Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Induksi persalinan merupakan suatu tindakan buatan atau memberikan


perlakuan untuk merangsang kontraksi uterus yang dilanjutkan oleh dilatasi
progresif dan pendataran dari serviks kemudian diakhiri dengan kelahiran bayi.
Prosedur ini dilakukan ketika terjadi indikasi atau risiko apabila kehamilan terus
dilanjutkan dan digunakan untuk berbagai kondisi, diantaranya kehamilan
postterm, kehamilan dengan hipertensi, preeklamsi, eklamsi, janin tumbuh lambat,
chorioamnionitis, kematian fetus, dan diabetes maternal. Dengan induksi
persalinan ini diharapkan dapat menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas ibu
dan neonatus.
Keberhasilan induksi persalinan sangat tergantung dari kondisi serviks saat
awal induksi, pada serviks yang belum matang dapat menyebabkan terjadinya
induksi yang lama, kegagalan induksi, peningkatan risiko tindakan operatif,
perawatan yang lebih lama, dan meningkatnya biaya.
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk pematangan serviks dan
induksi persalinan diantaranya, metode farmakologis dan mekanik. Metode
mekanik yang biasa dilakukan antara lain : metode stripping (pelucutan selaput
ketuban), dilatator serviks higroskopis, kateter dan amniotomi. Sedangkan metode
farmakologis dengan menggunakan obat-obatan, diantaranya adalah dengan infus
oksitosin, relaksin, mifepriston, dan preparat prostaglandin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Induksi persalinan adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap ibu
hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medisinal untuk
merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Induksi
persalinan adalah usaha agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau
sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his
(Israr, 2009).
Jadi dapat disimpukan Induksi adalah suatu tindakan terhadap bumi yang
belum mengalami inpartu (keadaan bumil pada tahap persalinan), belum ada
pembukaan pada mulut rahim dan belum ada kontraksi baik secara operatif,
tindakan medisinal atau obat, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim
sehingga terjadi persalinan.

B. Etiologi
Indikasi induksi persalinan bisa berasal dari anak atau dari ibu
1. Indikasi yang berasal dari ibu adalah :
a. Kelainan hipertensi pada kehamilan, Gangguan hipertensi pada awal
kehamilan disebabkan oleh berbagai keadaan, dimana terjadi
peningkatan tekanan darah maternal disertai risiko yang berhubungan
dengan kesehatan ibu dan janin. Preeklamsi, eklamsia, dan hipertensi
sementara merupakan penyakit hipertensi dalam kehamilan, sering
disebut dengan pregnancy-induced hypertensio (PIH). Hipertensi kronis
berkaitan dengan penyakit yang sudah ada sebelum hamil.
b. Diabetes, Wanita diabetik yang hamil memiliki risiko mengalami
komplikasi. Tingkat komplikasi secara langsung berhubungan dengan
kontrol glukosa wanita sebelum dan selama masa kehamilan dan
dipengaruhi oleh komplikasi diabetic. Diabetes yang diikuti dengan
komplikasi lain seperti makrosomia, preklamsia, atau kematian janin,
pengakhiran kehamilan lebih baik dilakukan dengan induksi atau
operasi caesar.
c. Perdarahan Antepartum, Perdarahan antepartum yang bisa dilakukan
induksi persalinan adalah solusio plasenta dan plasenta previa lateralis.
Solutio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang lepasnya normal pada
korpus uteri sebelum janin lahir. Perdarahan yang terjadi karena
terlepasnya plasenta dapat tersembunyi di belakang plasenta menembus
selaput ketuban, masuk ke dalam kantong ketuban. Nasib janin
tergantung dari luasnya plasenta yang lepas. Apabila sebagian besar
atau seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian janin.
Apabila sebagian kecil yang lepas, mungkin tidak berpengaruh sama
sekali atau mengakibatakan gawat janin. Solusio placenta juga dapat
mnyebabkan renjatan pada ibu. Untuk solusio plasenta yang sedang
atau berat.
2. Indikasi yang berasal dari anak antara lain :
a. Kehamilan lewat waktu (penelitian dilakukan oleh peneliti kehamilan
lewat waktu di Kanada pada ibu yang mengalami kehamilan lewat dari
41 minggu yang diinduksi dengan yang tidak diinduksi, hasilnya
menunjukkan angka seksiosesaria pada kelompok yang diinduksi lebih
rendah dibandingkan dengan kelompok yang tidak diinduksi).
Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak mampu
memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai
risiko asfiksia sampai kematian dalam rahim. Makin menurunya
sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan:
1) Pertumbuhan janin makin melambat
2) Terjadi perubahan metabolisme janin.
3) Air ketuban berkurang dan makin kental.
4) Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia.

