Anda di halaman 1dari 94

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) adalah gangguan

neurobehavioral ditandai dengan adanya gangguan pemusatan perhatian

(inatensi), aktivitas yang berlebihan (hiperaktif), dan pengendalian diri

(impulsivitas) (American Psychiatric Association, 2013). Menurut DSM-V

mendefinisikan ADHD sebagai ganguan pemusatan pehatian terhadap lingkungan

sekitar dan/atau hiperaktif-impulsif yang mengganggu perkembangan hal ini

disebabkan oleh faktor lingkungan dan genetik serta konsentrasi dari

neurotransmitter (Brent et al, 2013).

Prevalensi ADHD diseluruh dunia kira-kira sebesar 5-10% pada usia

sekolah. Dari tahun 1998-2000 sampai 2007-2009, prevalensi ADHD meningkat

di antara anak-anak berusia 5-17 tahun, dari 6,9% sampai 9,0%. (Akinbami,L.J et

al. 2011).

Individu dengan ADHD dapat meraih kesuksesan dalam hidupnya.

Namun, tanpa identifikasi dan penanganan yang tepat, ADHD mungkin memiliki

konsekuensi yang serius, seperti kegagalan sekolah atau pekerjaaan, stres, depresi,

susah menjalin hubungan atau interaksi sosial, masalah dengan hubungan,

penyalahgunaan zat, kenakalan, dan kecelakaan. Sehinga identifikasi dan

perawatan dini sangat penting bagi ADHD (National Resource Center on ADHD,

2017).

Manajemen pengobatan ADHD mencakup dua bidang utama yaitu, non-

1
farmakologi (manajemen prilaku) dan farmakologi (Wilens dan Spencer 2013).

Farmakologi dengan psikostimulan merupakanan pilihan yang direkomendasikan

untuk anak usia sekolah dan orang muda dengan ADHD berat (NICE, 2013).

Meskipun pengobatan farmakologi dengan methylphenidate, amfetamin, dan

atomoxetine adalah pengobatan yang paling efektif sampai saat ini, namun

kelemahan dan keterbatasannya seperti efek samping, resistensi terhadap

pengobatan, dan tidak adanya respon sekitar 10-25% (Ogrim dan Hestad 2012).

Meskipun dengan pengobatan gabungan antara pengobatan farmakologi dan non-

farmakologi yang intensif, tingkat keberhasilan pengobatan hanya sekitar 68%.

Oleh sebab itu masyarakat dan orang tua susah untuk menentukan sehubungan

dengan pemberian obat atau resiko pengalihan penggunaan obat lainnya.

Penelitian oleh Hodgson dkk. (2014) menunjukkan bahwa neurofeedback

menunjukan hasil statistik yang signifikan sebagai pilihan terapeutik yang efektif

untuk mengurangi gejala ADHD (Moreno-garcia, I. dkk. 2015). Beberapa tahun

terakhir, beragam penelitian telah menunjukkan keefektifan dari neurofeedback

karena tingkat peningkatan aktivasi kortikal, gejala kekurangan perhatian,

impulsif, dan hiperaktif menurun (Paloma et al 2015). Neurofeeedback adalah

suatu prosedur yang mengkondisikan operan di mana peserta (pasien) belajar

mengendalikan diri sendiri melalui pola electroencephalogram (EEG). Bahkan

bisa dijalankan sebagai game computer (Ogrim dan Hestad 2012).

Dalam Islam individu berkebutuhan khusus salah satunya adalah ADHD

yang merupakan gangguan perkembangan pada anak berbeda dengan anak yang

lainnya, yang dapat berkelanjutan sehingga dewasa. Allah SWT berfirman dalam

surat QS. At-Tin 95: (4) “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam

2
bentuk yang sebaik-baiknya”. Dalam ayat tersebut dapat diambil makna bahwa

Allah SWT menjadikan manusia dengan perawakan (fisik) yang tegak, sehingga

mampu membuahkan berbagai hasil karya yang menakjubkan. Akan tetapi

manusia tidak menyadari keistimewaannya itu, dan menyangka bahwa dirinya

sama dengan makhluk yang lain. Karenanya mereka mengajarkan apa yang

sesungguhnya tidak dibenarkan oleh akal sehatnya dan tidak disukai oleh

fitrahnya (Teungku, 2003).

Pada penderita ADHD tidak sedikit keluarga maupun masyarakat yang

mendiamkan penyakit tersebut karena dianggap sebagai hal wajar yang terjadi

pada masa anak-anak, namun telah diketahui jika penyakit tersebut didiamkan

saja tanpa deteksi dini dan dilanjutkan dengan pengobatan yang tepat, maka akan

mendapat mudharat di kemudian harinya. Dalam ajaran islam yang berhubungan

dengan mencari obat, membuat obat, mendeteksi penyakit, dan belajar tentang

ilmu yang berhubungan dengan pengobatan banyak terdapat dalam berbagai

hadits Nabi SAW. Oleh karena itu semua penyakit yang menimpa manusia maka

Allah turunkan obatnya. Terkadang ada orang yang menemukan obatnya, namun

ada pula orang yang belum dapat menemukannya. Oleh karenanya seseorang

harus bersabar untuk selalu berobat dan terus berusaha untuk mencari obat ketika

sakit sedang menimpanya (Zuhroni, 2003)

Menurut Mahadi (2009) di dalam upaya pengobatan atau terapi dari suatu

penyakit, Islam memerintahkan agar bertanya pada ahlinya atau orang yang

mengetahui. Dalam kedokteran Islam diajarkan bila ada dua obat yang kualitasnya

sama maka pertimbangkan kedua yang harus diambil adalah obat yang lebih

efektif dan tidak memiliki efek rusak bagi pasien. Berdasarkan hal tersebut, dalam

3
skripsi ini penulis tertarik untuk membahas “Perbandingan Efektivitas Terapi

Psikostimulan dan Terapi Neurofeedback terhadap Attention Deficit

Hyperactivity Disorder (ADHD) Ditinjau dari Kedokteran Islam”

1.2. Permasalahan

1. Apa yang dimaksudkan dengan ADHD?

2. Bagaimana mekanisme terapi Neurofeedback bagi penderita ADHD?

3. Bagaimana keefektifan terapi Neurofeedback dibandingkan terapi

farmakologi pada penderita ADHD?

4. Bagaimana pandangan Islam mengenai terapi Neurofeedback

dibandingkan dengan terapi farmakologi terhadap ADHD?

1.3. Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum digunakan untuk membahas keefektifan terapi

Neurofeedback bagi penderita ADHD ditinjau dari kedokteran dan

Islam.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui tentang bagaimana mengetahui ciri-ciri penderita ADHD.

2. Mengetahui mekanisme terapi Neurofeedback sebagai terapi pada

penderita ADHD.

3. Mengetahui mana yang lebih efektif diantara terapi Neurofeedback dan

terapi farmakologi pada penderita ADHD.

4. Mengetahui pandangan Islam terhadap keefektifan terapi

Neurofeedback dengan terapi farmakologi pada penderita ADHD.

4
1.4. Manfaat

1.4.1 Bagi Penulis

Untuk memenuhi persyaratan kelulusan sebagai mahasiswa kedokteran

Universitas YARSI dan untuk lebih memahami keefektifan antara

terapi Neurofeedback dengan terapi farmakologi pada penderita

ADHD, serta dapat mengetahui cara penulisan ilmiah yang baik dan

benar.

1.4.2 Bagi Universitas YARSI

Diharapkan skripsi ini dapat menambah wawasan pengetahuan serta

menjadi bahan masukan bagi para civitas akademik mengenai

pemilihan pengobatan yang efektif bagi penderita ADHD.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Diharapkan skripsi ini dapat meningkatkan pengetahuan bagi

masyarakat sehingga dapat lebih memahami mengenai pemilihan

pengobatan yang efektif bagi penderita ADHD.

5
BAB II

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS TERAPI PSIKOSTIMULAN DAN

TERAPI NEUROFEEDBACK PADA PENDERITA ADHD DITINJAU

DARI ASPEK KEDOKTERAN

2.1. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)

2.1.1 Definisi

Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) adalah gangguan

neurobehavioral ditandai dengan adanya gangguan pemusatan perhatian

(inatensi), aktivitas yang berlebihan (hiperaktif) , dan pengendalian diri

(impulsivitas) (American Psychiatric Association, 2013). Menurut DSM-V

mendefinisikan ADHD sebagai ganguan pemusatan pehatian terhadap lingkungan

sekitar dan/atau hiperaktif-impulsif yang mengganggu perkembangan hal ini

disebabkan oleh faktor lingkungan dan genetik serta konsentrasi dari

neurotransmitter (Brent, et al. 2013).

Prevalensi ADHD diseluruh dunia kira-kira sebesar 5-10% pada usia

sekolah. Angka kejadian ADHD di Eropa, Amerika, dan Timur tengah

diperkirakan 3,4 %, sementara di Indonesia, dalam populasi anak sekolah berkisar

2-4% anak menderita ADHD (Brent et al, 2013).

6
Gambar 1. Persentase anak usia 5-17 tahun yang pernah didiagnosis dengan
ADHD, berdasarkan jenis kelamin: Amerika Serikat, 1998-2009

(Sumber: Akinbami, L.J et al. 2011).

Dari gambar di atas didapatkan dari tahun 1998-2000 sampai 2007-2009,

prevalensi ADHD meningkat di antara anak-anak berusia 5-17 tahun, dari 6,9%

sampai 9,0%. Dari tahun 1998 sampai 2009, prevalensi ADHD lebih tinggi di

antara anak laki-laki daripada anak perempuan: Untuk anak laki-laki, prevalensi

ADHD meningkat dari 9,9% pada tahun 1998-2000 menjadi 12,3% pada tahun

2007-2009, dan untuk anak perempuan, dari 3,6% sampai 5,5% pada periode yang

sama (Akinbami, L.J et al. 2011).

Laporan tentang insidensi ADHD di Amerika Serikat adalah bervariasi

dari 2 sampai 20 persen anak- anak sekolah dasar. Angka yang lama adalah

sekitar 3 sampai 5 persen anak- anak sekolah dasar prapubertas. Di Inggris,

insiden dilaporkan lebih rendah dibandingkan di Amerika Serikat kurang dari 1

persen. Hasil survey yang dilakukan oleh National Survey of Children’s Health

(NSCH) pada tahun 2007, prevalensi ADHD untuk anak laki-laki adalah 13,2 %

7
dan pada anak perempuan 5,6 % (CDC, 2010). Gangguan paling sering ditemukan

pada anak laki- laki yang pertama. Orangtua dari anak- anak dengan ADHD

menunjukkan peningkatan insidensi hiperkinesis, sosiopati, gangguan penggunaan

alcohol dan gangguan konversi. Walaupun onset biasanya pada usia 3 tahun,

diagnosis tidak dibuat sampai anak dalam sekolah dasar dan situasi belajar yang

terstruktur termasuk rentang perhatian dan konsentrasi yang sesuai dengan

perkembangannya (Kaplan, et al. 2010).

2.1.2 Etiologi

Meskipun merupakan salah satu gangguan psikiatri yang paling banyak

dipelajari, penyebab pasti ADHD masih belum diketahui (Thapar et al 2013).

Faktor risiko yang berpotensial dapat dipertimbangkan dalam faktor biologis dan

lingkungan (beberapa di antaranya akan kita bahas di bawah ini) dengan

penelitian etiologi yang muncul yang berfokus pada interaksi potensial dan

korelasi antara faktor genetik dan non- genetik yang dapat meningkatkan risiko

ADHD.

a. Genetik

Orang tua dengan ADHD memiliki peluang lebih dari 50% memiliki anak

dengan ADHD. Studi genetika ADHD berfokus pada gen yang terlibat dalam

regulasi fungsi neurotransmitter, terutama yang berkaitan dengan dopamin,

walaupun beberapa penelitian juga meneliti peran norepinephrine dan

neurotransmitter lainnya. ADHD mungkin disebabkan oleh interaksi beberapa gen

berbeda yang terlibat dalam fungsi beberapa neurotransmiter yang berbeda. Selain

itu, susunan genetik individu akan menentukan bagaimana mereka akan

8
menanggapi obat spesifik yang digunakan untuk mengobati ADHD (Voeller,

K.2014).

Tabel 1. Gen yang terlibat dalam etiologi ADHD

Gen pengkodean untuk berbagai DAT1 terlibat dalam reuptake


fungsi neurotransmitter Pengangkut dopamin ke dalam neuron
Dopamin (DAT1) (kromosom 5p15.3) presinaptik. Banyak obat pada
ADHD memblokir DAT1

Dopamin D4 reseptor (DRD4) Beberapa polimorfisme gen DRD4


(kromosom 11p15.5) telah teridentifikasi; beberapa
reseptor kurang responsif terhadap
dopamin. Beberapa penelitian
menghubungkan DRD4 dengan ciri
kepribadian "pencarian sensasi,"
penyalahgunaan alkohol dan obat-
obatan, gangguan afektif bipolar dan
keterikatan kekanak-kanakan yang
terganggu.

Reseptor dopamin D5 (DRD5) Gen reseptor dopamin lainnya;


(kromosom 4p16.1-p15.3) terutama daerah limbik; dapat
dilibatkan dengan perhatian yang
tidak diperhatikan dan subtipe
ADHD gabungan

Protein terkait Synaptosome 25 kDA Sebuah protein peleburan vesikula


(SNAP 25) (Kromosom 20p11-p12) sinapsis yang memainkan peran
penting dalam regulasi transmisi
neurotransmiter.

Gen dihapus dalam model mouse


coloboma hiperaktif. Dapat diwarisi
dari ayah ("tercetak"?).

Gen pengkodean untuk enzim yang Enzim yang mengkatalisis biosintesis


mengkatalisis biosintesis dopamin tirosin asam amino ke
Tyrosine hydroxylase (kromosom dihydroxyphenalanine (dopa); dua
11p15.5) bentuk (autosomal dominan / resesif)

Dihydroxyphriptine (dopa) Konversi enzim yang dikatalisis dari


dihydroxyphenylalanine (dopa)

9
dekarboksilase (kromosom 7p11) menjadi dopamin

Dopamin-hidroksilase (kromosom Enzim mengkatalisis produksi


9q34) norepinephrine dari dopa

Gen pengkodean untuk enzim yang Enzim terlibat dalam inaktivasi


menonaktifkan dopamin dan katekolamin. Pasien dengan sindrom
norepinephrine (dan katekolamin velocardiofacial terjadi delesi di
lainnya) wilayah ini. Sejumlah kondisi
neuropsikiatrik telah dikaitkan
Catechol O-methyltransferase dengan enzim ini
(kromosom 22q11.2)

Monoamine oxidase inhibitor (MAOI) Dua isoenzim (A dan B) terlibat


A dan B (kromosom Xp11.23) dalam inaktivasi dopamin,
norepinephrine, dan serotonin (B
saja). MAOI-A berhubungan dengan
sindrom Brunner (keterbelakangan
mental ringan, agresifitas, hubungan
seks)

Sistem neurotransmiter lainnya yang dapat mempengaruhi regulasi dopamin /


norepinephrine

Reseptor glutamat, ionotropik, N- Glutamat terlibat dalam subkorteks


metil-D-aspartat 2A (GRIN2A) prefrontal dan sangat terkait dengan
(kromosom 16p13) efek dopamin pada fungsi otak; Ini
juga area yang telah dikaitkan
dengan beberapa kasus autisme

Gen transporter serotonin Sejumlah penelitian telah


menyarankan adanya hubungan
antara berbagai polimorfisme gen
transporter serotonin dan perilaku
agresif atau impulsif dan ADHD.

Kytja K. S. Voeller
. 2004. Journal of Child Neurology: http://jcn.sagepub.com/

10
b. Non genetik

1. Struktur otak

ADHD adalah kelainan regulasi diri, yang berimplikasi pada beberapa jenis

disfungsi sistem frontal-subkortikal. Banyak penelitian magnetic resonance

imaging (MRI) (yaitu, penelitian yang melibatkan pengukuran berbagai daerah

otak) Temuan utama dari penelitian ini diringkas sebagai berikut oleh Voeller, K.

(2014):

1. Volume cerebral total lebih kecil pada individu dengan ADHD

Ada pengurangan kecil tapi signifikan (sekitar 5%) dengan volume

total serebral atau volume intrakranial. Dalam satu studi yang

membandingkan anak laki-laki dengan ADHD, saudara laki-laki mereka

yang tidak terpengaruh, dan kontrol, subjek dengan ADHD memiliki

penurunan volume intrakranial yang signifikan (4%). Korteks kanan pre-

frontal materi abu-abu dan oksipital kiri pada materi abu-abu dan putih

berkurang pada anak dengan ADHD. Hal ini menunjukkan bahwa

perubahan volume serebral perlu mencapai tingkat krusial tertentu

sebelum jelas mnimbulkan gejala.

2. Volume lobus depan lebih kecil pada penderita ADHD.

Area otak yang terlibat dalam pengaturan diri (fungsi eksekutif)

menunjukkan lobus frontal atau subregional lobus frontal ditemukan lebih

kecil pada penderita dengan ADHD. Dalam satu penelitian, bagian inferior

korteks prefrontal dorsal dan korteks temporal anterior, secara bilateral,

berkurang pada penderita ADHD.

11
3. Beberapa daerah pada basal ganglia, terutama nukleus kaudatus, lebih

kecil pada penderita ADHD.

Studi pada individu normal telah menunjukkan bahwa ukuran

kaudatus berkurang saat anak tersebut dewasa (manifestasi pemangkasan

normal neuron yang terlihat di banyak bagian otak selama perkembangan).

Anak-anak dengan ADHD memulai dengan inti kaudatus yang lebih kecil

daripada orang normal, dan dengan seiring proses pendewasaan

akanterjadi penurunan ukuran lebih lanjut.

4. Hemisfer kanan lebih kecil dari struktur hemisfer kiri.

Pada populasi normal anak dan orang dewasa, area frontal kanan

lebih besar dari area frontal kiri. Mengingat peran penting yang dimainkan

hemisfer kanan dalam mengatur perhatian dan defisit yang terlihat pada

ADHD, tidak mengherankan jika mengamati pengurangan volume lobus

frontal kanan. Dalam beberapa penelitian, penurunan volume materi

frontal abu-abu kanan, atau perubahan volume struktur subkortikal tertentu

lebih menonjol di sebelah kanan. Ada kemungkinan penurunan ukuran

tersebut disebabkan oleh pengurangan volume otak global. Pada orang

dewasa biasa, nukles kaudatus lebih besar dari pada kaudatus kiri. Namun,

berdasarkan penelitian National Institute of Mental Health yang besar

tpada anak-anak dengan ADHD, inti kaudatus kanan lebih kecil dari inti

kaudatus kiri.

5. Penurunan relatif pada ukuran serebelum.

12
Cerebellum juga berpartisipasi dalam pengaturan fungsi eksekutif

sebagai akibat dari hubungan timbal baliknya dengan korteks prefrontal.

Penurunan ukuran serebelum pada anak-anak dengan ADHD.

6. Sejumlah penelitian melaporkan pengurangan area korpus anterior atau

posterior corpus callosum.

2. Merokok selama kehamilan

Merokok selama kehamilan sering disebut sebagai faktor risiko

lingkungan yang potensial untuk ADHD dengan genetic (Daley, et al. 2014).

Misalnya, Langley dan rekan (2012) melaporkan hubungan antara merokok ibu

dan ayah selama kehamilan, hubungan antara merokok ayah dan anak ADHD juga

tetap berada di keluarga dimana ibu tidak merokok selama kehamilan.

