Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat kolektif atas sistem
penyesuaian dalam merespon ancaman. Renspon itu bersifat jangka pendek
yang disebut mekanisme penyesuaian (coping mechanism) atau yang lebih
jangka panjang yang dikenal sebagai mekanisme adaptasi (adaptatif
mechanism). Mekanisme dalam menghadapi perubahan dalam jangka pendek
terutama bertujuan untuk mengakses kebutuhan hidup dasar: keamanan,
sandang, pangan, sedangkan jangka panjang bertujuan untuk memperkuat
sumber-sumber kehidupannya.
Masalah bencana akibat lingkungan mulai semakin mencuat ke
permukaan,baik yang disebabkan oleh proses alam itu sendiri maupun yang
disebabkan karena ulah manusia di dalam membangun sarana dan memenuhi
kebutuhan hidupnya. Kasus-kasus mengenai perubahan tata guna lahan di
daerah tangkapan air hujan di hulu menjadi padat penduduk karena berubah
menjadi pemukiman. Hal tersebut berdampak pada banjir yang sering terjadi di
daerah bawahnya atau daerah hilir. Konversi lahan ini sedikit banyak telah
berpengaruh terhadap menurunnya kualitas lingkungan.
Oleh karena itu di dalam proses pembangunan tidak dengan sendirinya
mengurangi risiko terhadap bahaya alam. Sebaliknya tanpa disadari
pembangunan dapat menciptakan bentuk-bentuk kerentanan baru atau
memperburuk kerentanan yang telah ada. Persoalan-persolaan yang muncul
sebagai akibat dari proses pembangunan ini perlu diarahkan pada suatu
paradigma pembangunan yang ramah lingkungan, yaitu “pembangunan yang
berkelanjutan” maka pembangunan tersebut harus didasarkan atas pengetahuan
yang lebih baik tentang karakteristik alam dan manusia (masyarakat).
Banyak masalah yang berkaitan dengan bencana alam. Kehilangan dan
kerusakan termasuk yang paling sering harus dialami bersama datangnya
bencana itu. Harta benda dan manusia terpaksa harus direlakan, dan itu semua
bukan masalah yang mudah. Dalam arti mudah difahami dan mudah diterima

1
2

oleh mereka yang mengalami. Bayangkan saja harta yang dikumpulkan sedikit
demi sedikit, dipelihara bertahun-tahun lenyap seketika.
Rumusan Masalah
1. Apa pengantar analisis resiko bencana ?
2. Apa pengertian resiko bencana, bahaya dan kerentanan?
3. Apa saja jenis-jenis bencana ?
4. Apa saja faktor penentu resiko bencana?
5. Bagaimana tujuan analisis resiko bencana?
6. Bagaimana langkah-langkah analisis resiko?
Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum untuk mengetahui konsep tentang pengelolaan/
penanganan bencana di berbagai fase (Pre, saat, dan pasca) bencana.
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui pengantar analisis resiko bencana.
b) Untuk mengetahui pengertian resiko bencana, bahaya dan kerentanan.
c) Untuk mengetahui jenis-jenis bencana.
d) Untuk mengetahui faktor penentu resiko bencana.
e) Untuk mengetahui tujuan analisis resiko bencana.
f) Untuk mengetahui langkah-langkah analisis resiko.
Manfaat Makalah
Diharapkan manfaat dari pembahasan ini adalah dapat menambah
pengetahuan pembaca tentang pengelolaan dan penanganan bencana diberbagai
fase (Pre, saat, pasca) bencana.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pengantar Analisis Resiko Bencana


Manajemen Resiko Bencana Proses identifikasi , analisis dan kuantifikasi
kebolehjadian kerugian (probability of losses ) agar kebolehjadian Kerugian
(probability of losses) agar digunakan untuk mengambil tindakan pencegahan
atau mitigasi dan pemulihan.
Secara umum, peran manusia dalam bencana meliputi :
1. Ketidakmampuan dan/atau kurangnya kemauan untuk mencegah atau
mengurangi ancaman.
2. Ketidakmampuan dan/atau kurangnya kemauan untuk menghilangkan atau
mengurangi kerentanan. Bahkan, manusia seringkali meningkatkan
kerentanan dengan berbagai perilaku yang tidak sensiti f terhadap potensi
bencana.
Ketidakmampuan dan/atau kurangnya kemauan untuk meningkatkan
kapasitas dalam menghadapi potensi bencana. Sebagaimana penjelasan di atas,
maka model yang menjelaskan dinamika bencana sebagai berikut:

