Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS


(DM) DI RUANG RAWAT INAP CATLEYA RUMAH SAKIT DAERAH
dr. SOEBANDI JEMBER

OLEH:
Wilda Al Aluf, S.Kep
NIM 182311101118

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Diabetes


Mellitus (DM) di Ruang Rawat Inap Catleya Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi
Jember telah disetujui dan disahkan pada:
Hari, Tanggal :
Tempat : Rawat Inap Catleya RSD dr. Soebandi Jember

Jember, April 2018

Mahasiswa

Wilda Al Aluf, S. Kep


NIM 182311101118

Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik


Keperawatan Medikal Ruang Rawat Inap Catleya
FKep Universitas Jember RSD dr. Soebandi Jember

______________________________ _________________________
NIP. ............................................. NIP. .............................................
DAFTAR ISI

halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
LAPORAN PENDAHULUAN .................................................................
A. Anatomi Fisiologi Ginjal ...................................................................................
B. Definisi Gagal Ginjal.........................................................................................
C. Klasifikasi Gagal Ginjal......................................................................................
D. Faktor Resiko Diabetes Mellitus.........................................................................
E. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal .........................................................................
F. Patofisiologi ........................................................................................................
G. Pemeriksaan Penunjang .....................................................................................
H. Dampak Diabetes Mellitus ................................................................................
I. Penatalaksanaan ...................................................................................................
J. Clinical Pathway .................................................................................................
K. Konsep Asuhan Keperawatan ............................................................................
a. Pengkajian/Assesment ....................................................................................
b. Diagnosa Keperawatan ...................................................................................
c. Intervensi Keperawatan ..................................................................................
d. Discharge Planning ........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS

A. Anatomi dan Fisiologi Pankreas


Pankreas merupakan organ retroperitoneal yang terletak di bagian
posterior dari dinding lambung. Letaknya diantara duodenum dan limfa, di depan
aorta abdominalis dan arteri serta vena mesenterica superior. Organ ini
konsistensinya padat, panjangnya ±11,5 cm, beratnya ±150 gram. Pankreas terdiri
bagian kepala/caput yang terletak di sebelah kanan, diikuti corpus ditengah, dan
cauda di sebelah kiri. Ada sebagian kecil dari pankreas yang berada di bagian
belakang Arteri Mesenterica Superior yang disebut dengan Processus Uncinatus
(Simbar, 2005).

Gambar Anatomi Pankreas

Jaringan penyusun pankreas (Guyton dan Hall, 2006) terdiri dari :


a. Jaringan eksokrin, berupa sel sekretorik yang berbentuk seperti anggur
yang disebut sebagai asinus/Pancreatic acini, yang merupakan jaringan
yang menghasilkan enzim pencernaan ke dalam duodenum.
b. Jaringan endokrin yang terdiri dari pulau-pulau Langerhans/Islet of
Langerhans yang tersebar di seluruh jaringan pankreas, yang
menghasilkan insulin dan glukagon ke dalam darah.
Gambar Asinus dan pulau langerhans

Pulau-pulau Langerhans tersebut terdiri dari beberapa sel (Mescher, 2010) yaitu:
a. Sel α (sekitar 20%), menghasilkan hormon glukagon.
b. Sel ß (dengan jumlah paling banyak 70%), menghasilkan hormon insulin.
c. Sel δ (sekitar 5-10%), menghasilkan hormon Somatostatin.
d. Sel F atau PP (paling jarang), menghasilkan polipeptida pankreas.
Masuknya glukosa ke dalam sel otot dipengaruhi oleh 2 keadaan. Pertama,
ketika sel otot melakukan kerja yang lebih berat, sel otot akan lebih permeabel
terhadap glukosa. Kedua, ketika beberapa jam setelah makan, glukosa darah akan
meningkat dan pankreas akan mengeluarkan insulin yang banyak. Insulin yang
meningkat tersebut menyebabkan peningkatan transport glukosa ke dalam sel
(Guyton dan Hall, 2006). Insulin dihasilkan didarah dalam dengan bentuk bebas
dengan waktu paruh plasma ±6 menit, bila tidak berikatan dengan reseptor pada
sel target, maka akan didegradasi oleh enzim insulinase yang dihasilkan terutama
di hati dalam waktu 10-15 menit (Guyton dan Hall, 2006). Reseptor insulin
merupakan kombinasi dari empat subunit yang berikatan dengan ikatan disulfida
yaitu dua subunit-α yang berada di luar sel membran dan dua unit sel-ß yang
menembus membran. Insulin akan mengikat serta mengaktivasi reseptor α pada
sel target, sehingga akan menyebabkan sel ß terfosforilasi. Sel ß akan
mengaktifkan tyrosine kinase yang juga akan menyebabkan terfosforilasinya
enzim intrasel lain termasuk insulin-receptors substrates (IRS) (Guyton dan Hall,
2006).
Gambar Reseptor insulin