3. Prematuritas / Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)

Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) juga dikaitkan dengan peningkatan

risiko ADHD. Anak-anak yang lahir prematur (<26 minggu dan mungkin

memiliki BBLR) kira-kira empat kali lebih mungkin didiagnosis dengan ADHD,

Anak-anak yang lahir kecil untuk usia gestasi mereka tiga kali lebih mungkin

untuk mencapai kriteria cut-off klinis untuk ADHD dibandingkan dengan anak-

anak dengan berat lahir rata-rata untuk usia kehamilan

4. Diet

Studi cross-sectional telah mengamati kekurangan gizi pada anak-anak

dengan ADHD dibandingkan dengan anak-anak yang biasanya sedang

berkembang. Antara lain, asam lemak, seng, dan besi. Selain itu, beberapa

penelitian melaporkan korelasi positif antara kekurangan nutrisi dan tingkat

13
keparahan ADHD. Meskipun demikian, banyak orang tua mungkin melaporkan

diet sebagai faktor yang memperburuk gejala ADHD pada anak mereka. Pewarna

makanan khas telah ditemukan untuk meningkatkan hiperaktif pada anak-anak

yang biasanya berkembang dan anak-anak sudah menunjukkan tingkat hiperaktif

yang tinggi, walaupun dengan ukuran efek yang relatif kecil.

5. Lingkungan keluarga / pengasuhan anak

Lingkungan keluarga dan praktik pengasuhan yang buruk secara umum

diamati pada keluarga anak-anak dengan ADHD. Kemungkinan besar hubungan

antara pola asuh dan perilaku anak bersifat bi-directional, dan orang tua

menanggapi perilaku negatif anak secara genetik dengan cara yang berfungsi

untuk mempertahankan atau memperburuk perilaku anak. Selain itu, pola asuh

juga dapat menjadi faktor penting yang berkontribusi pada area fungsi lainnya

yang biasanya kurang optimal pada ADHD, termasuk perilaku oposisi dan fungsi

akademis, sosial dan kognitif (Daley, et al. 2014).

6. Penelantaran / pengabaian dini

Sementara pengaruh pengasuhan yang kurang optimal pada ADHD masih

belum jelas, tampaknya ada bukti kuat yang melibatkan kelalaian dini /

penelantaran sebagai faktor risiko gejala tipe ADHD yang kemudian hari.

Meskipun tidak mungkin menjadi jalur umum untuk ADHD di Inggris, kasus-

kasus kekurangan dan kelalaian yang parah dialami oleh anak-anak yang

dibesarkan di panti asuhan Rumania (Daley, et al. 2014).

14
7. Trauma Otak

Beberapa anak yang mengalami kecelakaan dan trauma otak mungkin

menunjukkan beberapa gejala yang sama dengan perilaku penderita ADHD,

namun hanya sedikit penderita GPPH yang mempunyai riwayat trauma otak

(Daley, et al. 2014).

8. Gula dan Zat Tambahan Pada Makanan (Aditif)

Pada Tahun 1982 The National Institute of Health America menyatakan

bahwa pembatasan diet hanya menolong 5% dari anak penderita ADHD,

umumnya hanya pada anak yang alergi terhadap gula/zat tambahan (Daley, et al.

2014).

2.1.3 Komorbiditas

Kemenkumham, (2011) melaporkan beberapa gangguan yang seringkali

menyertai ADHD adalah:

1. Kesulitan belajar

Sekitar 10 – 90% anak yang menderita ADHD juga mengalami kesulitan

belajar spesifik. Pada usia prasekolah hal ini meliputi kesulitan dalam mengerti

bunyi atau kata-kata tertentu dan/atau kesulitan dalam mengekspresikan diri

sendiri dalam bentuk kata-kata. Pada usia sekolah, anak-anak tersebut mungkin

mengalami kesulitan membaca atau mengeja, mengalami gangguan menulis dan

gangguan berhitung. Pada anak ADHD pencapaian prestasi akademik tidak sesuai

dengan potensi kecerdasannya (underachievement). Kesulitan belajar yang

15
ditemukan pada anak dengan ADHD, lebih banyak berkaitan dengan kesulitan

berkonsentrasi, daya ingat dan fungsi eksekutif daripada berkaitan dengan

dyslexia, dysgraphia atau dyscalculia yang juga menimbulkan kesulitan belajar

spesifik.

2. Sindroma Tourette

Sejumlah kecil anak dengan ADHD juga mengalami gangguan neurologis

yang disebut sindroma Tourette. Orang dengan Tourette, juga mengalami tics dan

gerakan-gerakan aneh yang berulang, misalnya mengedip- ngedipkan mata atau

menggerak-gerakkan otot muka seperti menyeringai. Yang lainnya mungkin

mendehem berulang kali seperti membersihkan tenggorokan dari lendir,

mendengus, mendengkur, atau mengeluarkan suara seperti menggonggong.

Keadaan ini dapat diatasi dengan memberikan obat atau medikasi.

3. Gangguan perilaku menentang (Oppositional Defiant Disorders)

Sepertiga sampai setengah dari anak dengan ADHD yang umumnya laki-

laki, mengalami gangguan perilaku menentang, yaitu pola perilaku negatif,

menentang dan bermusuhan (hostile). Gejalanya meliputi kehilangan kendali diri,

bertengkar (khususnya dengan orang dewasa), tidak mematuhi peraturan, sangat

mengganggu dan menyalahkan orang lain. Individu ini juga pemarah, mudah

tersinggung, mungkin juga pendendam.

16
4. Gangguan tingkah laku (Conduct Disorders)

Sekitar 20 – 40% dari anak dengan ADHD juga mengalami gangguan

tingkah laku yang lebih serius dari pada perilaku anti sosial. Anak ini sering

berbohong atau mencuri, berkelahi atau memperdaya orang lain. Anak sering

menimbulkan kesulitan di sekolah atau berurusan dengan polisi. Dia sering

melanggar hak asasi orang lain, agresif terhadap orang atau binatang, merusak

milik orang lain, membawa atau menggunakan senjata tajam atau terlibat perilaku

merusak lingkungan (vandalisme). Anak usia remaja berisiko untuk terlibat

dengan NAPZA, yang dapat berlanjut dengan penyalahgunaan dan

ketergantungan.

5. Ansietas dan depresi

Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif sering kali juga terjadi

bersamaan dengan ansietas dan depresi. Jika ansietas atau depresi dapat dikenali

dan diterapi, anak akan lebih mampu mengatasi masalah yang menyertai ADHD.

Sebaliknya terapi yang efektif terhadap ADHD dapat memberikan dampak yang

positif terhadap ansietas dan depresi, sehingga mereka lebih mampu berinteraksi

dengan sesama dan dapat menyelesaikan tugas akademiknya dengan lebih baik.

Ansietas adalah kecemasan yang berlebihan yang sulit dikendalikan. Gejalanya

meliputi: perasaan gelisah, mudah lelah, susah berkonsentrasi, mudah

tersinggung, gangguan tidur, serta keluhan somatik seperti otot tegang, berdebar-

debar, berkeringat, gemetar. Depresi adalah perasaan sedih, merasa bersalah dan

gangguan tidur. Terdapat beberapa jenis depresi, dan yang sering menyertai

ADHD adalah jenis Distimia dengan gejala depresi yang berkepanjangan (lebih

17
dari satu tahun) seperti: gangguan makan (susah makan atau terlalu banyak

makan), susah tidur atau terlalu banyak tidur, tidak bertenaga, harga diri (self

esteem) rendah, sulit berkonsentrasi dan merasa putus asa.

6. Gangguan bipolar

Tidak ada angka akurat yang menunjukkan banyaknya penderita ADHD

yang mengalami gangguan bipolar. Kadang-kadang sulit untuk membedakan

ADHD dengan gangguan bipolar pada masa kanak. Dalam bentuk klasik,

gangguan bipolar ditandai oleh mood yang sangat meningkat pada saat manik dan

sangat menurun pada saat depresi. Pada masa kanak, gangguan bipolar sering

tampil dalam bentuk disregulasi mood yang kronis dengan campuran elasi,

depresi dan iritabilitas.

Selanjutnya ditemukan beberapa gejala yang terdapat baik pada ADHD,

maupun gangguan bipolar, seperti: energi yang berlebihan dan kebutuhan tidur

yang berkurang. Gejala karakteristik yang membedakan ADHD dengan gangguan

bipolar pada anak adalah elasi mood dan terdapatnya ide-ide kebesaran pada

gangguan bipolar.

7. Autisme

Autisme merupakan gangguan perkembangan otak yang dikenal juga

dengan Gangguan Spectrum Autisme (ASD). Autisme ditandai dengan adanya

gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi

dan interaksi sosial. Keadaan ini sudah dapat terlihat sejak sebelum anak berusia 3

tahun. ASD seringkali terdapat bertumpang tindih dengan ADHD. Anak yang

18
menderita ASD seringkali menunjukkan gejala hiperaktif, sulit berkonsentrasi dan

impulsif, sebaliknya anak yang menderita ADHD juga sering mengalami

gangguan interaksi sosial.

2.1.4 Patofisiologi

Gambar 2: Patofisiologi Attention Deficit Hyperactivity Disorder

(Sharma dan Couture, 2013)

Integrasi hipoaktif dan hiperaktif katekolamin postulat pada ADHD: DA

(lingkaran kuning) bekerja pada 5 reseptor DA (diberi label sebagai D1-D5) yang

mungkin ada pada neuron postsinaps (ditunjukkan dengan warna biru). Reseptor

D2 dan D3 juga dilokalisasi pada neuron presinaptik (ditunjukkan dalam warna

merah tua). Dengan tidak adanya potensial aksi, sejumlah kecil DA vesikuler

dilepaskan ke sinaps oleh terminal presinaptik (A). Ini merupakan kolam tonik

yang bekerja pada reseptor presinaptik D2 / D3, yang memberikan penghambatan

umpan balik untuk menghambat pelepasan DA (B). Setelah datangnya potensi

aksi di terminal presinaptik (C), sejumlah besar DA vesikuler dilepaskan ke

sinaps; Ini merupakan kolam phasic (D) yang bekerja pada reseptor postsynaptic.

Jumlah DA yang dilepaskan di kolam phasic bergantung pada penghambatan

19
umpan balik yang diberikan oleh stimulasi reseptor D2 / D3 oleh kolam tonik.

Tindakan DA pada reseptor postsynaptic dihentikan setelah reuptake ke terminal

presinaptik oleh transporter DA-1 (DAT-1) (E). Demikian pula, reseptor NE

diklasifikasikan sebagai reseptor α dan β, yang selanjutnya diklasifikasikan

sebagai reseptor α1 (α1A, α1B, α1D) dan α2 (α2A, α2B, α2C) dan β1, β2, dan β3.

Seperti reseptor D2 / D3, reseptor α2 presynaptic bertindak sebagai autoreceptor

namun diyakini hadir pada tingkat yang lebih tinggi di situs postsynaptic di otak,

dengan α2A menjadi tipe yang paling dominan di PFC. Seperti DAT-1,

transporter NE (NET) reuptakes NE yang dilepaskan kembali ke terminal

presynaptic untuk penyimpanan dan pelepasan masa depan, dan dengan demikian,

tingkat reseptor postsynaptic untuk NE bergantung pada aktivitas reseptor α2A

presynaptic dan NET. Dihipotesiskan bahwa ketika seseorang merasa bosan /

lelah, DA / NE yang terlalu sedikit dilepaskan, sehingga mengakibatkan aktivasi

reseptor postsynaptic dan D1 dan α2A yang tidak cukup; Hal ini menyebabkan

individu mudah terganggu dan impulsif. Di bawah kondisi stres, terlalu banyak

NTs ini dilepaskan, yang menyebabkan overstimulasi reseptor ini, yang

menyebabkan perhatian dan respons salah arah. Sebuah stimulasi sederhana dari

reseptor postsynaptic DA / NE lebih memperhatikan perhatian, fokus, dan

pengorganisasian pemikiran dan tindakan. Di ADHD, kolam tonik dihipotesiskan

untuk dikurangi, yang memungkinkan pelepasan phasic DA yang lebih besar dari

biasanya, dan, oleh karena itu, perilaku yang tidak teratur yang menyebabkan

kurang perhatian, hiperaktif, dan sebagainya. Dengan menghalangi DAT-1 / NET,

stimulan meningkatkan kolam tonik dan dengan demikian mengurangi pelepasan

20
phasic yang lebih besar dari normal yang disebabkan oleh potensi aksi, yang

mungkin merupakan masalah mendasar pada ADHD.

2.1.5 Gejala klinis

Sesuai dengan DSM IV, terdapat tiga gejala utama yaitu inattentive atau

tidak mampu memusatkan perhatian, hiperaktivitas dan impulsivitas

(Kemenkumham, 2011).

1. Tidak Mampu Memusatkan Perhatian (Inattentiveness)

Penderita ADHD menunjukkan kesulitan memusatkan perhatian

dibandingkan dengan anak normal dengan umur dan jenis kelamin yang sama.

Orangtua atau guru sering mengemukakan masalah konsentrasi atau pemusatan

perhatian dengan istilah, seperti: melamun, tidak dapat berkonsentrasi, kurang

konsentrasi, sering kehilangan barang barang, perhatian mudah beralih, belum

dapat menyelesaikan tugas sendiri, kalau belajar harus selalu ditunggu, sering

bengong, mudah beralih dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain, lambat dalam

menyelesaikan tugas.

Pemusatan perhatian adalah suatu kondisi mental yang berupa

kewaspadaan penuh atau alertness, sangat berminat atau arousal, selektivitas,

perhatian terus-menerus atau sustained attention, rentang perhatian atau span of

attention. Anak yang menderita gangguan ini mengalami kesulitan yang besar

untuk dapat memiliki daya dan upaya terus-menerus atau perhatian terus-menerus

dalam menyelesaikan tugas. Kesulitan tersebut kadang-kadang dapat dijumpai

pada waktu anak sedang bermain, yaitu perhatian terhadap satu mainan sangat

21
singkat dan sangat mudah beralih dari satu mainan ke mainan yang lain. Kondisi

ini paling sering dilihat pada waktu anak harus menyelesaikan tugas yang

membosankan, kurang menarik, atau tugas yang diulang-ulang, seperti

menyelesaikan pekerjaan sekolah dan menyelesaikan pekerjaan rumah.

Masalah utama yang terjadi pada kondisi ini adalah terjadinya penurunan

persistensi upaya atau berkurangnya respons terhadap tugas secara terus- menerus

akibat pengaruh dari dalam diri anak itu sendiri, bukan karena pengaruh

rangsangan atau sangat sedikit pengaruh dari luar.

2. Hiperaktivitas

Gangguan ini memiliki karakteristik utama yaitu aktivitas yang sangat

berlebihan atau tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik aktivitas

motorik maupun vokal. Hiperaktivitas paling sering dijumpai sebagai kegelisahan,

tidak bisa diam atau restless, tangan dan kaki selalu bergerak atau fidgety, tubuh

secara menyeluruh bergerak tidak sesuai situasi. Gerakan gerakan tersebut

seringkali tanpa tujuan, tidak sesuai dengan tugas yang sedang dikerjakan atau

situasi yang ada.

Orangtua atau guru sering mengungkapkan anak dengan hiperaktivitas

sebagai tidak dapat duduk diam, tidak bisa diam, nge-gratak, lasak, banyak bicara,

berlari-lari dan memanjat manjat berlebihan, di dalam kelas selalu berjalan jalan,

dan banyak ngobrol dengan teman, sering menyeletuk. Pada berbagai penelitian

ditunjukkan bahwa gerakan pergelangan tangan, pergelangan kaki dan gerakan

seluruh tubuh lebih banyak dibandingkan dengan yang normal

22
Gejala hiperaktivitas bukan merupakan gejala yang terpisah dari

impulsivitas. Berbagai penelitian terhadap gejala ini dengan pengukuran objektif

ataupun skala penilai perilaku, tidak didapatkan bukti bahwa hiperaktivitas

merupakan faktor atau dimensi yang terpisah dari impulsivitas.

3. Perilaku Impulsif (Impulsiveness)

Anak yang menderita ADHD pada umumnya tidak mampu menghambat

tingkah lakunya pada waktu memberikan respons terhadap tuntutan situasional

dibandingkan dengan anak normal pada umur dan jenis kelamin sama. Kondisi ini

seringkali disebut sebagai impulsivitas. Seperti halnya dengan gejala tidak mampu

memusatkan perhatian, gejala ini juga merupakan kondisi multi dimensional.

Gejala impulsivitas dapat berupa tingkah laku kurang terkendali, tidak mampu

menunda respons, tidak mampu menunda pemuasan, atau menghambat prepotent

response atau respons yang sangat mendesak

Gambaran klinis anak yang menderita gangguan ini sering dilaporkan

terlalu cepat memberikan respons, terlalu cepat memberikan jawaban sebelum

pertanyaan selesai ditanyakan. Sebagai akibatnya ia sering melakukan kesalahan

yang seharusnya tidak perlu terjadi. Anak ini juga tidak mampu

mempertimbangkan akibat buruk atau akibat yang merugikan dari keadaan di

sekitarnya atau perilakunya, sehingga ia terlalu sering mengambil risiko yang

tidak perlu. Orangtua atau guru sering mengungkapkan gejala impulsivitas

sebagai sering usil, sering mengganggu anak lain, sering menyelak dalam

pembicaraan orang lain, sering tidak sabar, cepat bosan, sering tidak dapat

menunggu giliran, sering gusar bila keinginannya tidak terpenuhi.

23
Gejala impulsivitas ini sering tampak sebagai ”mengambil jalan pintas”

dalam menyelesaikan tugas. Kalau berbicara sering “asal berbicara” tidak

menghiraukan perasaan orang lain atau konsekuensi sosial yang terjadi.

Anak dengan gejala ini dalam pandangan kebanyakan orang memberikan

kesan tidak bertangung jawab, tidak dapat mengendalikan diri, kekanak- kanakan,

tidak dewasa, mementingkan diri sendiri, malas, tidak sopan atau nakal, sehingga

sering mendapatkan hukuman, kritikan, teguran, atau dikucilkan oleh orang

dewasa atau teman sebaya (Kemenkumham, 2011).

SKALA PENILAI PERILAKU ANAK HIPERAKTIF INDONESIA (SPPAHI)

Skala ini dikembangkan oleh DR.dr.Dwidjo Saputro,Sp.KJ di Indonesia

tahun 2004. Skala ini dikembangkan karena sesuai dengan kondisi psikopatologi

anak ADHD dan persepsi orangtua tentang gejala ADHD di Indonesia.

Skala ini dapat digunakan sebagai alternatif instrumen deteksi dini di

samping skala yang lain (skala Corner yang terdiri 10 item).

Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif Indonesia (SPPAHI)

Indonesian ADHD Rating Scale (IARS)

Petunjuk Pengisian :

Di bawah ini ada butir-butir masalah perilaku pada anak. Silahkan isi tiap

butir menurut perilaku anak/murid dalam periode enam bulan terakhir. Pada setiap

butir, tanyakan pada diri anda “Berapa banyak masalah ini terjadi dalam enam

24
bulan terakhir?”, dan beri tanda () pada salah satu kolom yang paling tepat. Jika

sama sekali tidak atau sangat jarang, anda dapat memberi tanda () pada kolom 1.

Jika selalu demikian, anda dapat memberi tanda () pada kolom 4. Anda dapat

memberi tanda () kolom 2 untuk kadang-kadang. Dan kolom 3 untuk seringkali.