Ancaman Kerentanan
Bencana

Kapasitas

3
4

Pengertian Resiko Bencana, Bahaya, dan Kerentanan


Secara geografis Indonesia merupakan kepulauan yang terletak pada
pertemuan empat lempeng tektonik, yaitu lempeng Benua Asia, Benua
Australia, lempeng Samudra Hindia dan lempeng Samudra Pasifik. Pada
bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang
memanjang dari pulau Sumatra-Jawa-Nusa TenggaraSulawesi yang sisinya
berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang didominasi rawa
rawa. Kondisi tersebut berpotensi sekaligus rawan bencana letusan gunung
berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah Alongsor. Data menunjukkan
bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat
kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali tingkat kegempaan di
Amerika Serikat.
Selain itu wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua
musim, yaitu panas dan hujan dengan ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan
arah angin yang cukup ekstrim. Kondisi iklim digabungkan dengan kondisi
topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam mampu menghasilkan
kondisi tanah yang subur. Namun disis lain, berpotensi menimbulkan akibat
buruk, seperti bencana hidrometeorologi (banjir, tanah longsor, kebakaran
hutan, dan kekeringan). Seiring dengan perkembangan jaman, kerusakan
lingkungan hidup cenderung parah dan memicu meningkatnya intensitas
ancaman.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU No. 24 tahun 2007)
Bencana (disaster) adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian
suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada
kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang
melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi
dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri. (ISDR, 2004 dalam MPBI,
5

2007). Bencana dapat dibedakan menjadi dua yaitu bencana oleh faktor alam
(natural disaster) seperti letusan gunungapi, banjir, gempa, tsunami, badai,
longsor, dan bencana oleh faktor non alam ataupun faktor manusia (man-made
disaster) seperti konflik sosial dan kegagalan teknologi.
Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat kolektif attas sistem
penyesuaian dalam merespon ancaman (Paripurno, 2002). Renspon itu bersifat
jangka pendek yang disebut mekanisme penyesuaian (coping mechanism) atau
yang lebih jangka panjang yang dikenal sebagai mekanisme adaptasi (adaptatif
mechanism). Mekanisme dalam menghadapi perubahan dalam jangka pendek
terutama bertujuan untuk mengakses kebutuhan hidup dasar: keamanan,
sandang, pangan, sedangkan jangka panjang bertujuan untuk memperkuat
sumber-sumber kehidupannya (Paripurno, 2002).
Bahaya (hazard) adalah suatu fenomena fisik, fenomena, atau aktivitas
manusia yang berpotensi merusak, yang bisa menyebabkan hilangnya nyawa
atau cidera, kerusakan harta-benda, gangguan sosial dan ekonomi atau
kerusakan lingkungan (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007) atau peristiwa kejadian
potensial yang merupakan ancaman terhadap kesehatan, keamanan, atau
kesejahteraan masyarakat atau fungsi ekonomi masyarakat atau kesatuan
organisasi pemerintah yang selalu luas (Lundgreen, 1986).
Kerentanan (vulnerability) adalah kondisi-kondisi yang ditentukan oleh
faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan yang
meningkatkan kecenderungan (susceptibility) sebuah komunitas terhadap
dampak bahaya (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007). Kerentanan lebih
menekankan aspek manusia di tingkat komunitas yang langsung berhadapan
dengan ancaman (bahaya) sehingga kerentanan menjadi faktor utama dalam
suatu tatanan sosial yang memiliki risiko bencana lebih tinggi apabila tidak di
dukung oleh kemampuan (capacity) seperti kurangnya pendidikan dan
pengetahuan, kemiskinan, kondisi sosial, dan kelompok rentan yang meliputi
lansia, balita, ibu hamil dan cacat fisik atau mental. Kapasitas (capacity) adalah
suatu kombinasi semua kekuatan dan sumberdaya yang tersedia di dalam
6