Dalam tubuh kita terdapat mekanisme reabsorbsi glukosa oleh ginjal,


dalam batas ambang tertentu. Kadar glukosa normal dalam tubuh kira-kira 100mg
glukosa/100ml plasma dengan GFR/Glomerular Filtration Rate 125ml/menit.
Glukosa akan ditemukan diurin jika telah melewati ambang ginjal untuk
reabsorbsi glukosa yaitu 375 mg/menit dengan glukosa di plasma darah
300mg/100ml (Sherwood, 2011).

B. Definisi Diabetes Mellitus


Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik
tingginya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) karena gangguan sekresi
insulin, kelainan kerja insulin, atau kombinasi keduanya. Hiperglikemia kronik
pada DM berhubungan dengan kerusakan dalam waktu yang lama, disfungsi
beberapa organ tubuh terutama ginjal, mata, jantung, saraf dan pembuluh darah
(American Diabetes Association (ADA), 2018). Tiga kompliksi akut utama DM
yang berhubungan dengan ketidakseimbangan kadar glukosa yang berlangsung
dalam waktu pendek yaitu hipoglikemia, ketoasidosis diabetik (DKA), dan
sindrom nonetotik hiperosmolar hiperglikemik. DM juga dikaitkan dengan
peningkatan insidensi penyakit makrovaskular seperti penyakit arteri koroner
(infark miokard), penyakit serebro vaskuler (stroke), dan penyakit vaskular perifer
(Smeltzer, 2013).

Diabetes Melitus adalah penyakit kronis karena pankreas tidak lagi mampu
memproduksi insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang
dihasilkan dengan baik. Saat ini, diabetes diderita oleh 425 juta orang dewasa dan
pada tahun 2045 mendatang, total penduduk dewasa yang menderita diabetes
diperkirakan mencapai 629 juta penduduk (International Diabetes Federation
(IDF), 2018). World Health Organization (WHO) tahun 2018 menyatakan bahwa
dari 56,9 juta kematian di dunia pada tahun 2016, lebih dari separuh (54%)
diakibatkan oleh 10 penyakit, diantaranya adalah DM. Sebanyak 1,6 juta kematian
penduduk dunia pada tahun 2016 diakibatkan oleh diabetes, hal ini meningkat
daripada kematian akibat diabetes pada tahun 2000, yaitu kurang dari 1 juta
penduduk dunia.

Menurut Kementerian Kesehatan dari Hasil Riset Kesehatan Dasar


(RISKESDAS) pada tahun 2018, DM berada pada peringkat ke 3 pada penyakit
tidak menular setelah hipertensi dan stroke. Prevalensi DM pada hasil riskesdas
2018 naik menjadi 8,5% lebih tinggi daripada hasil riskesdas sebelumnya di tahun
2013 yaitu sebesar 6,9% jika dinilai menurut konsensus Perhimpunan
Endokrinologi Indonesi (PERKENI) tahun 2011. Sedangkan menurut konsensus
Perkeni tahun 2015, prevalensi DM pada tahun 2018 adalah sebesar 10,9%. Pada
tahun 2013, sebanyak 2,1% orang di Jawa Timur mengalami DM dan sebanyak
2,5% diketahui mengalami tanda dan gejala DM. Menurut Dinas Kesehatan
Kabupaten Jember dalam Profil Kesehatan Kabupaten Jember pada tahun 2014,
Penyakit DM berada pada urutan ke 3 setelah ISPA dan Hipertensi Primer pada 10
besar penyakit rawat jalan di rumah sakit Kabupaten Jember tahun 2013.