Mohon semua butir diisi

Tidak
Pernah Kadang- Sering Sangat
sama sekali kadang (2) (3) Sering (4)
(1)
Sering sulit mempertahankan
1 perhatian pd waktu melaksanakan
tugas atau kegiatan bermain
Sering berlari-lari atau memanjat
2 secara berlebihan pd situasi yg
tidak sesuai utk hal tsb
3 Gagal menyelesaikan sesuatu yg
telah dimulai
Gagal memberi perhatian kepada
4 hal hal kecil atau ceroboh dalam
menyelesaikan tugas sekolah
Sering seolah olah tidak
5 memperhatikan orang pada waktu
diajak berbicara
Sering lambat dalam
6 menyelesaikan tugas di sekolah
(mencatat, menyalin,
mengerjakan soal)
7 Kemampuan sosialisasi buruk

8 Sering lupa tentang segala sesuatu


yang telah dipelajari
Menghindari, enggan atau
mengalami kesulitan
9 melaksanakan tugas tugas yang
membutuhkan ketekunan yang
berkesinambungan

25
10 Membutuhkan bimbingan penuh
utk dpt menyelesaikan tugas
Mengalami kesulitan bermain
11 atau melaksanakan kegiatan dgn
tenang diwaktu senggang
12 Mudah terangsang dan impulsif (
bertindak tanpa berpikir)
Sering melontarkan jawaban
13 secara terburu buru thd
pertanyaan yang belum selesai
ditanyakan
Meninggalkan tempat duduk di
14 kelas atau situasi lain di mana
diharapkan untuk tetap duduk
diam
Mengalami kesulitan utk antri
15 atau menunggu giliran dlm
bermain atau situasi kelompok
16 Sering perhatiannya mudah
terpecah atau terbagi
17 Mudah tersinggung dan terganggu
oleh orang lain
Tidak mampu menyelesaikan
18 pekerjaan dgn baik tanpa bantuan
orang lain
19 Tidak dapat menyelesaikan tugas
sesuai dgn waktunya
20 Tidak dapat mengikuti perintah
secara berurutan
Perhatiannya mudah beralih
21 ketika diberi petunjuk utk
mengerjakan sesuatu
Perhatiannya sering mudah
22 dialihkan oleh rangsangan dari
luar
23 Sering ceroboh atau tidak teliti
dlm menyelesaikan tugas
24 Tidak pernah bisa diam, tidak
mengenal lelah

26
Sering menghilangkan benda
25 benda yang diperlukan utk
menyelesaikan tugas atau
kegiatan lain
Sering seperti tidak
26 mendengarkan pd waktu diajak
berbicara secara langsung
27 Sering gagal menyelesaikan tugas

Selalu dlm keadaan “siap gerak”


28 atau aktivitasnya spt digerakkan
oleh mesin
Sulit dikendalikan pada saat
29 berada di Mal atau sedang
berbelanja
Sering menyela atau memaksakan
30 diri thd orang lain ( misalnya
memotong, menyelak percakapan
atau menngganggu permainan)
31 Sering usil, mengganggu anak
lain di dalam kelas
32 Terlalu aktif atau aktifitas
berlebihan
Tidak mampu mengikuti petunjuk
dan gagal menyelesaikan tugas
33 sekolah (tidak disebabkan oleh
tingkah laku/sikap menentang
atau kegagalan utk memahami
petunjuk)
Tidak bisa duduk diam (kaki dan
34 tangannya tidak bisa diam atau
selalu bergerak)
35 Sering “bengong”, pada waktu
melaksanakan tugas

Penilaian SPPAHI:
- Jawaban setiap butir pertanyaan diberi nilai 0-3

- Nilai 0 = jawaban pada kolom 1 (sama sekali tidak atau sangat jarang)

- Nilai 1 = jawaban pada kolom 2 (kadang-kadang)

27
- Nilai 2 = jawaban pada kolom 3 (sering)

- Nilai 3 = jawaban pada kolom 4 (selalu)

- Total nilai =0-105

Cut off Score:

- Pemeriksa orang tua > 30

- Pemeriksa guru > 29

- Pemeriksa dokter > 22

Anak dengan skor SPPAHI lebih besar dari cut off score dinyatakan

beresiko tinggi mengalami ADHD. Anak yang berisiko tinggi dianjurkan untuk

segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sesuai dengan prosedur pemeriksaan

anak dengan ADHD (Kemenkumham, 2011).

2.1.6 Diagnosis

Pada saat ini kriteria diagnosis dan karakteristik utama ADHD yang

digunakan sebagai pedoman dalam pendidikan dokter dan praktik klinik adalah

yang tersusun dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Edisi

V (DSM V, American Psychiatric Association, 2013). Pedoman ini dipakai, baik

di Amerika maupun di berbagai negara lainnya, kecuali di Eropa.

DSM V merincikan karakteristik anak yang mengalami ADHD dengan kriteria

diagnostik sebagai berikut:

Pola tetap kurang perhatian dan / atau hiperaktivitas-impulsivitas yang

menggangu fungsi atau perkembangan, seperti ditunjukkan pada poin:

A. (A1) and/or (A2).

28
(A1) Kurang perhatian: enam (atau lebih) dari gejala berikut telah menetap selama

minimal 6 bulan pada derajat yang tidak konsisten dengan level perkembangan

dan berpengaruh negatif secara langsung pada sosial dan akademik/aktivitas

pekerjaan:

1. Sering gagal memberikan perhatian pada bagian-bagian kecil atau

membuat kesalahan ceroboh dalam pekerjaan sekolah, dalam pekerjaan,

atau dalam aktivitas lain (seperti melupakan atau melalaikan hal-hal kecil,

pekerjaan tidak akurat).

2. Sering kesulitan menahan perhatian pada tugas atau aktivitas bermain

(misalnya kesulitan tetap fokus selama kuliah, percakapan, atau membaca

panjang).

3. Sering terlihat tidak mendengarkan ketika bercakap langsung (misal

pikiran tampak di tempat lain, walaupun tidak ada gangguan yang jelas).

4. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas sekolah,

pekerjaan rumah, atau kewajiban di tempat kerja (misalnya memulai tugas

namun cepat kehilangan fokus dan mudah keluar jalur).

5. Sering mengalami kesulitan mengatur tugas dan aktivitas (kesulitan

mengatur rangkaian tugas, kesulitan menjaga barang-barang dan apa yang

dimiliki dengan tertib; berantakan, pekerjaan berantakan; memiliki

manajemen waktu yang buruk; gagal memenuhi tenggat waktu).

6. Sering menghindari, tidak suka, atau enggan berhubungan dengan tugas

yang membutuhkan usaha mental (tugas sekolah atau pekerjaan rumah;

29
bagi remaja dan orang dewasa, menyiapkan laporan, melengkapi formulir,

meninjau naskah panjang).

7. Sering kehilangan sesuatu yang dibutuhkan untuk tugas dan aktivitas

(misalnya alat-alat sekolah, pensil, buku, dompet, kunci, tugas sekolah,

kaca mata, ponsel).

8. Sering mudah dialihkan oleh rangsangan yang tidak ada hubungannya

(pada remaja atau orang dewasa, dapat berupa pemikiran yang tidak

berhubungan).

9. Mudah lupa dalam aktivitas sehari-hari (misal melakukan pekerjaan

rumah, menjalankan perintah; bagi remaja atau orang dewasa, menelpon

kembali, membayar tagihan, menepati janji).

(A2) Hiperaktivitas dan impulsivitas: enam (atau lebih) dari gejala berikut telah

menetap minimal 6 bulan pada derajat yang tidak konsisten dengan level

perkembangan dan berakibat negatif secara langsung pada sosial dan

akademik/aktivitas pekerjaan

1. Sering gelisah dengan atau mengetukkan tangan atau kaki atau menggeliat

di tempat duduk

2. Sering meninggalkan tempat duduk pada situasi yang mengharapkan untuk

tetap duduk (misal meninggalkan tempat di kelas, di kantor atau di tempat

kerja, atau pada situasi lain yang membutuhkan tetap di tempat).

3. Sering berlari-lari atau memanjat pada situasi yang tidak tepat. (catatan:

pada remaja atau orang dewasa, dapat berupa perasaan gelisah saja.)

30
4. Sering tidak dapat bermain atau ikut serta dalam aktivitas waktu luang

dengan tenang.

5. Sering “siap pergi”, bertindak seperti “dijalankan oleh motor/mesin”

(misalnya tidak dapat atau tidak nyaman diam untuk waktu yang lama,

seperti di restoran, pertemuan; bisa jadi dialami orang lain sebagai gelisah

atau kesulitan untuk tatap tenang).

6. Berbicara terlalu sering

7. Sering menjawab tanpa berpikir sebelum pertanyaan selesai diucapkan

(misalnya menyelesaikan kalimat orang lain; tidak dapat menunggu giliran

dalam percakapan).

8. Sering mengalami kesulitan menunggu giliran (seperti saat menunggu

antrian).

9. Sering menyela atau memaksa orang lain (misal memotong

percakapan, permainan, atau aktivitas; bisa mulai menggunakan barang

orang lain tanpa meminta atau mendapat ijin; pada remaja atau orang

dewasa dapat berupa memaksa masuk atau menguasai apa yang sedang

dilakukan orang lain).

B. Beberapa gejala kurang perhatian atau hiperaktif – impulsif muncul sebelum

usia 12 tahun.

C. Beberapa gejala kurang perhatian atau hiperaktif – impulsif muncul pada dua

tempat atau lebih (misal di rumah, di sekolah, tempat kerja; dengan teman atau

kerabat; pada aktivitas-aktivitas lain).

31
D. Terdapat bukti yang nyata bahwa gejala-gejala tersebut mengganggu, atau

mengurangi kualitas sosial, akademik, atau fungsi okupasi (pekerjaan).

E. Gejala-gejala tersebut tidak disertai gangguan skizofrenia atau gangguan

psikotik lain dan tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain (seperti

gangguan mood, gangguan kegelisahan, gangguan disosiatif, gangguan

kepribadian, di bawah pengaruh obat atau penarikan diri dari masyarakat).

Penetapan berdasarkan tipe saat ini:

 Tipe gabungan: Jika kedua kriteria A1 (inattention) dan kriteria A2

(hiperaktif-impulsif) terpenuhi selama 6 bulan terakhir.

 Tipe inattentive dominan : Jika kriteria A1 (kurang diperhatikan)

terpenuhi, namun kriteria A2 (hiperaktif-impulsif) tidak terpenuhi, dan tiga

atau lebih gejala dari kriteria A2 telah hadir selama 6 bulan terakhir.

 Tipe inattentive (restriktif): Jika kriteria A1 (inattantion) terpenuhi,

namun tidak lebih dari dua gejala dari kriteria A2 (hiperaktif-impulsif)

telah hadir selama 6 bulan terakhir.

 Tipe hiperaktif / impulsif: Jika kriteria A2 (hiperaktif-impulsif) terpenuhi,

dan kriteria A1 (inattention) tidak terpenuhi dalam 6 bulan terakhir.

Catatan: Bagi individu (terutama remaja dan orang dewasa) yang saat ini memiliki

gejala dengan gangguan yang tidak lagi memenuhi kriteria, '' in partial remission”

harus ditentukan.

Beberapa ahli membuat kategorisasi ADHD untuk mempermudah mencari

penanganan yang tepat untuk anak yang mengalami ADHD. Kategorisasi pada

32
umumnya dibuat berdasarkan karakteristik mana yang lebih banyak muncul, dan

berdasarkan tingkat keparahan gejala dan akibatnya terhadap aspek kehidupan.

Beberapa anak ADHD dapat memiliki karakteristik gangguan perhatian

dan perilaku hiperaktif – impulsif. Beberapa anak lain hanya memiliki gejala

gangguan perhatian saja, atau gangguan perilaku hiperaktif – impulsif saja. Hal

tersebut menyebabkan anak ADHD dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe

ADHD gabungan, tipe ADHD kurang memerhatikan, dan tipe ADHD hiperaktif –

impulsif (Baihaqi & Sugiarmin, 2006: 7-8).

1) Tipe gabungan dengan gejala kurang perhatian dan hiperaktif –

impulsif muncul sama banyak

2) Tipe kurang perhatian dominan yang dapat dibagi lagi menjadi subtipe

ekspresif keluar, subtipe tertutup, dan subtipe terstruktur.

3) Tipe hiperaktif – impulsif dominan

Selain berdasarkan gejala yang muncul, anak ADHD dapat dikategorikan

berdasarkan derajat keparahannya. Dalam DSM V, ADHD dikategorikan

berdasarkan derajat keparahannya menjadi tiga, yaitu;

1) Ringan, jika gejala yang muncul hanya menimbulkan sedikit gangguan

pada kehidupan sosial dan fungsi okupasi

2) Sedang, jika efek yang muncul cukup mengganggu kehidupan sosial

dan fungsi okupasi

33
3) Berat, jika gejala yang muncul sangat parah dan menyebabkan

gangguan yang sangat mencolok pada kehidupan sosial dan fungsi

okupasi.

2.1.7 Tatalaksana

Manajemen pengobatan ADHD mencakup dua bidang utama yaitu, non-

farmakologi (manajemen prilaku) dan farmakologi (Wilens dan Spencer 2013).

Farmakologi dengan psikostimulan merupakanan pilihan yang direkomendasikan

untuk anak usia sekolah dan orang muda dengan ADHD berat (NICE, 2013).

A. Farmakologi

Obat-obatan yang disetujui oleh FDA untuk mengobati ADHD termasuk

stimulan (dianggap sebagai agen lini pertama), seperti metilfenidat dan

amfetamin, dan nonstimulan (senyawa alternatif yang dipertimbangkan), seperti

atomoxetine dan agonis extended-release α-2 (guanfacine dan clonidine).

Antidepresan trisiklik (TCA), dan bupropion telah digunakan untuk mengobati

ADHD.

1. Psikotimulan

Dua terapi berbasis stimulan disetujui di Amerika Serikat oleh FDA untuk

semua kelompok umur dan mencakup amfetamin dan methylphenidate. Stimulan

berinteraksi dengan dan menghambat transporter DAT-1 dan norepinephrine

(NET), sehingga menghambat penggunaan DA dan NE. Namun, amfetamin juga

memperoleh akses ke terminal presinaptik melalui DAT-1 dan NET untuk

melepaskan NT yang tersimpan. Kedua stimulan tersebut menghambat oksidase

34
monoamina, enzim yang memetabolisme katekolamin ini; Namun, amfetamin

lebih kuat dari keduanya. Dengan demikian, efek stimulan baik untuk

memperbaiki tingkat NTs seperti DA dan NE pada sinaps.

Methylphenidate dan amfetamin dianggap sama berkhasiat untuk

pengobatan ADHD jangka panjang. Pengobatan stimulan juga telah terbukti

mengurangi kemungkinan munculnya gangguan MDD, ODD, kecemasan,

mengurangi perilaku agresi dan antisosial pada individu dengan ADHD.

Amfetamin

Obat ini adalah salah satu aminsimpatomitetik yang paling kuat dalam

merangsang SSP, di samping mempunyai kerja perifer pada reseptor 𝛼 dan 𝛽

melalui penglepasan NE endogen. Amfetamin merangsang pusat napas di medulla

oblongata dan megurangi depresi sentral yang ditimbulkan oleh berbagai obat.

Efek ini disebabkan perangsangan pada koreteks dan system aktivasi reticular.

Sebagai perangsang SSP, isomer d (dekstroamfetamin) 3-4 kali lebih kuat

daripada isomernya.

Pada manusia efek psikis dosis 10-30 mg dapat berupa peningkatan

kewaspadaan , hilangnya rasa ngantuk, dan berkurangnya rasa lelah; perbaikan

mood, bertambahnya inisiatif, percaya diri, dan daya konsentrasi; seringkali

euphoria, dan peningkatan aktivitas motoric dan aktivitas bicara.

Mekanisme kerja

35
Mekanisme kerja amfetamin di SSP semuanya atau hamper semuanya

melalui pengelepasan amin biogenic dari ujung saraf yang bersangkutan di otak.

Peningkatan kewaspadaan, efek anoreksik dan sebagian aktivitas lokomotor

melalui penglepasan NE. dosis yang lebih tinggi melepaskan dopamine, terutama

di neostriatum, dan menimbulkan aktivitas lokomotor serta prilaku yang streotip.

Dosis yang lebih tinggi lagi melepaskan serotonin (5-HT) dan dopamine di

mesolimbic, di samping berkerja langsung sebagai serotonin-agonis, dan

menimbulkan gangguan persepsi serta prilaku psikotik.

Methypenidate

Hubungan struktur-aktivitas

Bentuk d-dan i-treo enansioner merupakan suatu campuran rasemat, tetapi

yang dipasarkan adalah bentuk isomer tunggal metilfenidat yaitu deksmetilfenidat

(R, R – (+)).

Farmakodinamik

Metilfenidat merupakan derivate piperidin. Bebrapa dengan analtepik

lainnya, metilfenidat merupakan perangsang SSP ringan yang efeknya lebih

menonjol terhadap aktivitas mental dibandingkan terhadap aktivitas motoric.

Namun pada dosis besar, metilfenidat dapat menimbulkan perangsangan SSP.

Sifat farmakologinya mirip amfetamin.

Farmakokinetik

Metilfenidat mudah diabsorbsi melalui saluran cerna, kadar puncak dalam

36
plasma dapat dicapai dalam 2 jam. Ikatan protein metilfenidat rendah (15%) dan

masa kerjanya cenderung pendek yakni sekitar 4 jam. Waktu paruh plasma antara

1-2 jam tetapi kadar dalam otak jauh melebihi kadar dalam plasma. Metabolitnya

yang 80% berupa asam retalinat hasil deesterifikasi metilfenidate akan

dikeluarkan bersama urin.

Mekanisme kerja

Meskipun metilfenidate merupakan inhibitor reuptake neurophinefrin dan

dopamine tetapi metilfenidat mempunyai efek primer pada neurobiology

dopamine. Metilfenidat menghambat dopamine transporter dan meningkatkan

dopamine ekstraseluler. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa isomer dekstro

lebih poten sebagai aktivitor lokomotrik daripada isomer levo.

Indikasi

Metilfenidat telah dicoba secara ekstensif untuk pengobatan berbagai

depresi mental, pengobatan keracunan obat penkan SSP, atau untuk

menghilangkan rasa apatis akibat berbagai hal tetapi efektiivtasnya masih

diragukan. Metilfenidat dan dekstroamfetamin merupakan obat tambahan yang

penting pada anak dan dewasa dengan ADHD yang dahulu disebut disfngsi otak

minimal. Sayangnya obat ini dapet menekan pertumbuhan badan pada

penggunaan kronik. Metilfenidate mungkin efektif untuk pengobatan narkolepsi,

baik tunggal maupun dalam kombinasi dengan antidepresi trisiklik.

Efek samping

Efek samping umu metilfenidate serupa dengan amfemtamin, meliputi

37
kegelisahan, insomnia, dan anoreksia. Selain itu metilfenidate juga menimbulkan

efek samping peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi. Pada

penyalahgunaan kronik dapat dijumpai gejala yang serupa dengan withdrawal

amfetamin yaitu letargi, depresi dan paranoid. Ada bebrapa laporan yang

menunjukkan bahwa metilfenidat menyebabkan gangguan pertumbuhan pada

anak-anak yang mungkin disebabkan akibat efek metilfenidat terhadap sekresi

hormone pertumbuhan.