sebuah komunitas, masyarakat atau lembaga yang dapat mengurangi tingkat


risiko atau dampak suatu bencana (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007).
Dalam kajian risiko bencana ada faktor kerentanan (vulnerability)
rendahnya daya tangkal masyarakat dalam menerima ancaman, yang
mempengaruhi tingkat risiko bencana, kerentanan dapat dilihat dari faktor
lingkungan, sosial budaya, kondisi sosial seperti kemiskinan, tekanan sosial
dan lingkungan yang tidak strategis, yang menurunkan daya tangkal
masyarakat dalam menerima ancaman.
Besarnya resiko dapat dikurangi oleh adanya kemampuan (capacity)
adalah kondisi masyarakat yang memiliki kekuatan dan kemampuan dalam
mengkaji dan menilai ancaman serta bagaimana masyarakat dapat mengelola
lingkungan dan sumberdaya yang ada, dimana dalam kondisi ini masyarakat
sebagai penerima manfaat dan penerima risiko bencana menjadi bagian penting
dan sebagai aktor kunci dalam pengelolaan lingkungan untuk mengurangi
risiko bencana dan ini menjadi suatu kajian dalam melakukan manajemen
bencana berbasis masyarakat (Comunity Base Disaster Risk Management).
Pengelolaan lingkungan harus bersumber pada 3 aspek penting yaitu
Biotik (makluk hidup dalam suatu ruang), Abiotik (sumberdaya alam) dan
Culture (Kebudayaan). Penilaian risiko bencana dapat dilakukan dengan
pendekatan ekologi (ekological approach) dan pendekatan keruangan (spatial
approach) berdasarkan atas analisa ancaman (hazard), kerentanan
(vulnerabiliti) dan kapasitas (capacity) sehingga dapat dibuat hubungannya
untuk menilai risiko bencana dengan rumus :
RB = HxV/C H = Hazard (bahaya)
RB = Risiko Bencana C = Capacity (kemampuan)
V = Vulnerability (kerentanan)

Jenis-Jenis Bencana di Indonesia


Bencana dapat terjadi, karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau
gangguan yang mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan
7

(vulnerability) masyarakat. Hubungan keduanya dapat digambarkan, bila


gangguan atau ancaman tersebut muncul kepermukaan tetapi masyarakat tidak
rentan, maka berarti masyarakat dapat mengatasi sendiri peristiwa yang
mengganggu tersebut, sementara bila kondisi masyarakat rentan tetapi tidak
terjadi peristiwa yang mengancam maka tidak akan terjadi bencana. Bencana
dibagi ke dalam tiga kategori yaitu:
1. Bencana Alam :
Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Di bawah ini
akan diperlihatkan gambar tentang bencana alam yang telah terjadi di
Indonesia.

Gambar 2.1. Bencana Banjir Terjadi di Jakarta Tahun 2012

Gambar 2.2 Bencana Gunung Merapi, Jawa Tengah yang meletus pada tahun 2010
8

2. Bencana non-Alam :
Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa
nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,
epidemi, dan wabah penyakit. Bencana non-alam termasuk terorisme
biologi dan biokimia, tumpahan bahan kimia, radiasi nuklir, kebakaran,
ledakan, kecelakaan transportasi, konflik bersenjata, dan tindakan perang.
Sebagai contoh gambar 3 adalah gambaran bencana karena kegagalan
teknologi di Jepang, yaitu ledakan reaktor nuklir.

Gambar 4.3.Ledakan Reaktor Nuklir di Jepang


3. Bencana Sosial :
Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau
antar komunitas masyarakat, dan teror. Misalnya konflik social antar suku
dan agama di Poso seperti terlihat pada gambar berikut.

Gambar. 4.4Konflik Sosial di Poso, Sulawesi Tengah pada Tahun 1998


9

Siklus Bencana dan Penanggulangan Bencana

Gambar 4.5. Siklus bencana


Siklus bencana dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu fase pra bencana, fase
bencana dan fase pasca bencana. Fase pra bencana adalah masa sebelum terjadi
bencana. Fase bencana adalah waktu/saat bencana terjadi. Fase pasca bencana
adalah tahapan setelah terjadi bencana. Semua fase ini saling mempengaruhi
dan berjalan terus sepanjang masa. Siklus bencana ini menjadi acuan untuk
melakukan penanggulangan bencana yang bisa dibagi menjadi beberapa tahap
seperti gambar dibawah ini.

Gambar 4.6. Siklus penanggulangan bencana


Penanganan bencana bukan hanya dimulai setelah terjadi bencana.
Kegiatan sebelum terjadi bencana (pra-bencana) berupa kegiatan pencegahan,
mitigasi (pengurangan dampak), dan kesiapsiagaan merupakan hal yang sangat
penting untuk mengurangi dampak bencana. Saat terjadinya bencana diadakan
tanggap darurat dan setelah terjadi bencana (pasca-bencana) dilakukan usaha
rehabilitasi dan rekonstruksi.Berikut rincian tentang kegiatan penanggulangan
bencana sesuai siklus bencana :
1. Pra Bencana
10