Risiko kematian perinatal kehamilan lewat waktu bisa menjadi tiga


kali dibandingkan dengan kehamilan aterm. Ada komplikasi yang lebih
sering menyertainya seperti; letak defleksi, posisi oksiput posterior,
distosia bahu dan pendarahan postpartum.
b. Ketuban pecah dini, Ketika selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari
vagina dapat masuk ke dalam kantong amnion. . Untuk itu perlu
ditentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi antara lain bila
suhu ibu ≥38°C. Janin yang mengalami takikardi, mungkin mengalami
infeksi intrauterin. Yang ditakutkan jika terjadi ketuban pecah dini
adalah terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang
meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan
infeksi ibu. Untuk itu jika kehamilan sudah memasuki aterm maka perlu
dilakukaninduksi.
c. Kematian janin dalam rahim.
d. Restriksi pertumbuhan intrauteri, Bila dibiarkan terlalu lama dalam
kandungan diduga akan berisiko/ membahayakan hidup janin/kematian
janin.
e. Isoimunisasi dan penyakit kongenital janin yang mayor, Kelainan
congenital mayor merupakan kelainan yang memberikan dampak besar
pada bidang medis, operatif, dan kosmetik serta yang mempunyai risiko
kesakitan dan kematian tinggi, misalnya : anensefalus, hidrosefalus,
hidronefrosis, hidrops fetalis.

C. Kontra Indikasi
Kontra indikasi dari induksi persalinan ada yang absolut dan yang relatif.
1. Kontraindikasi absolut adalah :
a. Disproposi sefalopelvik absolute.
b. Gawat janin.
c. Plasenta previa totalos.
d. Vasa previa.
e. Presentasi abnormal.
f. Riwayat seksio sesaria klasik sebelumnya.
g. Presentasi bokong
2. Kontraindikasi yang sifatnya relatif adalah :
a. Perdarahan antepartum.
b. Grande multiparitas.
c. Riwayat seksio sesaria sebelumnya (SSTP).
d. Malposisi dan malpresentasi