C. Klasifikasi Diabetes Mellitus


Klasifikasi DM menurut Smeltzer (2013) yaitu :
1. DM tipe 1
DM tipe 1 disebut dengan IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
merupakan DM yang tergantung dengan insulin. DM tipe satu ditandai dengan
destruksi sel-sel beta pankreas akibat faktor genetik, imunologis, dan mungkin
juga lingkungan. Pada diabetes tipe ini diperlukan injeksi insulin. Gejala
diabetes tipe 1 terjadi secara mendadak, biasanya sebelum usia 30 tahun
(Smeltzer, 2013).
2. DM tipe 2
DM tipe 2 disebut dengan NIDDM (Non-Insulin Dependent Diabetes
Mellitus) merupakan DM yang tidak tergantung dengan insulin. DM ini
disebabkan oleh sensitivitas insulin yang menurun (resistensi insulin) atau
disebabkan akibat penurunan jumlah insulin yang diproduksi. Diabetes tipe 2 ini
paling sering dialami oleh pasien yang berusia lebih dari 30 tahun dan pasien
yang mengalami obesitas (Smeltzer, 2013).
3. DM Gestasional
DM gestasional merupakan DM yang terjadi selama masa kehamilan.
Diabetes gestasional ditandai dengan setiap derajat intoleransi glukosa yang
terjadi selama masa kehamilan (trimester kedua atau ketiga). Resiko diabetes
gestasional mencakup obesitas, riwayat personal mengalami diabetes
gestasional, glikosuria, atau riwayat kuat keluarga mengalami diabetes
(Smeltzer, 2013).

D. Faktor Resiko Diabetes Mellitus


Beberapa faktor resiko terjadinya DM yaitu :
1. Faktor genetik
DM dapat diturunkan melalui riawayat keluarga yang memiliki penyakit
DM. Hal ini tejadi karena DNA seseorang yang mengalami DM diinformasikan
pada gen berikutnya yang berkaitan dengan penurunan fungsi insulin (Riyadi
dan Sukarmin, 2008). Anak dari penyandang DM mempunyai resiko yang lebih
tinggi dua hingga empat kali terkena DM dan 30% resiko mengalami intoleransi
glukosa (LeMone et al., 2012).
2. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fungsi fisiologis setelah usia 40
tahun. Penurunan fungsi ini dapat mengakibatkan fungsi endokrin pankreas
untuk memproduksi insulin menurun.

3. Obesitas
Obesitas dapat menyebabkan sel beta dalam pankreas mengalami
hipertropi yang dapat berpengaruh pada produksi insulin. Hipertropi pankreas
disebabkan karena adanya peningkatan metabolisme glukosa untuk mencukupi
energi sel akibat obesitas (Riyadi dan Sukarmin, 2008).
4. Pola makan
Pola makan yang salah mempengaruhi efektivitas kerja sel beta pankreas.
Malnutrisi dapat menyebabkan kerusakan pankreas, sedangkan obesitas dapat
menyebabkan peningkatan resistensi insulin (Riyadi, 2008).
5. Infeksi
Masuknya bakteri atau virus kedalam pankreas menyebabkan kerusakan
sel pankreas. Kerusakan sel pankreas dapat berakibat pada fungsi pankreas yang
turun salah satunya adalah memproduksi hormon insulin (Riyadi, 2008)
6. Stres
Stres membuat kerja metabolisme dan kerja pankreas meningkat. Hal ini
dapat menyebabkan kerusakan pankreas sehingga menurunkan hasil kerja
insulin (Riyadi dan Sukarmin, 2008).
7. Kehamilan
Pada wanita, kehamilan dapat menjadi faktor resiko terkena DM
terutama wanita yang pernah melahirkan bayi dengan berat badan bayi lebih
dari 4500 gram atau memiliki riwayat diabetes gestasional (LeMone et al.,
2012)

E. Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus


Penderita DM mengalami manifestasi yang lambat dan sering kali tidak
menyadari penyakitnya (LeMone et al., 2015). Menurut Smeltzer (2013),
manifestasi klinis DM secara umum yaitu terjadi poliuria, polidipsi, dan
polifagia. Penderita DM biasanya merasa keletihan dan kelemahan, perubahan
pandangan secara mendadak, sensasi kesemutan atau kebas di tangan maupun
kaki, dan kulit kering. Manifestasi klinis DM juga menunjukkan tanda dan gejala
diabetes ketoasidosis yang berupa nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi
dan napas berbau buah. Orang yang terkena DM biasanya sering mengalami lesi
di kulit atau luka yang sembuhnya lama, dan sering mengalami infeksi yang
berulang. (ADA, 2018). Diabetes tipe 2 disebabkan oleh intoleransi glukosa yang
progresif dan berlangsung perlahan (bertahun-tahun) yang mengakibatkan
komplikasi jangka panjang seperti penyakit pada mata, neuropati perifer, maupun
penyakit vaskuler perifer (Smeltzer, 2013).
Tabel Manifestasi klinis diabetes melitus berdasarkan dasar patologis

Manifestas
Dasar Patofisiologi DM Tipe 1 DM Tipe 2
i Klinis
Poliuri Air tdk diabsorbsi di tubulus ginjal ++ +
sekunder aktifitas osmotic glukosa;
sehingga kehilangan air, glukosa dan
elektrolit.
Polidipsi Dehidrasi sekunder terhadap poliuri yang ++ +
menyebabkan haus.
Banyak makan sekunder terhadap
Polifagia kerusakan jaringan (katabolisme) ++ +
menyebabkan mudah lapar.
Berat badan Penurunan berat badan sekunder ++ -
menurun terhadap penurunan jumlah air, glikogen,
dan cadangan trigliserida; kehilangan
kronis sekunder terhadap penurunan
massa otot perubahan asam amino pada
bentuk glukosa dan badan keton.
Penglihatan Sekunder terhadap paparan kronis pada + ++
kabur lensa mata dan retina.
Pruritus, Infeksi bakteri dan jamur pada kulit. + ++
infeksi
kulit,
vaginitis
Ketonuria Ketika glukosa tidak dapat digunakan ++ -
sebagai energi pada sel-sel yang
tergantung insulin, asam lemak akan
digunakan sebagai energi, asam lemak
akan dipecah dalam bentuk keton di
dalam darah dan diekskresikan ke ginjal;
pada DM tipe 2, insulin cukup untuk
menekan kelebihan penggunaan asam
lemak tetapi tidak cukup bila
menggunakan glukosa.
Kelemahan, Penurunan volume plasma menyebabkan ++ +
lelah, hipotensi postural; kehilangan potassium
pusing dan metabolisme protein menyebabkan
kelemahan.
Ket : (+) sering nampak, (++) selalu nampak, (-) tidak selalu nampak

F. Patofisiologi Diabetes Mellitus


Glukosa secara normal bersirkulasi dalam darah dengan jumlah
tertentu.Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, adalah
hormon yang diproduksi oleh pankreas berfungsi untuk mengendalikan kadar
glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Insulin
berperan untuk memasukkan glukosa kedalam sel dalam proses metabolisme.
Apabila insulin tidak bekerja, maka glukosa tidak dapat masuk kedalam sel, dan
berada di pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kadar glukosa darah meningkat
(Misnadiarly, 2008). Resistensi insulin yang terjadi pada otot dan liver serta
disfungsi sel beta pankreas adalah kerusakan utama akibat DM. Perubahan
metabolisme dapat menyebabkan glukosuria karena glukosa mencapai ambang
batas pada ginjal. Poliuria disebabkan karena glukosuria karena adanya sifat
glukosa yang menarik air. Poliuria menyebabkan kehilangan banyak air, natrium
dan klorida sehingga menyebabkan meningkatnya rasa haus. Saat sel tubuh
kekurangan bahan untuk melakukan metoblisme sehingga terjadi polifagia
(Baradero, 2009).