a) Pencegahan
Pencegahan ialah langkah-langkah yang dilakukan untuk
menghilangkan sama sekali atau mengurangi secara drastis akibat dari
ancaman melalui pengendalian dan pengubahsuaian fisik dan lingkungan.
Tindakan-tindakan ini bertujuan untuk menekan penyebab ancaman
dengan cara mengurangi tekanan, mengatur dan menyebarkan energy
atau material ke wilayah yang lebih luas atau melalui waktu yang lebih
panjang (Smith, 1992). Cuny (1983) menyatakan bahwa pencegahan
bencana pada masa lalu cenderung didorong oleh kepercayaan diri yang
berlebihan pada ilmu dan teknologi pada tahun enam puluhan; dan oleh
karenanya cenderung menuntut ketersediaan modal dan teknologi.
Pendekatan ini semakin berkurang peminatnya dan kalaupun masih
dilakukan, maka kegiatan pencegahan ini diserap pada kegiatan
pembangunan pada arus utama.
b) Mitigasi
Mitigasi ialah tindakan-tindakan yang memfokuskan perhatian pada
pengurangan dampak dari ancaman, sehingga dengan demikian
mengurangi kemungkinan dampak negatif pencegahan ialah langkah-
langkah yang dilakukan untuk menghilangkan sama sekali atau
mengurangi secara drastis akibat dari ancaman melalui pengendalian dan
pengubahsuaian fisik dan lingkungan. Tindakan-tindakan ini bertujuan
untuk menekan penyebab ancaman dengan cara mengurangi tekanan,
mengatur dan menyebarkan energy atau material ke wilayah yang lebih
luas atau melalui waktu yang lebih panjang (Smith, 1992).
Kejadian bencana terhadap kehidupan dengan cara-cara alternatif
yang lebih dapat diterima secara ekologi (Carter, 1991). Kegiatan-
kegiatan mitigasi termasuk tindakan-tindakan non-rekayasa seperti
upaya-upaya peraturan dan pengaturan, pemberian sangsi dan
penghargaan untuk mendorong perilaku yang lebih tepat, dan upaya-
upaya penyuluhan dan penyediaan informasi untuk memungkinkan orang
mengambil keputusan yang berkesadaran. Upaya-upaya rekayasa
11

termasuk pananaman modal untuk bangunan struktur tahan ancaman


bencana dan/atau perbaikan struktur yang sudah ada supaya lebih tahan
ancaman bencana (Smith, 1992).
c) Kesiapsiagaan
Fase Kesiapsiagaan adalah fase dimana dilakukan persiapan yang
baik dengan memikirkan berbagai tindakan untuk meminimalisir
kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya bencana dan menyusun
perencanaan agar dapat melakukan kegiatan pertolongan serta perawatan
yang efektif pada saat terjadi bencana. Tindakan terhadap bencana
menurut PBB ada 9 kerangka, yaitu 1. pengkajian terhadap kerentanan, 2.
membuat perencanaan (pencegahan bencana), 3. pengorganisasian, 4.
sistem informasi, 5. pengumpulan sumber daya, 6. sistem alarm, 7.
mekanisme tindakan, 8. pendidikan dan pelatihan penduduk, 9. gladi
resik.
2. Saat Bencana
Saat bencana disebut juga sebagai tanggap darurat. Fase tanggap
darurat atau tindakan adalah fase dimana dilakukan berbagai aksi darurat
yang nyata untuk menjaga diri sendiri atau harta kekayaan. Aktivitas yang
dilakukan secara kongkret yaitu: 1. Instruksi pengungsian, 2. pencarian dan
penyelamatan korban, 3. menjamin keamanan di lokasi bencana, 4.
pengkajian terhadap kerugian akibat bencana, 5. pembagian dan
penggunaan alat perlengkapan pada kondisi darurat, 6. pengiriman dan
penyerahan barang material, dan 7. menyediakan tempat pengungsian, dan
lain-lain.
Dari sudut pandang pelayanan medis, bencana lebih dipersempit lagi
dengan membaginya menjadi “Fase Akut” dan “Fase Sub Akut”. Dalam
Fase Akut, 48 jam pertama sejak bencana terjadi disebut “fase penyelamatan
dan pertolongan/pelayanan medis darurat”. Pada fase ini dilakukan
penyelamatan dan pertolongan serta tindakan medis darurat terhadap orang-
orang yang terluka akibat bencana. Kira-kira satu minggu sejak terjadinya
bencana disebut dengan “Fase Akut”. Dalam fase ini, selain tindakan
12