3. Non-stimulant

Atomoxetine

Atomoxetine (Strattera). Atomoxetine (Strattera) disetujui oleh FDA untuk

pengobatan ADHD pada anak-anak, remaja, dan orang dewasa. Seperti stimulan,

atomoxetine meningkatkan ketersediaan NE dan DA di sinapsis PFC untuk

memperbaiki fungsi PFC pada pasien ADHD. Namun, karena tidak memiliki efek

pada striatum dan memerlukan setidaknya 4 sampai 6 minggu untuk menunjukkan

efek penuh, maka kurang mungkin disalahgunakan dibanding stimulan.

Dosis maksimum yang disetujui FDA disetujui kurang dari 1,4 mg / kg

atau 100 mg setiap hari. Titrasi lambat ke atas dari 0,5 mg / kg setiap 3 sampai 4

hari sampai sekitar 1,2 mg / kg dianjurkan dan harus diberikan pada waktu tidur

untuk 7 sampai 10 hari pertama untuk mengatasi sedasi.

Atomoxetine dapat diberikan sekali sehari di pagi hari atau dua kali sehari

dalam dosis terbagi. Meskipun pemberian sekali sehari meningkatkan kepatuhan

terhadap terapi, hal ini terkait dengan efek samping saluran pencernaan yang lebih

38
banyak. Atomoxetine umumnya dapat ditoleransi dengan baik karena efek

samping dilaporkan kurang bermasalah daripada stimulan Namun, peringatan

tentang hepatotoksisitas dan ide bunuh diri yang jarang terjadi pada anak-anak

dan remaja dikeluarkan oleh FDA pada tahun 2005. Tes fungsi hati tidak dipantau

secara rutin, namun jika gangguan hati terjadi, dosis awal dan target harus

dikurangi. Beberapa interaksi obat juga menjadi perhatian dan harus

diperhitungkan sebelum meresepkan / mengeluarkan atomoxetine. Seperti

amfetamin, atomoxetine dimetabolisme oleh CYP2D6120. Atomoxetine, seperti

stimulan, tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi yang tidak

terkontrol, kelainan jantung struktural, kardiomiopati, dan kelainan irama jantung

(Sharma and Couture, 2013).

3. α-2 Agonists

Clonidine

Clonidine terutama berkerja pada reseptor α-2 di SSP dengan efek

penurunan sympathetic outflow. Efek hipotensif clonidine terjadi karena

penurunan resistensi perifer dan curah jantung. Penurunan tonus simpatis

menyebabkan penurunan kontraktilitas miokard dan frekuensi denyut jantung.

Pada pengobatan jangka panjang curah jantung kembali normal. Ada tendensi

terjadinya hipotensi ortostatik, walaupun secara klinis umumnya asimptomatik. Di

samping itu, berkurangnya reflex simpatis juga mempermudah terjadinya

hipotensi ortostatik.

Farmakokinetik

Absorbs oral berlangsung cepat dan lengkap dengan biovabilitas mencapai

39
95%. Klonidin jua dapat diberikan secara transdermal dengan kadar plasma setara

dengan pemberian per oral. Farmakokinetiknya bersifat non linier dengan waktu

paruh 6- 13 jam. Kira-kira 50% klonidin dieliminisai dalam bentuk utuh melalui

urin. Kadar plasma meningkat pada gangguan fungsi ginjal atau pada usia lanjut.

Penggunaan

Sebagai obat ke 2 atua ke 3 bila penurunan TD dengan diuretic belum

optimal. Untuk menggantikan penghambat adrenergic lain dalam kombinasi 3

obat bersama diuretic dan vasodilator. Untuk beberapa hipertensi darurat. Bila

terjadi penurunan NE plasma dibawah 500 pg/mL 3 jam setelah pembeian dosis

besar (0,3 mg per oral)menguatkan dugaaan feokromasitoma. Dosis 0,075 mg dua

kali sehari dan dapat ditingkatkan sampai 0,6 mg/hari.

Efek samping

Mulut kering dan sedasi pada 50% pasien yang berkurang setelah

beberapa minggu pengobatan. Kira-kira 10% pasien menghentikan pengobatan

karena menetapnya gejala sedasi, mukut kering, mual, dan impotensi. Gejala

ortostasik kadang terjadi terutama bila ada deplesi cairan. Efek sentral berupa

mimpi buruk, insomnia, cemas dan depresi. Retensi cairan dan toleransi semu

terutama terjad bila klonidin digunakan sebagai obat tunggal. Bradikardia,

blockade sinus dan AV dapat terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi npdus

SA atau nodus AV atau yang mendapat obat yang mendepresi nodus AV.

Dermatitis kontak pada pemberian transdermal.

Reaksi putus obat sering terjadi pada penghentian mendadak. Ditandai

40
dengan rasa gugup, tremor sakit kepala, nyeri abdomen, takikardia, berkeringat,

akibat aktivasi simpatis yang berlebihan. Oleh karena itu penghentian klonidin

harus dilakukan bertahap dalam waktu 1 mingggu atau lebih.

Guanafasin

Sifat-sifat farmakologik dan efek samping mirip dengan clonidin.

Guanafasin mempunyai waktu paruh relative lebih panjang (14-18 jam). Obat ini

dieliminasi terutama melalui ginjal dalam bentuk utuh dan metabolic. Dosis

pemberian 0,5 – 3 mg / hari sebaiknya diberikan sebelum tidur.

Bupropion

Obat ini memliki struktur kimia mirip amfetamin. Seperti amfetamin,

bupropion diduga berkerja lewat efek dopaminergik. Walaupun obat ini dapat

menimbulkan bangkita pada dosis tinggi, efek ini tidak terjadi pada dosis tinggi,

efek ini tidak terjadi pada dosis yang dianjurkan. Efek samping utama berupa

perangsangan sentral agitasi, ketidaktenangan, ansietas dan insomnia terjadi pada

kira-kira 2% pasien, efek samping lain yang dapat terjadi ialah : mulut kering,

migraine, mual, muntah, konstipasidan tremor. Bupropion tidak memperlihatkan

efek antikolinergik dan tidak menghambat MAO.

Dosis awal dewasa 100 mg 2 kali sehari, tergantung respons kliniknya,

dapat ditingkatkan hingga 300 mg/hari, diberikan dalam dosis 100 mg perkali.

Efek terlihat setelah 4 minggu atau lebih. Dosis dapat dinaikkan hingga 450

mg/hari diberikan dalam dosis terbagi.

41
4. Antidepresan trisiklik

Imipramin

Suatu derivate benzodiazepine dan amitriptilin derivate

dibenzosikloheptadin, merupakan antidepresi klasik yang karena struktur

kimianya disbut sebagai antidepresan trisiklik. Kedua obat ini paling banyak

digunakan untuk terapi depresi, boleh dianggap sebagai pengganti penghambat

MAO yang tidak banyak digunakan lagi, kecuali moklobemid. Derivay

dibanzepin telah dibuktikan dapat mengurangi keadaan depresi, terutama depresi

endogen. Perbaikan suasana perasaan (mood), bertambahnya akticvitas fisik,

kewaspadaan mental, perbaikan nafsu makan, dan pola tidur yang lebih baik, serta

berkurangnya pikiran morbid. Obat ini tidak menimbulkan euphoria pada orang

normal. Jika obat diberikan jangka waktu yang lama pada pasien depresi , terjadi

peningkatan alam perasaan.

Efek samping

Sebagian efek samping dibenzazepin mirip atropine. Keringat berlebih,

perasaan lemas, pusing, hipotensi postural, sembelit, suka berkemih, edema, dan

tremor. Efek toksik imipramine akut ditandai dengan hiperperiksia, hipertensi,

konvulsi, dan koma. Pada keracunan dapat menimbulkan gangguan konduksi

jantung dan aritmia (Farmakolgi dan terapi UI. 2007).

42
Tabel 2. Efek Samping Obat-Obat Agen Terapeutik untuk Mengobati ADHD

Generik Nama Produk Efek samping

Stimulants:
 Dexedrine, ProCentra, Insomnia, anoreksia, sakit


Vyvanse, Adderall, perut, penurunan berat badan,
1. Amphetamines Adderall XR, Ritalin, sakit kepala, cepat marah,
2. Methylin, Ritalin SR, emosional yang labil ,
Methylphenidate Metadate ER, Methylin kegelisahan, tekanan darah
ER, Ritalin LA, meningkat, mulut kering,
Metadate CD, Concerta, mudah tersinggung, mual,
Daytrana, Quillivant muntah, dan diare
XR, Focalin, Focalin XR

Nonstimulants: Strattera Penurunan nafsu makan, mual,


muntah, kelelahan, insomnia,
1. Atomoxetine sakit perut, mulut kering,
sembelit, mengantuk, retensi
urin, disuria, disfungsi ereksi,
dismenore

α-2 Agonists: Kapvay, Intuniv Somnolen, kelelahan, infeksi


saluran pernapasan bagian
1. Clonidine atas, mulut kering,
2.Guanfacine bradikardia, mudah
tersinggung, terbangun di
malam hari, sakit
tenggorokan, insomnia, mimpi
buruk, konstipasi, kenaikan
suhu tubuh, sakit telinga,
mual, kelesuan, pusing,
hipotensi, dan sakit kepala

Bupropion Wellbutrin, Wellbutrin Kelaparan, takikardia,


SR, Wellbutrin XL anoreksia, konstipasi, mual,
muntah, mudah tersinggung,
sedasi, ruam, penambahan /
kehilangan berat badan,
impotensi, keluhan
menstruasi, mulut kering,
akinesia, bradykinesia, mimpi
abnormal, hiperhidrosis, sakit
kepala, migrain, insomnia,
tremor, agitasi, kebingungan,
permusuhan, kelelahan,
keluhan pernafasan bagian
atas, penglihatan kabur,
gangguan pendengaran,

43
kecemasan, dan gangguan
konsentrasi

TCAs: Orpramin, Tofranil Hipotensi, hipertensi,


palpitasi, infark miokard,
1. Desipramine aritmia, takikardia, ventrikel
2.Imipramine fibrilasi kematian mendadak,
halusinasi, disorientasi, delusi,
kegelisahan, kegelisahan,
agitasi, mimpi buruk, mati
rasa, parestesi kaki tangan,
ataksia, tremor , penglihatan
kabur, retensi urin, ide bunuh
diri, insomnia, serangan panik,
konstipasi, mual, muntah,
anoreksia, diare, sakit maag,
pertambahan berat badan,
hiperhidrosis, disfungsi ereksi,
dan ejakulasi dini.

(Couture, J dan Sharma, A, 2013: sagepub.com/journalsPermissions.nav )

44
Tabel 3. Formulasi, Kekuatan, dan Dosis yang tersedia untuk obat terapeutik yang
digunakan untuk ADHD.

Nama merk Formulasi, Kekuatan, Rekomendasi Dosis


(Generik) Durasi dan Ketersediaan
Aksi Generik

Adderall Formulasi: • Tidak disetujui oleh FDA


(amphetamine dan immediate-release untuk anak-anak <3 tahun;
dextroamphetamine tablet dosis harian dapat
salts), 4-6 jam • Kekuatan yang diberikan dalam dosis
tersedia: 5, 7.5, 10, terbagi, dengan dosis
12.5, 15, 20, dan 30 pertama diberikan di pagi
mg • hari, dan setiap dosis
Ketersediaan umum: berikut diberikan setiap 4
Ya sampai 6 jam.
• Anak-anak 3-5: awal, 2,5
mg po setiap hari; dosis
titrasi tidak lebih dari 2,5
mg / minggu sampai dosis
efektif minimum tercapai;
dosis harian maksimum,
40 mg • Anak-anak 6-
12, remaja, dan orang
dewasa: awal, 5 mg po
sekali atau dua kali sehari;
dosis titrasi tidak lebih dari
5 mg / minggu sampai
dosis efektif minimum
tercapai; dosis harian
maksimum, 40 mg

Adderall XR • Formulasi: extended- • Tidak disetujui oleh FDA


(amphetamine and release capsule untuk anak-anak <6 tahun
dextroamphetamine • Kekuatan yang • Anak-anak 6-12: awal,
salts), 10-12 jam tersedia: 5, 10, 15, 20, 10 mg po QAM; dosis
30 mg titrasi tidak lebih dari 5-10
• Ketersediaan mg / minggu sampai dosis
generik: ya efektif minimum tercapai;
dosis harian maksimum,
30 mg
• Orang dewasa dan
remaja: awal, 20 mg po
QAM; dosis titrasi tidak
lebih dari 5-10 mg /

45
Tabel 3. Lanjutan

Dexedrine • Formulasi: • Tidak disetujui oleh FDA


(dextroamphetamine), Immediate-release untuk <3 tahun; Jumlah
4-5 jam tablets dan xtended- dosis harian dapat diberikan
release capsules dalam dosis terbagi, dengan
ProCentra • Kekuatan yang dosis pertama diberikan di
(dextroamphetamine), tersedia: Tablet IR: 5, pagi hari; setiap dosis
4-5 jam kapsul XR 10 mg: 5, berikut diberikan setiap 4-6
10, 15 mg jam.
• Ketersediaan • Anak-anak 3-5: awal, 2,5
generik: ya, kecuali mg po setiap hari; dosis
tablet IR 5 mg titrasi tidak lebih dari 2,5 mg
• Formulasi: larutan / minggu sampai dosis
oral • efektif minimum tercapai;
Kekuatan yang dosis harian maksimal: 40
tersedia: 5 mg / 5 mL mg • Anak-anak 6-12,
• Ketersediaan umum: remaja, dan orang dewasa:
tidak awal, 5 mg po setiap hari
(anak-anak 6-12), 5 mg po
sekali atau dua kali sehari
(remaja dan dewasa); dosis
titrasi tidak lebih dari 5 mg /
minggu sampai dosis efektif
minimum tercapai; dosis
harian maksimum, 60 mg

Ritalin • Formulasi: • Tidak disetujui oleh FDA


(methylphenidate), 3- immediate-release untuk anak-anak <6 tahun
4 jam tablet • Anak-anak 6-12 dan
• Kekuatan yang remaja: awal, tawaran 5 mg
tersedia: 5, 10, 20 mg po sebelum makan; dosis
• Ketersediaan umum: titrasi tidak lebih dari 5-10
iya • mg / minggu sampai dosis
Formulasi: efektif minimum tercapai;
Methylin immediate-release dosis harian maksimum, 60
(methylphenidate), 3- tablet, tablet kunyah, mg • Dewasa:
4 jam larutan oral • dosis harian, 20-30 mg po
Kekuatan yang dalam 2-3 dosis terbagi 30-
tersedia: tablet IR, 5, 45 menit sebelum makan;
10, 20 mg; Kunyah dosis harian maksimum, 60
tablet: 2,5, 5, 10 mg; mg
larutan oral, 5 mg / 5
mL, 10mg / 5 mL
• Ketersediaan

Ritalin SR • Formulasi: • Tidak disetujui oleh FDA


(methylphenidate), extended-release untuk anak-anak <6 tahun

46
8jam tablet • Anak-anak 6-12, remaja,
• Kekuatan yang dan dewasa: 20 mg poid;
tersedia: 20 mg • dosis harian maksimum, 60
Ketersediaan generik: mg
iya

Strattera • Formulasi: • Tidak disetujui oleh FDA


(atomoxetine), 10-12 immediate-release untuk anak-anak <3 tahun;
jam tablet dosis harian dapat diberikan
• Kekuatan yang dalam dosis terbagi, dengan
tersedia: 5, 7.5, 10, dosis pertama diberikan di
12.5, 15, 20, dan 30 pagi hari, dan setiap dosis
mg • berikut diberikan setiap 4
Ketersediaan umum: sampai 6 jam.
Ya • Anak-anak 3-5: awal, 2,5
mg po setiap hari; dosis
titrasi tidak lebih dari 2,5 mg
/ minggu sampai dosis
efektif minimum tercapai;
dosis harian maksimum, 40
mg •
Anak-anak 6-12, remaja,
dan orang dewasa: awal, 5
mg po sekali atau dua kali
sehari; dosis titrasi tidak
lebih dari 5 mg / minggu
sampai dosis efektif
minimum tercapai; dosis
harian maksimum, 40 mg

Kapvay (clonidine), • Formulasi tablet • Tidak disetujui oleh FDA


4-6 jam extended-release untuk anak-anak <6 tahun;
• Kekuatan yang tidak ada indikasi untuk
tersedia: 0,1 mg • orang dewasa
Ketersediaan umum: • Anak 6-12 tahun dan
tidak remaja: awal, 0,1 mg po
pada waktu tidur; dosis
titrasi tidak lebih dari 0,1 mg
/ minggu sampai dosis
efektif minimum tercapai;
dosis> 0,1 mg / d harus
diberikan dalam 2 dosis

47
terbagi, QAM dan saat tidur

Intuniv (guanfacine), • Formulasi: tablet • Tidak disetujui oleh FDA


24 jam extended-release untuk anak-anak <6 tahun;
• Kekuatan yang tidak ada indikasi untuk
tersedia: 1, 2, 3, 4 mg orang dewasa
• Ketersediaan umum: • Anak 6-12 tahun dan
tidak remaja: awal, 1 mg po setiap
hari; Titrate dosis tidak lebih
besardari 1 mg / minggu
sampai dosis efektif
minimum tercapai; dosis
harian maksimum, 4 mg

Wellbutrin • Formulasi: • Tidak disetujui oleh FDA


(bupropion), 6-8 jam immediate-release untuk aanak <6 tahun,
tablet Peringatan kotak hitam
• Kekuatan yang untuk risiko bunuh diri pada
tersedia: 75, 100 mg anak-anak
• Ketersediaan • Anak 6-12 thn dan remaja:
generik: iya awal, 25 mg po tiap
hari;Dosis n adalah 1-2,5
mg/kg dosis harian maks,2,5
mg/kg/hari

Wellbutrin SR • Formulasi: tablet • Tidak ada indikasi untuk


(bupropion), 8-12 extended-release anak-anak dan remaja
jam • Kekuatan yang • Dewasa: titrasi sampai
tersedia: 100, 150, dosis maksimal 300 mg po
200 mg setiap hari
• Ketersediaan
generik: iya

Norpramin • Formulasi: • Tidak disetujui oleh FDA


(desipramine), 8-12 immediate-release untuk anak-anak <5 tahun;
jam tablet tidak ada indikasi untuk
• Kekuatan yang orang dewasa
tersedia: 10, 25, 50, • Anak-anak 5-12 tahun dan
75, 100, 150 mg remaja: titrasi sampai dosis
• Ketersediaan harian maksimum 3,5mg /
generik: iya kg / d dalam 2 dosis terbagi

Tofranil • Formulasi: • Tidak disetujui oleh FDA

48
(imipramine), 8-12 immediate-release untuk anak-anak <6 tahun,
jam tablet tidak ada indikasi untuk
• Kekuatan yang orang dewasa
tersedia: 10, 25, 50 • Anak 6-12 tahun dan
mg remaja: awal, 25 mg po
• Ketersediaan umum: setiap hari; titrasi sampai
iya dosis 1-2,5 mg / kg / d
dalam dosis terbagi; dosis
harian maksimum, 2,5 mg /
kg / hari

(Couture, J dan Sharma, A, 2013: sagepub.com/journalsPermissions.nav )

Tabel 4. Pedoman Pengobatan / Rekomendasi / Algoritma untuk Mengobati


ADHD.

