Mitra Bestari PDF
Mitra Bestari PDF
REPUBLIK INDONESIA
No.259,2011 KEMENTERIAN KESEHATAN. Komite Medik.
Penyelenggaraan.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.259 2
www.djpp.kemenkumham.go.id
3 2011, No.259
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.259 4
www.djpp.kemenkumham.go.id
5 2011, No.259
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.259 6
(2) Jumlah keanggotaan komite medik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disesuaikan dengan jumlah staf medis di rumah sakit.
Pasal 9
(1) Ketua komite medik ditetapkan oleh kepala/direktur rumah sakit dengan
memperhatikan masukan dari staf medis yang bekerja di rumah sakit.
(2) Sekretaris komite medik dan ketua subkomite ditetapkan oleh
kepala/direktur rumah sakit berdasarkan rekomendasi dari ketua komite
medik dengan memperhatikan masukan dari staf medis yang bekerja di
rumah sakit.
Pasal 10
(1) Anggota komite medik terbagi ke dalam subkomite.
(2) Subkomite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. subkomite kredensial yang bertugas menapis profesionalisme staf
medis;
b. subkomite mutu profesi yang bertugas mempertahankan kompetensi
dan profesionalisme staf medis; dan
c. subkomite etika dan disiplin profesi yang bertugas menjaga disiplin,
etika, dan perilaku profesi staf medis.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja subkomite kredensial,
subkomite mutu profesi, dan subkomite etika dan disiplin profesi
dilaksanakan dengan berpedoman pada lampiran Peraturan Menteri
Kesehatan ini.
Bagian Ketiga
Tugas dan Fungsi
Pasal 11
(1) Komite medik mempunyai tugas meningkatkan profesionalisme staf medis
yang bekerja di rumah sakit dengan cara:
a. melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan melakukan
pelayanan medis di rumah sakit;
b. memelihara mutu profesi staf medis; dan
c. menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi staf medis.
www.djpp.kemenkumham.go.id
7 2011, No.259
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.259 8
www.djpp.kemenkumham.go.id
9 2011, No.259
(3) Panitia adhoc sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari staf medis
yang tergolong sebagai mitra bestari.
(4) Staf medis yang tergolong sebagai mitra bestari sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dapat berasal dari rumah sakit lain, perhimpunan dokter
spesialis/dokter gigi spesialis, kolegium dokter/dokter gigi, kolegium
dokter spesialis/dokter gigi spesialis, dan/atau institusi pendidikan
kedokteran/kedokteran gigi.
BAB III
PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS
Pasal 15
(1) Setiap rumah sakit wajib menyusun peraturan internal staf medis dengan
mengacu pada peraturan internal korporasi (corporate bylaws) dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Peraturan internal staf medis disusun oleh komite medik dan disahkan oleh
kepala/direktur rumah sakit.
(3) Peraturan internal staf medis berfungsi sebagai aturan yang digunakan oleh
komite medik dan staf medis dalam melaksanakan tata kelola klinis yang
baik (good clinical governance) di rumah sakit.
(4) Tata cara penyusunan peraturan internal staf medis dilaksanakan dengan
berpedoman pada lampiran Peraturan Menteri Kesehatan ini.
BAB IV
PENDANAAN
Pasal 16
(1) Personalia komite medik berhak memperoleh insentif sesuai dengan
kemampuan keuangan rumah sakit.
(2) Pelaksanaan kegiatan komite medik didanai dengan anggaran rumah sakit
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 17
Pembinaan dan pengawasan penyelengaraan komite medik dilakukan oleh
Menteri, Badan Pengawas Rumah Sakit, Dewan Pengawas Rumah sakit, Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.259 10
www.djpp.kemenkumham.go.id
11 2011, No.259
Pasal 21
Peraturan Menteri Kesehatan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri Kesehatan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 April 2011
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Mei 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.259 12
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 755/MENKES/PER/IV/2011
TENTANG
PENYELENGGARAAN KOMITE MEDIK DI RUMAH SAKIT
SISTEMATIKA
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
C. KEWENANGAN KLINIS
D. PENUGASAN KLINIS
BAB II KOMITE MEDIK
A. KONSEP DASAR KOMITE MEDIK
B. PERANAN KOMITE MEDIK DALAM MENEGAKKAN
PROFESIONALISME
C. TUGAS KOMITE MEDIK
D. PENGORGANISASIAN KOMITE MEDIK
E. HUBUNGAN KOMITE MEDIK DENGAN PENGELOLA
RUMAH SAKIT
F. PERANAN ORGANISASI PERUMAHSAKITAN DALAM
PEMBERDAYAAN KOMITE MEDIK DI RUMAH SAKIT
BAB III SUBKOMITE KREDENSIAL
A. TUJUAN
B. KONSEP
C. KEANGGOTAAN
D. MEKANISME KREDENSIAL DAN PEMBERIAN
KEWENANGAN KLINIS BAGI STAF MEDIS DI RUMAH
SAKIT
BAB IV SUBKOMITE MUTU PROFESI
A. TUJUAN
www.djpp.kemenkumham.go.id
13 2011, No.259
B. KONSEP
C. KEANGGOTAAN
D. MEKANISME KERJA
BAB V SUBKOMITE ETIKA DAN DISIPLIN PROFESI
A. TUJUAN
B. KONSEP
C. KEANGGOTAAN
D. MEKANISME KERJA
BAB VI PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERATURAN
INTERNAL STAF MEDIS
A. PENDAHULUAN
B. FORMAT DAN SUBSTANSI PERATURAN INTERNAL STAF
MEDIS
BAB VII PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit diakui merupakan institusi yang sangat kompleks dan berisiko
tinggi (high risk), terlebih dalam kondisi lingkungan regional dan global yang
sangat dinamis perubahannya. Salah satu pilar pelayanan medis adalah clinical
governance, dengan unsur staf medis yang dominan. Direktur rumah sakit
bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi di rumah sakit sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Keberadaan staf medis dalam rumah sakit merupakan suatu keniscayaan
karena kualitas pelayanan rumah sakit sangat ditentukan oleh kinerja para staf
medis dirumah sakit tersebut. Yang lebih penting lagi kinerja staf medis akan
sangat mempengaruhi keselamatan pasien di rumah sakit. Untuk itu rumah sakit
perlu menyelenggarakan tata kelola klinis (clinical governance) yang baik
untuk melindungi pasien. Hal ini sejalan dengan amanat peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan kesehatan dan perumahsakitan.