“penyelamatan dan pertolongan/pelayanan medis darurat”, dilakukan juga


perawatan terhadap orang-orang yang terluka pada saat mengungsi atau
dievakuasi, serta dilakukan tindakan-tindakan terhadap munculnya
permasalahan kesehatan selama dalam pengungsian.
3. Setelah Bencana
a) Fase Pemulihan
Fase Pemulihan sulit dibedakan secara akurat dari dan sampai kapan,
tetapi fase ini merupakan fase dimana individu atau masyarakat dengan
kemampuannya sendiri dapat memulihkan fungsinya seperti sedia kala
(sebelum terjadi bencana). Orang-orang melakukan perbaikan darurat
tempat tinggalnya, pindah ke rumah sementara, mulai masuk sekolah
ataupun bekerja kembali sambil memulihkan lingkungan tempat
tinggalnya. Kemudian mulai dilakukan rehabilitasi lifeline dan aktivitas
untuk membuka kembali usahanya. Institusi pemerintah juga mulai
memberikan kembali pelayanan secara normal serta mulai menyusun
rencana-rencana untuk rekonstruksi sambil terus memberikan bantuan
kepada para korban. Fase ini bagaimanapun juga hanya merupakan fase
pemulihan dan tidak sampai mengembalikan fungsi-fungsi normal seperti
sebelum bencana terjadi. Dengan kata lain, fase ini merupakan masa
peralihan dari kondisi darurat ke kondisi tenang.
b) Fase Rekonstruksi/Rehabilitasi
Jangka waktu Fase Rekonstruksi/Rehabilitasi juga tidak dapat
ditentukan, namun ini merupakan fase dimana individu atau masyarakat
berusaha mengembalikan fungsi-fungsinya seperti sebelum bencana dan
merencanakan rehabilitasi terhadap seluruh komunitas. Tetapi, seseorang
atau masyarakat tidak dapat kembali pada keadaan yang sama seperti
sebelum mengalami bencana, sehingga dengan menggunakan
pengalamannya tersebut diharapkan kehidupan individu serta keadaan
komunitas pun dapat dikembangkan secara progresif.\
13

Vulnerability / Kerentanan
Kerentanan didefinisikan sebagai sekumpulan kondisi dan atau suatu
akibat keadaan (faktor fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan) yang
berpengaruh buruk terhadap upaya - upaya pencegahan dan penanggulangan
bencana. Kerentanan (vulnerability) adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia
atau masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau
ancaman (BNPB, 2008). Kerentanan ini dapat berupa:
1. Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya
tahan menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan struktur bangunan
rumah, jalan,jembatan bagi masyarakat yang berada di daerah rawan gempa,
adanya tanggul pengaman banjir bagi masyarakat yang tinggal di bantaran
sungai dan sebagainya.
2. Kerentanan Ekonomi
Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat menentukan
tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya.
3. Kerentanan Sosial
Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan
terhadap ancaman bahaya, kondisi demografi (jenis kelamin, usia,
kesehatan, gizi, perilaku masyarakat, pendidikan) kekurangan pengetahuan
tentang risiko bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan,
demikian pula tingkat kesehatan masyarakat yang rendah juga
mengakibatkan rentan terhadap ancaman bencana.
4. Kerentanan Lingkungan
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan.
Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan sulit air akan selalu
terancam bahaya kekeringan, Penduduk yang tinggal di lereng bukit atau
pegunungan rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor dan
sebagainya. Kerentanan masyarakat berkaitan dengan seberapa besar
kemampuan (capacity) kekuatan tingkat persiapan masyarakat terhadap
kejadian yang menjadi penyebab bencana.
14

Capanility/ Kemampuan
Kemampuan adalah kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh perorangan,
keluarga dan masyarakat yang membuat mereka mampu mencegah,
mengurangi, siap-siaga, menanggapi dengan cepat atau segera pulih dari suatu
kedaruratan dan bencana.
Kemampuan adalah kondisi masyarakat yang memiliki kekuatan dan
kemampuan dalam mengkaji dan menilai ancaman serta bagaimana masyarakat
dapat mengelola lingkungan dan sumberdaya yang ada, dimana dalam kondisi
ini masyarakat sebagai penerima manfaat dan penerima risiko bencana menjadi
bagian penting dan sebagai actor kunci dalam pengelolaan lingkungan untuk
mengurangi risiko bencana dan ini menjadi suatu kajian dalam melakukan
manajemen bencana berbasis masyarakat (Comunity Base Disaster Risk
Management).
Risiko (risk)
Risiko (risk) adalah probabilitas timbulnya konsekuensi yang merusak atau
kerugian yang sudah diperkirakan (hilangnya nyawa, cederanya orang-orang,
terganggunya harta benda, penghidupan dan aktivitas ekonomi, atau rusaknya
lingkungan) yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara bahaya yang
ditimbulkan alam atau diakibatkan manusia serta kondisi yang rentan (ISDR,
2004). Risiko adalah besarnya kerugian atau kemungkinan terjadi korban
manusia, kerusakan dan kerugian ekonomi yg disebabkan oleh bahaya tertentu
di suatu daerah pada suatu waktu tertentu. Resiko biasanya dihitung secara
matematis, merupakan probabilitas dari dampak atau konsekwensi suatu
bahaya (Affeltrnger, 2006). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa risiko
adalah kemungkinan kerugian yang dapat diperkirakan akibat kerusakan alam,
kesalahan manusia serta kondisi rentan.
Faktor Penentu Risiko Bencana
Tingkat penentu resiko bencana disuatu wilayah dipengaruhi oleh 3 faktor
yaitu ancaman, kerentanan dan kapasitas. Dalam upaya pengurangan resiko
bencana (PRB) atau disaster risk reduction (DRR), ketiga faktor tersebut yang
15