D. Klasifikasi
Induksi persalinan terbagi atas:
1. Secara Medis
a. Infus oksitosin
Syarat - syarat pemberian infuse oksitosin :
Agar infuse oksitosin berhasil dalam menginduksi persalinan dan tidak
memberikan penyulit baik pada ibu maupun janin, maka diperlukan
syarat-syarat sebagai berikut:
1) Kehamilan aterm.
2) Ukuran panggul normal.
3) Tak ada CPD.
4) Janin dalam presentasi kepala.
5) Servik telah matang (portio lunak, mulai mendatar dan sudah mulai
membuka) Untuk menilai serviks ini dapat juga dipakai score
Bishop, yaitu bila nilai Bishop lebih dari 8, induksi persalinan
kemungkinan besar akan berhasi.
b. Pemberian Prostaladin
Prostagladin dapat merangsang otot-otot polos termsuk juga otot-otot
rahim. Prostagladin yang spesifik untuk merangsang otot rahim ialah
PGE2 dan PGF2 alpha. Untuk induksi persalinan dapat diberikan secara
intravena, oral. Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan
prostagladin cukup efektif.
c. Cairan hipertonik intra uteri
Pemberian cairan hipertonik intramnnion dipakai untuk merangsang
kontraksi rahim pada kehamilan dengan janin mati. Cairan hipertonik
yang dipakai dapat berupa cairan garam hipertonik 20 , urea dan lain-
lain. Kadang-kadang pemakaian urea dicampur dengan prostagladin
untuk memperkuat rangsangan pada otot-otot rahim. Cara ini dapat
menimbulkan penyakit yang cukup berbahaya, misalnya hipernatremia,
infeksi dan gangguan pembekuan darah.
2. Secara manipulatif
a. Amniotomi
Amniotomi artifisialisis dilakukan dengan cara memecahkan ketuban
baik di bagian bawah depan (fore water) maupun dibagian belakang
(hindwater) dengan suatu alat khusus (drewsmith catheter). Sampai
sekarang belum diketahui dengan pasti bagaimana pengaruh amniotomi
dalam merangsang timbulnya kontraksi rahim. Beberapa teori
mengemukakan bahwa :
1) Amniotomi dapat mengurangi beban rahim sebesar 40% sehingga
tenaga kontraksi rahim dapat lebih kuat untuk membuka serviks.
2) Amniotomi menyebabkan berkurangnya aliran darah didalam rahim
kira-kira 40 menit setelah amniotomi dikerjakan, sehingga
berkurangnnya oksigenesi otot-otot rahim dan keadaan ini
meningkatkan kepekaan otot rahim.
3) Amniotomi menyebabkan kepala dapat langsung menekan dinding
serviks dimana didalamnya terdapat banyak syaraf- syaraf yang
merangsang kontraksi rahim.
Bila setelah amniotomi dikerjakan 6 jam kemudian, belum ada tanda-
tanda permulaan persalinan, maka harus diikuti dengan cara-cara lain
untuk merangsang persalinan, misalnya dengan inpus oksitosin. Pada
amniotomi perlu diingat akan terjadinya penyulit-penyulit sebagai
berikut :
1) Infeksi.
2) Prolapsus funikuli.
3) Gawat janin.
4) Tanda-tanda solusio palsenta ( bila ketuban sangat banyak dan
dikeluarkan secara tepat ).
b. Melepas selaput ketuban dan bagian bawah rahim ( stnpping of the
membrane)
Yang dimaksud dengan stripping of the membrane, ialah melepaskan
ketuban dari dinding segmen bawah rahim secara menyeluruh setinggi
mungkin dengan jari tangan. Cara ini dianggap cukup efektif dalam
merangsang timbulnya his. Beberapa hambatan yang dihadapi dalam
melakukan tindakan ini, ialah :
1) Serviks yang belum dapat dilalui oleh jari.
2) Bila didapatkan persangkaan plasenta letak rendah, tidak boleh
dilakukan.
3) Bila kepala belum cukup turun dalam rongga panggul.
c. Pemakaian rangsangan listrik
Dengan dua electrode, yang satu diletakkan dalam servik, sedangkan
yang lain ditempelkan pada dinding perut, kemudian dialirkan listrik
yang akan memberi rangsangan pada serviks untuk menimbulkan
kontraksi rahim. Bentuk alat ini bermacam-macam, bahkan ada yang
ukurannya cukup kecil sehingga dapat dibawa-bawa dan ibu tidak perlu
tinggal di rumah sakit. Pemakaian alat ini perlu dijelaskan dan disetujui
oleh pasien.
d. Rangsangan pada puting susu (breast stimulation )
Sebagaimana diketahui rangsangan putting susu dapat mempengaruhi
hipofisis posterior untuk mengeluarkan oksitosis sehingga terjadi
kontraksi rahim. Dengan pengertian ini maka telah dicoba dilakukan
induksi persalinan dengan merangsang puting susu. Pada salah satu
puting susu, atau daerah areola mammae dilakukan masase ringan
dengan jari si ibu. Untuk menghindari lecet pada daerah tersebut, maka
sebaiknya pada daerah putting dan aerola mammae di beri minyak
pelicin. Lamanya tiap kali melakukan masase ini dapat ½ jam ±1 jam,
kemudian istirah beberapa jam dan kemudian dilakukan lagi, sehingga
dalam 1hari maksimal dilakukan 3 jam. Tidak dianjurkan untuk
melakukan tindakan ini pada kedua payudara bersamaan, karena
ditakutkan terjadi perangsangan berlebihan. Menurut penelitian di luar
negri cara induksi ini memberi hasil yang baik. Cara-cara ini baik sekali
untuk melakukan pematangan serviks pada kasus-kasus kehamilan
lewat waktu.

