Anda di halaman 1dari 8

3.

2 Pengertian Jamur
Jamur adalah jenis tumbuhan yang tidak berdaun dan tidak berbuah, berkembang biak
dengan spora, biasanya berbentuk payung, tumbuh di daerah berair atau lembab atau batang
busuk. Jamur adalah tubuh buah yang tampak di permukaan media tumbuh dari sekelompok
fungi (Basidiomycota) yang berbentuk seperti payung, terdiri dari bagian yang tegak (batang)
dan bagian yang mendatar atau membulat. Beberapa jamur aman dimakan manusia bahkan
beberapa dianggap berkhasiat obat, dan beberapa yang lain beracun. Contoh jamur yang bisa
dimakan : jamur merang (Volvariela volvacea), jamur tiram (Pleurotus), jamur kuping
(Auricularia polytricha), jamur kancing atau champignon (Agaricus campestris), dan jamur
shiitake (Lentinus edulis) (Kavanagh, 2005)
Gunawan (2001), menyatakan bahwa jamur tumbuh saprofit pada batang kayu yang
lapuk, tumbuh liar dan kadang dibudidayakan. Badan buah bertangkai panjang yang tumbuh
lurus ke atas, topi dari badan buahnya menempel pada tangkai tersebut, bangun setengah
lingkaran dan tumbuh mendatar. Badan buah menunjukkan lingkaran-lingkaran yang
merupakan batas periode pertumbuhan, tepi berombak atau berlekuk, sisi atas dengan lipatan-
lipatan radier, warnanya coklat merah keunguan.