Badan / Tahun Pedoman / Rekomendasi Catatan


/ Algoritma

American Academy of Anak usia prasekolah (4- Methylphenidate


Pediatrics (AAP), 2011 5 tahun):terapi perilaku digunakan pada populasi
orang tua atau guru; Jika ini adalah off-label.
tidak tersedia atau tidak Meskipun
bermanfaat, dekstroamphetamine
methylphenidate dapat disetujui untuk digunakan
digunakan namun hanya pada populasi ini,
pada disfungsi sedang penggunaannya tidak
sampai berat disarankan karena
kurangnya data
keselamatan dan
kemanjuran. Metabolisme
stimulan pada populasi ini
lebih lambat; Oleh karena
itu, dosis awal yang lebih
kecil dan titrasi ke atas
Anak-anak usia sekolah
yang lebih lambat
dasar (6-11 tahun): terapi
dianjurkan.
perilaku yang diberikan
Bukti penggunaan obat
orang tua atau guru
yang disetujui FDA sangat
sendiri atau dalam
kuat untuk stimulan,
kombinasi (lebih baik)
diikuti oleh atomoxetine,
dengan obat yang
extended- release
disetujui oleh FDA.
guanfacine, dan akhirnya,
klonidin extended-
release; Oleh karena itu,
Remaja (12-18 tahun): kebanyakan klinisi dapat
menggunakan pendekatan

49
Obat yang disetujui FDA sekuensial ini.
sendiri atau Jika penyalahgunaan zat
dikombinasikan dengan atau pengalihan obat
terapi perilaku (lebih menjadi masalah dalam
disukai) kelompok usia ini,
stimulan dengan potensi
penyalahgunaan yang
kurang (Vyvanse,
Daytrana,vs Concerta)
atau non stimulan harus
digunakan.

American Academy of Untuk anak-anak (6-11 Extended- release


Child and Adolescent tahun) dan remaja (12-18 guanfacine dan clonidine
Psychiatry (AACAP), tahun): Obat yang disetujui oleh FDA setelah
2007 disetujui FDA (stimulan rekomendasi ini
atau atomoxetine); jika dipublikasikan; Oleh
tidak menguntungkan, karena itu, rekomendasi
carilah pendapat ahli untuk menggunakan obat
untuk diagnosis ADHD; yang disetujui FDA
Jika diagnosis mencakup stimulan atau
dikonfirmasi, terapi atomoxetine saja
perilaku saja atau
dikombinasikan dengan
obat yang tidak disetujui
oleh FDA harus
digunakan

Texas Department of • Stage 0: Alternatif Setiap tahap dapat


State Health Services, nonmedikasi setelah diabaikan tergantung pada
2006 diagnosis gambaran klinisnya.
• Stage 1: Perhatikan bahwa agonis
Methylphenidate atau extended-release α-2
amfetamin disetujui bertahun-tahun
• Stage 2: Agen tidak setelah algoritma ini
digunakan pada tahap 1 dipublikasikan
• Stage 3: Atomoxetine
• Stage 4: Bupropion atau
TCA • Stage 5: Agen
tidak digunakan pada
tahap 4
• Stage 6: agonis α-2

(Couture, J dan Sharma, A, 2013: sagepub.com/journalsPermissions.nav )

50
B. Terapi non farmakologis

1) Intervensi Psikososial
a. Intervensi psikososial berdasarkan klinis
i. Intervensi psikososial keluarga
Intervensi psikososial tipe bahavioral yang didasarkan pada
keluarga direkomendasikan untuk terapi behavioral
komorbid.
ii. Terapi individual
Intervensi psikososial individual tidak direkomendasikan
rutin.
b. Intervensi psikososial berdasarkan sekolah
Anak dengan ADHD/ gangguan hiperkinetik membutuhkan
program intervensi sekolah individual meliputi intervensi
behavioral dan akademik.
2) Intervensi diet
Ada sedikit bukti mengenai keuntungan pemberian suplemen
mineral (besi, magnesium, seng) pada ADHD/gangguan hiperkinetik.
Beberapa bukti menyebutkan kadar seng yang rendah pada rambut
dan urin berkaitan dengan respon yang buruk terhadap
methylphenidate, meskipun belum terdapat studi yang menyebutkan
bahwa suplementasi seng dapat memperbaiki respon terhadap obat.
Suplementasi asam lemak esensial mungkin bermanfaat, khususnya
pada individu yang kadar asam lemak tak jenuhnya rendah. Namun
belum ada bukti yang cukup untuk mendukung pemakaian rutin
suplementasi mineral untuk manajemen ADHD (Konofal et al., 2008).
Permasalahan mengenai gula halus dan zat makanan tambahan
buatan memiliki efek samping pada perilaku anak, masih menjadi
konflik. Dalam bukti sekarang ini, tidaklah mungkin
merekomendasikan restriksi atau eliminasi makanan pada anak
dengan ADHD (MrCann et al , 2007).
Hal-hal yang bisa diperhatikan dari diet untu anak
ADHD/gangguan hiperkinetik, antara lain :

51
o Bahan makanan aditif
o Suplementasi asam lemak omega-3 dan omega-6
o Suplementasi besi, seng, magnesium
o Antioksidan
3) Intervensi komplementer dan alternatif
Di antaranya meliputi :
o Bach flower remedies
o Homeopathy
o Massage theraphy
o Neurofeedback
4) Intervensi sosial dan komunitas
5) Intervensi multimoda

52
2.2 Neurofeedback

2.2.1 Pendahuluan Neurofeedback

1. Definisi

Neurofeedback adalah metode yang membantu subjek mengendalikan

gelombang otak mereka secara sadar dengan menggunakan

electroencephalography (EEG) selama perawatan. Berbagai komponennya

diekstraksi dan diumpankan ke subyek yang menggunakan system umpan balik

dalam bentuk audio, video atau kombinasi keduanya. Dengan demikian, komponen

elektrofisiologis ditunjukkan secara terpisah. Sebagai ilustrasi, kekuatan sinyal

pada pita frekuensi dapat ditunjukkan dengan grafik batang yang bervariasi.

Selama prosedur ini, subjek menjadi sadar akan perubahan yang terjadi selama

pelatihan dan akan dapat menilai kemajuannya untuk mencapai kinerja optimal.

Misalnya, subjek mencoba memperbaiki pola otak berdasarkan perubahan yang

terjadi pada suara atau film. Protokol pengobatan Neurofeedback terutama

berfokus pada perawatan alfa, beta, delta, theta, dan gamma, atau kombinasi

keduanya seperti rasio alfa/theta, rasio beta/theta, dll. Namun, protokol yang paling

sering digunakan adalah rasio alpha, beta, theta, dan alpha/theta. Berbagai rincian

teknis dan klinis dari berbagai protokol pengobatan neurofeedback (Mansourian,

M., et al. (2016).

2. Berbagai Komponen Frekuensi

Aktivitas neuron serebral memiliki informasi yang kaya tentang aktivitas

neuron. Ketika neuron diaktifkan, mereka menghasilkan sinyal elektrik. Dengan

53
menempatkan elektroda pada kulit kepala, aktivitas listrik otak, yang dikenal

dengan EEG, dapat direkam. Pada gilirannya, EEG dihasilkan oleh jenis aktivitas

sinkron neuron spesifik yang dikenal sebagai neuron piramid dan keluaran listrik

berada pada kulit dimana elektroda berada. Pola aktivitas listrik yang berbeda, yang

dikenal sebagai gelombang otak, dapat dikenali dengan amplitudo dan frekuensi.

Frekuensi menunjukkan seberapa cepat gelombang berisolasi yang diukur dengan

jumlah gelombang per detik (Hz), sedangkan amplitudo mewakili kekuatan

gelombang ini yang diukur dengan mikrovolt (μV).

Komponen frekuensi yang berbeda dikategorikan pada delta (kurang dari 4

Hz), theta (4-8 Hz), alfa (8-13 Hz), beta (13-30 Hz), dan gamma (30-100 Hz)

dimana masing-masing mewakili fungsi fisiologis tertentu. Singkatnya, gelombang

delta diamati pada sinyal EEG saat seseorang tertidur, gelombang theta saat

seseorang mengantuk, gelombang alpha saat seseorang rileks dan ototnya istirahat

namun dia terjaga, gelombang beta saat orang waspada dan gelombang gamma

diamati saat seseorang mencoba memecahkan masalah (Tabel 5). Namun, ada

perbedaan dalam menentukan rentang komponen frekuensi yang tepat dalam

berbagai studi (Mansourian, M., et al. (2016).

54
Tabel 5. Gelombang otak tertentu dengan karakteristiknya.

Frekuensi
Rentang frekuensi
gelombang otak Karakteristik umum
(Hz)
yang umum

Tidur, perbaikan, pemecahan masalah


Delta 1-4 yang kompleks, acuh, tidak sadarkan
diri

Kreativitas, wawasan, keadaan


dalam, ketidaksadaran, keadaan
Theta 4-8
meditasi yang optimal, depresi,
cemas, distractibility

Kewaspadaan dan kedamaian,


Alpha 8-13
kesiapan, meditasi, sangat rileks

Lower alpha 8-10 Mengingat

Upper alpha 10-13 Kinerja kognitif yang optimal

SMR
(sensorimotor 13-15 Kesigapan mental, relaksasi fisik
rhythm)

Berpikir, fokus, perhatian,


Beta 15-20 ketegangan, kewaspadaan,
kegembiraan

High beta 20-32 intensitas, hyperalertness, kecemasan

Belajar, pengolahan kognitif,


Gamma 32-100 or 40 pemecahan masalah, ketajaman
mental, aktivitas otak, mengatur otak

Mansourian, M., et al. (2016).

Komponen frekuensi ini memiliki berbagai himpunan . Misalnya, pita

frekuensi Sensorimotor rhythm (SMR) dengan frekuensi (13-15 Hz) berhubungan

dengan irama sensorimotor dan diberi judul beta rendah. Beberapa penelitian

mengklaim bahwa ritme alpha memiliki dua sub-set: alfa lebih rendah pada

55
kisaran 8-10 Hz dan alpha atas pada kisaran 10-12 Hz. Sedangkan beberapa

penelitian menunjukkan bahwa ritme alpha memiliki 3 subset. Definisi ini

menunjukkan bahwa alfa tinggi dan rendah menunjukkan perilaku dan

penampilan yang berbeda. Hal ini diyakini bahwa alpha yang lebih rendah terkait

dengan mengingat tindakan dalam memori yang tidak terjadi pada alpha yang

tinggi (Dempster, 2012).

3. Penempatan Elektroda EEG

Elektroda (ditempatkan di kulit kepala) dapat merekam aktivitas korteks

daerah otak yang dekat dengan mereka. Sistem Elektroda 10-20 adalah metode

untuk menstandardisasi area tengkorak dan membandingkan data. Istilah "10-20"

mengacu pada penempatan elektroda lebih dari 10% atau 20% dari jarak total

antara lokasi tengkorak yang ditentukan. Studi telah menunjukkan bahwa

penempatan ini berkorelasi dengan daerah kortikal serebral yang sesuai. Dari 21

elektroda, 19 digunakan untuk merekam daerah korteks dan 2 elektroda lainnya

sebagai elektroda referensi (Gambar 3). Daerah hemisfer diberi nama dengan

huruf dan angka. Huruf F, P, T, O, dan C berhubungan dengan daerah frontal,

parietal, temporal, occipital, dan central. Ganjil / genap angka dikaitkan dengan

sisi kiri / kanan wilayah otak. Huruf z digunakan sebagai PZ menunjukkan bahwa

lokasi kulit kepala jatuh di sepanjang garis tengah yang berjalan antara nasion dan

inion. FP1 dan FP2 masing-masing berhubungan dengan kutub kiri dan kanan

dahi. Juga A1 dan A2 adalah daerah kanan kiri daerah vestibular (telinga) yang

merupakan dua lokasi umum untuk penempatan referensi dan elektroda dasar

(Gambar 2) (Mansourian, M., et al. (2016).

56
Secara tradisional, dua jenis montase unipolar dan bipolar digunakan

dalam perawatan neurofeedback. Dalam mode unipolar, elektroda aktif

ditempatkan pada tengkorak dan sinyal yang direkam oleh elektroda aktif

dibandingkan dengan elektroda kedua yang diberi sebagai elektroda referensi.

Aktivitas elektroda aktif dikurangi aktivitas elektroda referensi yang mewakili

aktivitas otak pada elektroda.

Di sisi lain, dalam mode bipolar, dua elektroda aktif digunakan terpisah

pada tengkorak. Perbedaan antara sinyal yang direkam oleh 2 elektroda ini, adalah

dasar neurofeedback (Dempster, 2012). Salah satu kelebihan dari bipolar

recording adalah common mode rejection yang terjadi selama prosedur

perekaman. Ini berarti bahwa setiap artifak eksternal yang terjadi pada kedua

saluran dan pada saat bersamaan, amplitudo dan tahapmnya dikurangi dan

selektivitas spasial ditingkatkan. Misalnya, berkedip bisa dikurangi dengan cara

ini (Mansourian, M., et al. (2016).

Gambar 3 : Sistem penempatan elektroda 10-20 dan nama daerah tengkorak.

(Basic and Clinical Neuroscience)

57
Ahli saraf telah mengamati bahwa lesi yang terjadi di daerah otak

menghasilkan gejala spesifik yang sebagian besar terkait dengan daerah ini.

Misalnya, lobus frontal, FP1, FP2, FPZ, FZ, F3, F4, F7 bertanggung jawab untuk

perhatian segera, dukungan waktu, keterampilan sosial, emosi, empati, memori

kerja, perencanaan eksekutif, serat moral atau karakter. Setiap wilayah mewakili

perasaan atau tugas tertentu; Dengan demikian identifikasi area ini memberikan

perawatan neurofeedback yang terbaik dan paling akurat. Lobus parietal, PZ, P3

dan P4, memecahkan masalah yang dikonseptualisasikan oleh lobus frontal. Tata

bahasa yang kompleks, penamaan benda, konstruksi kalimat, dan matematis

dapat dikenali ke lobus parietalis kiri sementara orientasi peta, pengenalan spasial,

dan mengetahui perbedaan antara kanan dan kiri merupakan fungsi lobus parietal

kanan. Lobus temporal, T3, T4, T5 dan T6 memiliki berbagai fungsi. Fungsi

belahan kiri dikaitkan dengan pembacaan (pengenalan kata), memori,

pembelajaran dan suasana hati yang positif, sementara fungsi belahan kanan

berhubungan dengan musik, kecemasan, pengenalan wajah, dan rasa arah.

Di sisi lain, kenangan visual, bacaan yang akurat dan kenangan traumatis

yang menyertai kilas balik visual biasanya diproses di lobus oksipital, O2, O1

dan. Fungsi lain lobus ini termasuk membantu untuk menemukan objek di

lingkungan, melihat warna dan mengenali gambar dan mengidentifikasi dengan

benar benda, membaca, menulis, dan mengeja. Korteks sensori dan motor

(sensorimotor), CZ, C3 dan C4 memiliki fungsi pengendalian sadar dari semua

gerakan kerangka seperti mengetik, memainkan alat musik, tulisan tangan,

pengoperasian mesin yang rumit, berbicara, dan kemampuan untuk mengenali

dari mana sensasi tubuh berasal.

58
Ahli saraf telah menyebutkan bahwa korteks motor membantu korteks

serebral untuk menyandikan tugas fisik dan kognitif. Oleh karena itu, subjek yang

mengalami kesulitan melihat urutan logis dari tugas kognitif dapat memanfaatkan

pelatihan neurofeedback di sepanjang sensor belahan kiri sensorimotor korteks

(C3). Pelatihan di sepanjang sensor bilik kanan sensorimotor korteks (C4) bisa

menimbulkan perasaan, emosi, atau ketenangan. Pelatihan di median atau

mungkin memfasilitasi respons beragam. Subjek yang menderita epilepsi biasanya

dilatih di sepanjang sensorimotor cortex (C3) untuk meningkatkan SMR. Selain

itu, pelatihan di sepanjang korteks sensorimotor dapat diterapkan untuk

pengobatan stroke, epilepsi, kelumpuhan, ADHD, dan gangguan integrasi

sensorik / motorik (Mansourian, M., et al. (2016).

Umumnya, elektroda ditempatkan sedemikian rupa sehingga saluran EEG

tertentu berada di satu sisi otak (Bauer & Pllana, 2014). Misalnya, beta dan beta

rendah dilatih di sisi otak kanan (C4) dan kiri (C3). Jika mereka beralih ke sisi

otak yang berlawanan, hasil yang tidak diinginkan dapat diperoleh. Misalnya,

melatih gelombang beta rendah di sisi kiri akan mengakibatkan penipisan energi

mental, bukan perbaikan konsentrasi. Dengan demikian, lokasi elektroda EEG

selama prosedur neurofeedback penting (Mansourian, M. et al. (2016).

4. Jenis Neurofeedback

Ada 7 jenis Neurofeedback untuk pengobatan berbagai kelainan:

1) Neurofeedback yang paling sering digunakan adalah frequency / power

neurofeedback. Teknik ini biasanya mencakup penggunaan 2 sampai 4 permukaan

elektroda, kadang disebut "surface neurofeedback". Ini digunakan untuk

59
mengubah amplitudo atau kecepatan gelombang otak spesifik di lokasi otak

tertentu untuk mengobati ADHD, kegelisahan, dan insomnia.

2) Slow cortical potential neurofeedback (SCP-NF) memperbaiki arah potensi

kortikal yang lambat untuk mengobati ADHD, epilepsi, dan migraine.

3) Low-energy neurofeedback system (LENS) memberikan sinyal

elektromagnetik yang lemah untuk mengubah gelombang otak pasien sementara

mereka tidak bergerak dengan mata tertutup (Zandi-Mehran, Firoozabadi, &

Rostami, 2014). Jenis neurofeedback ini telah digunakan untuk mengobati cedera

otak traumatis, ADHD, insomnia, fibromyalgia, restless legs syndrome,

kecemasan, depresi, dan kemarahan.

4) Hemoencephalographic (HEG) memberikan umpan balik mengenai aliran

darah serebral untuk mengobati migraine.

5) Neofrenofeedback Z-score hidup digunakan untuk mengobati insomnia. Ini

memperkenalkan perbandingan terus menerus dari variabel aktivitas listrik otak

ke database sistematis untuk memberikan umpan balik yang berkesinambungan

6) Low-resolution electromagnetic tomography (LORE-TA) melibatkan

penggunaan 19 elektroda untuk memantau tahap, kekuatan, dan koherensi.

Neurofeedback ini digunakan untuk mengobati kecanduan, depresi, dan gangguan

obsesif-kompulsif.

7) Fungsional magnetic resonance imaging (fMRI) adalah jenis neurofeedback

terbaru yang mengatur aktivitas otak berdasarkan umpan balik aktivitas dari area

subkortikal otak yang dalam (Mansourian, M. et al. (2016).

60
Metode ini biasanya menggunakan analisis statistik kuantitatif dari EEG

(Quantitatif EEG / qEEG]) untuk memberikan biofeedback kepada pasien secara

real time. Pendekatan ini memungkinkan pengkondisian operan EEG pasien yang

dapat memiliki efek perubahan kognisi, emosi, dan perilaku terapeutik. Banyak

intervensi baru baru ini, bersama dengan permukaan NF, sekarang dapat

menggabungkan penggunaan qEEG untuk meningkatkan nilai klinisnya.