Peraturan Menteri Kesehatan ini dimaksudkan untuk memperbaiki dan
meningkatkan kinerja komite medis dirumah sakit. Peraturan Menteri
Kesehatan ini diharapkan akan meluruskan persepsi keliru yang menganggap
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.259 14
www.djpp.kemenkumham.go.id
15 2011, No.259
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.259 16
rumah sakit. Hak staf medis tersebut dalam Peraturan Menteri Kesehatan ini
selanjutnya disebut sebagai kewenangan klinis (clinical privilege).
Rumah sakit harus mengatur pemberian kewenangan klinis (clinical
privilege) setiap staf medis sesuai dengan kompetensinya yang nyata. Dengan
demikian pemberian kewenangan klinis (clinical privilege) tersebut harus
melibatkan komite medik yang dibantu oleh mitra bestarinya (peer group)
sebagai pihak yang paling mengetahui masalah keprofesian yang bersangkutan.
Kewenangan klinis (clinical privilege) setiap staf medis dapat saling
berbeda walaupun mereka memiliki spesialisasi yang sama. Seorang staf medis
dari spesialisasi tertentu dapat saja lebih kompeten daripada yang lainnya untuk
melakukan jenis pelayanan medis tertentu dalam bidang spesialisasi tersebut.
Dengan demikian kewenangan klinis (clinical privilege) untuk setiap
spesialisasi ilmu kedokteran harus dirinci lebih lanjut (delineation of clinical
privilege).
Rincian kewenangan klinis (delineation of clinical privilege) setiap
spesialisasi di rumah sakit ditetapkan oleh komite medik dengan berpedoman
pada norma keprofesian yang ditetapkan oleh kolegium setiap spesialisasi.
Komite medik wajib menetapkan dan mendokumentasi syarat-syarat yang
terkait kompetensi yang dibutuhkan melakukan setiap jenis pelayanan medis
sesuai dengan ketetapan kolegium setiap spesialisasi ilmu kedokteran.
Dokumentasi syarat untuk melakukan pelayanan medis tersebut disebut sebagai
“buku putih” (white paper). Dengan demikian setiap rekomendasi komite
medik atas kewenangan klinis (clinical privilege) untuk staf medis tetap dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum karena “buku putih” (white paper)
tersebut mengacu pada berbagai norma profesi yang ditetapkan oleh kolegium
setiap spesialisasi.
Dalam pelaksanaan di lapangan, suatu pelayanan medis tertentu ternyata
dilakukan oleh para staf medis dari jenis spesialisasi yang berbeda. Setiap
kolegium dari spesialisasi yang berbeda tersebut menyatakan bahwa para dokter
spesialis/dokter gigi spesialis dari kolegiumnya kompeten untuk melakukan
pelayanan medis tertentu tersebut. Dalam situasi tersebut komite medik
menyusun “buku putih” (white paper) untuk pelayanan medis tertentu tersebut
dengan melibatkan mitra bestari (peer group) dari beberapa spesialisasi terkait.
Selanjutnya pemberian kewenangan klinis (clinical privilege) kepada staf
medis yang akan melakukan tindakan tertentu tersebut akan didasarkan pada
“buku putih” (white paper) yang telah disusun bersama.
www.djpp.kemenkumham.go.id
17 2011, No.259
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.259 18
BAB II
KOMITE MEDIK
A. KONSEP DASAR KOMITE MEDIK
Komite medik menjalankan fungsi untuk menegakkan profesionalisme
dengan mengendalikan staf medis yang melakukan pelayanan medis di rumah
sakit. Pengendalian tersebut dilakukan dengan mengatur secara rinci
kewenangan melakukan pelayanan medis (delineation of clinical privileges).
Pengendalian ini dilakukan secara bersama oleh kepala/direktur rumah sakit dan
komite medik. Komite medik melakukan kredensial, meningkatkan mutu
profesi, dan menegakkan disiplin profesi serta merekomendasikan tindak
lanjutnya kepada kepala/direktur rumah sakit; sedangkan kepala/direktur rumah
sakit menindaklanjuti rekomendasi komite medik dengan mengerahkan semua
sumber daya agar profesionalisme para staf medis dapat diterapkan dirumah
sakit.
Konsep profesionalisme di atas didasarkan pada kontrak sosial antara
profesi medis dengan masyarakat. Di satu pihak, profesi medis sepakat untuk
memproteksi masyarakat dengan melakukan penapisan (kredensial) terhadap
staf medis yang akan menjalankan praktik dalam masyarakat. Hanya staf medis
yang baik (kredibel) sajalah yang diperkenankan melakukan pelayanan pada
masyarakat, hal ini dilakukan melalui mekanisme perizinan (licensing).
Sedangkan staf medis yang belum memenuhi syarat, dapat menjalani proses
pembinaan (proctoring) agar memiliki kompetensi yang diperlukan sehingga
dapat diperkenankan melakukan pelayanan pada masyarakat setelah melalui
kredensial. Di lain pihak, kelompok profesi staf medis memperoleh hak
istimewa (privilege) untuk melakukan praktik kedokteran secara eksklusif, dan
tidak boleh ada pihak lain yang melakukan hal tersebut. Dengan hak istimewa
tersebut para staf medis dapat memperoleh manfaat ekonomis dan prestise
profesi. Namun demikian, bila ada staf medis yang melakukan pelanggaran
standar profesi maka dapat dilakukan tindakan disiplin profesi. Tindakan
disiplin ini berbentuk penangguhan hak istimewa tersebut (suspension of
clinical privilege) agar masyarakat terhindar dari praktisi medis yang tidak
profesional.
Dalam dunia nyata, di banyak negara, kontrak sosial antara profesi medis
dengan masyarakat dituangkan dalam bentuk undang-undang praktik
kedokteran (medical practice act). Pelaksanaan pengendalian profesi medis
dalam kehidupan sehari-hari dilaksanakan oleh suatu lembaga yang dibentuk
oleh undang-undang praktik kedokteran (statutory body) yang biasanya disebut
www.djpp.kemenkumham.go.id
19 2011, No.259
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.259 20
www.djpp.kemenkumham.go.id
21 2011, No.259
kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris, dan anggota. Ketua komite medik
ditetapkan oleh kepala/direktur rumah sakit. Sekretaris dan anggota diusulkan
oleh ketua komite medik dan ditetapkan oleh kepala/direktur rumah sakit.
Dalam hal wakil ketua komite medik diperlukan maka wakil ketua diusulkan
oleh ketua komite medik dan ditetapkan oleh kepala/direktur rumah sakit.
Jumlah personalia komite medis yang efektif berkisar sekitar lima sampai
sembilan orang termasuk ketua dan sekretaris. Namun demikian, untuk rumah
sakit dengan jumlah staf medis terbatas dapat menyesuaikan dengan situasi
sejauh tugas dan fungsi komite medis tetap terlaksana. Walaupun rumah sakit
memiliki staf medis yang terbatas jumlahnya, budaya profesionalisme yang
akuntabel harus tetap ditegakkan melalui penyelenggaraan tata kelola klinis
yang baik. Pasien harus tetap terlindungi tanpa melihat besar kecilnya jumlah
staf medis. Personalia tersebut dipilih dari staf medis yang memiliki reputasi
baik dalam profesinya yang meliputi kompetensi, sikap, dan hubungan
interpersonal yang baik.
Mekanisme pengambilan keputusan dibidang keprofesian dalam setiap
kegiatan komite medis dilaksanakan secara sehat dengan memperhatikan asas–
asas kolegialitas. Peraturan internal staf rumah sakit (medical staff bylaws) akan
menetapkan lebih rinci tentang mekanisme tersebut.
Dalam melaksanakan tugasnya komite medik dibantu oleh subkomite
kredensial, subkomite mutu profesi dan subkomite etika dan di siplin profesi.
Dalam hal terdapat keterbatasan jumlah staf medis, fungsi subkomite-
subkomite ini dilaksanakan oleh komite medik.
Ketua subkomite kredensial, subkomite mutu profesi, dan subkomite etika
dan disiplin profesi diusulkan oleh ketua komite medik dan ditetapkan oleh
kepala/direktur rumah sakit. Di lain pihak, dalam pelaksanaan pelayanan medis
sehari-hari di rumah sakit, kepala/direktur rumah sakit dapat mengelompokkan
staf medis berdasarkan disiplin/spesialisasi, peminatan, atau dengan cara lain
berdasarkan kebutuhan rumah sakit sesuai peraturan internal rumah sakit
(corporate bylaws).
Wakil ketua, sekretaris, dan ketua-ketua subkomite direkomendasikan oleh
ketua komite medik dan ditetapkan oleh kepala/direktur rumah sakit dengan
memperhatikan masukan dari staf medis yang bekerja di rumah sakit. Selain itu,
kepala/direktur rumah sakit mengangkat beberapa staf medis di rumah sakit
tersebut untuk menjadi anggota pengurus komite medik dan anggota
subkomite-subkomite di bawah komite medik.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, komite medik senantiasa
melibatkan mitra bestari untuk mengambil putusan profesional. Rumah sakit
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.259 22
bersama komite medik menyiapkan daftar mitra bestari yang meliputi berbagai
macam bidang ilmu kedokteran sesuai kebutuhannya. Mitra bestari tersebut
akan dibutuhkan oleh setiap subkomite dalam menjalankan tugasnya.
E. HUBUNGAN KOMITE MEDIK DENGAN PENGELOLA RUMAH
SAKIT
Ketua komite medik bertanggung jawab kepada kepala/direktur rumah
sakit. Di satu pihak, kepala/direktur rumah sakit berkewajiban untuk
menyediakan segala sumber daya agar komite medik dapat berfungsi dengan
baik untuk menyelenggarakan profesionalisme staf medis sesuai dengan
ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan ini. Di lain pihak, komite medik
memberikan laporan tahunan dan laporan berkala tentang kegiatan keprofesian
yang dilakukannya kepada kepala/direktur rumah sakit. Dengan demikian
lingkup hubungan antara kepala/direktur rumah sakit dengan komite medik
adalah dalam hal-hal yang menyangkut profesionalisme staf medis saja. Hal-hal
yang terkait dengan pengelolaan rumah sakit dan sumber dayanya dilakukan
sepenuhnya oleh kepala/direktur rumah sakit.
Untuk mewujudkan tata kelola klinis (clinical governance) yang baik
kepala/direktur rumah sakit bekerjasama dalam hal pengaturan kewenangan
melakukan tindakan medik di rumah sakit. Kerjasama tersebut dalam bentuk
rekomendasi pemberian kewenangan klinis untuk melakukan pelayanan medis
dan rekomendasi pencabutannya oleh komite medik.
Untuk mewujudkan pelayanan klinis yang baik, efektif, professional, dan
aman bagi pasien, sering terdapat kegiatan pelayanan yang terkait erat dengan
masalah keprofesian. Kepala/direktur rumah sakit bekerjasama dengan komite
medik untuk menyusun pengaturan layanan medis (medical staff rules and
regulations) agar pelayanan yang profesional terjamin mulai saat pasien masuk
rumah sakit hingga keluar dari rumah sakit.
F. PERANAN ORGANISASI PERUMAHSAKITAN DALAM
PEMBERDAYAAN KOMITE MEDIK DI RUMAH SAKIT
Rumah sakit sangat berkepentingan dengan komite medik karena sangat
menentukan baik buruknya tata kelola klinik (clinical governance) di rumah
sakit tersebut. Menyelenggarakan komite medik merupakan hal yang kompleks
dan memerlukan berbagai sumber daya dan informasi yang terkait dengan
keprofesian.
Setiap rumah sakit memiliki kapasitas sumber daya yang berbeda, sehingga
luaran (output) yang dihasilkan dalam melakukan upaya pemberdayaan komite
medik pun berbeda pula. Agar upaya pemberdayaan komite medik ini lebih
www.djpp.kemenkumham.go.id
23 2011, No.259
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.259 24
www.djpp.kemenkumham.go.id
25 2011, No.259
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.259 26
www.djpp.kemenkumham.go.id
27 2011, No.259
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.259 28
www.djpp.kemenkumham.go.id
29 2011, No.259
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.259 30
BAB IV
SUBKOMITE MUTU PROFESI
A. TUJUAN
Subkomite mutu profesi berperan dalam menjaga mutu profesi medis
dengan tujuan:
a. memberikan perlindungan terhadap pasien agar senantiasa ditangani oleh
staf medis yang bermutu, kompeten, etis, dan profesional;
b. memberikan asas keadilan bagi staf medis untuk memperoleh kesempatan
memelihara kompetensi (maintaining competence) dan kewenangan klinis
(clinical privilege);
c. mencegah terjadinya kejadian yang tak diharapkan (medical mishaps);
d. memastikan kualitas asuhan medis yang diberikan oleh staf medis melalui
upaya pemberdayaan, evaluasi kinerja profesi yang berkesinambungan (on-
going professional practice evaluation), maupun evaluasi kinerja profesi
yang terfokus (focused professional practice evaluation).
B. KONSEP
Kualitas pelayanan medis yang diberikan oleh staf medis sangat ditentukan
oleh semua aspek kompetensi staf medis dalam melakukan penatalaksanaan
asuhan medis (medical care management). Mutu suatu penatalaksanaan asuhan
medis tergantung pada upaya staf medis memelihara kompetensi seoptimal
mungkin.
Untuk mempertahankan mutu dilakukan upaya pemantauan dan pengendalian
mutu profesi melalui :
a. memantau kualitas, misalnya morning report, kasus sulit, ronde ruangan,
kasus kematian (death case), audit medis, journal reading;
b. tindak lanjut terhadap temuan kualitas, misalnya pelatihan singkat (short
course), aktivitas pendidikan berkelanjutan, pendidikan kewenangan
tambahan.
C. KEANGGOTAAN
Subkomite mutu profesi di rumah sakit terdiri atas sekurang-kurangnya 3
(tiga) orang staf medis yang memiliki surat penugasan klinis (clinical
appointment) di rumah sakit tersebut dan berasal dari disiplin ilmu yang
berbeda. Pengorganisasian subkomite mutu profesi sekurang-kurangnya terdiri
dari ketua, sekretaris, dan anggota, yang ditetapkan oleh dan bertanggung jawab
kepada ketua komite medik.
www.djpp.kemenkumham.go.id
31 2011, No.259
D. MEKANISME KERJA
Kepala/direktur rumah sakit menetapkan kebijakan dan prosedur seluruh
mekanisme kerja subkomite mutu profesi berdasarkan masukan komite medis.
Selain itu Kepala/direktur rumah sakit bertanggungjawab atas tersedianya
berbagai sumber daya yang dibutuhkan agar kegiatan ini dapat terselenggara.
1. Audit Medis
Dalam peraturan perundang-undangan tentang perumahsakitan,
pelaksanaan audit medis dilaksanakan sebagai implementasi fungsi
manajemen klinis dalam rangka penerapan tata kelola klinis yang baik di
rumah sakit. Audit medis tidak digunakan untuk mencari ada atau tidaknya
kesalahan seorang staf medis dalam satu kasus. Dalam hal terdapat laporan
kejadian dengan dugaan kelalaian seorang staf medis, mekanisme yang
digunakan adalah mekanisme disiplin profesi, bukannya mekanisme audit
medis. Audit medis dilakukan dengan mengedepankan respek terhadap semua
staf medis (no blaming culture) dengan cara tidak menyebutkan nama (no
naming), tidak mempersalahkan (no blaming), dan tidak mempermalukan (no
shaming).
Audit medis yang dilakukan oleh rumah sakit adalah kegiatan evaluasi
profesi secara sistemik yang melibatkan mitra bestari (peer group) yang terdiri
dari kegiatan peer-review, surveillance dan assessment terhadap pelayanan
medis di rumah sakit.
Dalam pengertian audit medis tersebut di atas, rumah sakit, komite medik
atau masing-masing kelompok staf medis dapat menyelenggarakan
menyelenggarakan evaluasi kinerja profesi yang terfokus (focused professional
practice evaluation).
Secara umum, pelaksanaan audit medis harus dapat memenuhi 4 (empat)
peran penting, yaitu :
a. sebagai sarana untuk melakukan penilaian terhadap kompetensi masing-
masing staf medis pemberi pelayanan di rumah sakit;
b. sebagai dasar untuk pemberian kewenangan klinis (clinical privilege)
sesuai kompetensi yang dimiliki;
c. sebagai dasar bagi komite medik dalam merekomendasikan pencabutan
atau penangguhan kewenangan klinis (clinical privilege); dan
d. sebagai dasar bagi komite medik dalam merekomendasikan
perubahan/modifikasi rincian kewenangan klinis seorang staf medis.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.259 32
www.djpp.kemenkumham.go.id
33 2011, No.259
atau epidemiologi penyakit yang ada di rumah sakit dan adanya keinginan
untuk melakukan perbaikan. Sebagai contoh di rumah sakit kasus typhus
abdominalis cukup banyak dengan angka kematian cukup tinggi. Hal ini
tentunya menjadi masalah dan ingin dilakukan perbaikan. Contoh lainnya :
angka seksio sesaria yang cukup tinggi di rumah sakit yang melebihi dari
angka nasional. Untuk mengetahui penyebabnya sehingga dapat dilakukan
perbaikan maka perlu dilakukan audit terhadap seksio sesaria tersebut.
Pemilihan dan penetapan topik atau masalah yang ingin dilakukan audit
dipilih berdasarkan kesepakatan komite medik dan kelompok staf medis.
b. Penetapan standar dan kriteria.
Setelah topik dipilih maka perlu ditentukan kriteria atau standar profesi
yang jelas, obyektif dan rinci terkait dengan topik tersebut. Misalnya topik
yang dipilih typhus abdominalis maka perlu ditetapkan prosedur
pemeriksaan, diagnosis dan pengobatan typhus abdominalis. Penetapan
standar dan prosedur ini oleh mitra bestari (peer group) dan/atau dengan
ikatan profesi setempat. Ada dua level standar dan kriteria yaitu must do
yang merupakan absolut minimum kriteria dan should do yang merupakan
tambahan kriteria yang merupakan hasil penelitian yang berbasis bukti.
c. Penetapan jumlah kasus/sampel yang akan diaudit.
Dalam mengambil sampel bisa dengan menggunakan metode pengambilan
sampel tetapi bisa juga dengan cara sederhana yaitu menetapkan kasus
typhus abdominalis yang akan diaudit dalam kurun waktu tertentu,
misalnya dari bulan Januari sampai Maret. Misalnya selama 3 bulan
tersebut ada 200 kasus maka 200 kasus tersebut yang akan dilakukan audit.
d. Membandingkan standar/kriteria dengan pelaksanaan pelayanan.
Subkomite mutu profesi atau tim pelaksana audit medis mempelajari
rekam medis untuk mengetahui apakah kriteria atau standar dan prosedur
yang telah ditetapkan tadi telah dilaksanakan atau telah dicapai dalam
masalah atau kasus-kasus yang dipelajari. Data tentang kasus-kasus yang
tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dipisahkan dan dikumpulkan
untuk di analisis. Misalnya dari 200 kasus ada 20 kasus yang tidak
memenuhi kriteria atau standar maka 20 kasus tersebut agar dipisahkan dan
dikumpulkan.
e. Melakukan analisis kasus yang tidak sesuai standar dan kriteria.
Subkomite mutu profesi atau tim pelaksana audit medis menyerahkan ke 20
kasus tersebut pada mitra bestari (peer group) untuk dinilai lebih lanjut.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.259 34
www.djpp.kemenkumham.go.id
35 2011, No.259
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.259 36
yang baik sehingga dapat memperlihatkan kinerja profesi yang baik. Dengan
kinerja profesional yang baik tersebut pasien akan memperoleh asuhan medis
yang aman dan efektif.
Upaya peningkatan profesionalisme staf medis dilakukan dengan
melaksanakan program pembinaan profesionalisme kedokteran dan upaya
pendisiplinan berperilaku profesional staf medis di lingkungan rumah sakit.
Dalam penanganan asuhan medis tidak jarang dijumpai kesulitan dalam
pengambilan keputusan etis sehingga diperlukan adanya suatu unit kerja yang
dapat membantu memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan etis
tersebut.
Pelaksanaan keputusan subkomite etika dan disiplin profesi di rumah sakit
merupakan upaya pendisiplinan oleh komite medik terhadap staf medis di
rumah sakit yang bersangkutan sehingga pelaksanaan dan keputusan ini tidak
terkait atau tidak ada hubungannya dengan proses penegakan disiplin profesi
kedokteran di lembaga pemerintah, penegakan etika medis di organisasi profesi,
maupun penegakan hukum.
Pengaturan dan penerapan penegakan disiplin profesi bukanlah sebuah
penegakan disiplin kepegawaian yang diatur dalam tata tertib kepegawaian pada
umumnya. Subkomite ini memiliki semangat yang berlandaskan, antara lain:
1. peraturan internal rumah sakit;
2. peraturan internal staf medis;
3. etik rumah sakit;
4. norma etika medis dan norma-norma bioetika.
Tolok ukur dalam upaya pendisiplinan perilaku profesional staf medis,
antara lain:
1. pedoman pelayanan kedokteran di rumah sakit;
2. prosedur kerja pelayanan di rumah sakit;
3. daftar kewenangan klinis di rumah sakit;
4. pedoman syarat-syarat kualifikasi untuk melakukan pelayanan medis
(white paper) di rumah sakit;
5. kode etik kedokteran Indonesia;
6. pedoman perilaku profesional kedokteran (buku penyelenggaraan praktik
kedokteran yang baik);
7. pedoman pelanggaran disiplin kedokteran yang berlaku di Indonesia;
www.djpp.kemenkumham.go.id
37 2011, No.259
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.259 38
www.djpp.kemenkumham.go.id
39 2011, No.259
BAB VI
PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERATURAN INTERNAL STAF
MEDIS
(MEDICAL STAFF BYLAWS)
A. PENDAHULUAN
Setiap rumah sakit menyusun peraturan internal staf medis (medical staff
bylaws) untuk mengatur penyelenggaraan profesi medis dan mekanisme tata
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.259 40
kerja komite medik di rumah sakit. Peraturan internal staf medis disusun oleh
komite medik dan disahkan oleh kepala/direktur rumah sakit. Paling lama setiap
tiga tahun peraturan internal staf medis rumah sakit ditinjau kembali dan
disesuaikan dengan perkembangan profesi medis dan kondisi rumah sakit.
Peraturan internal staf medis (medical staff bylaws) dianalogikan sebagai
undang-undang praktik kedokteran bagi para staf medis yang melakukan
pelayanan medis si rumah sakit tersebut. Di dalam peraturan internal staf medis
diatur tentang pembentukan komite medik, tugas dan fungsi serta mekanisme
kerja komite medik beserta ketiga subkomitenya, mitra bestari (peer-group),
dan mekanisme pengambilan keputusan dalam komite medik.
Peraturan internal staf medis menjadi acuan mekanisme pengambilan
keputusan oleh komite medik, dan menjadi dasar hukum yang sah untuk setiap
keputusan yang diambil sesuai dengan mekanisme yang ditentukan oleh
peraturan internal staf medis. Selain itu, peraturan internal staf medis juga
menjadi dasar hukum yang sah untuk setiap keputusan yang diambil
kepala/direktur rumah sakit yang mengambil keputusan sesuai dengan lingkup
tugasnya yang terkait dengan staf medis.
Dalam hubungannya dengan direksi rumah sakit, peraturan internal staf
medis juga mengatur mekanisme pertanggungjawaban komite medik kepada
kepala/direktur rumah sakit untuk hal-hal yang terkait dengan penyelenggaraan
profesionalisme kedokteran di rumah sakit. Selain itu dalam peraturan internal
staf medis juga diatur kewajiban kepala/direktur rumah sakit untuk
menyediakan semua sumber daya yang dibutuhkan oleh komite medik untuk
melaksanakan tugasnya, misalnya kebutuhan ruangan, petugas sekretariat,
sarana dan prasarana komite medik, termasuk penyelenggaraan pertemuan dan
mendatangkan mitra bestari. Kewajiban kepala/direktur rumah sakit juga
termasuk menetapkan berbagai kebijakan dan prosedur (policy and procedures)
yang terkait dengan kredensial, mutu profesi, dan disiplin profesi.
Peraturan internal staf medis tidak mengatur hal-hal yang bersifat
pengelolaan rumah sakit, walaupun hal itu menyangkut tugas staf medis sehari-
hari di rumah sakit. Hal-hal yang termasuk pengelolaan rumah sakit tersebut
antara lain hal-hal yang menyangkut jasa medis, pembelian alat-alat medis,
pengaturan jadwal jaga, dan sebagainya. Demikian pula, peraturan internal staf
medis tidak mengatur hak dan kewajiban para staf medis seperti misalnya
pengaturan tentang rekam medis, rahasia kedokteran, persetujuan pelayanan
medis, dan kesejahteraan para staf medis. Walaupun beberapa segi yang
menyangkut kesejahteraan para staf medis sangat penting diperhatikan oleh
kepala/direktur rumah sakit agar para staf medis dapat melakukan tugasnya
www.djpp.kemenkumham.go.id
41 2011, No.259
dengan baik, namun masalah kesejahteraan tersebut tidak termasuk dalam tugas
komite medik.
Peraturan internal staf medis dapat berbeda untuk setiap rumah sakit,
karena situasi dan kondisi setiap rumah sakitpun berbeda (hospital specific)
sesuai dengan sumber daya dan lingkup pelayanannya. Namun demikian, pada
dasarnya peraturan internal staf medis memuat pengaturan pokok untuk
menegakkan profesionalisme tenaga dengan mengatur mekanisme pemberian
izin melakukan pelayanan medis (entering to the profession), mekanisme
mempertahankan profesionalisme (maintaining professionalism), dan
mekanisme pendisiplinan (expelling from the profession).
Peraturan internal staf medis juga mengatur tugas spesifik dari subkomite
kredensial, subkomite mutu profesi, dan subkomite etika dan disiplin profesi
sesuai dengan kondisi setiap rumah sakit.
B. FORMAT DAN SUBSTANSI PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS
(MEDICAL STAF BYLAWS)
Format peraturan internal staf medis (medical staf bylaws) disesuaikan dengan
situasi dan kondisi setiap rumah sakit (tailor made). Bahasa yang digunakan
adalah Bahasa Indonesia yang disusun sesederhana dan seringkas mungkin agar
mudah dimengerti. Penomoran dan pengaturan bab serta rumusan pasal-
pasalnya disesuaikan dengan situasi setempat.
Sistematika penyusunan sekurang-kurangnya terdiri dari:
a. MUKADIMAH/PENDAHULUAN
b. BAB I KETENTUAN UMUM
c. BAB II TUJUAN
d. BAB III KEWENANGAN KLINIS
e. BAB IV PENUGASAN KLINIS
f. BAB V KOMITE MEDIK
g. BAB VI RAPAT
h. BAB VII SUBKOMITE KREDENSIAL
i. BAB VIII SUBKOMITE MUTU PROFESI
j. BAB IX SUBKOMITE ETIKA DAN DISIPLIN PROFESI
k. BAB X PERATURAN PELAKSANAAN TATA KELOLA KLINIS
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.259 42
MUKADIMAH/PENDAHULUAN
Mukadimah memberi gambaran tentang perlunya profesionalisme staf medis
dan tata kelola klinis (clinical governance) yang dilakukan oleh komite
medik. Dalam mukadimah ini dapat dikemukakan visi dan misi para staf
medis di rumah sakit yang pada dasarnya peduli terhadap keselamatan
pasien. Kepedulian ini diwujudkan melalui mekanisme kredensial dan
mekanisme peningkatan kualitas pelayanan medis lainnya.
Mukadimah ini menegaskan peraturan internal staf medis ini adalah upaya
untuk memastikan agar hanya staf medis yang kompeten sajalah yang boleh
melakukan pelayanan medis dirumah sakit. Kebijakan ini didukung oleh
pihak pemilik rumah sakit.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Berisi pengertian yang memuat definisi dan penjelasan tentang istilah-istilah
dan konsep-konsep yang digunakan dalam peraturan internal staf medis
(medical staf bylaws).
BAB II
TUJUAN
Tujuan peraturan internal staf medis (medical staf bylaws) adalah agar
komite medik dapat menyelenggarakan tata kelola klinis yang baik (good
clinical governance) melalui mekanisme kredensial, peningkatan mutu
profesi, dan penegakan disiplin profesi. Selain itu peraturan internal staf
medis (medical staf bylaws) juga bertujuan untuk memberikan dasar hukum
bagi mitra bestari (peer group) dalam pengambilan keputusan profesi
melalui komite medik. Putusan itu dilandasi semangat bahwa hanya staf
medis yang kompeten dan berperilaku profesional sajalah yang boleh
melakukan pelayanan medis dirumah sakit.
www.djpp.kemenkumham.go.id
43 2011, No.259
BAB III
KEWENANGAN KLINIS (CLINICAL PRIVILEGE)
Pada awal bab ini, harus ditentukan bahwa semua pelayanan medis hanya
boleh dilakukan oleh staf medis yang telah diberi kewenangan klinis melalui
proses kredensial. Di luar itu, tidak boleh ada pelayanan medis siapapun.
Untuk itu harus diatur tentang jenis kategori staf medis sesuai dengan
lingkup kewenangan yang diberikan padanya, misalnya pengaturan
kewenangan klinis sementara (temporary clinical privilege), kewenangan
klinis dalam keadaan darurat (emergency clinical privilege), dan
kewenangan klinis bersyarat (provisional clinical privilege).
Pada bab ini juga diatur mengenai lingkup kewenangan klinis (clinical
privilege ) untuk pelayanan medis tertentu dengan berpedoman pada buku
putih (white paper). Tata cara penyusunan buku putih (white paper) yang
dilakukan oleh mitra bestari (peer group) di rumah sakit juga diatur.
Bab ini mengatur pula proses penilaian untuk merekomendasikan pemberian
kewenangan klinis untuk masing-masing staf medis yang selanjutnya
dilaksanakan oleh subkomite kredensial.
Dalam bab ini diatur pula prosedur tentang tata cara pemberian dan
pengakhiran “privilege” oleh kepala/direktur rumah sakit yang
direkomendasikan oleh subkomite etika dan disiplin profesi melalui Komite
medik.
BAB IV
PENUGASAN KLINIS (CLINICAL APPOINTMENT)
Setiap staf medis yang melakukan asuhan medis harus memiliki surat
penugasan klinis dari Pimpinan rumah sakit berdasarkan rincian kewenangan
klinis setiap staf medis (delineation of clinical privilege) yang
direkomendasikan komite medik.
BAB V
KOMITE MEDIK
Bab ini mengatur mengenai pengorganisasian komite medik, organisasi,
tugas dan fungsi, masa jabatan komite medik dan cara penetapan ketua
komite medik dan perangkatnya. Dalam bab ini subkomite yang ada dibawah
komite medik ditetapkan secara limitatif, yaitu subkomite kredensial,
subkomite mutu profesi, dan subkomite disiplin profesi. Pedoman
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.259 44
pengorganisasian dan tata kerja komite medik di rumah sakit harus mengacu
pada Peraturan Menteri Kesehatan ini.
BAB VI
RAPAT
Bab ini mengatur mengenai mekanisme pengambilan keputusan di bidang
profesi oleh komite medik melalui rapat-rapat. Pengaturan tersebut meliputi
jadwal rapat rutin, kapan perlu ada rapat khusus, ketentuan jumlah quorum
persyaratan rapat, notulen rapat, prosedur rapat dan peserta rapat,
persyaratan menghadiri rapat dan lain sebagainya. Dengan demikian,
mekanisme rapat ini dapat dijadikan dasar hukum yang
dipertanggungjawabkan bagi pengambilan keputusan dibidang profesi
medis.
BAB VII
SUBKOMITE KREDENSIAL
Bab ini mengatur tentang peranan komite medik dalam melakukan
mekanisme kredensial dan rekredensial bagi seluruh staf medis di rumah
sakit. Pedoman pengorganisasian dan tata kerja subkomite kredensial di
rumah sakit mengacu pada lampiran Peraturan Menteri Kesehatan ini.
BAB VIII
SUBKOMITE MUTU PROFESI
Bab ini mengatur peranan komite medik untuk menjaga mutu profesi para
staf medis melalui subkomite mutu profesi. Hal ini dilakukan melalui audit
medis dan pendidikan dan pengembangan profesi berkelanjutan (continuing
professional development). Pedoman pengorganisasian dan tata kerja
subkomite mutu profesi di rumah sakit mengacu pada lampiran Peraturan
Menteri Kesehatan ini.
BAB IX
SUBKOMITE ETIKA DAN DISIPLIN PROFESI
Bab ini mengatur tentang upaya pendisiplinan staf medis yang dilakukan
oleh subkomite disiplin profesi. Hal ini dilakukan melalui peringatan tertulis
sampai penangguhan kewenangan klinis staf medis yang dinilai melanggar
disiplin profesi, baik seluruhnya maupun sebagian. Dengan ditangguhkannya
kewenangan klinis maka staf medis tersebut tidak diperkenankan melakukan
pelayanan medis di rumah sakit. Perubahan kewenangan klinis akibat
www.djpp.kemenkumham.go.id
45 2011, No.259
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.259 46
BAB VII
PENUTUP
Perlindungan keselamatan pasien merupakan tujuan dari dibentuknya
komite medik di rumah sakit. Oleh karena itu dengan berlakunya Peraturan
Menteri Kesehatan ini maka penyelenggaraan komite medik yang sesuai dengan
amanah peraturan perundang-undangan yang berlaku segera terwujud dan
terselenggara dengan baik pada setiap rumah sakit.
MENTERI KESEHATAN,
www.djpp.kemenkumham.go.id