menjadi dasar acuan untuk dikaji guna menentukan langkah-langkah dalam


pengelolaan bencana.
1. Ancaman/bahaya (Hazard) = H
Kejadian yang berpotensi mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat sehingga menyebabkan timbulnya korban jiwa, kerusakan harta
benda, kehilangan rasa aman, kelumpuhan ekonomi dan kerusakan
lingkungan serta dampak psikologis. Ancaman dapat dipengaruhi oleh
faktor :
a) Alam, seperti gempa bumi, tsunami, angin kencang, topan, gunung
meletus.
b) Manusia, seperti konflik, perang, kebakaran pemukiman, wabah
penyakit, kegagalan teknologi, pencemaran, terorisme.
c) Alam dan Manusia, seperti banjir, tanah longsor, kelaparan, kebakaran
hutan. Kekeringan.
Menurut United Nations International Strategy for Disaster Redu ction (UN
– ISDR), bahaya terdiri atas bahaya alam dan bahaya karena ulah manusia,
yang dapat dikelompokkan menja di bahaya geologi, bahaya
hidrometeorologi, bahaya biologi, bahaya teknologi, dan penurunan kualitas
lingkungan.
2. Kerentanan (Vulnaribility) = V
Kerentanan merupakan suatu kondisi yang menurunkan kema mpuan
seseorang atau komunitas masyarakat untuk menyiapkan diri, bertahan hid
up, atau merespon potensi bahaya. Kere ntanan masyarakat secara kultur
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kemis kinan, pendidikan, sosial
dan budaya. Selanjutnya aspek infrastruktur yang juga berpengaruh terhadap
tinggi rendahnya kerentanan.
Faktor Kerentanan
Fisik:
a) Kekuatan bangunan struktur (rumah, jalan, jembatan) terhadap ancaman
bencana
16

Sosial:
a) Kondisi demografi (jenis kelamin, usia, kesehatan, gizi, perilaku
masyarakat) terhadap ancaman bencana
Ekonomi:
a) Kemampuan finansial masyarakat dalam menghadapi ancaman di
wilayahnya
Lingkungan:
a) Tingkat ketersediaan / kelangkaan sumberdaya (lahan, air, udara) serta
kerusakan lingkungan yan terjadi.
3. Kapasitas (Capacity) = C
Kapasitas adalah ke kuatan dan sumber daya yang ada pada tiap individu
dan lingkungan yang mam pu mencegah, melakukan mitigasi, siap
menghadapi dan pulih dari akibat bencana d engan cepat.
4. Risiko bencana (Risk) = R
Risiko bencana merupakan interaksi tingkat kerentanan dengan bahaya
yang ada. Ancaman bahaya ala m bersifat tetap karena bagian dari dina
mika proses alami, sedangkan tingkat kerentanan dapat dikurangi s ehingga
k emampuan dalam menghadapi ancaman bencana semakin meningkat.
Prinsip atau konsep y ang digunakan dalamp enilaian risiko bencana adalah:
R=H×V
C
R=Risiko Bencana
H = Hazard (bahaya)
V = Vulnerability (kerentanan)
C = Capacity (kemampuan)
Tujuan Analisa Resiko Bencana
Pengurangan Risko Bencana dimaknai sebagai sebuah proses
pemberdayaan komunitas melalui pengalaman mengatasi dan menghadapi
bencana yang berfokus pada kegiatan partisipatif untuk melakukan kajian,
perencanaan, pengorganisasian kelompok swadaya masyarakat, serta pelibatan
dan aksi dari berbagai pemangku kepentingan, dalam menanggulangi bencana
17

sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana. Tujuannya agar komunitas mampu
mengelola risiko, mengurangi, maupun memulihkan diri dari dampak bencana
tanpa ketergantungan dari pihak luar. Dalam tulisan siklus penanganan bencana
kegiatan ini ada dalam fase pra bencana .
Fokus kegiatan Pengurangan Risiko Bencana secara Partisipatif dari
komunitas dimulai dengan koordinasi awal dalam rangka membangun
pemahaman bersama tentang rencana kegiatan kajian kebencanaan, yang
didalamnya dibahas rencana pelaksanaan kajian dari sisi peserta, waktu dan
tempat serta keterlibatan tokoh masyarakat setempat akan sangat mendukung
kajian analisa kebencanaan ini. Selain itu juga di sampaikan akan Pentingnya
Pengurangan Risko Bencana mengingat wilayah kita yang rawan akan
bencana.
Kegiatan PDRA di suatu wilayah diawali dengan memberikan
pemahaman tentang Pengurangan Risiko Bencana berbasis masyarakat yaitu
upaya yang dilakukan sendiri oleh masyarakat untuk menemukenali ancaman
yang mungkin terjadi di wilayahnya dan menemukenali kerentanan yang ada di
wilayahnya serta menemukenali potensi/kapasitas yang dimiliki untuk
meredam/mengurangi dampak dari bencana tersebut. Setelah menemukan
kenali ancaman, kerentanan, dan Kapasitas yang ada di masyarakat maka perlu
dianalisis untuk mengetahui seberapa jauh masyarakat mampu mengurangi
risiko bencana itu dengan menggunakan rumus Ancaman x Kerentanan dibagi
dengan Kapasitas.

Sebelum mengkaji perlu diperoleh data terkini dari wilayah tersebut.


Pentingnya data terkini mengenai jumlah KK dan Jiwa, pemilik kendaraan ,
kerentanan dll, sebagai bahan dasar kajian selanjutnya dalam kegiatan PDRA
pengurangan risiko bencana wilayah ini.

Kemudian dilakukan Kegiatan Kajian dan analisis Risiko bencana secara


partisipasif oleh masyarakat Hal-hal yang dikaji : ancaman, kerentanan dan
potensi terhadap bencana untuk wilayahnya.
18

Langkah-Langkah Analisa Resiko


Pengenalan dan pengkajian bahaya

Pengenalan kerentanan

Analisis kemungkinan dampak bencana

Pilihan tindakan penanggulangan bencana

Mekanisme penanggulangan dampak bencana

Alokasi tugas dan peran instansi


Peran Perawat Analisis Resiko
1. Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana
a) Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan
sehari-hari
b) Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian
c) Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan
penanganan kesehatan di RS
d) Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian
e) Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus
bayi, peralatan kesehatan.
f) Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular
maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan
lingkungannya berkoordinasi dengan perawat jiwa.
g) Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak anak, dapat dilakukan
dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain
h) Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan
kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi
19

Analisa Bahaya,Kerentanan dan Kapasitas


Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara
dengan potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi dan beragam baik
berupa bencana alam, bencana ulah manusia ataupun kedaruratan komplek.
Beberapa potensi tersebut antara lain adalah gempa bumi, tsunami, letusan
gunung api, banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran lahan dan hutan,
kebakaran perkotaan dan permukiman, angin badai, wabah penyakit, kegagalan
teknologi dan konflik sosial
Dan yang kemungkinan terjadi di poltkkes ini adalah bencana
1. Kebakaran
Kebakaran gedung dan permukiman penduduk sangat marak pada
musim kemarau. Hal ini terkait dengan kecerobohan manusia diantaranya
pembangunan gedung/rumah yang tidak mengikuti standard keamanan
bangunan serta perilaku manusia. Hubungan arus pendek listrik,
meledaknya kompor serta kobaran api akibat lilin/lentera untuk penerangan
merupakan sebab umum kejadian kebakaran permukiman/gedung. Dalam
bab ini ditampilkan daerah-daerah yang rawan terhadap bencana kebakaran
ini serta jika data memungkinan ditampilkan juga statistik kejadian dan
kerusakan yang pernah dialami.
2. Banjir
Banjir tanah longsor dan kekeringan. Banjir sebagai fenomena alam
terkait dengan ulah manusia terjadi sebagai akibat akumulasi beberapa
faktor yaitu :hujan, kondisi sungai, kondisi daerah hulu, kondisi daerah
budidaya dan pasang surut air laut. Potensi terjadinya ancaman bencana
banjir dan tanah longsor saat Ini disebabkan keadaan badan sungai rusak,
kerusakan daerah tangkapan air, pelanggaran tata-ruang
wilayah,pelanggaran hukum meningkat, perencanaan pembangunan kurang
terpadu, dan disiplin masyarakat yang rendah.

3. Angin puting beliung


20

Dan diantara 3 bencana diatas yang kemungkinan besar terjadi di


poltekkes adalah Kebakaran.
a) Analisa Bahaya/Ancaman
Berdasarkan hasil analisa kemungkinan bahaya yang muncul akibat
kebakaran kampus poltekkes : dokumen-dokumen penting terbakar ,
Debu ,pernapasan jadi terhambat karna asap .
Kajian ancaman berdasarkan dua komponen utama:
a) Kemungkinan Terjadi suatu ancaman
b) Catatan besaran dampak bencana yang pernah terjadi
c) Kajian ancaman menggunakan data sejarah kejadian bencana yang
pernah ada di suatu daerah
Langkah pelaksanaan:
a) menganalisis peta rawan bencana

b) Analisa kerentenan
1) Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat/mahasiswa
berupa daya tahan menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan
diri nya dalam menghadapi kabut asap yang ditimbulkan dari
kebakaran
2) Kerentanan Ekonomi
Poltkkes pasti banyak akan merasa rugi akibat banyak dokumen yang
terbakar dan alat kesehatan yang terbakar

3) Kerentanan Sosial
21

Kondisi sosial masyarakat pengetahuan tentang risiko bahaya dan


bencana akan mempertinggi
4) Kerentanan Lingkungan
Lingkungan poltkkes akan tampak rusak parah
c) Analisa kapasitaas
Kapasitas disini meliputi:
1) Sumber daya manusia (relawan terlatih tidak ada . petugas kesehatan
hanya yankes, pengetahuan kebencanaan di poltekkes mahasiswa DIV
keperawatan sudah ada belajar bencana tetapi untuk prktek langsung
nya belum dilakukan)
2) Sumber daya keuangan (dana siaga bencana) tidak terlalu di analisa
3) Sumber daya social (kelompok/organisasi social dan pemerintahan,
lembaga ekonomi kelurahan, dll)
4) Sumber daya fisik (sarana dan prasarana kesehatan, Kendaraan,
peralatan, sistem peringatan dini, jalur dan tempat evakuasi, dll)

Sarana dan prasarana Kesehatan Tersedia 5 Fasilitas Kesehatan:


1. Klinik Yankes
2. Rumah sakit yarsi
3. Puskesmas siantan hilir
4. Puskesmas telaga biru
5. Puskesmas pembantu gg wartawan
Analisis kapasitas berdasarkan pengukuran indicator pencapaian ketahanan
atau kapasitas dari daerah tersebut, maka kapasitas daerah ini masuk dalam
ancaman rendah 1
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat kolektif atas sistem
penyesuaian dalam merespon ancaman. Respon itu bersifat jangka pendek yang
disebut mekanisme penyesuaian (coping mechanism) atau yang lebih jangka
panjang yang dikenal sebagai mekanisme adaptasi (adaptatif mechanism).
Tingkat penentu resiko bencana disuatu wilayah dipengaruhi oleh 3 faktor
yaitu ancaman, kerentanan dan kapasitas. Dalam upaya pengurangan resiko
bencana (PRB) atau disaster risk reduction (DRR), ketiga faktor tersebut yang
menjadi dasar acuan untuk dikaji guna menentukan langkah-langkah dalam
pengelolaan bencana.
Saran
Kita sebagai tenaga kesehatan harus tanggap terhadap resiko terjadinya
bencana dan mampu untuk melakukan hal-hal yang dapat mengatasi resiko
bencana. Dan sebagai pembaca bisa menerapkan cara-cara menangulangi
resiko bencana.

22
DAFTAR PUSTAKA

Karnawati, D. 2012 Manajemen Bencana Alam Gerakan Tanah di


Indonesia: Evaluasi dan Rekomendasi. Yogyakarta.

Nurjannah, dkk. 2011. Manajemen Bencana. Bandung: Alfabeta.

Hasibuan, M. S. P. 2011. Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah. Bumi


Aksara; Jakarta.

Palang Merah Indonesia. 2009. Keperawatan Bencana Manajemen


Bencana. http://id.shvoong.com/exact-sciences/earth-sciences/1932953-
manajemen-bencana/ diunduh pada 2 Mei 2011.

Manajemen Bencana Berbasis Masyarakat: Hertanto,Heka. Media


Indonesia ;2009

Manajemen Bencana seputar bencana di Indonesia: Teguh


Paripurno,eka ;2010

Anda mungkin juga menyukai