2.2.2 Cara Kerja Neurofeedback

Panjang gelombang pada hasil EEG secara langsung dari potensial aksi

sinaptik yang dihasilkan oleh sinaps di jaringan neuron. Ada 2 jenis sinaps kimia

yang menghasilkan panjang gelombang EEG. Pertama, sinapsis cepat melibatkan

neurotransmitter glutamat dan gamma-aminobutyric acid (GABA), yang terkait

dengan saluran ion cepat (yang terjadi dari 0-80 milidetik). Kedua, sinapsis

lambat melibatkan dopamin, serotonin, asetilkolin, dan norepinephrine, yang

terkait dengan saluran ion tegangan lambat (yang terjadi dari 100 milidetik hingga

1 detik). Potensi postsynaptic rangsang dan hambat ini menimbulkan local field

potensials (LFP). LFPs mempengaruhi potensi aksi di neuron piramidal di dekat

permukaan otak. Panjang gelombang ini dapat diubah oleh perubahan kondisi

yang menargetkan jaringan ini. Perubahan kondisi EEG melibatkan perubahan

sinapsis yang disebabkan oleh apa yang disebut sebagai fase reset. Perubahan

kondisi dimulai dengan memperkuat frekuensi (misalnya, 5 Hz) yang terkait

dengan panjang gelombang tertentu (misalnya, theta) yang dideteksi oleh

elektroda EEG di dekat permukaan otak. Ketika panjang gelombang yang

61
diinginkan terjadi, ada ledakan potensial aksi yang menimpa dendrit dan sel tubuh

neuron piramid. Waktu yang dibutuhkan untuk pergeseran panjang gelombang ini

terjadi disebut sebagai fase durasi pergeseran dan dapat dilihat pada EEG bila

panjang gelombang yang sama tidak sinkron (Gambar 3). Bila terjadi phase lock ,

panjang gelombang yang diinginkan akan disinkronisasi (lihat Gambar 3).

Semakin lama durasi pergeseran fase, semakin besar jumlah neuron yang direkrut.

Ketika ledakan aktivitas neuronal ini terjadi serentak dalam jutaan neuron, maka

perubahan frekuensi EEG yang terdeteksi terjadi, (misalnya, dari theta 4- 8 Hz

sampai alpha 8-12 Hz).

Gambar 4. Phase lock

(Simken, et al.2014)

Phase lock tejadi (bila semua frekuensi EEG sama untuk ritme tertentu).

Selama perubahan kondisi, irama panjang gelombang diperkuat saat durasi phase

lock meningkat dan frekuensi pergeseran phase shift. Demikian juga, irama

dihambat saat durasi penguncian phase lock dan frekuensi pergeseran fasa shift.

Selama NF, perubahan aktivitas EEG individu dapat diperkuat oleh rangsangan

visual dan / atau pendengaran. Seiring NF berlanjut, penguatan lebih sulit didapat

karena lamanya waktu individu harus mempertahankan panjang gelombang yang

diinginkan meningkat. Karena individu menguasai tingkat kesulitan dalam

62
mempertahankan panjang gelombang yang diinginkan, klinisi meningkatkan

tingkat kesulitan untuk terus menantang otak dengan meningkatkan lamanya

waktu individu harus memegang panjang gelombang yang diinginkan.

Sinapsis kimia excitatory cepat mendominasi loop kortikokorteks jarak

jauh dan sinapsis excitatory cepat mendominasi loop jarak pendek. Namun,

neurotransmiter jangka panjang terbentuk dan membentuk mekanisme potensiasi

jangka panjang (LTP). Modifikasi sinaps terjadi selama phase lock.

Neurotransmiter, seperti dopamin, dilepaskan untuk mengantisipasi pengalaman

berharga yang terjadi saat pola panjang gelombang tertentu muncul selama phase

lock. Neurotransmiter yang dilepaskan selama phase lock dapat mempengaruhi

plastisitas struktural di dalam otak. Phase lock menghasilkan peningkatan jangka

panjang dalam transmisi sinyal antara 2 neuron yang dihasilkan dari penembakan

sinkronnya, yang dikaitkan dengan peningkatan pembentukan dendrit dan

meningkatkan pengiriman neurotransmiter ke celah. Proses modifikasi sinaps ini

disebut LTP, dan memerlukan pertumbuhan sinaps dan pengembangan sinaps

baru selama belajar. Kandel menerima Hadiah Nobel pada tahun 2000 untuk

karyanya yang menghubungkan LTP dengan DNA, RNA, dan produksi protein

yang terkait dengan pembentukan pembelajaran dan memori. Phase lock

menghasilkan LTP atau pembelajaran neuron pada tingkat molekuler yang

menggerakkan pasien yang memiliki penanganan NF terhadap fungsi normal.

Akibatnya, EEG NF menggunakan pengkondisian operan untuk (1)

memperkuat irama otak tertentu dengan memperkuat phase lock dan mengurangi

phase shift, atau (2) menghambat irama dengan mengurangi frekuensi phase lock

63
dan meningkatkan frekuensi phase shift. Phase shift dan phase lock yang

diperkuat oleh NF dikaitkan dengan modifikasi sinaptik jangka panjang yang

ditandai dengan perubahan pelepasan neurotransmitter dan fungsi neuron.

Misalnya, jika gejala ADHD diketahui terkait dengan panjang gelombang

abnormal di area otak tertentu, maka NF dapat mengubah panjang gelombang

menjadi yang ditemukan pada individu normal. Dengan menggunakan NF, dokter

mungkin dapat secara efektif mengobati gejala ADHD dengan secara selektif

meningkatkan transmisi dopamin di bagian otak yang relevan (Simken et al.

2014).

2.2.3 Efektivitas Neurofeedback

Neurofeedback dapat menjadi efektif dalam jangka waktu panjang,

tidak hanya sebagai pengobatan alternatif, tetapi juga sebagai pengobatan

komplementer terhadap intervensi farmakologis pada ADHD. Dengan hasil

berkurangnya gejala ADHD dan peningkatan perilaku yang tidak impulsive atau

hiperaktif.

64
Gambar 5 Ibu, Ayah, dan Guru ADHD-RS nilai rata-rata pada Neurofeeedback

dan Farmakologi grup.

(V. Meisel et al. 2013).

Gambar 4 menunjukkan nilai total rata-rata nilai total yang sama pada

informan ADHD-RS (yaitu ibu, ayah, dan guru). Peserta dalam kelompok NF dan

farmakologis menunjukkan kecenderungan perbaikan gejala ADHD yang sama

dari penilaian awal melalui penilaian FU2. Adapun tujuan dari neurofeedback

yaitu, membantu subjek mengendalikan gelombang otak secara sadar dengan

menggunakan electroencephalography (EEG) selama perawatan. Berbagai

komponennya diekstraksi dan diumpankan ke subyek yang menggunakan system

umpan balik dalam bentuk audio, video atau kombinasi keduanya dalam beberapa

penelitian neurofeedback untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam

beberapa penelitiann dilaporkan bahwa saat dilakukan sesi pelatihan

neurofeedback yang ke-8 dan seterusnya, pasien harus berlatih untuk tetap aktif

dalam mengerjakan kegiatan sehari-harinya selama 10 menit dalam sehari yang

mengharuskan mereka untuk focus seperti, melakukan perkerjan rumah atau

65
bermain game. Anak-anak dengan ADHD diminta untuk mengidentifikasi situasi

yang ada di sekitar mereka, dimana strategi ini akan menjadi sangat penting untuk

mengingatkan mereka dalam pengendalian diri (Moriyama, et al. 2012).

Pengaruh neurofeedback pada anak dengan ADHD terbukti efektif.

Berdasarkan penelitian, neurofeedback dan medikasi menghasilkan perbaikan

yang serupa. Neurofeedback mampu memperbaiki gejala gangguan pemusatan

perhatian dan hiperaktif pada anak-anak maupun remaja dengan ADHD. Oleh

sebab itu neurofeedback dapat disarankan untuk pasien ADHD, karena

neurofedback dan medikasi memiliki keefektifan yang sama dan telah banyak

penelitian dilakuan bahwa tidak ada efek samping yang berbahaya (minimal) bagi

terapi neurofeedback. Namun metode pengobatan neurofeedback membutuhkan

biaya lebih mahal dibandingkan dengan terapi obat psikostimulan dan

ketersediaaan alat di Indonesia masih sangat minimal (Duric, et al. 2012).

66
BAB III

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS TERAPI PSIKOSTIMULAN DAN

TERAPI NUROFEEDBACK TERHADAP ATTENTION DEFICIT

HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD) DARI SEGI ISLAM

3.1 Pandangan Islam tentang ADHD

3.1.1 Pandangan Islam tentang Anak dengan ADHD

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) ditandai oleh rentang

perhatian yang buruk yang tidak sesuai dengan perkembangan atau ciri

hiperaktivitas dan impulsivitas atau keduanya yang tidak sesuai dengan usianya.

Untuk memenuhi kriteria diagnostik gangguan harus ada sekurangnya enam

bulan, menyebabkan gangguan dalam fungsi akademik atau social, dan terjadi

sebelum usia 7 tahun. Penyebab ganguan ADHD tidak diketahui secara

pasti.sebagian besar anak dengan ADHD tidak menunjukkan tanda-tanda cedera

struktural yang besar pada sistem saraf pusat. Ada beberapa faktor pendukung

pada anak dengan ADHD diantaranya; pemaparan toksin prenatal, prematuritas,

dan kerusakan mekanis prenatal pada system saraf janin ( Kaplan, 2010).

Dalam Islam individu berkebutuhan khusus seperti ADHD memiliki

gangguan perkembangan anak berbeda dengan anak yang lainnya, yang dapat

berkelanjutan sehingga dewasa. Namun bagi orang tua maupun masyarakat

sebaiknya memandang anak dengan menderita ADHD tidak sebagai makhluk

ciptaaan Allah SWT yang hina. Mereka justru memiliki kedudukan yang sangat

mulia (Komarullah, 2013). Allah SWT berfirman:

67
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya” (QS. At-Tin (95) : 4).
Dalam ayat di atas dapat diambil makna bahwa Allah SWT menjadikan

manusia dengan perawakan (fisik) yang tegak, sehingga mampu membuahkan

berbagai hasil karya yang menakjubkan. Akan tetapi manusia tidak menyadari

keistimewaannya itu, dan menyangka bahwa dirinya sama dengan makhluk yang

lain. Penderita ADHD menunjukkan kesulitan memusatkan perhatian

dibandingkan dengan anak normal dengan umur dan jenis kelamin yang sama.

Orangtua atau guru sering mengemukakan masalah konsentrasi atau pemusatan

perhatian, aktivitas yang sangat berlebihan atau tidak sesuai dengan tingkat

perkembangannya, tidak mampu menghambat tingkah lakunya pada waktu

memberikan respons terhadap tuntutan situasional. Namun sesungguhnya Allah

SWT telah menciptakan makhluk-Nya dalam bentuk sebaik-baiknya. Karenanya

mereka mengajarkan apa yang sesungguhnya tidak dibenarkan oleh akal sehatnya

dan tidak disukai oleh fitrahnya (Teungku, 2003).

3.1.2 Sikap Orang tua dan Keluarga Terhadap Anak dengan ADHD

Menurut Islam

Pengelolaan ADHD mencakup dua bidang utama: non-farmakologi

(remediasi pendidikan, psikoterapi individu dan keluarga) dan farmakoterapi.

Kelompok pendukung meliputi orang tua, keluarga, teman dan orang di sekitar

memberikan contoh yang baik pada anak penderita ADHD. Keluarga merupakan

agen sosial pertama yang memberikan dasar pembentukan kepribadian anak.

68
Pentingnya pengaruh orang tua terhadap anak-anaknya, banyak penelitian

psikologi perkembangan yang melihat bagaimana cara orang tua mengasuh anak

dan dapat mempengaruhi kepribadian anak. Islam mengajarkan pentingnya

membina kasih saying dan hubungan positif dalam keluarga. Hubungan ini

bersifat timbal balik. Orang tua berkewajiban untuk menyayangi keluarga dan

mendidik anak-anaknya dengan adil untuk mendapatkan perkembangan yang

optimal (Nurhadi, M. 2014). Allah SWT berfirman:

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan


yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih
baik untuk menjadi harapan” (QS. al-Khafi (18) : 46).

Dalam ayat di atas menurut Quraish Shihab dapat diambil makna bahwa

harta benda dan anak merupakan keindahan dan kesenjangan hidup kalian di

dunia. Akan tetapi semuanya tidak kekal, dan pada akhirnya akan musnah.

Kebaikan-kebaikan yang kekal adalah yang terbaik untuk kalian di sisi Allah.

Allah akan melipatgandakan pahalanya dan itulah sebaik-baiknya tempat

menggantungkan harapan bagi manusia (Javanlabs. 2015-208). Allah SWT

berfirman:

“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul


(Muhammad) dan juga janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang

69
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa
hartamu dan anak-anakmu itu hanya sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi
Allah-lah pahala yang besar (QS.Al-Anfaal (8): 27-28).

Perencanaan pendidikan khusus berdasarkan pada kesulitan anak sangat

diperlukan dalam kasus anak dengan ADHD . Orangtua harus didorong untuk

bekerja sama dengan konselor bimbingan sekolah anak yang dapat memberikan

kontak langsung dengan anak tersebut dan juga berfungsi sebagai penghubung

yang berharga bagi guru dan administrator sekolah. Psikolog sekolah dapat

membantu dalam memberikan pengujian kognitif serta membantu dalam

pengembangan dan implementasi rencana pendidikan individual. Penyesuaian

pendidikan harus dipertimbangkan pada individu dengan ADHD dengan kesulitan

dalam kinerja perilaku atau akademis. Peningkatan struktur, rutinitas yang dapat

diprediksi, alat bantu pembelajaran, waktu ruang sumber daya, dan pekerjaan

rumah yang diperiksa merupakan salah satu pertimbangan pendidikan yang khas

pada anak dengan ADHD. Modifikasi serupa di lingkungan rumah harus

dilakukan untuk mengoptimalkan kemampuan menyelesaikan pekerjaan rumah.

Bagi kaum muda, sering berkomunikasi antara orang tua dengan sekolah tentang

kemajuan anak sangat penting (Spencer dan Timothy, 2013).

Dalam Islam secara luas punya makna yang selaras dengan At-Tarbiyah,
yakni sebuah proses pembelajaran yang akan menghasilkan kondisi yang lebih
baik dari hari ke hari Mengutip pernyataan al-Ghazali:

“Pendidikan tidak hanya terbatas pada pengajaran semata. Si penanggung jawab


berkewajiban mengawasi anak dari hal sekecil dan sedini mungkin. Ia jangan
sampai menyerahkan anak yang berada di bawah tanggung jawabnya untuk
diasuh dan disusui kecuali oleh perempuan yang baik, agamis, dan hanya
memakan sesuatu yang halal….”(Ummunaja, sawiji. 2015).

70
Cara pengasuh anak dapat melalui mekanisme penerimaan-penanggapan

dan penuntutan-kontrol. dimensi penerimaan-penanggapan menunjukkan sejauh

mana orang tua dapat memperlihatkan perhatian dan kasih saying terhadap

anaknya, sementara dimensi penuntutan pengontrolan menunjukan sejauh mana

orang tua mengikat atau menuntut anak-anaknya. Pada anak dengan ADHD

memiliki perbedaan dengan anak pada umumnya, sehingga tidak sedikit orang tua

yang memiliki pola asuh otoriter. Pola asuh otoriter merupakan pola yang sangat

mengikat di mana orang tua memberi banyak aturan bagi anak-anaknya,

mengharapkan kepatuhan yang berdasarkan kekuatan daripada pengertian. Pola

asuh yang permisif merupakan pola dimana orang tua hanya sedikit memberikan

batasan pada anak atau orang tua jarang mengontrol prilaku anak. Orang tua yang

otoritatif cenderung menghasilkan anak yang memiliki kompetensi yang tingi dan

pandai menyesuaikan diri. Orang tua yang ootoriter dan permisif menghasilkan

anak yang mengalami kekurangan hampir pada segala aspek fungsi psikiologis.

Salah satu yang harus dihindarkan adalah kekerasan terhadap anak. Islam

mengjarkan bahwa beban yang diberikan kepada seorang anak harus sesuai

dengan usianya (Nurhadi, M. 2014). Allah SWT berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan” (QS. At-Tahim (66) :6).

71
Ayat di atas memberi tuntunan kepada kaum beriman bahwa : Hai orang-

orang yang beriman, peliharalah diri kamu, antara lain dengan meneladani Nabi

dan pelihara juga keluarga kamu yakni istri, anak-anak, dan seluruh yang berada

di bawah tanggung jawab kamu dengan mendidik dan membimbing mereka agar

kamu semua terhindar dari api neraka (Nurhadi, M. 2014).

3.1.3 Makna Sakit dalam Pandangan Islam

Anak dengan penderita ADHD dapat memiliki konsekuensi yang serius

jika tidak diidentifikasi secara dini dan tidak mendapatkan penanganan yang tepat,

seperti kegagalan sekolah atau pekerjaaan, stres, depresi, susah menjalin

hubungan atau interaksi sosial, masalah dengan hubungan, penyalahgunaan zat,

kenakalan, dan kecelakaan (National Resource Center on ADHD, 2017).

Dengan adanya kekhawatiran yang akan terjadi seperti di atas, maka perlu

pemahaman yang penting tentang anak yang menderita ADHD. Dalam menyikapi

penderitaan penyakit di samping dianjurkan berusaha mengobatinya juga

disarankan agar bersabar dan bertawakkal. Untuk menghibur orang yang

menderita penyakit, ketika Nabi ditanya tentang penyakit yang menimpa kaum

Muslimin, ditegaskan bahwa penderitaan atas penyakit itu merupakan kaffarat

(penebus dosa), meskipun sakitnya ringan (Zuhroni, 2010). Nabi SAW bersabda:

“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan


Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang
mengugurkan daun-daunnya”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

72
Maksud dari hadits di atas apabila seseorang sakit dan tertimpa musibah,

maka seorang mukmin haruslah bersabar dan ridho terhadap takdir Allah SWT

dan berharap dihapuskannya dosa-dosanya sebagai ganjaran dari musibah yang

menimpanya (Wahyudi, A. 2009). Allah SWT berfirman:

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS. Al-Baqarah (2) : 155).
Demikianlah Allah SWT akan menguji hamba-hamba-Nya dengan

kebaikan dan keburukan. Dia menguji manusia berupa kesehatan, agar mereka

bersyukur dan mengetahui keutamaan Allah SWT serta kebaikan-Nya kepada

mereka. Kemudian Allah SWT juga akan menguji manusia dengan keburukan

seperti sakit dan kemiskinan, agar mereka bersabar dan memohon perlindungan

serta berdoa kepada-Nya. Allah SWT berfirman:

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:


“Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami
telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah
mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-
orang yang dusta” (QS. Al-Ankabuut (29): 2-3).

Begitulah Allah SWT menguji manusia, untuk melihat siapa di antara

hamba-Nya yang memang benar-benar berada dalam keimanan dan kesabaran.

73
Karena sesungguhnya iman bukanlah sekedar ikrar yang diucapkan melalui lisan,

tapi juga harus menghujam di dalam hati dan teraplikasian dalam kehidupan oleh

seluruh anggota badan. Allah SWT menegaskan bahwa Dia akan menguji setiap

orang yang mengaku beriman (Azra Azyumarrid, 2009).

