Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS INVESTASI

Pendahuluan

Investasi merupakan suatu pengeluaran modal saat ini untuk megharapkan pengembalian atau hasil
pada masa yang akan datang. Keputusan atas suatu investasi pada umumnya didasarkan pada
pertimbangan investor terhadap besarnya return(pengembalian) yang diharapkan serta risiko yang
diperkirakan akan dihadapi. Hubungan antara risiko dengan return bersifat positif artinya apabila risiko
tinggi maka return yang diharapkan juga akan tinggi. Sebagai ilustrasi, apabila seorang detektif memiliki
misi untuk membongkar suatu sindikat perampokan maka besarnya bayaran yang ditawarkan bergantung
besarnya risiko yang akan dihadapi dalam menjalankan tugas.
Analisis investasi (investment analysis) dimaksudkan sebagai upaya untuk memperkirakan prospek
suatu investasi di masa yang akan datang. Analisis ini sangat diperlukan dengan pertimbangan bahwa
kondisi investasi masa yang akan datang bersifat tidak pasti (uncertainty). Hasil analisis investasi ini akan
menjadi pertimbangan bagi para investor dalam mengambil keputusan atas investasinya. Analisis
investasi meliputi analisis fundamental, analisis teknikal, model-model valuasi investasi, serta model-
model keseimbangan dalam menilai investasi. Pada pembahasan analisis investasi ini, penulis lebih
banyak mengungkapkan teori hasil kompilasi dari beberapa pakar serta hasil penelitian, baik yang
dilaksanakan di dalam negeri (Indonesia) maupun di luar negeri.

Analisis Investasi: Analisis Fundamental


Analisis fundamental merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam
menganalisis suatu sekuritas. Menurut Jones (2007) bahwa “Fundamental analysis at the
company level involves analyzing basic financial variables in order to estimate the company’s
intrinsic value”. Selanjutnya, Jones (2007) menyatakan bahwa “The end result of fundamental
analysis at the company level is good understanding of the company’s financial variables and an
assessment of the estimated value and potential of the company”. Selanjutnya, Reilly dan Brown
(2006) mengemukakan bahwa “Fundamental analysts believe that, at any time there is a basic
intrinsic value for the aggregate stock market, various industries, or individual securities and
that these values depend on underlying economic factors”.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa analisis fundamental dilakukan untuk menentukan
nilai intrinsik (nilai yang sebenarnya) suatu sekuritas, misalnya saham yang didasarkan pada
faktor-faktor fundamental, seperti faktor-faktor ekonomi, industri, dan faktor-faktor finansial
perusahaan.

Copeland, Weston, dan Shastri (2005) mengemukakan beberapa faktor yang menentukan
harga sekuritas adalah transaksi perdagangan (permintaan dan penawaran) antar investor yang
secara garis besar dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu pilihan waktu untuk melakukan investasi
dan produktivitas investasi dalam menghasilkan return, ekspektasi investor mengenai keadaan
masa yang akan datang, serta sikap investor terhadap risiko.
Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran dana saat ini untuk mengharapkan
pengembalian (hasil) pada masa yang akan datang, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Berbagai pilihan investasi akan dihadapi oleh para investor, baik investor individu maupun
investor kelompok. Berdasarkan bentuknya, investasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Investasi pada sektor riil, seperti peralatan, properti, dll.
b. Investasi pada sektor finansial, baik instrumen investasi pada pasar uang maupun instrumen
investasi pada pasar modal, seperti obligasi dan saham maupun derivatifnya.
Berdasarkan analisis faktor risiko yang kemudian menentukan return saham tersebut akan
menjadi pertimbangan bagi investor dalam mengambil keputusan. Keputusan investor
merupakan perwujudan dari suatu perilaku atas respon investor dari berbagai faktor yang
mempengaruhi iklim investasinya. Faktor utama yang menjadi pertimbangan investor atas
keputusan investasinya adalah ekspektasi terhadap return dan risiko.
Beberapa konsep dasar yang diperlukan dalam melakukan analisis fundamental adalah:
1. Return investasi individual
Tujuan utama suatu kegiatan investasi adalah untuk menghasilkan return (hasil) sebagaimana
dikemukakan oleh Penman (2003) bahwa “The objective of investing is to earn returns, and the objective
of fundamental analysis is to forecast and value this returns”. Pada dasarnya seluruh jenis investasi
mempunyai return yang sama yaitu berupa net cash inflow yang dihasilkan dari kegiatan investasi.
Namun komponen pembentuk return akan berbeda bagi setiap jenis investasi. Return dapat diartikan
sebagai hasil atau pengembalian dari investasi berupa pendapatan bunga, pendapatan dividen, capital
gain, dll. Fischer dan Jordan (1995) mengemukakan bahwa “ Return is the motivating force and the
principal reward in the investment process, and it is the keymethod available to investors in
comparing alternative investments”.
Bagi investasi riil, return berupa net cash flow yang dihasilkan dari aktivitas operasi atas
proyek investasi; bagi investasi obligasi akan menghasilkan return berupa pendapatan bunga atas
obligasi (bond yield); sedangkan bagi investasi saham akan menghasilkan return berupa
pendapatan dividen (dividend yield) dan pendapatan dari selisih harga (capital gain).
Jadi total return suatu investasi aktiva finansial dapat dihitung secara matematis:
Return = Hasil + Perubahan harga. Menurut Salomon Brothers (1989) dalam Elton dkk (2007)
bahwa terdapat tujuh variabel yang dapat mempengaruhi return sekuritas yaitu: (1) pertumbuhan
ekonomi, (2) siklus bisnis, (3) tingkat suku bunga jangka panjang, (4) tingkat suku bunga jangka
pendek, (5) inflasi, (6) kurs mata uang, dan (7) indeks pasar.
Return dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu return ekspektasi dan return aktual.Menurut Rose,
Westerfield, dan Jaffe (2010) bahwa “Expected return is the return that an individual expects a stock to
earn over the next period”. Untuk mengukur besarnya return saham aktual digunakan rumus (Jogiyanto,
2008) sebagaimana ditunjukkan pada Persamaan 10.1.
Keterangan:
Rit = Return individual realisasi pada periode t
Pt = Harga saham pada periode t
Pt-1 = Return individual realisasi pada periode t-1
Dt = Dividen pada periode t
Untuk menjelaskan penghitungan return saham di atas, sebagai ilustrasi digunakan data harga pasar
saham dan pembayaran dividen PT United Tractors Tbk di Bursa Efek Indonesia sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 10.1.

Tabel 10.1. Harga pasar saham, pembayaran dividen, dan return saham PT United Tractors Tbk
Harga pasar Pembayaran Capital Dividend Return
Tahun
(Rp) dividen*) (Rp) gain (%) yield (%) saham (%)
2005 5.400 0
2006 7.550 0 39,81 0 39,81
2007 10.900 0 44,37 0 44,37
2008 4.400 0 (59,63) 0 (59,63)
2009 15.500 0 252,27 0 252,27
Sumber: Fact book Bursa Efek Indonesia
Keterangan *) Asumsi penulis
Berdasarkan Tabel 10.1 di atas menunjukkan bahwa harga pasar saham PT United Tractors Tbk
sangat fluktuatif. Apabila diasumsikan tidak ada pembayaran dividen maka return saham aktual sama
dengan capital gain yang ditunjukkan pada kolom return saham. Nilai return saham akan berfluktuasi
sejalan dengan harga pasar saham.