4.2 Jamur Aspergillus Niger


Aspergillus niger merupakan salah satu spesies yang paling umum dan mudah
diidentifikasi dari marga Aspergillus. Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu 35ºC-37ºC
(optimum), 6ºC-8ºC (minimum), 45ºC-47ºC (maksimum) dan memerlukan oksigen yang
cukup (aerobik). Aspergillus niger memiliki bulu dasar berwarna putih atau kuning dengan
lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai hitam. Kepala konidia berwarna
hitam, bulat, cenderung memisah menjadi bagian-bagian yang lebih longgar dengan
bertambahnya umur. Konidiospora memiliki dinding yang halus dan berwarna coklat
(Hidayat, 2007). Morfologi jamur Aspergillus niger dapat dilihat pada Gambar 1. Sistematika
Aspergillus niger menurut Abu dan James (2005)) adalah sebagai berikut:
Divisi : Eumycophyta
Kelas : Deuteromycetes
Bangsa : Moniliales
Suku : Moniliaceae
Marga : Aspergillus
Jenis : Aspergillus niger
Gambar 1. Jamur Aspergillus niger. A. Kepala Konidia B. Konidiofora
C. Konidia (Sumber:Abu dan James,2005)
Aspergillus niger dalam pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat makanan
yang terdapat dalam substrat, molekul sederhana yang terdapat di sekeliling hifa dapat
langsung diserap sedangkan molekul yang lebih kompleks harus dipecah dahulu sebelum
diserap ke dalam sel, dengan menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler. Bahan organik dari
substrat digunakan oleh Aspergillus niger untuk aktivitas transport molekul, pemeliharaan
struktur sel dan mobilitas sel (Gunawan,2001). Carlile dan Watkinson (1994) menyebutkan
bahwa Aspergillus niger bersifat toleran terhadap aktivitas air rendah, mampu tumbuh pada
substrat dengan potensial osmotik cukup tinggi dan sporulasi pada kelembaban relatif rendah.
Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat dan digunakan secara komersial dalam
produksi asam sitrat, asam glukonat dan pembuatan beberapa enzim seperti amilase,
pektinase, glukoamilase dan selulase. Aspergillus niger yang ditumbuhkan dalam medium
pati kentang dan pati jagung dapat menghasilkan glukoamilase dan menghasilkan maltosa.
Aspergillus niger menghasilkan enzim α-amilase sebesar 373,14 U/ml dan glukoamilase
sebesar 230,79 U/ml. pH optimum Aspergillus niger pada fermentasi tepung ganyong untuk
produksi etanol adalah 4,5 dan menghasilkan gula pereduksi tertinggi sebesar 1,230 g/100 ml
pada hari ke-4. Konsentrasi substrat tongkol jagung optimum dalam sakarifikasi oleh
Aspergillus niger adalah 6% dengan kadar gula pereduksi tertinggi sebesar 3,1105 mg/ml
(Carlile dan Watkinson 1994).
Di dalam industri, Aspergillus niger banyak digunakan dalam proses produksi asam
sitrat dan di dalam laboratorium spesies ini digunakan untuk mempelajari tentang
metabolisme pada jamur dan kegiatan enzimatis. Pada penelitian ini digunakan Aspergillus
niger karena spesies ini termasuk jamur berfilamen penghasil selulase dan crude enzyme
secara komersial serta penanganannya mudah dan murah. Jamur ini sangat efisien dalam
memproduksi enzim selulase. Ciri-ciri umum dari Aspergillus niger antara lain:
1. Warna konidia hitam kelam atau hitam kecoklatan dan berbentuk bulat.
2. Bersifat termofilik, tidak terganggu pertumbuhannya karena adanya peningkatan
suhu.
3. Dapat hidup dalam kelembaban nisbi 80.
4. Dapat menguraikan benzoat dengan hidroksilasi menggunakan enzim benzoat 4-
hidroksilase menjadi 4-hidroksibenzoat.
5. Memiliki enzim 4-hidroksibenzoat hidroksilase yang dapat menghidrolisa 4-
hidroksibenzoat menjadi 3,4-dihudroksi benzoat.
6. Natrium & formalin dapat menghambat pertumbuhan Aspergilus niger.
7. Dapat hidup dalam spons (spons Hyrtios Proteus).
8. Dapat merusak bahan pangan yang dikeringkan atau bahan makanan yang memiliki
kadar garam tinggi.
9. Dapat mengakumulasi asam sitrat.
(Abu dan James,2005)
5.2 Enzim α-amilase
Enzim α-amilase (α -1,4- glukan 4- glukanohidrolase, E.C 3.2.1.1) merupakan
endoenzim yang menghidrolisis ikatan α-(1,4)-glikosida dari bagian dalam secara acak baik
pada amilosa maupun amilopektin. Enzim α-amilase disebut juga dengan α-retaining double
displacement. Enzim α-amilase dibedakan menjadi dua golongan yaitu termostabil (tahan
panas) dan termolabil (tidak tahan panas). Enzim α-amilase yang termostabil dapat diperoleh
dari Bacillus lichenoformis, Bacillus subtilis, Bacillus stearothermopHilus dan Bacillus
amyloliquefaciens, sedangkan yang termasuk termolabil dihasilkan dari jamur seperti
Aspergilus oryzae dan Aspergilus niger. Enzim α-amilase termodifikasi dapat bekerja pada
suhu hingga 105-110ºC dengan kisaran pH 5.1-5.6 selama 60-180 menit (Erianti,2004).
Aktivitas enzim α-amilase dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah
pH dan suhu. Enzim α-amilase mempunyai kondisi optimum pada suhu 90-105°C dengan pH
5.6-6.0. Suhu yang terlampau tinggi dari kondisi optimum akan menganggu dan merusak
enzim, sedangkan pemberian suhu yang terlampau rendah dari kondisi optimum akan
menyebabkan gelatinisasi pati tidak sempurna. Mekanisme kerja enzim α-amilase dalam
memecah pati amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Mekanisme Kerja Enzim α-amilase
Sumber : Erianti,2004