3.2 Terapi Psikostimulan terhadap ADHD

Pada penyakit ADHD, psikostimulan adalah sejenis obat yang bersifat

sangat adiktif dan bekerja secara aktif dalam sistem saraf pusat. dengan berkerja

pada neurotransmitter di otak. Obat-obat ini mempengaruhi jalur dopaminergik

sistem saraf pusat. Selain pengurangan gejala, seperti meningkatkan perhatian dan

konsentrasi, kepatuhan dalam mengerjakan pekerjaan rumah, penurunan dalam

aktivitas, impulsif, dan perilaku negatif dalam interaksi sosial (National Resource

Center on ADHD, 2017). Perbaikan dalam bidang akademik yang signifikan

ditunjukkan oleh anak dengan ADHD yang mengkonsumsi obat ini, (Barbara et

al 2013).Yang termasuk dalam psikostimulan adalah amphetamine,

methylphenidate, pemoline dan cocaine. Pada penggunaan jangka panjang,

amfetamin dapat menyebabkan waham, halusinasi, gangguan afek, aktivitas

motorik berulang, dan nafsu makan berkurang. Sedangkan Pemberian obat dosis

tinggi secara berulang dapat menyebabkan pasien mengalami paranoid,

peningkatan temperatur tubuh dan irama jantung irreguler bahkan dapat

mengalami gagal jantung atau serangan yang mematikan (National Resource

Center on ADHD, 2017). Psikostimulan juga sering disalah gunakan pada yang

seringkali seumur hidup, telah menimbulkan beberapa kekhawatiran dan

kontroversi selama bertahun-tahun karena amfetamin dan methylphenidate berada

di peringkat 6 dan 12 untuk zat yang diketahui menyebabkan kerusakan

74
fisik/sejenis narkoba. Namun, stimulan tampaknya tidak menghambat NET dan

DAT-1 di nucleus accumbens bila dikonsumsi sesuai yang ditentukan Sehingga

pasien atau pengasuh harus memantau tentang pentingnya menggunakan obat ini

sesuai ketentuan untuk memastikan bahwa pengalihan/penyalahgunaan narkoba

tidak terjadi karena setidaknya 25% orang dewasa dan remaja mengakui perilaku

ini dalam sebuah survei (Barbara et al.2013).

Pada penderita ADHD tidak sedikit keluarga maupun masyarakat yang

mendiamkan penyakit tersebut karena dianggap sebagai hal wajar yang terjadi

pada masa anak-anak, namun telah diketahui jika penyakit tersebut didiamkan

saja tanpa deteksi dini dan dilanjutkan dengan pengobatan yang tepat, maka akan

mendapat mudhorot di kemudian harinya. Dalam ajaran islam yang berhubungan

dengan mencari obat, membuat obat, mendeteksi penyakit, dan belajar tentang

ilmu yang berhubungan dengan pengobatan antara lain, tersirat dalam pernyataan

Nabi:

ُ‫ع ِل َمهُ َو َج ِهلَهُ َم ْن َج ِهلَه‬


َ ‫ع ِل َمهُ َم ْن‬ ِ ُ‫هللا لَ ْم يَ ْن ِز ْل دَا ًء ِإالَّ أ َ ْن َز َل لَه‬
َ ،‫شفَا ًء‬ َ ‫ِإ َّن‬
“Berobatlah sebab, Allah tidak menurunkan sebuah penyakit melainkan
menurunkan obatnya, diketahui oleh orang yang mengetahuinya dan tidak
diketahui oleh orang yang tidak mengetahuinya.” (HR. Ahmad).

Hadits di atas memberikan pengertian kepada manusia bahwa semua

penyakit yang menimpa manusia maka Allah turunkan obatnya, dalam hal ini

psikostimulan terbukti efektif dalam pengobatan ADHD untuk menurunkan gejala

yang ada, namun penggunaan obat ini harus dipantau oleh pengasuh ataupun

dokter, karena banyak menimbulkan efek samping serta banyak laporan yang

mengatakan obat ini sering disalahgunakan sebagai narkoba.

75
Pada kondisi-kondisi tertentu berobat diwajibkan kepada orang tertentu

dalam kondisi tertentu yaitu bagi seorang yang jika meninggalkan berobat bisa

jadi membinasakan diri, anggota badan atau dirinya jadi lemah, juga bagi orang

yang penyakitnya bisa berpindah bahayanya pada orang lain (Al-Ghifari, 2014).

Syaikh Shalih al-Munajjid dalam fatwanya No.2148 sebagaimana dikutip

oleh Zuhroni, 2010 menjelaskan rincian hukum berobat sebagai berikut:

1. Berobat jadi wajib jika tidak berobat dapat membinasakan diri orang
yang sakit.

2. Berobat disunnahkan jika tidak berobat dapat melemahkan badan,


namun keadaannya tidak seperti yang pertama.

3. Berobat dihukumi mubah (boleh) jika tidak menimpa pada dirinya dua
keadaan pertama.

4. Berobat dihukumi makruh jika malah dengan berobat mendapatkan


penyakit yang lebih parah.

Hal utama sebuah pengobatan tidak hanya dilihat dari hasil akhirnya berupa

kesembuhan belaka, tetapi lebih karena berobat merupakan suatu proses dimana

seorang hamba, berupaya sekuat tenaga untuk bertakwa kepada Allah SWT

dengan berusaha untuk menjaga kesehatan badan yang dititipkan Allah SWT

kepadanya dan berupaya menghilangkan penyakit sehingga ia menjadi sehat

kembali (Zuhroni, 2010). Allah SWT berfirman:

“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembukan aku” (QS. Asy-Syu’ara (42) :
80).

76
Ayat tersebut menekankan bahwa agar orang yang sakit mengupayakan sehat

sebagai anjuran agama. Al-Dzahabi menyatakan bahwa tindakan upaya

penyembuhan penyakit secara medis merupakan perbuatan baik dan terpuji

(Zuhroni, 2010).

Bila dilihat cara pengobatan yang sering digunakan pada zaman Nabi, di

mana dunia kedokteran belum berkembang seperti sekarang ini, ada tiga macam

pengobatan yang sering di gunakan. Berdasarkan Hadits Rasul :

‫َار َوأَنَا‬
ٍ ‫س ٍل أ َ ْو َكيَّ ِّة بِّن‬
َ ‫ط ِّة ِّم ْح َج ٍم أ َ ْو ش َْربَ ِّة َع‬
َ ‫الشفَا ُء فِّي ثَالَث َ ٍة فِّي ش َْر‬ِّ ‫قَا َل‬
ِّ ‫أ َ ْن َهى أ ُ َّمتِّ ْي َع ِّن ْال َكي‬
“Pengobatan itu ada tiga macam, minum madu, dengan pisau bedah (hijamah)
dan dengan pemanasan dengan api, dan aku larang umatku berobat dengan kai
(besi panas)” (HR. Al-Bukhari).

Dari cara-cara pengobatan yang terdapat dalam hadits tersebut, dan

berdasarkan prinsip-prinsip pengobatan dalam Islam yang telah diterangkan

sebelumnya. Pengobatan dengan psikostimulan dikategorikan ke dalam prinsip

pengobatan Islam dengan berdaarkan penjelasan di atas berobat dengan

psikostimulan termasuk kedalam sunnah karena jika tidak diobat maka akan

menimbulkan gejala yang lebih parah dikemudia harinya.

Penderita dengan ADHD Individu dengan ADHD dapat meraih

kesuksesan dalam hidupnya. Namun, tanpa identifikasi dan penanganan yang

tepat, ADHD mungkin memiliki konsekuensi yang serius, seperti kegagalan

sekolah atau pekerjaaan, stres, depresi, susah menjalin hubungan atau interaksi

sosial, masalah dengan hubungan, penyalahgunaan zat, kenakalan, dan

kecelakaan. Sehinga identifikasi dan perawatan dini sangat penting bagi ADHD.

77
(National Resource Center on ADHD, 2017). Maka psikostimulan adalah salah

satu dalam penanganan ADHD , Nabi SAW bersabda:

‫عَنْﺟَابِّرِّبْنِّعَﺒْﺪِّﷲرَﺿِّىﷲعَنالنَّﺒِّيَّﺻَﻠَّىاﷲعَﻠَيْﻪِّوَﺳَﻠَّماَنَّﻪقَل‬
.َّ‫لِّكُلِّﺩَاﺀٍﺩَوَاﺀ فَﺈِّﺫَااُﺻِّيْﺐُﺩَوَاﺀُالﺪَّاﺀَبَرَأَ بِّﺈِّﺫْﻥِّاﷲِّعَﺰَّوَﺟَل‬
“Dari Jabir bin Abdillah RA. Dari Nabi Muhammad SAW, Beliau bersabda
:Setiap penyakit ada obatnya. Apabila penyakit telah bertemu dengan obatnya,
maka penyakit itu akan sembuh atas izin Allah, Tuhan Yang Maha Perkasa dan
Maha Agung” (HR.Muslim).
Dalam hadits di atas maka dianjurkan pada setiap penderita ADHD untuk

berobat dengan obat yang telah di anjurkan dan di perbolehkan dalam Islam,

dalam hal ini Psikostimulan dapat digunakan dalam pengobatan penderita ADHD,

serta kesembuhan dalam penyakit tersebut hanya atas izin Allah SWT.

3.3 Perbandingan Efektivitas Terapi Neurofeedback dengan Terapi

Psikostimulan pada Penderita ADHD

1. Bahan, Dampak, dan Tujuan Neurofeedback pada Pengobatan ADHD

Neurofeedback (NF) juga dikenal sebagai EEG-Biofeedback adalah suatu

proses dimana sensor elektroda diletakkan pada kulit kepala dan alat-alat lain

dihubungkan ke monitor untuk melihat informasi dari waktu ke waktu tentang

aktivitas fisiologis otak pasien yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi otak.

Biofeedback merupakan salah satu perkembangan teknologi dibidang kedokteran

yang digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit, seperti sakit kepala,

insomnia, ADHD, gangguan cemas, autis, dan lain-lain. Neurofeedback adalah

suatu pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pengaturan diri atas pola

aktivitas otak, dimana neurofeedback ini efektif untuk mengubah pola aktivitas

78
otak. Sampai saat ini, cukup banyak penelitian yang telah meneliti efek dari

neurofeedback sebagai pengobatan ADHD, di mana neurofeedback atau

biofeedback dapat menurunkan efek dari kurangnya perhatian dan aktivitas yang

berlebihan pada gejala ADHD, sehingga harapan orang tua tentang hasil yang

positif untuk pengobatan pada anak dengan ADHD karena dapat meningkatkan

performa pendidikan. Dari segi dampak atau efek samping penggunaan terapi

neurofeedback, efek samping ringan dapat muncul selama terapi neurofeedback,

yaitu lelah, cemas, sakit kepala, gelisah, dan anak menjadi rewel, tidak ada efek

samping yang berbahaya. Jika efek samping ini muncul, terapis dapat mengubah

jenis latihan sehingga mengeliminasi efek samping tersebut. (Koujizer, 2011).

Sebagaimana dikutip oleh Suhairi (2016) dari perkatan Imam As Suyuthi, dalam

al Asyba' wan Nadhoir: 43 :

“Pada dasarnya segala sesuatu dan perbuatan adalah mubah, kecuali ada dalil
menunjukkan keharamannya” (Suhairi, 2016).

Berdasarkan hukum ini, segala sesuatu yang belum ditunjukkan oleh dalil

yang tegas tentang halal dan haramnya, maka dikembalikan kepada ketentuan

aslinya, yaitu mubah. Karena tidak dijumpai ayat dan hadits yang secara eksplisit

melarang neurofeedback, dari segi bahan/alat yang digunakan pada neurofeedback

yaitu menggunakan elektroensefalografi (alat rekam listrik otak), besarnya

manfaat dari penggunaan terapi neurofedback yang dapat meningkatkan kualitas

performa pendidikan dan daya ingat pada anak ADHD dan minimnya efek

samping yang muncul maka neurofeeback boleh digunakan sebagai terapi ADHD

dan dari segi hukum Islam dikategorikan dengan mubah.

79
2. Perbandingan Terapi Psikostimulan dengan Terapi Neurofeedback

Manajemen pengobatan ADHD mencakup dua bidang utama yaitu, non-

farmakologi (manajemen prilaku) dan farmakologi (Wilens dan Spencer 2013).

Farmakologi dengan psikostimulan merupakanan pilihan yang direkomendasikan

untuk anak usia sekolah dan orang muda dengan ADHD berat (NICE, 2013).

Meskipun pengobatan farmakologi dengan methylphenidate, amfetamin, dan

atomoxetine adalah pengobatan yang paling efektif sampai saat ini, namun

kelemahan dan keterbatasannya seperti efek samping seperti kegelisahan,

insomnia, dan anoreksia. Selain itu metilfenidate juga menimbulkan efek samping

peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi. Pada penggunaan jangka panjang

menyebabkan gangguan pertumbuhan pada anak-anak yang mungkin disebabkan

akibat penghambatan sekresi hormone pertumbuhan (Farmakologi dan Terapi UI,

2007). Obat lain pada ADHD adalah Atomoxetine, atomoxetine pada saluran

pencernaan dan telah dilaporkan memiliki efek hepatotoksisitas dan ide bunuh diri

walaupun sangat jarang terjadi pada anak-anak dan remaja, serta atomoxetine

tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol,

kelainan jantung struktural, kardiomiopati, dan kelainan irama jantung (Sharma

and Couture, 2013).

Telah dilaporkan juga pengguaan obat-obatan pada terapi ADHD terjadi

resistensi terhadap pengobatan, dan tidak adanya respon sekitar 10-25% (Ogrim

dan Hestad 2012). Neurofeedback adalah metode yang membantu subjek

mengendalikan gelombang otak mereka secara sadar dengan menggunakan

electroencephalography (EEG) selama perawatan. Berbagai komponennya

80
diekstraksi dan diumpankan ke subyek yang menggunakan system umpan balik

dalam bentuk audio, video atau kombinasi keduanya. Pengaruh neurofeedback

pada anak dengan ADHD terbukti efektif. Berdsarkan penelitian, neurofeedback

dan medikasi menghasilkan perbaikan yang serupa. Neurofeedback mampu

memperbaiki gejala gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif pada anak-anak

maupun remaja dengan ADHD. Oleh sebab itu neurofeedback dapat disarankan

untuk pasien ADHD, karena neurofedback dan medikasi memiliki keefektifan

yang sama dan efek samping ringan dapat muncul selama terapi neurofeedback,

yaitu lelah, cemas, sakit kepala, gelisah, dan anak menjadi rewel, tidak ada efek

samping yang berbahaya. Jika efek samping ini muncul, terapis dapat mengubah

jenis latihan sehingga mengeliminasi efek samping tersebut.. Namun metode

pengobatan neurofeedback membutuhkan biaya lebih mahal dibandingkan dengan

terapi obat psikostimulan dan ketersediaaan alat di Indonesia masih sangat

minimal (Duric, et al. 2012).

Hal ini membuktikan neurofeedback sebagai pengobatan non-farmakologi

alternatif untuk anak dengan ADHD yang tidak dapat merespon obat-obatan atau

medikasi dengan baik. Selain itu medikasi dapat dikurangi apabila pasien

mengikuti pelatihan neurofeedback sehinga efek samping yang muncul akibat

obat-obatan yang dikonsumsi oleh anak dengan ADHD semakin minimal. Oleh

sebab itu masyarakat dan orang tua susah untuk menentukan sehubungan dengan

pemberian obat atau resiko pengalihan penggunaan obat lainnya. Penelitian lain

oleh Hodgson dkk. (2014) menunjukkan bahwa neurofeedback menunjukan hasil

statistik yang signifikan sebagai pilihan terapeutik yang efektif untuk mengurangi

gejala ADHD (Moreno-garcia, I. et al. 2015). Abu Humaid Abdullah al-Falasi

81
meringkas dari kitabnya As-Syeikh Muhammad Sholeh Al-Usaimin dalam

kaidahnya dikatakan (Suparno, 2015).

“Apabila ada dua bahaya (resiko) yang berlawanan, maka harus dipelihara yang
lebih berat kadar mudaratnya dengan melaksanakan yang lebih ringan kadar
mudaratnya” (Suparno, 2015).

Dalam kaidah di atas dapat diambil makna bahwa jika kita dihadapkan

dalam dua pilihan pengobatan maka pilihlah pengobatan yang terbaik. Pada hal ini

neurofeedback diyakini dan telah dibuktikan sebagai terapi non-farmakologi yang

efektif dan memiliki efek samping yang minimal untuk anak dengan ADHD

sehingga islam menyarankan dan memperbolehkan melakukan pengoobatan atau

terapi neurofeedback untuk anak dengan ADHD, karena neurofeedback mampu

untuk mengobati dan mencegah gejala yang berulang pada anak dengan ADHD.

Neurofeedback juga merupakan suatu bentuk kemajuan teknologi khususnya

dalam bidang kedokteran dan sejalan dengan perkembangan teknologi menurut

syariat islam. Didalam upaya pengobatan atau terapi dari suatu penyakit, Islam

memerintahkan agar bertanya pada ahlinya atau orang yang mengetahui. Dalam

kedokteran Islam diajarkan bila ada dua obat yang kualitasnya sama maka

pertimbangkan kedua yang harus diambil adalah yang lebih efektif dan tidak

memiliki efek rusak bagi pasien (Mahadi, 2009).

Namun jika keduanya adalah hal yang terbaik maka dalam diperbolehkan

dalam ajaran Islam asal sesuai dengan aturan agama Islam yaitu bahan, dampak

dan tujuannya jelas. Adapun kaitannya dengan masalah pengobatan terapi

82
neurofeedback, untuk itu beberapa prinsip pengobatan menurut standar Islam

yang dikutip oleh Kuntari, 2007 yaitu:

1. Tidak berobat dengan zat yang diharamkan

Berobat dengan obat yang halal sangatlah penting, dalam Islam, seorang

muslim tidak diperbolehkan berobat dengan barang yang haram. Hal ini sesuai

dengan anjuran Islam yang melarang umatnya berobat dengan barang yang haram.

Nabi SAW bersabda:

‫ َو َﺟعَ َل ِّل ُك ِّل ﺩَاءٍ ﺩَ َوا ًء‬،‫َّللاَ أ َ ْنﺰَ َل الﺪَّا َء َوالﺪَّ َوا َء‬ َّ ‫ِّإ َّﻥ‬
‫فَتَﺪَ َاو ْوا َو ََل تَﺪَ َاو ْوا بِّ َح َر ٍام‬
“Sesungguhnya Allah SWT menurunkan penyakit dan obatnya, dan diadakan-Nya
bagi tiap-tiap penyakit obatnya, maka berobatlah kamu, namun janganlah
berobat dengan yang haram” (HR. Abu Dawud).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa neurofeedback boleh dilakukan

karena neurofeedback tidak menggunakan bahan-bahan atau alat-alat yang

diharamkan dan tidak dilakukan dengan proses yang dilarang dalam ajaran Islam,

melainkan menggunakan suatu proses dimana sensor elektroda diletakkan pada

kulit kepala dan alat-alat lain dihubungkan ke monitor untuk melihat informasi

dari waktu ke waktu tentang aktivitas fisiologis otak pasien yang bertujuan untuk

meningkatkan fungsi otak. Pengobatan dengan metode seperti ini ada karena

kemajuan teknologi pada saat ini.

2. Berobat dengan ahlinya

Prinsip ini menunjukkan bahwa pengobatan yang dilakukan harus ilmiah. Yang

dimaksudkan ilmiah dalam hal ini dapat diukur. Seorang dokter dalam

83
mengembangkan pengobatannya , dapat diukur kebenaran metodologinya oleh

dokter lainnya. Nabi SAW bersabda:

“Apabila perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah
kiamat” (HR Al-Bukhari dari Abi Hurairah).

Demikianlah Islam menganjurkan umatnya untuk berobat apabila sakit, dan

berobatlah pada dokter yang menguasai medis sebagai ahlinya, sehingga upaya

penyembuhan mendapat hasil yang maksimal (Zuhroni, 2010).

