerusakan ekosistem
laut ini, lagi-lagi akan berdampak pada hilangnya mata pencaharian masyarakat pesisir.
Kerusakan ekosistem laut juga akan mempengaruhi habitat dari ikan dan bukan tidak
mungkin ikan tersebut akan menghilang dari laut yang daerahnya dikelilingi oleh pulau
reklamasi. Jika hal ini dibiarkan terus terjadi, para nelayan akan kehilangan mata pencaharian
mereka dan masyarakat juga akan dihadapkan dengan harga jual ikan yang semakin tinggi
(Praditasari et al, 2015).
Dengan adanya reklamasi Teluk Jakarta nantinya akan menimbulkan dampak
lingkungan hidup. Reklamasi juga akan menyebabkan pelambatan arus dari 13 sungai,
sehingga konsentrasi logam berat yang saat ini memang sudah banyak di Teluk Jakarta akan
semakin banyak. Selain itu dampak lainnya yang ditimbulkan, antara lain peninggian muka
air laut karena area yang sebelumnya berfungsi sebagai kolam telah berubah menjadi daratan.
Akibat peninggian muka air laut maka daerah pantai lainya rawan tenggelam, atau setidaknya
air asin laut naik ke daratan sehingga tanaman banyak yang mati. Biota laut seperti ikan juga
mati akibat kegiatan reklamasi dan mengakibatkan berkurangnya hasil tangkapan para
nelayan hingga lebih dari 50 persen. Kematian ikan tersebut dikarenakan pengaruh logam
berat dan bahan organik. Musnahnya tempat hidup hewan dan tumbuhan pantai sehingga
keseimbangan alam menjadi terganggu (Kementrian Lingkungan Hidup, 2015).
9
kehidupannya dan menyebabkan nelayan yang sudah miskin menjadi semakin miskin (Ucu,
2015).
Pemanfaatan ruang kawasan pesisir jika tidak mengikuti aturan dan tidak
direncanakan secara terpadu dan berkelanjutan maka akan memberikan dampak negatif
terhadap lingkungan. Oleh karena itu semua pemangku kepentingan/stakeholders dalam hal
ini masyarakat, swasta, dan pemerintah perlu dilibatkan dalam pengelolaan ruang kawasan
pesisir. Diperlukan kajian mendalam dan menyeluruh terhadap dampak yang akan
ditimbulkan dengan pemanfaatan tersebut. Sosialisasi kepada masyarakat dengan melibat-kan
mereka pada proses pengelolaan ruang kawasan pesisir dan kepastian hukum me-rupakan hal
yang sangat penting diperhati-kan. Sehingga masyarakat akan mempunyai rasa memiliki dan
tanggungjawab yang besar. Selain itu pemanfaatan dan pengelolaan ruang kawasan pesisir
seharusnya juga disinkronkan dengan rencana tata ruang kota yang telah ada. Sehingga
kemampuan daya dukung lahan, daya dukung sosial, dan ekologi tidak terabaikan (Ali,
2015).
KESIMPULAN
10
Terdapat perbedaan diantara urgensi dan pandangan terhadap lingkungan hidup
reklamasi teluk Jakarta. Pada pembahasan urgensi menjelaskan bahwa reklamasi menjadi
salah satu solusi menghadapi keterbatasan lahan. Namun disisi lain terjadi perbedaan jika
dilihat dari sudut pandang lingkungan hidup, pembangunan reklamasi teluk Jakarta akan
merusak ekosistem. Selain itu, reklamasi juga akan memperparah potensi banjir di Jakarta
karena mengubah bentang alam (geomorfologi) dan aliran air (hidrologi) di kawasan Jakarta
Utara. Perubahan itu antara lain berupa tingkat kelandaian, komposisi sedimen sungai, pola
pasang surut, pola arus laut sepanjang pantai, dan merusak kawasan tata air.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. (2015). Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir sebuah “Keniscayaan”? Prosiding Temu
Ilmiah IPLB , 1-8.
Elysia, V. (2014). Kajian Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau. Forum Ilmiah ,
Volume 11 Nomor 3 334-343.
Huda, M. C. (2013). Pegaturan Perizinan Reklamasi Pantai. Perspektif , Volume XVIII No. 2
Tahun 126-135.
Karim, M. (2015). Pokok - Pokok Pikiran Reklamasi Teluk Jakarta dan Pengelolaan. Bogor:
Universitas Trilogi Jakarta.
Kompasiana. (2016, Juni 1). Kompasiana 9. Dipetik Noember 14, 2017, dari Kompasiana:
https://www.kompasiana.com/nikmatjujur/reklamasi-teluk-jakarta-
penting_574eade5f37e61f2072b347e
Praditasari, A. (2016). Analisis Kebijakan Reklamasi Teluk DKI Jakarta Dari Sudut Pandag
Masyarakat dan Nelayan. Jurnal Kelautan , 3-20.
11
Suara Pembaharuan. (2016, Juli 1). Buletin. Dipetik November 14, 2017, dari Kontras:
https://www.kontras.org/buletin/indo/20160701_buletin_Basa_Basi_Reklamasi_577
65f5943610.pdf
Ucu, K. R. (2016, April 3). News. Dipetik November 14, 2017, dari Repulika:
http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-
nasional/16/04/03/o51v4k282-urgensi-reklamasi-pantai-utara-jakarta-dipertanyakan
Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau
Kecil.
Waluyo, A. (2014). Permodelan Pegelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Secara
Terpadu yang Berbasis Masyarakat (Studi Kasus Pulau Raas Kaupaten Sumenep
Madura). Jurnal Kelautan , Volume 7, No. 2 75-85.
12