E. Patofisiologi
Induksi persalinan terjadi akibat adanya kehamilan lewat waktu, adanya
penyakit penyerta yang menyertai ibu misalnya hipertensi dan diabetes,
kematian janin, ketuban pecah dini. Menjelang persalinan terdapat penurunan
progesteron, peningkatan oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap oksitosin
sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan
lewat waktu terjadi sebaliknya otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan,
karena ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim. Kekhawatiran dalam
menghadapi kehamilan lewat waktu adalah meningkatnya resiko kematian
dan kesakitan perinatal. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan
38 minggu dan kemudian mulai menurun setelah 42minggu, ini dapat
dibuktikan dengan adanya penurunan kadar estriol dan plasentallaktogen.

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang terjadi pada induksi persalinan adalah kontraksi akibat
induksi mungkin terasa lebih sakit karena mulainya sangat mendadak
sehingga mengakibatkan nyeri. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan, itu
sebabnya induksi harus dilakukan dalam pengawasan ketat dari dokter yang
menangani. Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan,
biasanya dokter akan menghentikan proses induksi kemudian dilakukan
operasi caesar.

G. Komplikasi
Menurut Rustam (1998), komplikasi induksi persalinan adalah :
1. Terhadap Ibu
a. Kegagalan induksi.
b. Kelelahan ibu dan krisis emosional.
c. Inersia uteri partus lama.
d. Tetania uteri (tamultous lebar) yang dapat menyebabkan solusio
plasenta, ruptura uteri dan laserasi jalan lahir lainnya.
e. Infeksi intra uterin.
2. Terhadap janin
a. Trauma pada janin oleh tindakan.
b. Prolapsus tali pusat.
c. Infeksi intrapartal pada janin.
Komplikasi induksi persalinan dengan pemberian oksitosin dalam
infuse intravena dengan pemecahan ketuban cukup aman bagi ibu apabila
syarat-syarat seperti disebut di atas dipenuhi. Kematian perinatal lebih
tinggi dari pada persalinan spontan, akan tetapi hal ini mungkin
dipengaruhi oleh keadaan yang menjadi indikasi untuk melakukan induksi
persalinan. Kemungkinan bahwa induksi persalinan gagal, dan perlu
dilakukan seksio sesaria, harus selalu diperhitungkan.
Komplikasi induksi persalinan yang mungkin terjadi diantaranya adalah:

1. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan


Itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam pengawasan yang ketat
dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa
sakit yang ditimbulkan, biasanya proses induksi dihentikan dan
dilakukan operasi Caesar. Kontraksi yang dihasilkan oleh uterus dapat
menurunkan denyut jantung janin.
2. Janin akan merasa tidak nyaman sehingga dapat membuat bayi
mengalami gawat janin (stress pada bayi)
Itu sebabnya selama proses induksi berlangsung, penolong harus
memantau gerak janin. Bila dianggap terlalu berisiko menimbulkan
gawat janin, proses induksi harus dihentikan.
3. Dapat merobek bekas jahitan operasi Caesar
Hali ini bias terjadi pada yang sebelumnya pernah dioperasi Caesar,
lalu menginginkan kelahiran normal.
4. Emboli
Meski kemungkinannya sangat kecil sekali namun tetap harus
diwaspadai. Emboli terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk ke
pembuluh darah dan menyangkut di otak ibu, atau paru-paru. Bila
terjadi dapat merenggut nyawa ibu seketika.
5. Janin bias mengalami ikterus neonatorium dan aspirasi air ketuban
6. Infeksi dan rupture uterus juga merupakan komplikasi yang terjadi
pada induksi persalinan walaupun jumlahnya sedikit.

H. Gagalnya Induksi
Induksi persalinan ini bisa gagal bila terjadi salah satu tanda komplikasi,
baik dari ibu maupun janin. Selain itu, kegagalan juga bisa terjadi karena
selama induksi tidak adanya respons atau kemajuan yang dinilai dengan
menggunakan kemajuan persalinan guna memantau keadaan ibu dan janin)
Pengamatan yang dicatat dalam patograf di antaranya:
 Kemajuan persalinan seperti pembukaan serviks, turunnya kepala dan his
(kontraksi) dengan frekuensi per sepuluh menit.
 Keadaan janin seperti frekuensi denyut jantung janin, warna, jumlah dan
lamanya ketuban pecah serta molase kepala janin.
 Keadaan ibu seperti nadi, tekanan darah, dan suhu; volume, protein dan
aseton urine; obat-obatan dan cairan intravena serta pemberian oksitosin.

Bila sudah diinduksi dengan infus drip 3x tapi tetap tidak ada kemajuan,
dikatakan induksi gagal. Dan bila kegagalan persalinan dikarenakan rahim
yang tak mau berkontraksi (power), penanganan selanjutnya dapat dilakukan
dengan cara Sectio Caesarea.
Gagal induksi persalinan harus dibedakan dari kegagalan kemajuan
persalinan karena disproporsi sefalopelvik atau malposisi. Dalam guideline
NICE, gagal induksi didefinisikan sebagai kegagalan untuk melakukan
persalinan setelah satu siklus pengobatan, yang terdiri dari pemberian dua
PGE2 tablet vaginal (3 mg) atau gel (1-2 mg) pada interval 6 jam, atau satu
PGE2 yang dikontrol sebagai alat pencegah kehamilan (10 mg) selama 24
jam.
Jika induksi gagal, profesional kesehatan harus membicarakan hal ini
dengan pasien dan memberikan dukungan. Kondisi wanita dan kehamilan
pada umumnya harus sepenuhnya dinilai ulang, dan kesejahteraan janin harus
dinilai menggunakan pemantauan janin elektronik.

Jika induksi gagal, keputusan tentang pengelolaan selanjutnya harus


dibuat sesuai dengan keinginan pasien, dan harus memperhitungkan keadaan
klinis. Jika induksi gagal, pilihan pengelolaan selanjutnya meliputi:
• upaya lebih lanjut untuk menginduksi persalinan (waktu harus tergantung
pada situasi klinis dan keinginan wanita)
• operasi caesar
DAFTAR PUSTAKA

1. Winkjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002
2. Panay N, Dutta R. Obstetry and Gynaecology. First Edition. Edinburgh:
Mosby. 2004
3. Anonim. Inducing Labor. [online]. Cited on August 21st 2009. [3 sceens].
Available at http//www.marchofdimes.com
4. James K.D, McEwan A. Obstetrics Infocus. Edinburg: Elsevier Churchil
Libingstone.
5. Goh J, Flynn M. Examination Obstetrics & Ginaecology. Second Edition.
Sidney: Churchill Livingstone.
6. Driscoll K, Meagher D. Active Managemeny of Labour. The Dublin
Experience. Edinburgh: Mosby.
7. Crane J. Induction of Labor At Term. Canada: SOGC Clinical Practice
Guideline
8. Andrew Welsh. Induction of labour. London: National Collaborating Centre
for Women’s and Children’s Health.

Anda mungkin juga menyukai