3. Tidak menggunakan mantra (sihir)

Bagian ini yang harus benar-benar kita hindari dalam mendatangi para

penghusada alternatif tersebut. Butuh memperhatikan dengan seksama, apakah

pengobatan yang dilakukan itu menggunakan sihir atau tidak (Kuntari, 2007).

Berdasarkan penjelasan diatas, pengobatan dengan terapi psikostimulan

telah digunakan dalam pengobatan ADHD lini pertama, namun psikostimuan

banyak menimbulkan efek samping yang berbahaya seperti, penurunan nafsu

makan, gangguan pencernaan, peningkatan tekanan darah / penyakit jantung dan

penghambatan pertumbuhan. Psikostimulan juga kerap kali disalah gunakan

sebgai narkoba pada orang awam sehingga dapat dilihat dari efek samping serta

indikasi pemberian obat perlu pemantauan dokter ahlinya. Dalam beberapa tahun

terakhir telah digunakan pengobatan alternatif lain sebagai pengobatan ADHD ,

yaitu neurofeedback. Neurofeedback sebagai terapi pada ADHD dibolehkan

dalam Islam, karena terapi neurofeedback tersebut berdampak untuk pemulihan

kesehatan dan pengobatan (Hifzh an-Nafs), tidak menggunakan alat yang dilarang

84
dan diharamkan oleh agama karena menggunakan elektroensefalografi (rekaman

listrik otak) untuk memonitor gelombang otak, serta tidak adanya efek samping

yang berbahaya. Sehingga lebih banyak maslahat daripada mafsadat apabila

melakukan pengobatan dengan terapi neurofeedback pada penderita ADHD.

Berdasarkan penjelasan diatas tentang perbandingan efektivitas dengan terapi

psikostimulan dan terapi neurofeedback pada pengobatan ADHD maka

disarankan untuk mengobati penderita ADHD dengan terapi neurofeedback.

85
BAB IV

KAITAN PANDANGAN KEDOKTERAN DAN ISLAM TERHADAP

PERBANDINGAN TERAPI PSIKOSTIMULAN DAN TERAPI

NEUROFEEDBACK PADA PENDERITA ADHD

Berdasarkan uraian pada bab II dan III, kedokteran dan Islam sependapat

bahwa pengobatan dengan terapi neurofeedback pada pasien attention deficit

hyperactivity disorder (ADHD) diperbolehkan dan merupakan tindakan

pengobatan yang efektif dapat digunakan pada pasien dengan ADHD.

Menurut kedokteran umum Attention deficit hyperactivity disorder

(ADHD) adalah gangguan neurobehavioral ditandai dengan adanya gangguan

pemusatan perhatian (inatensi), aktivitas yang berlebihan (hiperaktif) , dan

pengendalian diri (impulsivitas). Farmakologi dengan psikostimulan

merupakanan pilihan yang direkomendasikan untuk anak usia sekolah dan orang

muda dengan ADHD berat namun memiliki banyak efek samping pada

penggunaan jangka panjang. Dengan kemajuan teknolgi dan dan perkembangan

zaman ditemukan terapi non-farmakologi untuk mengobati gejala ADHD yakni

neurofeedback. Neurofeedback adalah metode yang membantu subjek

mengendalikan gelombang otak mereka secara sadar dengan menggunakan

electroencephalography (EEG) selama perawatan. Dalam beberapa penelitian

dilakukan neurofeedback telah terbukti sama efektifnya dengan terapi

psikostimulan pada penderita ADHD namun beberapa individu tidak dapat

86
berespon dengan terapi psikostimulan pada penderita ADHD sehingga

neurofeedback merupakan pilihan yang tepat untuk penderit ADHD tersebut.

Dalam syariat Islam, pengobatan dengan terapi neurofeedback sebagai

terapi pada ADHD dibolehkan, karena terapi neurofeedback tersebut berdampak

untuk pemulihan kesehatan dan pengobatan (Hifzh an-Nafs), tidak menggunakan

alat yang dilarang dan diharamkan oleh agama karena menggunakan

elektroensefalografi (rekaman listrik otak) untuk memonitor gelombang otak,

sehingga lebih banyak maslahat daripada mafsadat apabila melakukan pengobatan

dengan terapi neurofeedback pada penderita ADHD.

Kedokteran dan Islam mempunyai pandangan yang sama dalam hal

pengobatan terapi neurofeedback sebagai terapi pada ADHD, dimana Islam

mengajarkan bila ada dua pengobatan yang sama maka pertimbangkan

pengobatan yang diambil adalah yang banyak mafsadat disbanding mudharat.

Dalam hali ini neurofeedback memiliki manfaat yang telah terbukti secara ilmiah

dan efek samping yang minimal dibandingkan dengan terapi psikostimulan,

namun membutuhkan biaya yang cukup mahal serta ketersediaan alat yang masih

terbatas. Sehingga Islam menganjurkan pada orangtua atau masyarakat untuk

memberikan pengobatan yang terbaik bagi anak penderita ADHD. Orang tua juga

harus sabar dalam menghadapi dan mendidik anak dengan ADHD sesuai dengan

syariat Islam, karena sesungguhnya anak adalah amanah dan Allah telah

menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kedokteran dan Islam

sepakat bahwa pengobatan terapi neurofeedback memberikan manfaat bagi

perkembangan anak dengan ADHD.

87
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) adalah gangguan

neurobehavioral ditandai dengan adanya gangguan pemusatan perhatian

(inatensi), aktivitas yang berlebihan (hiperaktif) , dan pengendalian diri

(impulsivitas).

2. Efektivitas terapi neurofeedback bagi penderita ADHD menunjukkan

perubahan ke arah yang membaik, perbaikan gejala pemusatan perhatian

dan aktivitas yang berlebihan sehingga meningkatkan performa pendidikan.

3. Terapi psikostimulan dan terapi neurofeedback menghasilkan efetivitas

yang sama pada penderita ADHD. Pengobatan ADHD dengan terapi

psikostimulan menimbulkan banyak efek samping meliputi kegelisahan,

insomnia, dan anoreksia. peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi,

gangguan pertumbuhan pada anak-anak dan pada pengobatan yang kronik

dapat dijumpai letargi, depresi dan paranoid. Namun pada terapi

neurofeedback telah dibuktikan tidak adanya efek samping yang berbahaya,

sehingga terapi neurofeedback dapat digunakan sebagai terapi non-

farmakologi bagi penderita ADHD yang tidak berespon dengan terapi

psikostimulan.

4. Menurut pandangan Islam, karena menurut pandangan kedokteran melaui

penelitian neurofeedback bermanfaat sebagai terapi ADHD dalam

88
memperbaiki gejala pemusatan perhatian dan aktivitas yang berlebihan

sehingga hukum neurofeedback adalah mubah. Alat yang digunakan

menggunakan elektroensefalografi (rekaman listrik otak) untuk memonitor

gelombang otak tidak mengandung unsur yang diharamkan oleh Islam.

Dilihat dari segi alat dan tujuan penggunaan terapi neurofeedback sebagai

terapi ADHD sejalan dengan tujuan dari syariat Islam yaitu meningkatkan

perfoma pendidikan. Sehingga dalam hal ini Islam membolehkan

penggunaan terapi neurofeedback sebagai terapi ADHD.

5.2. Saran

1. Bagi Penderita Attention deficit hyperactivity disorder. Kepada penderita

ADHD agar bersabar, ikhtiar dengan berobat pada yang ahli yaitu dokter

agar penyakitnya tidak bertambah berat.

2. Bagi Orang tua dan Masyarakat

Kepada orang tua dan masyarakat memiliki anak dengan gejala ADHD

untuk segera memeriksakan dirinya ke dokter agar dapat terdiagnosis

secara dini, sehingga dapat diberikan terapi yang sesuai untuk mencegah

konsekuensi yang mungkin terjadi seperti, kegagalan sekolah atau

pekerjaaan, stres, depresi, sulit menjalin hubungan atau interaksi sosial,

masalah dengan hubungan, penyalahgunaan zat, kenakalan, dan

kecelakaan.

3. Bagi Tenaga Kesehatan

Kepada tenaga kesehatan khususnya dokter disarankan untuk

meningkatkan kemampuannya dalam mengenali gejala dan tanda ADHD.

89
4. Bagi Ulama

Kepada para ulama agar dapat memberikan perhatian besar terkait dengan

hukum yang berlaku sesuai syariat Islam kepada hal-hal yang berkaitan

dengan ilmu kedokteran modern karena pesatnya kemajuan ilmu dan

teknologi kedokteran modern saat ini.

5. Bagi pemerintah

Kepada pemerintah di Indonesia perlu untuk lebih memperhatikan

penyediaan pilihan pengobatan untuk ADHD seperti ketersediaan terapi

neurofeedback di seluruh rumah sakit yang ada di Indonesia.

90
DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an dan Terjemahannya. 2011. Departemen Agama RI. Bandung: PT


Sygma Examedia Arkanlee

Al-Ghifari, 2014. Fikih Pengobatan Islami. Daikses pada tanggal 31


Februari 2018: https://mimbarhadits.wordpress.com/2014/04/27/fikih -
pengobatan-islami/

Akinbami, L.J et al. 2011. Attention Deficit Hyperactivity Disorder Among


Children Aged 5–17 Years in the United States, 1998–2009. Diunduh pada
tanggal 5 Februari 2018: https://www.cdc.gov/nchs/data/databriefs/db70.pdf

American Psychiatric Association, 2013. Attention Deficit/Hyperactivity Disorder


(ADHD). Diunduh pada tanggal 30 Januari 2018: www.psychiatry.org.

Baihaqi, M & Sugiarmin, M. (2006). Memahami dan Membantu Anak ADHD.


Bandung : PT. Refika Aditama

Barbara, et al. Diagnosis and Management of ADHD in Children. American


Family Physician volume 90, Number 7. Diunduh pada tanggal 31 Februari
2018: www.aafp.org/afp

Couture, J dan Sharma, A, 2013: A Review of the Pathophysiology, Etiology, and


Treatment of Attention-Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Diunduh pada
tanggal 1 Februari 2018:
http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/106002801351069

Daley, et al. 2014. Behavioral interventions in attention-deficit/hyperactivity


disorder: a meta-analysis of randomized controlled trials across multiple
outcome domains. Diunduh pada tanggal 3 Februari 2018:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25062591

Dempster, T. (2012). An investigation into the optimum training para- digm for
alpha electroencephalographic biofeedback (PhD Thesis). U.K.: Canterbury
Christ Church University.

Duric, et al. 2012. Self-reported efficacy of neurofeedback treatment in a clinical


randomized controlled study of ADHD children and adolescents.
Neuropsychiatric Disease and Treatment 2014:10 1645–1654

Gunawan, gan sulistia. Farmakologi dan terapi edisi 5. Departemen Farmakologi


dan Terapeutik FKUI.2007.

Hodgson, et al. 2014. Nonpharmacological treatments for ADHD: A meta-

91
analytic review. Journal of Attention Disorders, 18, 275-282.
http://dx.doi.org/10.1177/1087054712444732

Javanlabs. 2015-2018. Diakses Pada tanggal 1 Februari 2018


https://tafsirq.com/hadits/tirmidzi/2018

Kaplan H.I, Sadock B.J, Grebb J.A. 1997. Sinopsis Psikiatri Jilid 1. Edisi ke-7.
Terjemahan Widjaja Kusuma. Jakarta: Binarupa Aksara. p. 714-715

Kemenkumham, (2011) Peraturan Mentri Kesehatan Tentang Pedoman Deteksi


Dini Gangguan Pemusatan Perhatian Hiperaktivitas (GPPH) Pada Anak Serta
Penanganannya. No. 107 Diunduh pada tanggal 3 Februari 2018:
www.djpp.kemenkumham.go.id

Konofal E, Lecendreux M, Deron J, Marchand M, Cortese S, Zaim M, et al.


Effects of iron supplementation on attention deficit hyperactivity disorder in
children. Pediatr Neurol 2008;38(1):20-6.

Kuntari, T. 2007. Prinsip-Prinsip Pengobatan Dalam Islam. Diunduh pada tanggal


4 Februari 2018: http://www.medicine.uii.ac.id/

Kytja K. S. Voeller
. 2014. Journal of Child Neurology. Diunduh pada tanggal 3


Februari 2018: http://jcn.sagepub.com/

M. Koujizer, 2011. Neurofeedback Treatment in Children and Adolescent with


Autism. Fonds Nutsohra.

Mahadi, 2009. Semua Penyakit Ada Obatnya dalam menyembuhkan Penyakit Ala-
Rosulullah. Jakarta. Mutiara Media

Mansourian, M., et al. (2016). Neurofeedback: System Design, Methodology &


Clinical Applications. Basic and Clinical Neuroscience, 7(2), 143-158. Diunduh
pada tanggal 3 februari 2018 : http://dx.doi.org/10.15412/J.BCN.03070208

McCann D, Barrett A, Cooper A, Crumpler D, Dalen L, Grimshaw K, et al. Food


additives and hyperactive behaviourin 3-year-old and 8/9-year-old children in
the community: a randomised, double-blind.

Moreno-garcia, I. et al. 2015. Neurofeedback, pharmacological treatment and


behavioral therapy in hyperactivity: Multilevel analysis of treatment effects on
electroencephalography. Diunduh pada tanggal 31 Februari 2018:
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1697260015000472

Moriyama, et al. 2012. Evidence-based information on the clinical use of


neurofeedback for ADHD, Neurotherapeutics, vol. 9, no. 3, pp. 588–598, 2012.

92
National Institute for Health and Clinical Excellence (2013) NICE clinical
guideline 72: attention deficit hyperactivity disorder: Diagnosis and
management of ADHD in children, young people and adults. National Institute
for Health and Clinical Excellence, NICE


National Resource Center on ADHD, 2017). About ADHD. Diunduh pada tanggal
2 Februari 2018: www.chadd.org/nrc

Ogrim dan Hestad. 2012. Effects of Neurofeedback Versus Stimulant Medication


in Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder: A Randomized Pilot Study.
Diunduh pada tanggal 2 Februari 2018:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23808786

Paloma et al 2015. Efficacy of Neurofeedback Versus Pharmacological Support in


Subjects with ADHD. Diunduh Pada tanggal 1 Februari 2018:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26290167

Simken, et al.2014. Quantitative EEG and Neurofeedback in Children
 and


Adolescents
. Diunduh pada tanggal 2 Februari 2018:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24975621

Suhairi, 2016. Hukum Asal segala Sesuatu adalah Mubah (Boleh). Diakses pada
tanggal 6 Februari 2018:
https://www.facebook.com/1514277902209572/photos/a.1514427745527921.10
73741827.1514277902209572/1566251693678859/?type=3

Suparno, 2015. Qowaidul Fiqhiyyah: ” Jika Ada Dua Mudharat (Bahaya) Saling
Berhadapan Maka di Ambil yang Paling Ringan “ Diakses pada tanggal :
5Februari 2018: https://www.kompasiana.com/ahmadsuparno1982/
Thapar, Anita; Cooper, Miriam; et al. (January 2013). Practitioner Review: What
have we learnt about the causes of ADHD?, Journal of Child Psychology and
Psychiatry, 54(1):3-16.

Teungku, 2003. Pandangan Islam Terhadap Peserta Didik Berkebutuhan Khusus.


Jakarta

Ummunaja, sawiji. 2015. Konsep Pendidikan Islami dalam Pembentukan Karakter


Anak. Diakses pada tanggal 2 Februari 2018: http://abiummi.com/konsep-
pendidikan-islami-dalam-pembentukan-karakter-anak/

V. Meisel et al. 2013. Neurofeedback and Standard Pharmacological Intervention


in ADHD: A Randomized Controlled Trial With Six-Month Follow-Up.
Biological Psychology 94:12-21.

93
Wahyudi,a. 2009. Seberkas Cahaya di Tengah Gelapnya Musibah,. Diakses pada
tanggal: 4 Februari 2018: https://muslim.or.id/621-seberkas-cahaya-di-tengah-
gelapnya-musibah.html
Wilens dan Spencer 2013.. A double-blind, cross- 
over comparison of
methylphenidate and placebo in adults with childhood-onset attention deficit
hyperactivity disorder. Arch Gen Psychiatry. 1995;52(16):434-443. 


Zuhroni, 2010. Pandangan Islam Terhadap Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:


Universitas Yarsi

Zuhroni 2003, Berobat dalam Islam: Islam untuk Disiplin Ilmu Kesehatan dan
Kedokteran 2 (Marzuki M, ed), Bab VIII, Departemen Agama RI, Jakarta

94

Anda mungkin juga menyukai

  • BAB I Minipro
    BAB I Minipro
    Dokumen5 halaman
    BAB I Minipro
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Asal
    Asal
    Dokumen12 halaman
    Asal
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Gatau
    Gatau
    Dokumen3 halaman
    Gatau
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Print
    Print
    Dokumen12 halaman
    Print
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Print
    Print
    Dokumen12 halaman
    Print
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Asal
    Asal
    Dokumen12 halaman
    Asal
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Slkhkdffkrhtifadkagfjefjchviuedr
    Slkhkdffkrhtifadkagfjefjchviuedr
    Dokumen21 halaman
    Slkhkdffkrhtifadkagfjefjchviuedr
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Asalasalan
    Asalasalan
    Dokumen2 halaman
    Asalasalan
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Soal Anak
    Soal Anak
    Dokumen6 halaman
    Soal Anak
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Absensi Karyawan New
    Absensi Karyawan New
    Dokumen4 halaman
    Absensi Karyawan New
    Mourin Mosal
    Belum ada peringkat
  • Yuhu
    Yuhu
    Dokumen26 halaman
    Yuhu
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Soal Anak Sayu
    Soal Anak Sayu
    Dokumen6 halaman
    Soal Anak Sayu
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen5 halaman
    Bab I
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen1 halaman
    Bab Ii
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Ver. TKP Magar Sari. 11.01.2018. Ny Desi. DR Kunti.
    Ver. TKP Magar Sari. 11.01.2018. Ny Desi. DR Kunti.
    Dokumen3 halaman
    Ver. TKP Magar Sari. 11.01.2018. Ny Desi. DR Kunti.
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • GGN Perkemb Psikologik
    GGN Perkemb Psikologik
    Dokumen46 halaman
    GGN Perkemb Psikologik
    RezHa Feriansyah
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen14 halaman
    Bab 3
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • STATUS UJIAN SKIZOFRENIA Novia
    STATUS UJIAN SKIZOFRENIA Novia
    Dokumen17 halaman
    STATUS UJIAN SKIZOFRENIA Novia
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Bab I-V Fix Bismillah
    Bab I-V Fix Bismillah
    Dokumen154 halaman
    Bab I-V Fix Bismillah
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Jtptunimus GDL Kikaaldela 6006 2 Babii
    Jtptunimus GDL Kikaaldela 6006 2 Babii
    Dokumen29 halaman
    Jtptunimus GDL Kikaaldela 6006 2 Babii
    RadyGuyton
    Belum ada peringkat
  • BAB I Sayu
    BAB I Sayu
    Dokumen6 halaman
    BAB I Sayu
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Absensi Kedkel Senen
    Absensi Kedkel Senen
    Dokumen1 halaman
    Absensi Kedkel Senen
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • 5913 11423 1 SM PDF
    5913 11423 1 SM PDF
    Dokumen11 halaman
    5913 11423 1 SM PDF
    JoviantoReynoldAndikaHidayat
    Belum ada peringkat
  • Referat Anastesi
    Referat Anastesi
    Dokumen31 halaman
    Referat Anastesi
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Referat
    Referat
    Dokumen25 halaman
    Referat
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat