2. Definisi
1) Evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif dan
dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan (Towsend, 1998).
2) Penilaian negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan
secara langsung maupun tidak langsung (Schult dan Videbeck, 1998).
3) Perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan harga diri,
marasa gagal mencapai keinginan (Keliat, 1998).
Isolasi Sosial
6. Diagnosa Keperawatan
Harga diri rendah Kronis
2. Definisi
1) Suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi atau kegegelan. Ia
mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang
dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian, dan tidak
sanggup membagi pengamatan dengan orang lain (Balitbang, 2007).
2) Merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan maupun komunikasi dengan orang lain (Rawlins, 1993).
3) Kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal
yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan
prilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial
(Depkes RI, 2000).
4) Merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang lain
karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan
untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegegelan. Klien mengalami kesulitan dalam
berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan
mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup berbagi pengalaman
(Balitbang, 2007).
5) Suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang lain menyatakan
sikap yang negatif dan mengancam (Townsend, 1998).
6) Kerusakan interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seseorang berpartisipasi
dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan kualitas yang tidak efektif. Klien
yang mengalami kerusakan interaksi sosial mengalami kesulitan dalam
berinteraksi dengan orang lain salah satunya mengarah pada perilaku menarik diri
(Townsend, 1998).
7) Kerusakan interaksi sosial adalah satu gangguan kepribadian yang tidak fleksibel,
tingkat maladaptif, dan gangguan fungsi individu dalam hubungan sosialnya
(Stuart dan Sundeen, 1998).
3. Etiologi, Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
1) Faktor Predisposisi
Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perrkembangan yang
harus dipenuhiagar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas-
tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase
perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.
Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal:
Tahap Perkembangan Tugas
Masa Bayi Menetapkan rasa percaya.
Masa Bermain Mengambangkan otonomi dan awal perilaku mandiri.
Masa Prasekolah Belajar menunjukkan inisiatif, rasa tanggung jawab dan hati
nurani
Masa Sekolah Belajar berkompetisi, bekerja sama dan berkompromi.
Masa Praremaja Menjalin hubungan intim dengan teman sesama jenis
kelamin.
Masa Remaja Menjadi intim dengan teman lawan jenis atau bergantung
pada orang tua.
Masa Dewasa Muda Menjadi saling bergantung antara orang tua dan teman,
mencari pasangan, menikah dan mempunyai anak.
Masa Tengah Baya Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah dilalui.
Masa Dewasa Tua Berduka karena kehilangan dan mengembangkan perasaan
keterikatan dengan budaya.
Objektif:
Kurang spontan.
Apatis (acuh terhadap lingkungan).
Ekspresi wajah kurang berseri.
Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan
kebersihan diri.
Tidak ada atau kurang komunikasi verbal.
Mengisolasi diri.
Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan
sekitarnya.
Asupan makanan dan minuman terganggu.
Retensi urin dan feses.
Aktivitas menurun.
Kurang berenergi dan bertenaga.
Rendah diri.
Postir tubuh berubah, misalnya sikap fetus atau janin
(khususnya pada posisi tidur).
2. Definisi
1) Perubahan persepsi: halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana
klien mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan. Klien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Selain itu, perubahan persepsi
sensori tentang suatu objek, gambaran, dan pikiran yang sering terjadi tanpa
adanya rangsangan dari luar meliputi semua sistem penginderaan (pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan, atau pengecapan) Cook dan Fontaine (1987).
2) Individu menginterpretasikan stresor yang tidak ada stimulus dari lingkungan
(Depkes RI, 2008).
3) Suatu keadaan di mana seseorang mengalami perubahan pada pola stimulus yang
mendekat (yang diprakarsai secara internal dan eksternal) disertai dengan suatu
pengurangan berlebih-lebihan atau kelainan berespons terhadap stimulus
(Towsend, 1998).
4) Kesalahan sensori persepsi dari satu atau lebih indra pendengaran, penglihatan,
taktil, atau penciuman yang tidak ada stimulus eksternal (Antai Otong, 1995).
5) Gangguan penyerapan/presepsi pasca indra tanpa adanya rangsangan dari luar.
Gangguan ini dapat terjadi pada sistem pengindraan pada saat kesadaran individu
tersebut panuh dan baik. Gangguan ini dapat terjadi pada saat klien dapat
menerima rangsangan dari luar dan dari individu sendiri. Dengan kata lain klien
berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien
dan tidak dapat dibuktikan (Wilson, 1983).
6. Diagnosis Keperawatan
Perubahan persepsi sensori: halusinasi.
2. Definisi
1) Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara kukuh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
realita normal (Stuart dan Sundeen, 1998).
2) Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi
dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini
berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol (Depkes RI, 2000).
3) Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas
yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya, ketidakmampuan merespon stimulus internal dan eksternal
melalui proses interaksi atau informasi secara akurat ( Keliat, 1999).
Objektif:
Klien terus bicara tentang kemampuan yang
dimilikinya.
Pembicaraan klien cenderung berulang-ulang.
Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan.
B. Pohon masalah (gambaran pohon masalah)
Effect Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan
2. Definisi
Defisit Perawatan Diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri
secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian/berhias, makan, dan BAB/BAK
(toiletting).
6. Diagnosis Keperawatan
Defisit perawatan diri
2. Definisi
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti
diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam sumber
lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang
jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang
mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu
menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. (Stuart dan Sundeen, 1995).
Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting
yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin, adrenalin,
dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui ekaman gelombang
otak Electro Encephalo Graph (EEG).
2) Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang
dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun
percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi
sangat rentan.
Objektif:
Impulsif
Menunjukkan perilaku yang mencurigakan
(biasanya menjadi sangat patuh)
Ada riwayat penyakit mental (depresi, psikosis, dan
penyalahgunaan alkohol)
Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau
penyakit terminal)
Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan,
atau kegagalan dalam karier)
Status perkawinan yang tidak harmonis
2. Definisi
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, dalam
Harnawati, 1993).
Setiap aktivitas bila tidak di cegah dapat mengarah pada kematian (Stuart dan
Sundeen, 1998).
Suatu keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat melukai secara
fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain (Towsend, 1998).
Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan klien
sendiri, lingkungan, termasuk orang lain, dan barang-barang (Maramis, 1998).
Perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan verbal dan fisik
(Ketner et al., 1995).
2) Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat dibedakan menjadi faktor internal dan eksternal.
Internal adalah semua faktor yang depat menimbulkan kelemahan,
menurunnya percaya diri, rasa takut sakit, hilang kontrol, dan lain-lain.
Eksternal adalah penganiayaan fisik, kehilangan orang yang dicintai, krisis,
dan lain-lain.
Neburut Shives (1998) hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan atau
penganiayaan antara lain sebagai berikut:
Kesulitan kondisi sosial ekonomi.
Kesulitan dalam mengomunikasikan sesuatu.
Ketidakpastian seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuannya
dalam menempatkan diri sebagai orang yang dewasa
Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti penyalahgunaan obat
dan alkohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat menghadapi rasa
frustasi.
Kematian anggota yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
regimen terapeutik
inefektif regimen terapeutik
inefektif
regimen terapeutik
inefektif
Koping keluarga
Tidak efektif
6. Diagnosa Keperawatan
Perilaku kekerasan