2. Risiko investasi
Risiko dapat diartikan sebagai variabilitas return terhadap return yang diharapkan. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Jones (2007) bahwa “Risk is defined here as the chance that the
actual return on an investment will be different from its expected return”. Apa yang
menyebabkan timbulnya risiko bagi aktiva finansial? Menurut Jones (2007) terdapat delapan
faktor yang dapat menyebabkan timbulnya risiko bagi suatu aktiva finansial, yaitu: (1) risiko
tingkat suku bunga, (2) risiko pasar, (3) risiko inflasi, (4) risiko bisnis, (5) risiko finansial, (6)
risiko likuiditas, (7) risiko nilai tukar, (8) risiko Negara.

3. Return dan risiko pasar


Setiap investasi yang dilakukan oleh investor, baik investasi pada sektor riil maupun investasi
finansial tidak terlepas dari pengaruh pasar. Oleh karena itu, pada analisis investasi perlu
memperhitungkan return dan risiko pasar. Return pasar merupakan pengukuran return portofolio pasar
yang dihitung berdasarkan perubahan indeks pasar modal sebagai proksi indeks pasar. Rumus yang
digunakan sebagaimana dikemukakan oleh Jogiyanto (2008) ditunjukkan pada Persamaan 10.2.
Untuk menjelaskan penghitungan return pasar di atas, sebagai ilustrasi digunakan data indeks harga
saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 10.2.

Tabel 10.2. Indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia
Tahun IHSG Return Pasar (%)
2001 392
2002 425 8,39
2003 679 59,86
2004 1.000 47,24
2005 1.163 16,24
2006 1.806 55,34
2007 2.746 52,05
2008 1.355 -50,66
2009 2.534 87,01
Sumber: Bank Indonesia
Berdasarkan Tabel 10.2 di atas menunjukkan return pasar saham di Indoensia mengalami fluktuasi.
Nilai return pasar akan berfluktuasi sejalan dengan fluktuasi indeks harga saham gabungan. Fluktuasi
return pasar juga dapat dilihat pada Gambar 10.1.
Gambar 10.1. Return pasar saham di Indonesia
Sedangkan risiko pasar menunjukkan risiko yang timbul karena adanya pengaruh faktor
pasar yang tidak dapat dihilangkan dengan cara diversifikasi investasi.
Untuk menghitung besarnya risiko pasar digunakan rumus varians return pasar (Jogiyanto, 2008)
sebagaimana ditunjukkan pada Persamaan 10.3.
Keterangan:
M2 = varians pasar (tingkat risiko pasar)
i2 = Varians saham individual (risiko saham individual)
ei2 = Varians residual saham individual
i2 = Beta kuadrat

4. Tingkat return aktiva bebas risiko


Untuk mengukur tingkat return aktiva bebas risiko digunakan pendekatan tingkat suku bunga,
sebagaimana disebutkan oleh Brigham, Gapenski, dan Ehrnhardt (1999) “generally taken to be the yield
on a long-term U.S. Treasury bond”. Pada penelitian-penelitian pasar modal yang dilakukan di Indonesia
digunakan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sebagai proksi tingkat return aktiva bebas
risiko.
5. Beta Saham
Risiko yang relevan dalam permasalahan investasi saham adalah risiko yang tidak dapat dihilangkan
sama sekali atau risiko sistematisnya, sehingga dalam hal ini risiko yang diperhitungkan adalah risiko
sistematis yang diukur dengan beta. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Jogiyanto (2008)
bahwa beta adalah pengukur risiko sistematis dari suatu saham atau portofolio relatif terhadap risiko
pasar. Menurut Elton, gruber, Brown, dan Goetzmann (2007) bahwa “Beta is risk measure that arises
from the relationship between the return on a stock, and the return on the market”.
Pada umumnya, ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk menghitung beta, yaitu:
1) Menurut Elton, Gruber, Brown, dan Goetzmann (2007) untuk mengestimasi beta dapat digunakan
pendekatan pasar atau Model Indeks Tunggal dengan menggunakan teknik statistik regresi. Rumus yang
digunakan sebagaimana ditunjukkan pada Persamaan 10.4.
Keterangan:
Rit = Return saham I pada periode t
Rmt = Return saham pada periode t
i = Konstanta (unique return)
i = Beta saham
it = Residual error saham i pada periode t.
2) Menurut Radcliffe (1997) untuk mengestimasi beta dapat dilakukan dengan mengukur volatilitas antara
return suatu saham dengan return pasar. Rumus yang digunakan sebagaimana ditunjukkan pada
Persamaan 10.5.

………………. (10.5)
Keterangan:
i = Beta saham
im = Covarians antara return saham i dengan return pasar
m2 = Varians pasar
Rm = Return pasar pada periode t
Ri = Return saham i pada periode t.

Menurut Rose, Westerfield, dan Jaffe (2010) bahwa “Variance and standard deviation are many ways to
assess the volatility of a security’s return. One of the most common is variance, which is a measure of the
squared deviations of a security’s return from its expected return”. Selanjutnya, Rose, Westerfield, dan
Jaffe (2010) bahwa “Covariance and Correlation is a return on individual securities are related to one
another”.
Menurut Jogiyanto (2008) bahwa Beta untuk portofolio pasar adalah bernilai 1. Suatu sekuritas yang
mempunyai Beta lebih kecil dari 1 dikatakan berisiko lebih kecil dari risiko portofolio pasar. Sebaliknya,
suatu sekuritas yang mempunyai nilai Beta lebih besar dari 1 dikatakan dikatakan mempunyai risiko
sistematik yang lebih besar dari risiko pasar. Jika suatu sekuritas mempunyai Beta sama dengan Beta
portofolio pasar atau sama dengan 1, maka diharapkan sekuritas ini mempunyai return ekspektasi yang
sama dengan return ekspektasi portofolio pasar atau E(R M). Untuk sekuritas individual yang mempunyai
Beta lebih kecil (besar) dari satu, maka diharapkan akan mendapatkan return ekspektasi lebih kecil
(besar) dibandingkan dengan return ekspektasi portofolio pasar.
Jadi berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa analisis fundamental (fundamental
analysis) merupakan suatu upaya untuk mengestimasi harga sekuritas di masa yang akan datang
dengan mempertimbangkan faktor-faktor fundamental secaratop-down. Kerangka analisis fundamental
secara top-down ditunjukkan pada Gambar 10.2.