5.3 Hidrolisis Pati


Hidrolisis merupakan proses terjadinya reaksi antara senyawa kimia organik dan
anorganik, dimana air memegang peranan penting dalam proses peruraian. Hidrolisis
biasanya merupakan kebalikan dari reaksi netralisasi bagi senyawa-senyawa kimia anorganik,
tetapi dalam kimia organik cakupannya lebih luas. Pemaksapisahan oleh air yang disebut
hidrolisis, merupakan reaksi yang khas antara suatu khlorida asam dan suatu nukleofil.
Contoh dari reaksi hidrolisis :
(C6H10O5) n+ H2O n C6H12O6
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses hidrolisis pati antara lain yaitu
konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, suhu, pH dan lama proses hidrolisis. Enzim
mempunyai spesifitas yang tinggi, sehingga kinerja enzim akan optimal jika substrat yang
digunakan cocok dan dalam konsentrasi yang tepat. Selain itu konsentrasi enzim juga
berpengaruh terhadap likuifikasi sebab efektivas kerja enzim berbanding lurus dengan
konsentrasi enzim, sehingga semakin optimal kerja enzim, maka proses hidrolisis juga akan
semakin cepat. Hidrolisis yang banyak digunakan adalah hidrolisis dengan menggunakan
asam atau enzim sebagai katalis (Setyawati,1990).
5.3.1 Hidrolisis dengan Asam
Melalui proses hidrolisis, pati dapat terurai menjadi maltosa. Satu molekul
maltosa dapat menghasilkan dua molekul glukosa. Hidrolisis pati secara umum dapat
dituliskan sebagai berikut :
Pada hidrolisis dengan asam hasil pemotongan rantai patinya lebih tidak
teratur dibandingkan dengan hasil pemotongan rantai pati oleh enzim. Karena itu
sebagian gula yang dihasilkan berupa gula pereduksi, sehingga pengukuran
kandungan gula pereduksi tersebut dapat dijadikan alat pengontrol kualitas hasil.
Walaupun hasil pemotongan rantai pati lebih tidak teratur, tetapi persentase konversi
menjadi gula dengan menggunakan asam akan lebih tinggi dibandingkan dengan
menggunakan enzim. Pada hidrolisis sempurna, dimana pati seluruhnya dikonversikan
menjadi dekstrosa. Derajat konversinya dinyatakan Dekstrosa Ekivalen (DE) dan
diberi indeks 100. Pati yang sama sekali belum terhidrolisis memiliki DE=0.
Meskipun sesungguhnya harga DE hanya memberikan sedikit gambaran tentang
kandungan gula pereduksi di dalam larutan, namun besaran ini dapat dipakai secara
tidak langsung untuk mengetahui jenis dan kandungan gula-gula yang ada di dalam
larutan (Yohanna dan Andi, 1998).
5.3.2 Hidrolisis dengan Enzim
Reaksi hidrolisa berlangsung lambat. Untuk mempercepat dapat digunakan
katalisator. Katalisator adalah zat yang dapat mempercepat reaksi tetapi dia tidak ikut
bereaksi pada prosesnya secara keseluruhan. Pada hidrolisa pati, katalisator yang
dapat dipakai adalah HC1, H2S04 dan enzim. Enzim adalah zat organik yang
dihasilkan oleh sel hidup baik tanaman, hewan maupun mikroorganisme.
Karakteristik penting dari reaksi dengan katalisator adalah jumlah katalis yang dipakai
tidak mempunyai hubungan stoikiometri dengan bahan yang direaksikan. Effisiensi
katalis dapat diukur dari banyaknya mol substrat yang diubah per mol katalis per
satuan waktu. Effisiensi enzim sangat besar, satu bagian enzim amilase dapat
menghidrolisis 20.000 bagian pati dan membentuk 10.000 bagian maltosa Reaksi
hidrolisa pati berlangsung menurut persamaan :
(C6H10O5)n + n (H2O) n (C6H12O6) ……….....................................(2.1)
Pati Glukosa
Enzim yang dipakai sebagai katalisator umumnya berasal dari mikrooganisme,
yaitu α-amilase dan glukoamilase (amiloglukosidase). Enzim adalah protein yang
memiliki aktivitas katalitik. Enzim berfungsi sebagai katalisator pada reaksi-reaksi
biokimia, meskipun enzim sudah lama dikenal baik cara isolasi, pemurnian maupun
penggunaanya, pemanfaatan enzim untuk skala industri baru dimulai tahun 1960-an.
Enzim digunakan untuk mengkatalisis reaksi kimia yang spesifik. Enzim memiliki
struktur sekunder, tersier dan kuartener, pada bangun ini terdapat sederetan asam
amino tertentu yang berperan sebagai pusat aktif dari enzim tersebut. Modifikasi
tertentu dari struktur sekunder, tersier dan kuartener enzim dapat mengakibatkan
penurunan atau rusaknya aktivitas. Berbagai perlakuan fisika ataupun kimia dapat
mengakibatkan perubahan atau modifikasi dari struktur atau bangun enzim
(Zaenab,2008).
6.2 Analisis Kuantitatif
Kadar karbohidrat dalam berbagai bahan makanan dapat ditentukan dengan berbagai
cara, diantaranya cara kimiawi, cara fisik, cara enzimatik atau biokimia dan cara
kromatografi. Penentuan karbohidrat yang termasuk polisakarida maupun oligosakarida
memerlukan pendahuluan yaitu hidrolisis lebih dahulu sehingga diperoleh monosakarida.
Untuk keperluan ini, maka bahan dihidrolisa dengan asam atau enzim pada suatu keadaan
tertentu. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah Luff Schoorl.
Penentuan kadar karbohidrat pada percobaan dengan metode Luff Schoorl dibagi atas
tiga tahapan, yaitu:
1. Tahap sebelum inversi
2. Tahap setelah inversi lemah
3. Tahap setelah inversi kuat
Salah satu contoh dari analisis secara kuantitatif yaitu Analisis Gula Reduksi (Nelson-
Somogyi). Dalam menentukan gula pereduksi dalam bahan padat atau cair perlu persiapan
contoh gula terlebih dahulu. Dalam metode ini digunakan pereaksi tembaga sulfat yanng
mengandung Na2HPO4, sodium potasium tartrat, NaOH, CuSO4, Na2SO4- dan pereaksi
arsenomolibdat yang mengandung amonium molibdat, H2SO4, Na2H2SO4.7H2O.
Prinsip dari Metode Nelson-Somogyi didasarkan pada reaksi reduksi pereaksi
tembaga sulfat oleh gula-gula pereduksi. Gula pereduksi mereduksi pereaksi tembaga (II)
basa menjadi tembaga (I) oksida (Cu2O). Cu2O ini bersama dengan arsenomolibdat
membentuk senyawa komplek berwarna. Intensitas warna menunjukkan banyaknya gula
pereduksi dengan pengujian menggunakan λ=520 nm. Perhitungan dalam metode ini adalah
kandungan gula pereduksi dalam contoh ditentukan dengan menggunakan kurva standar
(hubungan antara konsentrasi gula standar dengan absorbans) dan memperhitungkan
pengenceran yang dilakukan. Apabila kandungan gula pereduksi diketahui, maka kandungan
gula non-pereduksi dapat ditentukan sebagai selisih antara kadar total gula dengan kadar gula
pereduksi.
Total gula = gula pereduksi + gula non-reduksi
(Souza and Magalhaes,2010).
DAFTAR PUSTAKA

Abu, E.A., Ado, S.A., and James, D.B.. 2005. Raw Starch Degrading Amylase Production by
Mixed Culture of Aspergillus niger and Saccharomyces cerevisae Grown on Sorghum
Pomace. African Journal of Biotechnology 4: 8, 785-790.
Carlile, M.J. dan Watkinson, C.S. (1994). The Fungi. Academic Press Limited.
Erianti, L. 2004. Kajian Hidrolisis Pati Garut Menggunakan Enzim α Amilase dan Kombinasi
Enzim α Amilase dan Pullulanase dalam Proses Produksi Siklodekstrin. Skripsi.
Fateta IPB. Bogor
Gunawan, A. W. 2001. Jamur. Penebar Swadaya: Jakarta.
Kavanagh, K. 2005. Fungi. John Wiley dan Sons, New York: 113, 219.
Setyawati, Bina Ratna dkk., 1990, Karakteristik Pati dan Manfaatnya dalam Industri,
Institut Pertanian Bogor.
Souza, P.M. and Magalhães, P.O. 2010. Application of Microbial α-Amylase in Industry – A
Review. Brazilian Journal of Microbiology 41: 850-861.
Zainab, A., Modu, S., Falmata, A.S., and Maisaratu. 2008. Laboratory Scale Production of
Glucose Syrup by the Enzymatic Hydrolysis of Starch Made from Maize, Millet, and
Sorghum. Biokemistri 23: 1, 1-8.

Anda mungkin juga menyukai