Berdasarkan kerangka pada Gambar 10.2 di atas menunjukkan bahwa analisis fundamental
meliputi:
1. Analisis faktor-faktor makroekonomi
Faktor-faktor fundamental ekonomi merupakan variabel-variabel makroekonomi dan industri
yang menjadi indikator kinerja perekonomian yang dicapai oleh suatu negara. Variabel ini
menggambarkan fundamental ekonomi suatu negara. Faktor-faktor fundamental ekonomi
dipandang dalam konteks lingkungan ekonomi dari suatu sistem bisnis. Pasar modal sebagai
suatu sistem bisnis tentunya akan mendapat pengaruh dari lingkungan ekonominya.
Variabel-variabel makroekonomi yang dianggap berpengaruh terhadap return saham adalah:
tingkat inflasi, pendapatan nasional, jumlah uang beredar, tingkat suku bunga, nilai tukar mata
uang asing, neraca pembayaran, APBN, dan tingkat pengangguran.
1) Tingkat Inflasi
Inflasi (inflation) dapat diartikan sebagai kecenderungan kenaikan harga barang-barang dan
jasa yang berlaku secara umum dan berlangsung relatif lama. Inflasi berpengaruh terhadap return
saham. Hal ini sejalan dengan pernyataan Reilly dan Brown (2006) bahwa “when investors
anticipated an increase in rate of inflation, they would increase their required rates of return by
a similar amount to derive constant rates of return”. Menurut Dornbusch, Fischer, dan Startz
(2008) bahwa “The inflation measure in the figure is the rate of change of the consumer price
index (CPI), the cost of a given basket of goods representing the purchases of a typical urban
consumer”.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa variabel Inflasi merupakan salah satu
indikator perekonomian suatu negara. Inflasi berpengaruh terhadap daya beli masyarakat sehingga juga
berpengaruh terhadap pendapatan riil masyarakat. Semakin tinggi Inflasi suatu negara maka semakin
rendah daya beli (purchasing power) masyarakat sehingga pendapatan riil juga menurun. Daya beli
masyarakat akan berpengaruh terhadap permintaan (demand) barang dan jasa yang dihasilkan oleh
produsen sebagai emiten. Semakin tinggi daya beli masyarakat maka semakin tinggi pula permintaan
barang dan jasa. Permintaan akan berpengaruh terhadap pendapatan produsen. Artinya semakin tinggi
permintaan suatu produsen maka akan semakin tinggi pula pendapatan produsen tersebut. Dan pada
akhirnya apabila pendapatan meningkat maka cenderung diikuti pula peningkatan laba. Selanjutnya, para
investor akan merespon kondisi tersebut sehingga akan berpengaruh terhadap nilai suatu sekuritas.
Apabila para investor merespon positif terhadap kinerja emiten maka nilai sekuritas yang diterbitkan
emiten tersebut cenderung meningkat. Demikian pula sebaliknya, apabila para investor merespon negatif
maka nilai sekuritas yang diterbitkan emiten tersebut cenderung menurun.
2) Tingkat Suku Bunga
Tingkat suku bunga (interest rates) dapat diartikan sebagai biaya atas dana pinjaman atau
pendapatan atas investasi pada pasar uang. Hal ini sejalan dengan pernyataan Dornbusch,
Fischer, dan Startz (2008) bahwa “The interest rate states the rate of payment on a loan or other
investment, over and above principal repayment, in terms of an annual percentage”.
Zafar, Urooj, dan Durrani (2008) telah melakukan penelitian tentang volatilitas tingkat suku
bunga dan return saham pada Pasar Saham Karachi. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa
“conditional market returns and variance parameters are very close to each other for both the
models. Conditional market returns have a negatively significant relation with the interest rates
as in USA and Korea. Thus we can easily predict the stock returns by analyzing interest rates.”
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat suku bunga merupakan
salah satu indikator perekonomian suatu negara. Suku bunga berpengaruh terhadap dua hal yaitu (1)
daya beli untuk konsumsi masyarakat dan (2) selera investasi masyarakat. Semakin tinggi suku bunga
pada suatu negara maka semakin rendah daya beli (purchasing power) masyarakat. Kondisi ini pula akan
mengubah selera investasi masyarakat yang cenderung mengalihkan investasinya dari pasar modal ke
pasar uang. Daya beli masyarakat akan berpengaruh terhadap permintaan (demand) barang dan jasa
yang dihasilkan oleh produsen sebagai emiten. Semakin tinggi daya beli masyarakat maka semakin
tinggi pula permintaan barang dan jasa. Permintaan akan berpengaruh terhadap pendapatan produsen.
Artinya semakin tinggi permintaan suatu produsen maka akan semakin tinggi pula pendapatan produsen
tersebut. Dan pada akhirnya apabila pendapatan meningkat maka cenderung diikuti pula peningkatan
laba. Di samping itu, adanya perubahan selera investasi masyarakat yang cenderung mengalihkan
investasinya dari pasar modal ke pasar uang sehingga harga sekuritas pada pasar modal cenderung
menurun. Selanjutnya, para investor akan merespon kondisi tersebut sehingga akan berpengaruh
terhadap nilai suatu sekuritas. Apabila para investor merespon positif terhadap kinerja emiten maka nilai
sekuritas yang diterbitkan emiten tersebut cenderung meningkat. Demikian pula sebaliknya, apabila para
investor merespon negatif maka nilai sekuritas yang diterbitkan emiten tersebut cenderung menurun.

3) Jumlah Uang Beredar


Jumlah uang beredar (money supply) dapat diartikan sebagai nilai uang yang beredar di
masyarakat, kecuali bank komersial dan kas Negara. Variabel jumlah uang beredar juga salah
satu indikator perekonomian suatu negara. Jumlah uang beredar akan berpengaruh terhadap
inflasi yang mana apabila jumlah uang beredar meningkat maka cenderung tingkat inflasi akan
meningkat. Demikian pula sebaliknya, apabila jumlah uang beredar menurun maka tingkat
inflasi cenderung menurun. Pengaruh selanjutnya adalah sama dengan pengaruh inflasi terhadap
nilai suatu sekuritas.

4) Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional (national income) merupakan salah satu indikator kinerja perekonomian
yang dicapai oleh suatu Negara. Pendapatan nasional dapat memberikan pengaruh terhadap iklim
berinvestasi, termasuk iklim berinvestasi di pasar modal. Salah satu konsep pengukuran
pendapatan nasional adalah Produk Domestik Bruto (gross domestic product).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa variabel PDB merupakan salah satu
indikator perekonomian suatu negara. Apabila PDB suatu negara mengalami peningkatan maka
perekonomian negara tersebut mengalami kemajuan. PDB berpengaruh terhadap daya beli masyarakat.
Semakin tinggi PDB suatu negara maka semakin tinggi pula daya beli (purchasing power) masyarakat.
Daya beli masyarakat akan berpengaruh terhadap permintaan (demand) barang dan jasa yang dihasilkan
oleh produsen sebagai emiten. Semakin tinggi daya beli masyarakat maka semakin tinggi pula
permintaan barang dan jasa. Permintaan akan berpengaruh terhadap pendapatan produsen. Artinya
semakin tinggi permintaan suatu produsen maka akan semakin tinggi pula pendapatan produsen
tersebut. Dan pada akhirnya apabila pendapatan meningkat maka cenderung diikuti pula peningkatan
laba. Selanjutnya, para investor akan merespon kondisi tersebut sehingga akan berpengaruh terhadap
nilai suatu sekuritas. Apabila para investor merespon positif terhadap kinerja emiten maka nilai sekuritas
yang diterbitkan emiten tersebut cenderung meningkat. Demikian pula sebaliknya, apabila para investor
merespon negatif maka nilai sekuritas yang diterbitkan emiten tersebut cenderung menurun.

5) Nilai Tukar Mata Uang Asing


Nilai tukar mata uang asing (foreign exchange rate) dapat diartikan sebagai perbandingan
nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang Negara lainnya. Misalnya, rupiah terhadap
dollar AS. Menurut Dornbusch, Fischer, dan Startz (2008) bahwa “The exchange rate is the price
of foreign currency”.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa variabel nilai tukar merupakan salah satu
indikator perekonomian suatu negara. Nilai tukar berpengaruh terhadap dua hal yaitu (1) daya beli untuk
konsumsi masyarakat baik domestik maupun luar negeri dan (2) selera investasi masyarakat. Apabila
mata uang domestik mengalami depresiasi terhadap mata uang asing maka ekspor negara tersebut
cenderung mengalami peningkatan dan sebaliknya impor negara tersebut cenderung mengalami
penurunan. Kondisi ini pula akan mengubah selera investasi masyarakat yang cenderung mengalihkan
investasinya dari pasar modal ke pasar uang. Daya beli masyarakat akan berpengaruh terhadap
permintaan (demand) barang dan jasa yang dihasilkan oleh produsen sebagai emiten. Semakin tinggi
daya beli masyarakat maka semakin tinggi pula permintaan barang dan jasa. Permintaan akan
berpengaruh terhadap pendapatan produsen. Artinya semakin tinggi permintaan suatu produsen maka
akan semakin tinggi pula pendapatan produsen tersebut. Dan pada akhirnya apabila pendapatan
meningkat maka cenderung diikuti pula peningkatan laba. Di samping itu, adanya perubahan selera
investasi masyarakat yang cenderung mengalihkan investasinya dari pasar modal ke pasar uang
sehingga harga sekuritas pada pasar modal cenderung menurun. Selanjutnya, para investor akan
merespon kondisi tersebut sehingga akan berpengaruh terhadap nilai suatu sekuritas. Apabila para
investor merespon positif terhadap kinerja emiten maka nilai sekuritas yang diterbitkan emiten tersebut
cenderung meningkat. Demikian pula sebaliknya, apabila para investor merespon negatif maka nilai
sekuritas yang diterbitkan emiten tersebut cenderung menurun.

6) Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran (balance of payment) merupakan salah satu indikator makroekonomi
yang menunjukkan perimbangan antara arus dana masuk dari luar negeri ke dalam negeri dengan
arus dana keluar dari dalam negeri ke luar negeri. Neraca pembayaran dapat mempengaruhi
aktivitas perekonomian suatu Negara karena akan menentukan cadangan devisa. Komponen
utama dari neraca pembayaran adalah transaksi berjalan (neraca perdagangan) yang merupakan
perimbangan ekspor dan impor. Apabila neraca perdagangan dalam kondisi defisit maka neraca
pembayaran juga akan cenderung defisit kecuali dapat ditutupi oleh transaksi modal. Hal ini
yang akan mempengaruhi kegiatan perekonomian sehingga akan berpengaruh terhadap iklim
investasi, baik pada sektor riil maupun sektor keuangan.

7) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)


APBN (budgets) merupakan anggaran yang disusun oleh pemerintah berkaitan dengan
keuangan Negara. APBN merupakan pedoman bagi pemerintah dalam mengatur keuangan
Negara. Menurut Bodie, Kane, dan Marcus (2009) bahwa “The budget deficit of the federal
government is the difference between government spending and revenues. Any budgetary
shortfall must be offset by government borrowing. Large amounts of government borrowing can
force up interest rates by increasing the total demand for credit in the economy”.
8) Pengangguran
Pengangguran (unemployment) merupakan suatu keadaan dimana angkatan kerja tidak
mendapatkan pekerjaan. Pengangguran juga merupakan salah satu indikator perekonomian suatu
negara. Pengangguran akan mengakibatkan pendapatan masyarakat berkurang serta cenderung
terjadi ketidakstabilan keamanan dalam suatu negara. Apabila Tingkat Pengangguran dalam
suatu negara mengalami peningkatan maka perekonomian negara tersebut mengalami penurunan.
Pengangguran berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Semakin tinggi Tingkat
Pengangguran dalam suatu negara maka semakin rendah pula daya beli (purchasing power)
masyarakat. Daya beli masyarakat akan berpengaruh terhadap permintaan (demand) barang dan
jasa yang dihasilkan oleh produsen sebagai emiten. Semakin rendah daya beli masyarakat maka
semakin rendah pula permintaan barang dan jasa. Permintaan akan berpengaruh terhadap
pendapatan produsen. Artinya semakin rendah permintaan suatu produsen maka akan semakin
rendah pula pendapatan produsen tersebut. Dan pada akhirnya apabila pendapatan menurun
maka cenderung diikuti pula penurunan laba. Selanjutnya, para investor akan merespon kondisi
tersebut sehingga akan berpengaruh terhadap nilai suatu sekuritas. Apabila para investor
merespon negatif terhadap kinerja emiten maka nilai sekuritas yang diterbitkan emiten tersebut
cenderung menurun. Demikian pula sebaliknya, apabila para investor merespon positif maka
nilai sekuritas yang diterbitkan emiten tersebut cenderung meningkat.
Secara grafis hubungan antara variabel-variabel makroekonomi terhadap nilai suatu sekuritas
ditunjukkan pada Gambar 10.3.
Hasil-hasil penelitian 10 tahun terakhir tentang hubungan antara faktor-faktor fundamental
ekonomi dengan return saham sebagai berikut:
1. Flannery dan Protopapadakis (2002) telah meneliti tentang hubungan antara variabel-variabel
makroekonomi dengan return saham. Pada penelitian ini, mereka mengkaji faktor inflasi dan
pertumbuhan uang. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa return saham secara signifikan
berkaitan dengan inflasi dan pertumbuhan uang.
2. Boyer dan Filian (2004) telah melakukan penelitian tentang faktor-faktor fundamental ekonomi
yang menentukan return saham perusahaan-perusahaan minyak dan gas Kanada. Hasil penelitian
ini disimpulkan bahwa return pasar saham Kanada, dan peningkatan harga minyak mentah dan
gas alam berhubungan positif dengan return saham. Sedangkan tingkat suku bunga, volume
produksi, dan pelemahan dollar Kanada terhadap dollar Amerika Serikat berhubungan negatif
dengan return saham.
3. Goriaev (2004) telah melakukan penelitian tentang faktor-faktor fundamental yang merupakan
sumber risiko pada Pasar Saham Rusia. Pada faktor-faktor fundamental ekonomi yang diteliti
adalah oil, currency, bond spreads, dll.
4. Poitras (2004) telah melakukan penelitian tentang variabel-variabel ekonomi makro kaitannya
dengan return saham. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa tidak ada pengaruh secara
signifikan pengumuman variabel-variabel ekonomi makro terhadap harga saham.
5. Al-Zubi dan Salameh (2007) telah melakukan penelitian tentang hubungan antara variabel-
variabel ekonomi dengan return saham pada sektor industri di Jordania. Pada penelitian ini,
mereka mengkaji empat variabel ekonomi yaitu industrial production, expected
inflation, unanticipated inflation, dan term structure. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa
apabila mempertimbangkan return tanpa dividen maka hanya ada dua variabel yang benar-benar
mempengaruhi return saham yaitu expected inflation dan unanticipated inflation sedangkan
apabila mempertimbangkan dividen maka hanya ada satu variabel yang mempengaruhi return
saham yaitu unticipated inflation.
6. Kandir (2008) telah melakukan penelitian tentang peranan faktor-faktor makroekonomi dalam
menjelaskan return saham Turki. Pada penelitian ini, Kandir menggunakan faktor growth rate of
industrial production index, change in consumer price index, growth rate of narrowly defined
money supply, change in exchange rate, interest rate, growth rate of international crude oil
price, dan return on the MSCI World Equity Index. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa exchange rate,interest rate, dan world market return mempengaruhi seluruh return
portofolio, sementara inflation rate hanya signifikan pada tiga dari 12 return portofolio.
Sedangkan industrial production, money supply dan oil prices tidak mempunyai pengaruh secara
signifikan terhadap return saham.

2. Analisis industri
Industri dapat diartikan sebagai kelompok perusahaan yang sejenis. Analisis terhadap suatu
industri diperlukan dengan pertimbangan bahwa setiap industri memiliki karakteristik yang
berbeda sehingga memberikan dampak risiko yang berbeda terhadap investasi saham pada pasar
saham. Dengan demikian berarti bahwa setiap jenis industri pada waktu yang bersamaan akan
memberikan tingkat return yang berbeda.
Pada setiap pasar modal di setiap negara telah melakukan pengklasifikasian berdasarkan
jenis-jenis industri. Misalnya, Bursa Efek Indonesia telah mengklasifikasi emiten ke dalam
sembilan sektor industri.
Di samping itu, analsis terhadap karakteristik industri dapat dibedakan dari kinerja masing-
masing industri yang dapat diukur dengan beberapa faktor antara lain: (1)Return on equity,
(2) Earnings per share, (3) Industry’s operating profit margin, (4)Price earnings ratio,
(5) Price/book value ratio, (6) Price/cash flow ratio, dan (7)Price/sales ratio.
Hasil-hasil penelitian terdahulu tentang hubungan antara return saham dengan faktor-faktor
industri adalah sebagai berikut:
1) Bauer, Pavlov, dan Schotman (2004) telah meneliti tentang prediksibilitas return saham
berdasarkan data panel saham-saham individual kaitannya dengan pengaruh karakteristik
industri. Hasil penelitiannya menemukan bahwa efek industri signifikan yang diindikasikan oleh
ukuran (size) dan momentum. Selanjutnya, mereka menemukan bahwa return ekspektasi pada
umumnya berkaitan dengan cash flow-to-price ratio dan analyst earnings revisions sebagai
momentum.
2) Hou dan Robinson (2006) telah meneliti tentang konsentrasi industri kaitannya dengan return
saham. Pada penelitian ini, mereka mengkaji beberapa faktor fundamental perusahaan yang
mempengaruhi return saham antara lain: size, book-to-market, dan momentum. Hasil
penelitiannya menyimpulkan bahwa perusahaan yang berada dalam industri yang semakin
terkonsentrasi akan menghasilkan return yang lebih rendah.
3) Chan, Lakonishok, dan Swaminathan (2007) telah meneliti tentang klasifikasi industri dengan
pergerakan return saham pada pasar modal Amerika Serikat. Hasil penelitiannya menyimpulkan
bahwa industri dapat berpengaruh terhadap volatilitas return saham sebagaimana menyatakan
bahwa “their common response to industry effects may be drowned out by the higher volatility in
small stock returns.”
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa analisis industri bertujuan menentukan
jenis-jenis industri yang menguntungkan sebagai sebagai suatu kegiatan investasi, baik investasi tunggal
maupun investasi portofolio. Variabel-variabel analisis industri adalah:
1) Estimasi tingkat keuntungan industri
Tingkat keuntungan industri merupakan tingkat keuntungan rata-rata seluruh perusahaan yang berada
dalam industri tersebut. Suatu industri yang diestimasi memiliki tingkat keuntungan yang cenderung
menurun maka industri tersebut cenderung direspon negatif oleh investor. Untuk menilai tingkat
keuntungan industri dapat dilakukan prosedur sebagai berikut:
Tahap I. Tentukan parameter atau indikator yang digunakan, seperti ROA, ROE, GPM, OPM, NPM.
Tahap II. Identifikasi nilai-nilai parameter setiap perusahaan tersebut kemudian hitung rata-rata tingkat keuntungan
industri.
Tahap III. Lakukan forecasting terhadap nilai-nilai parameter tersebut
Tahap IV. Lakukan analisis terhadap tingkat keuntungan industri tersebut.
2) Estimasi earning per share (EPS) industri
EPS industri merupakan EPS rata-rata seluruh perusahaan yang berada dalam industri tersebut. Suatu
industri yang diestimasi memiliki EPS yang cenderung menurun maka industri tersebut cenderung
direspon negatif oleh investor. Untuk menilai tingkat keuntungan industri dapat dilakukan prosedur
sebagai berikut:
Tahap I. Identifikasi nilai-nilai EPS setiap perusahaan kemudian hitung rata-rata EPS industri.
Tahap II. Lakukan forecasting terhadap nilai-nilai EPS tersebut
Tahap III. Lakukan analisis terhadap EPS industri tersebut.
3) Persaingan dan return industri yang diharapkan
4) Estimasi earning multiplier industri

3. Analisis perusahaan
Faktor-faktor fundamental perusahaan ditunjukkan oleh kinerja keuangan dan keputusan-
keputusan penting pada fungsi keuangan perusahaan yang merupakan indikator kinerja
manajemen perusahaan. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan perusahaan adalah emiten-emiten
yang terdaftar pada Bursa Efek. Analisis terhadap kinerja keuangan emiten dapat dilakukan
melalui analisis terhadap laporan keuangan sedangkan analisis terhadap keputusan-keputusan
strategis di bidang keuangan adalah keputusan-keputusan yang berimplikasi jangka panjang di
bidang keuangan.
Analisis terhadap laporan keuangan merupakan metode yang digunakan para pengguna untuk
mencari informasi guna menjawab pertanyaannya tentang perusahaan (Penman, 2003).
Analisis terhadap kinerja keuangan emiten menggambarkan kekuatan dan kelemahan aspek
finansial suatu perusahaan sehingga akan merefleksikan suatu risiko bagi suatu perusahaan.
Analisis terhadap kinerja keuangan emiten dapat dikelompokkan ke dalam lima bagian yaitu:
(1) Analisis Likuiditas, (2) Analisis Solvabilitas, (3) Analisis Profitabilitas, (4) Analisis
Pertumbuhan Perusahaan, dan (5) Analisis Nilai Tambah. Sebagian besar analisis ini telah
dijelaskan pada bagian sebelumnya.
Hasil-hasil penelitian terdahulu tentang pengaruh faktor-faktor fundamental perusahaan
terhadap return saham ditunjukkan sebagai berikut:
1. Quiros dan Timmermann (2000) telah melakukan penelitian tentang ukuran perusahaan
kaitannya dengan return saham. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa perusahaan yang
berukuran kecil memiliiki risiko yang relatif besar terhadap resesi dan memiliki return yang
sangat sensitif terhadap siklus perekonomian.
2. Lewellen (2000) telah meneliti tentang prediksibilitas return saham berdasarkanbook-to-market
ratio kaitannya estimasi risiko. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa: (1) return saham dapat
diprediksi secara cross-section dan secara time series, dan (2) sesuai dengan penetapan harga
yang rasional, book-to market signifikan menentukan risiko tetapi tidak memberikan informasi
tambahan tentang return ekspektasi.
3. Liu dan Thomas (2000) telah meneliti tentang penggunaan laba akuntansi untuk menjelaskan
return saham. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kesimpulan tentang kesesuaian nilai laba
akuntansi yang dibuat dari regresi sederhanaunexpected returns atas current unexpected
earnings adalah menyesatkan.
4. Penman dan Zhang (2002) telah melakukan penelitian tentang kualitas laba (return on net
operating asset) yang dipengaruhi oleh investasi serta kaitannya dengan return saham. Hasil
penelitiannya menyimpulkan bahwa kualitas laba dapat digunakan untuk memprediksi return
saham.
5. Kothari, Lewellen, dan Warner (2003) telah melakukan penelitian tentang return saham
kaitannya dengan laba. Hasil penelitiannya menyimpulkan dua hal yaitu: (1) return tidak
berkaitan dengan laba masa lalu dan menyarankan bahwa harga saham kurang bereaksi bukan
berlebihan reaksi terhadap pengumuman laba agregat, dan (2) agregat return berkorelasi secara
negatif dengan laba berjalan.
6. Balke dan Wohar (2006) telah meneliti tentang pertumbuhan dividen kaitannya harga saham.
Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa ekspektasi pertumbuhan dividen di masa yang akan
datang merupakan penentu utama terhadap pergerakan harga saham.
7. Majumdar dan Bacon (2007) telah melakukan penelitian tentang pengaruh variabel-variabel
keuangan yang signifikan terhadap risiko. Pada penelitian ini mereka menjelaskan return sebagai
fungsi variabel keuangan yang meliputi: price to earnings per share ratio, price to book
ratio, financial leverage, dividend yield, firm size, dan beta. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa beta, firm size, dan dividend yield sebagai variabel independen yang menentukan return
saham.
8. Park (2007) telah melakukan penelitian tentang dividend–price ratio untuk memprediksi return
saham. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa dividend-price ratio tidak konsisten untuk
digunakan dalam memprediksi return saham. Sebagaimana ia menyatakan bahwa “the dividend-
price ratio shows strong predictive power during a certain period, while it has weak or no
predictive power at other times. However, this paper shows that the predictive power of the
dividend-price ratio varies over time depending on its persistence.”
9. Chaopricha, Chan, dan Pollard (2007) telah melakukan penelitian tentang pengaruh karakteristik
perusahaan terhadap return saham. Pada penelitian ini, mereka mengkaji karakteristik perusahaan
yang dicirikan oleh market-to-book value ratio,size, dan price-earning ratio.
10. Martani, Mulyono, dan Khairurizka (2009) telah melakukan penelitian tentang nilai-nilai yang
relevan atas informasi akuntansi dalam menjelaskan return saham pada pasar modal Indonesia.
Pada penelitian ini, mereka mengkaji berbagai faktor fundamental perusahaan, seperti
profitabilitas, likuiditas, leverage, rasio pasar, ukuran perusahaan, dan arus kas sebagai informasi
akuntansi. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa profitabilitas, rasio turnover dan rasio pasar
mempunyai pengaruh signifikan terhadap return saham.
11. Senthilkumar (2009) telah melakukan penelitian tentang hubungan antara ekspektasi return
saham (expected stock return) dengan ukuran perusahaan (size) dan market-to-book ratio (M/B
ratio) pada lima industri di India. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa:
1) Faktor Size (ukuran) perusahaan mempunyai hubungan negatif dengan return saham tetapi
kurang signifikan pengaruhnya. Namun demikian, perusahaan kecil mempunyai rata-rata return
yang lebih tinggi dari perusahaan besar.
2) Faktor M/B ratio mempunyai hubungan positif dan peranan yang sangat kuat terhadap rata-rata
return.
12. Allen dan Bujang (2009) telah melakukan penelitian tentang return saham dan kaitannya dengan
fundamental perusahaan di Malaysia. Pada penelitian ini, mereka mengkaji tentang dividend
price ratio dan dividend yields sebagai faktor fundamental perusahaan. Hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa dividend price ratio dan dividend yields model mempunyai pengaruh yang
signifikan dan merupakan prediktor return saham yang superior.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa analisis perusahaan bertujuan menentukan
perusahaan yang memiliki prospek yang baik dalam industri yang terpilih sebagai tempat berinvestasi,
baik investasi tunggal maupun investasi portofolio.

Analisis Investasi: Analisis Teknikal


Analisis teknikal merupakan suatu upaya untuk mengestimasi harga sekuritas berdasarkan pola
pergerakan harga sekuritas pada masa lalu. Teknik-teknik analisis yang dapat digunakan dalam analisis
teknikal adalah:
1. Teori Dow
Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Charles H. Dow yang bertujuan untuk mengidentifikasi trend
harga pasar saham dalam jangka panjang dengan berdasar pada data historis harga pasar saham. Teori
ini menjelaskan bahwa pergerakan harga saham bisa dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1) Trend primer (primary trend)
Trend primer merupakan pergerakan harga saham dalam jangka waktu yang lama (beberapa tahun).
2) Trend sekunder (secondary trend)
Trend sekunder merupakan pergerakan harga saham yang terjadi selama pergerakan harga dalam trend
primer yang biasanya terjadi dalam beberapa minggu atau beberapa bulan.
3) Trend minor (minor trend)
Trend minor merupakan fluktuasi harga saham yang terjadi setiap hari.
Untuk menggambarkan pola pergerakan harga-harga saham dalam trend primer dapat ditemukan dua
kondisi, yaitu:
a. Pasar dalam kondisi bergairah (bull market = bullish) yaitu ketika pergerakan harga-
harga saham cenderung untuk naik.
b. Pasar dalam kondisi lesu (bear market = bearish) yaitu ketika pergerakan harga-harga
saham cenderung menurun.
2. Metode Grafik
Teknik lain untuk menggambarkan pergerakan harga pasar saham adalah dengan menyusun grafik dari
pergerakan harga saham secara individual selama waktu tertentu. Metode grafik dapat berupa diagram
batang (bar chart) atau diagram kombinasi angka dan gambar (point-and-figure chart).
3. Metode rata-rata bergerak
Teknik rata-rata bergerak (moving average) adalah salah satu teknik yang dipakai dalam analisis teknikal
untuk mendeteksi dan menganalisis pergerakan harga saham baik saham individual maupun seluruh
saham di pasar modal. Data yang dipakai adalah data harga penutupan saham (closing price) untuk
waktu tertentu (misalnya 200-harian).

4. Analisis kecenderungan
Analisis kecenderungan dapat digunakan untuk meramal harga saham secara time-series dengan
asumsi bahwa fluktuasi harga saham tidak dipengaruhi faktor-faktor lain, selain karena pengaruh waktu.
5. Analisis regresi
Metode regresi dapat digunakan untuk meramalkan harga pasar saham pada masa yang akan datang
dengan asumsi bahwa fluktuasi harga saham dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Apabila hanya satu
faktor yang mempengaruhi dapat digunakan regresi sederhana dan apabila lebih dari satu faktor dapat
digunakan regresi berganda.

Analisis Investasi: Model-model Penilaian Sekuritas


Sekuritas Jangka Panjang
Sekuritas jangka panjang merupakan sekuritas yang diterbitkan oleh emiten dengan batas jatuh
tempo lebih satu tahun (jangka panjang). Sekuritas jangka panjang diperdagangkan di pasar modal
berupa saham dan obligasi. Saham merupakan surat tanda kepemilikan sedangkan obligasi merupakan
surat tanda utang. Di samping itu, sekuritas jangka panjang juga dapat diterbitkan oleh pemerintah.
Penilaian terhadap sekuritas jangka panjang dapat ditinjau dari tiga konsep, yaitu:
1. Nilai Buku (Book Value/BV)
Nilai buku merupakan nilai historis dari suatu aktiva. Nilai buku dari suatu aktiva sekuritas adalah nilai
perolehan sekuritas tersebut.
2. Nilai Pasar (Market Value/MV)
Nilai pasar merupakan nilai aktiva berdasarkan mekanisme pasar (permintaan dan penawaran) pasar.
Semakin tinggi permintaan pasar maka semakin tinggi nilai aktiva tersebut. Sebaliknya, semakin tinggi
penawaran pasar maka semakin rendah nilai aktiva tersebut.

3. Nilai Intrinsik (Intrinsic Value/IV)


Nilai intrinsik suatu aktiva sekuritas merupakan harga sekuritas yang seharusnya jika dihargai secara
benar berdasarkan faktor-faktor penunjangnya.
Penilaian terhadap sekuritas jangka panjang diperlukan baik oleh emiten maupun investor. Bagi
emiten, penilaian terhadap sekuritas diperlukan untuk mengestimasi respon investor terhadap sekuritas
yang diterbitkan sedangkan bagi investor berguna untuk mengestimasi prospek keuntungan yang akan
diperoleh investor. Secara umum, penilaian terhadap sekuritas dilakukan untuk mengukur besarnya nilai
intrinsik (nilai sebenarnya) atas suatu sekuritas yang kemudian akan dibandingkan dengan harga pasar
sekuritas tersebut. Apabila hasil perhitungan nilai intrinsik dibandingkan dengan nilai pasar maka akan
ditemukan tiga kemungkinan, yaitu:
1. Nilai intrinsik lebih besar dari nilai pasar
Apabila nilai intrinsik suatu sekuritas lebih besar dari nilai pasarnya maka sekuritas tersebut dalam
keadaan undervalued. Jadi sebaiknya current investor menahan sekuritas tersebut sedangkan bagi
potential investor sebaiknya membeli sekuritas tersebut. Hal ini dilakukan untuk mencapai keuntungan
yang lebih besar.
2. Nilai intrinsik sama dengan nilai pasar
Apabila nilai intrinsik suatu sekuritas sama dengan nilai pasarnya maka keputusan bagi investor besifat
relatif (fifty-fifty). Sebenarnya keadaan seperti ini sangat sulit ditemukan.
3. Nilai intrinsik lebih kecil dari nilai pasar
Apabila nilai intrinsik suatu sekuritas lebih kecil dari nilai pasarnya maka sekuritas tersebut dalam
keadaan overvalued. Jadi sebaiknya current investor melepas sekuritas tersebut sedangkan
bagi potential investor sebaiknya tidak membeli sekuritas tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghindari
kerugian yang lebih besar.

Konsep Nilai Sekarang dan Nilai akan Datang


Konsep nilai sekarang atau present value (PV) dan nilai akan datang atau future value (FV) sangat
penting keberadaannya dalam penilaian terhadap sekuritas jangka panjang. Kedua konsep ini dasarkan
pada prinsip ”time value of money” dimana nilai uang akan berbeda pada waktu yang berbeda pula. Nilai
uang sekarang lebih rendah dari nilai uang yang lalu dan lebih tinggi dari nilai uang yang akan datang.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor inflasi.
Perhitungan present value dan future value didasarkan atas dua jenis bunga, yaitu bunga sederhana
(simple interest) dan bunga majemuk (compound interest). Bunga sederhana adalah bunga yang dibayar
atau diterima berdasarkan jumlah modal awal sedangkan bunga majemuk adalah bunga yang dibayar
atau diterima berdasarkan bunga sebelumnya yang dibayar atau diterima.
1. Nilai Sekarang (Present Value/PV)
Penilaian atas Present Value dibedakan berdasarkan kedua jenis bunga di atas:
Bunga Sederhana
b) Bunga Manjemuk
2. Nilai Masa Depan (Future Value/FV)
Penilaian atas Future Value dibedakan berdasarkan kedua jenis bunga di atas:
Bunga Sederhana
Bunga Majemuk
Model-model Penilaian Sekuritas Jangka Panjang
Penilaian terhadap Sekuritas Jangka Panjang menggunakan model yang berbeda sesuai dengan
jenis sekuritasnya. Dalam konteks ini terdapat dua jenis sekuritas jangka panjang yaitu Obligasi (Bond)
dan Saham (Stock).
1. Penilaian terhadap Obligasi (Bond Valuation)
Penilaian terhadap obligasi berbeda untuk setiap jenis obligasi. Secara umum terdapat dua jenis obligasi
yaitu obligasi tanpa batas jatuh tempo (perpetual bonds) dan obligasi dengan jatuh tempo terbatas (bond
with a finite maturity). Penilaian terhadap kedua jenis obligasi tersebut menggunakan pendekatan yang
berbeda sebagai berikut:
a) Obligasi tanpa batas jatuh tempo
Untuk menilai obligasi ini digunakan pendekatan nilai sekarang (present value). Oleh karena itu, nilai
intrinsik (intrinsic value) obligasi adalah nilai sekarang (present value) atas arus kas (cash flow) yang
diterima selama periode yang tidak terbatas. Model matematis yang dapat digunakan untuk menghitung
nilai intrinsik obligasi ini dapat digunakan Persamaan 10.12, 10.13., dan 10.14 sebagai berikut:
b) Obligasi dengan jatuh tempo terbatas
Penilaian terhadap jenis obligasi ini dapat digunakan dua model yaitu:
 Non-Zero Coupon Bonds
 Zero Coupon Bonds
2. Penilaian terhadap Saham Preferen
Penilaian terhadap Saham Preferen digunakan pendekatan present value dengan Persamaan 10.18
sebagai berikut:
3. Penilaian terhadap Saham Biasa
1) Model Pertumbuhan Konstan (Costant Growth Model)
Model pertumbuhan konstan merupakan salah satu model yang digunakan untuk menilai harga saham
biasa. Model ini mengasumsikan bahwa:
o Tidak semua laba (EPS) dibagi tetapi ada sebagian yang ditahan
o Laba yang ditahan diinvestasikan kembali sehingga bisa menghasilkan keuntungan (ROE)
o Laba per lembar saham (EPS) dan deviden yang dibagikan akan berkembang dari periode dengan tingkat
pertumbuhan yang sama
o Tingkat pertumbuhan yang sama pada masa yang akan datang tidak terbatas
Keterangan:
P = nilai per lembar saham
D = deviden per lembar saham
k = rate of return
g = tingkat pertumbuhan

2) Discounted Cash Flow Model


Model ini didasarkan pada konsep bahwa nilai saham yang adalah sama denganpresent value dari cash
flow yang dapat diterima dari saham tersebut oleh investor.Present value cash flow tersebut merupakan
present value tersebut merupakan present value dari seluruh dividen yang akan datang. Hal ini
diasumsikan bahwa pemegang saham cenderung menahan saham untuk satu periode. Pada periode ini,
pemegang saham akan menerima dividen dan nilai saham tersebut pada saat dijual.
Untuk menghitung nilai saham biasa dengan Model Discounted Cash Flow dapat digunakan Persamaan
10.22 sebagai berikut:
 Nilai saham jika dividen dibagi pada akhir periode:
Keterangan :
Pt = harga saham pada peride t
D t-1 = dividen yang diterima pada periode t-1
P t-1 = harga saham pada periode t-1
Ks = discount rate yang sesuai

Perkiraan harga saham yang akan dijual pada satu periode yang akan datang dapat dihitung dengan
Persamaan 10.23 sebagai berikut:
Jadi pada akhirnya nilai saham dapat dihitung dengan Persamaan 10.24 sebagai berikut:
3) Cross-Sectional Model
Model ini merupakan analisis yang dilakukan terhadap banyak saham untuk periode waktu yang sama.
Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui bagaimana posisi suatu saham terhadap saham-saham
lainnya dengan menggunakan variabel tertentu.

Analisis Cross-Sectional untuk penilaian saham dilakukan dengan cara membandingkan kewajaran harga
suatu saham terhadap saham-saham lainnya. Analisis ini dapat dilakukan dengan menggunakan analisis
present value maupun analisis price earning ratio (PER).
 Analisis Cross-Sectional dengan menggunakan Price Earning Ratio
Salah satu faktor yang mempengaruhi Price Earning Ratio (PER) adalah pertumbuhan dividen yang
berarti juga laba. Semakin tinggi pertumbuhan dividen, semakin tinggi PER apabila faktor-faktor lain
konstan. Oleh karena itu, salah satu cara untuk memperkirakan PER adalah dengan menghubungkannya
dengan pertumbuhan. Dari analisis Elton & Gruber ditemukan hubungan antara PER dengan
pertumbuhan sebagaimana ditunjukkan pada Persamaan 10.25 sebagai berikut:
Apabila PER dipengaruhi beberapa faktor, maka teknik yang digunakan adalah teknik regresi berganda
yang menggunakan tiga variabel yang mempengaruhi PER, yaitu (1) tingkat pertumbuhan, (2) devidend
payout rate, dan (3) mempunyai hubungan negatif. Dari hasil analisis ditemukan persamaan PER
sebagaimana ditunjukkan pada Persamaan 10.26 sebagai berikut:
Selanjutnya Elton & Gruber menganalisis model Cross-Sectional pada kondisi pasar
modal bullish (membaik) dan bearish (memburuk). Pada kondisi bullish, model satu variabel
sebagaimana dirumuskan pada Persamaan 10.27 sebagai berikut:
Sedangkan pada kondisi bearish dirumuskan pada Persamaan 10.28 sebagai berikut:
Apabila suatu saham mempunyai PER yang ditawarkan lebih rendah dari PER yang diharapkan
(diperkirakan), maka saham tersebut potensi untuk dibel. Sedangkan apabila menawarkan PER yang
lebih tinggi dari PER yang diharapkan, maka saham tersebut potensi untuk dilakukan short selling.
 Analisis Cross-Sectional Dengan Pendekatan dividen (cash flow). Dalam pendekatan ini
ditunjukkan hubungan positif antara tingkat keuntungan yang diharapkan (r) dengan risiko (β), kemudian
diregresikan, dimana r merupakan variabel depeden dan β merupakan variabel independen. Dari hasil
analisis ditemukan hubungan antara r dengan β sebagai berikut:
Tabel 10.3. Analisis cross-section dengan pendekatan dividen (cash flow)
Saham Tingkat keuntungan Risiko (β)
Yang diharapkan (r)
1 0,20 1,10
2 0,175 0,80

Apabila suatu saham menawarkan ”r” yang lebih rendah dari ”r” yang diharapkan, maka sebaiknya
saham tersebut dijual karena dinilai kurang cukup untuk menutupi risiko yang diterima atau memperoleh
Excess return negatif. Sebaliknya, apabila suatu saham menawarkan ”r” lebih tinggi dari ”r” yang
diharapkan, maka sebaiknya saham tersebut dibeli karena memperoleh Excess return positif.

Analisis Investasi: Model-model Keseimbangan


Pada analisis investasi dikenal pula model-model keseimbangan. Tujuan model keseimbangan
adalah untuk menilai suatu investasi melalui penentuan hubungan antara risiko dan return. Salah satu
model keseimbangan yang akan dibahas pada bagian ini adalah capital asset pricing
model (CAPM).Teori Capital Asset Pricing Model (CAPM) dapat diaplikasikan oleh investor dalam
pengambilan keputusan tentang rencana investasinya.
Pada dasarnya Capital Asset Pricing Model (CAPM) merupakan hasil pengembangan teori ilmu
ekonomi keuangan modern untuk memprediksi hubungan antara risiko suatu aktiva dan return
(keuntungan) yang diharapkan.
1. Garis pasar modal
Garis pasar modal (GPM) atau capital market line (CML) merupakan gambaran tentang hubungan
risiko dan return pada pasar yang seimbang untuk portofolio-portofolio yang efisien (Eduardus Tandelilin,
2010).

2. Garis pasar sekuritas


Garis pasar sekuritas (GPS) atau security market line (SML) menunjukkan tradeoff antara risiko dan
return ekspektasi untuk sekuritas individual (Jogiyanto, 2008). Rumus yang digunakan untuk menentukan
Garis Pasar Sekuritas sebagaimana ditunjukkan pada Persamaan 10.31.

Beberapa hasil penelitian yang dilaksanakan di Indonesia yang menjelaskan tentang analisis
investasi di Indonesia dikemukakan sebagai berikut:
1. Bahri (2003) menyimpulkan bahwa faktor-faktor: nilai tukar, tingkat suku bunga, jumlah uang beredar,
dan tingkat inflasi secara signifikan berpengaruh terhadap indeks harga saham sektoral.
2. Dhita Ayudia Wulandari (2009) menyimpulkan: (1) Kinerja manajemen kedua industri baik pertambangan
maupun pertanian menunjukkan pertumbuhan dari tahun ke tahun yang ditandai dengan meningkatnya
jumlah laba bersih, jumlah ekuitas, jumlah asset dan jumlah harga saham rata - rata bila dibandingkan
dengan jumlah saham umum yang beredar, jumlah hutang, dan jumlah pajak per tahun, (2) pada tahun
2004 hingga tahun 2008 terdapat beberapa saham yang selalu memiliki beta lebih dari 1 yaitu saham
PTBA, APEX, LSIP, UNSP, BTEK.dan BUMI, (3) pada industri pertambangan dan pertanian diperoleh
Angka R Square adalah 1.00. Hal ini berarti 100% dari variasi harga saham bisa dijelaskan oleh variabel
independen, (4) pada industri pertambangan uji Anova atau F.test menunjukkan Fhitung dengan tingkat
signifikansi 0.00, maka model regresi bisa dipakai untuk memprediksi harga saham. Atau bisa dikatakan
semua variabel independen secara bersama sama berpengaruh terhadap harga saham. Pada industri
pertanian hanya variabel EPS, PER, BVS, ROI, PBV, DER, serta Beta yang secara bersama sama
berpengaruh terhadap harga saham, dan (5) Pada industri pertambangan, Uji t menunjukkan angka SIG
berada jauh di bawah 0.025. Dapat dikatakan bahwa semua variabel independen secara individu
berpengaruh terhadap harga saham. Sedangkan pada industri pertanian,hanya variabel EPS, PER, BVS,
ROI, PBV, DER, serta Beta yang secara individu berpengaruh terhadap harga saham.

Ringkasan
Analisis investasi merupakan suatu cara untuk mengestimasi nilai investasi pada masa yang akan
datang. Salah satu jenis investasi yang perlu dianalisis adalah investasi pada pasar modal, berupa
saham, obligasi, atau derivatifnya. Ketiga jenis sekuritas ini merupakan jenis investasi yang berisiko,
terutama saham dan derivatif. Oleh karena itu, analisis investasi pada pasar modal difokuskan pada
penentuan risiko dan return.
Berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam menganalisis investasi pada pasar modal adalah:
analisis fundamental, analisis teknikal, penggunaan model-model penilaian sekuritas, serta penggunaan
model-model keseimbangan, seperti capital asset pricing model (CAPM). Analisis fundamental
merupakan analisis yang dilakukan secara top-downyang mengasumsikan bahwa return sekuritas
dipengaruhi oleh berbagai faktor fundamental, seperti faktor makroekonomi, faktor industri, dan faktor
kinerja perusahaan. Analisis teknikal mengasumsikan bahwa return sekuritas masa yang akan datang
bergantung pada pola pergerakan return pada periode sebelumnya. Penggunaan model-model penilaian
sekuritas adalah untuk menentukan nilai instrinsik berdasarkan arus kas dengan menggunakan konsep
nilai sekarang dan nilai akan datang. Penggunaan model-model keseimbangan adalah untuk
menentukan hubungan antara risiko dengan return sekuritas.

Anda mungkin juga menyukai