Pada DM tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena


sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa
terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukut oleh hati. Di samping itu
glukkosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun
tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemi postprandial (sesudah
makan) (Price & Wilson, 2006). Konsentrasi glukosa dalam darah yang tinggi
menyebabkan ginjal dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring
keluar, akibatnya glukosa tersebut dapat muncul dalam urin (glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, akan terjadi diuresis
osmotik, yaitu ekskresi yang berlebih dari cairan dan elektrolit. Akibat dari
kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatann dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidpsia). Defisiensi insulin juga mengganggu
metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan serta
terjadi peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori.
Selain itu, pemecahan lemak yang terjadi dapat meningkatkan produksi badan
keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton
merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam-basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang terjadi dapat menyebabkan
tanda-tanda gejala nyeri abdomen, mual muntah, hiperventlasi, napas berbau
aseton dan bila tidak tertangani dapat menimbulkan perubahan kesadaran, koma
bahkan kematian (Smeltzer, 2013).
Pada DM tipe 2 terjadi gangguan sekresi dan resistensi insulin. Pada
kondisi normal insulin akan berikatan dengan reseptor khusus di permukaan sel
kemudian akan membentuk rangkaian reaksi metabolisme glukosa di dalam sel.
Pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin disertai penurunan reaksi intrasel
sehingga insulin menjadi tidak efektif pada pengambilan glukosa oleh jaringan.
Resistensi insulin dan pencegahan terbentuknya glukosa darah dapat dilakukan
dengan meningkatkan jumlah insulin yang disekresikan (Smeltzer, 2013)..

Resistensi insulin dan pencegahan terbentuknya glukosa dalam darah diatasi


dengan meningkatkan jumlah sekresi insulin. Seseorang yang mengalami keadaan
gangguan glukosa, tubuh membutuhkan insulin yang lebih banyak untuk
menyeimbangi peningkatan glukosa, namun jika sel β pankreas tidak mampu
memproduksi insulin untuk menyeimbangi peningkatan glukosa darah dan terjadi
hiperglikemia maka dapat terjadi DM tipe 2 (Smeltzer, 2013). Terjadinya
hiperglikemia akibat kendali glukosa darah yang normal berperan sentral untuk
terjadi dasar kerusakan vaskuler baik mikro maupun makrovaskuler, mempunyai
korelasi positif pada berat dan lamanya hiperglikemia. Efek kerusakan jaringan
bermula dari terbentuknya reactive oxygen spesies (ROS). Reactive Oxygen
Species (ROS) berbahaya bagi organ adalah radikal bebas hidroksil (OH-) karena
yang paling reaktif menyerang molekul biologis. Serangan ROS dari aloksan
menyebabkan sel-sel beta pankreas mengalamikerusakan dan berdampak pada
penurunan insulin sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat
(hiperglikemia).

G. Pemeriksaan Diagnostik Diabetes Mellitus


Diagnosis DM didasarkan pada pemeriksaan kadar glukosa dalam darah
secara enzimatik menggunakan plasma darah vena. Ada beberapa cara
pemeriksaan untuk mendiagnosa DM dan masing-masing cara harus dipastikan
kembali dan diulang pada hari berikutnya (LeMone et al., 2015). Kriteria
diagnostik DM menurut Perhimpunan Endokronologi Indonesi (PERKENI) tahun
2015 adalah :
1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa dengan hasil sama dengan atau lebih dari
126 mg/dl yang dilakukan pada pagi hari sebelum sarapan.Puasa adalah
kondisi dimana tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
2. Pemeriksaan glukosa plasma dengan hasil sama dengan atau lebih dari 200
mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) menggunakan beban
glukosa sebesar 75 gram.
3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu sama dengan atau lebih dari 200 mg/dl
disertai dengan manifestasi klinis diabetes, yaitu adanya poliuria, polidipsia,
polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya.
4. Pemeriksaan HbA1c dengan hasil sama dengan atau lebih dari 6,5%
menggunakan metode terstandarisasi.
Jika hasil glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dL dan hasil TTGO gula
darah dua jam sebesar <140 mg/dL maka termasuk dalam kelompok glukosa
darah puasa terganggu (GDPT). Apabila tes glukosa dilakukan dua jam
setelah TTGO dan memiliki hasil antara 140-199 mg/dL dan hasil glukosa
plasma puasa <100 mg/dL, maka termasuk kelompok toleransi glukosa
terganggu (TGT) (PERKENI, 2015).

H. Dampak Diabetes Mellitus


1. Dampak Psikologis
Dampak psikologis yang diakibatkan oleh DM seperti terjadi terdapat
gangguan emosional seperti adanya penolakan, cemas, stres, depresi, marah.
Penolakan pada kondisi diabetes, biasanya terjadi pada awal didiagnosa DM
(ADA, 2018). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa seseorang dengan DM
memiliki resiko lebih besar untuk depresi daripada seseorang tanpa DM. Kejadian
depresi yang tinggi pada penderita DM dapat menurunkan kualitas hidup pasien
DM penurunan dalam kemampuan untuk melakukan perawatan DM (Piette et al.,
2004)
2. Dampak fisik
Dampak fisik pada DM Mellitus berhubungan dengan komplikasi DM yang
dikelompokkan menjadi komplikasi akut dan kronik. Komplikasi akut terjadi
akibat intoleransi glukosa dalam jangka waktu pendek, mencakup hiperglikemia,
diabetes ketoasidosis (DKA), dan hyperglikemik hyperosmolar non ketotic
syndrome (HHNS). Komplikasi kronik biasanya terjadi setelah 10-15 tahun
menderita DM. Komplikasinya mencakup penyakit makrovaskuler (pembuluh
darah besar) yang mempengaruhi sirkulasi koroner, pembuluh darah perifer, dan
pembuluh darah otak, selain itu juga terjadi komplikasi penyakit mikrovaskuler
(pembuluh darah kecil) yang mempengaruhi mata (retinopati) dan ginjal
(nefropati) serta penyakit neuropati yang mempengaruhi syaraf sensorik, motorik
dan otonom serta berperan memunculkan berbagai masalah seperti impotensi dan
ulkus kaki (Smeltzer, 2013).
Sebagian besar komplikasi diabetes terbagi atas dua kategori yaitu
komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler (Diabetes Forecast, 2013).
Komplikasi tersebut terjadi akibat lama dan beratnya hiperglikemia (Baradero
dkk., 2009).
a. Komplikasi makrovaskular
Komplikasi makrovaskuler disebabkan oleh aterosklerosis. Aterosklerosis
terjadi karena kadar glukosa darah meningkat, metabolit glukosa, dan
tingginya asam lemak di dalam darah yang menyebabkan permeabilitas sel
endotel meningkat dan menyebabkan molekul lemak masuk ke arteri
sehingga menyebabkan kerusakan pada lapisan endotel arteri (Corwin, 2009).
Penderita DM dengan komplikasi makrovaskular dapat berupa penyakit arteri
koroner, penyakit serebrovaskuler, dan penyalit vaskuler perifer (Ernawati,
2013).

1. Penyakit arteri koroner menyebabkan penyakit jantung koroner akibat


kontrol glikemik yang buruk dalam waktu yang lama.
2. Penyakit serebrovaskuler terjadi karena pasien mengalami perubahan
aterosklerotik dan pembuluh darah serebral atau terbentuknya emboli pada
pembuluh darah dan terjepit sehingga menyebabkan serangan iskemik
sesaat.
3. Penyakit vaskuler perifer terjadi adanya perubahan aterosklerotik
pembuluh darah besar di tungkai bawah yang menyebabkan berkurangnya
denyut nadi perifer dan merasakan nyeri. Pasien juga dapat mengalami
gangren akibat penyakit oklusif arteri parah pada ekstremitas bawah.
b. Komplikasi mikrovaskular
Tingginya kadar glukosa darah menyebabkan penebalan pada pembuluh
darah kecil yang menyebabkan iskemik atau penurunan oksigen dan zat gizi
ke jaringan (Corwin, 2009). Beberapa komplikasi mikrovaskuler antara lain:
1. Retinopati diabetik
Retinopati diabetik adalah gangguan pada mata akibat hiperglikemia
sehingga terjadi perubahan pembuluh darah kecil retina mata. Retinopati
diabetik yang dialami diabetik dapat menyebabkan kebutaan (Ernawati,
2013). Terdapat tiga penyakit utama pada mata akibat DM yakni
retinopati, glaukoma, dan katarak (Ndraha, 2014).
2. Nefropati diabetik
Nefropati diabetik merupakan penyakit yang disebabkan oleh kerusakan
pembuluh darah kecil yang menyebabkan ginjal kurang bekerja secara
maksimal. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh kerusakan kapiler
glumerulus akibat hipertensi dan glukosa plasma darah yang tinggi
(Corwin, 2009). Penderita akan mengalami penumpukan cairan, kurang
tidur, penurunan nafsu makan, saki perut, lemah, dan sulit berkonsentrasi
(ADA, 2018).
3. Neuropati diabetik
Neuropati diabetik merupakan penyakit saraf yang disebabkan oleh DM.
Neuropati diabetik disebabkan oleh kadar glukosa darah yang berlebihan
termasuk hiperglikosilasi protein yang melibatkan fungsi saraf (Corwin,
2009). Saraf tidak bisa menghantarkan rangsangan impuls saraf, salah
kirim atau terlambat kirim tergantung dari berat dan ringannya kerusakan
saraf dan saraf mana yang terkena sebagai akibat adanya neuropati
diabetik (Ndraha, 2014). Gejala umum neuropati berupa kesemutan, mati
rasa, nyeri, namun beberapa orang tidak mengalami nyeri, kurangnya
sensasi ketika mendapatkan luka, dan memicu munculnya infeksi yang
berujung pada amputasi (Diabetes Forecast, 2013).

I. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus


Penatalaksanaan DM secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penderia DM, yang mempunyai tujuan jangka pendek untuk mengurangi keluhan
DM, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi resiko komplikasi akut.
Sedangkan tujuan jangka panjang penatalaksanaan DM adalah untuk menghambat
progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati sehingga tujuan akhir
dari penatalaksanaan DM adalah turunnya angka morbiditas dan mortalitas DM.
Penatalaksanaan umum yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut
adalah dengan mengendalikan glukosa darah, berat badan, tekanan darah, dan
lipid melalui pengelolaan secara komprehensif (PERKENI, 2015).
Penatalaksanaan pasien DM menurut PERKENI tahun 2015, terdiri dari 4
pilar, yaitu :
1. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Pengaturan makan pada penderita DM adalah makanan seimbang yang
sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi penderita DM. Bagi penderita
DM perlu penekanan pada pentingnya jadwal makan, jenis dan jumlah kalori
terutama pada penderita yang melakukan terapi insulin. Komposisi makanan
yang dianjurka terdiri dari 45-65% karbohidrat dan 10-20% proterin dari total
asupan energi, serta 20-25% asupan lemak dari kebutuhan kalori.
Penatalaksanaan nutrisi DM dirancang untuk memenuhi tujuan (Smetlzer,
2013), yakni:
a. Memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral
b. Menormalkan dan mempertahankan berat badan yang sesuai
c. Memenuhi kebutuhan energi yang diperlukan
d. Mencegah ketidakstabilan glukosa dalam darah
e. Menurunkan lemak darah bila mengalami peningkatan
2. Latihan Jasmani
Berolahraga selain bertujuan menjaga kebugaran dan menjaga beart badan,
dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan peningkatan pengambilan glukosa
oleh otot dan memperbaiki sensitivitas insulin. Berolahraga juga dapat
meningkatkan sirkulasi darah dan tonus otot. Kegiatan olahraga yang disarankan
dilakukan secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama 20-45 menit.
Latihan jasmani yang dianjurkan untuk penderita DM sepertijalan cepat, jogging
bersepeda santai, dan berenang. Latihan jasmani disesuaikan dengan umur dan
status kesehatan penderita DM masing-masing individu.

3. Edukasi
Edukasi dilakukan untuk meningkatkan promosi hidup sehat dalam upaya
pencegahan dan pengelolaan DM secara holistik. Pengelolaan diabetes secara
optimal membutuhkan partisipasi pasien dalam upaya penerapan perilaku hidup
sehat. Materi edukasi yang diberikan dapat berisi tentang pengelolaan DM secara
mandiri seperti mengkonsumsi makanan sehat, mengkonsumsi obat diabetes
teratur serta pada waktu yang tertentu, melakukan aktivitas secara teratur,
melakukan kontrol glukosa darah mandiri dan memanfaatkan informasi, serta
melakukan perawatan kaki secara berkala.

4. Intervensi farmakologis
Intervensi farmakologis digunakan jika kadar glukosa optimal belum
tercapai dan diberikan bersama pengaturan pola makan serta latihan jasmani.
Terapi Farmakologis terdiri dari :
a. Obat Antihipoglikemik Oral
Obat antihiperglikemik oral teridiri dari pemacu sekresi insulin (insulin
secretagogue) seperti sulfonilurea dan glinid, peningkat sensitivitas terhadap
insulin seperti metformin dan tiazolidindion (TZD), dan penghambat absorbsi
glukosa disaluran pencernaan,
b. Obat Antihiperglikemik Suntik
Obat antihiperglikemik suntik terdiri dari insulin, agonis GLP-1 serta
kombinasi insulin dan kombinasi GLP-1. Penggunaan obat antihiperglikemik
suntik digunakan dengan pertimbangan yang disesuaikan dengan kondisi individu
penderita DM.
Diabetes Melitus

J. Clinical Pathway

Faktor genetik Imunologi Usia diatas 30 tahun Obesitas

Antigen HLA (DR3/ DR4) Infeksi virus Peningkatan pemasukan karbohidrat


Toleransi insulin

Gangguan fungsi limfosit Merusak sistem imun


Insulin tidak adekuat

Kerusakan sel beta Penurunan jumlah insulin Ketidakefektifan


perfusi jaringan
Glukosa tidak dapat dihantar ke sel perifer

Hiperglikemia Risiko Ketidakstabilan kadar glukosa darah Iskemik jaringan

Aliran darah
Ginjal tak mampu memfiltrasi glukosa Intake glukosa sel Angiopati diabetik Viskositas darah meningkat
melambat

Glukosuria Peningkatan pemecahan


protein dan lemak Makro angiopati Mikro angiopati

Diuretik osmotik
Polifagi Terganggunya aliran Pembuluh darah Retinopatidiabetik
darah ke kaki tersumbat
Poliuri dan Polidipisi
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh Penurunan asupan O2 Iskemik Polineuropati Nyeri Kronis
Dehidrasi dan nutrisi

Defisien Vol. Cairan Luka sulit sembuh

Kerusakan integritas kulit Grade 0-1 Gangren Ulkus

Kerusakan integritas jaringan Grade 2-5


K. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Menurut Dongoes, et al (2010), pengkajian yang dapat dilakukan pada pasien
dengan diabetes melitus adalah sebagai berikut.
a) Aktivitas/istirahat
- Gangguan istirahat dan tidur
- kelemahan, fatigu, kesulitan berjalan dan bergerak
- kram otot, penurunan kekuatan otot
b) Sirkulasi
- riwayat hipertensi; infark miokard akut, mati rasa, kesemutan pada
ekstremitas
- Ulser pada ekstremitas, penyembuhan lambat
c) Eliminasi
- perubahan pola berkemih
- poliuri
- Nokturia
- rasa nyeri dan terbakar saat berkemih (infeksi kandung kemih)
- infeksi saluran kemih
d) Makan/cairan
- kehilangan nafsu makan, mual dan muntah
- tidak mengikuti diet yang ditentukan, peningkatan asupan dlukosa dan
karbohidrat
- sering haus
e) Neurosensorik
- pusing
- sakit kepala
- kesemutan, mati rasa, kelemahan pada otot
- gangguan visual
f) Nyeri/kenyamanan
- perut kembung dan nyeri
g) Pernafasan
- batuk, dengan atau tanpa sputum purulen (infeksi)
h) Keamanan
- kulit kering dan gatal, ulserasi pada kulit
i) Seksualitas
- Keputihan (rentan terhadap infeksi)
Menururt Manaf (2006), adapun Pengkajian yang dapat dilakukan pada
pasien dengan diabetes melitus adalah sebagai berikut.
(1) Keluhan Utama. Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen,
nafas pasien mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi,
penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala
(2) Riwayat kesehatan sekarang. Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma
Hipoglikemik, KAD/ HONK), penyebab terjadinya penyakit (Coma
Hipoglikemik, KAD/ HONK) serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita
untuk mengatasinya.
(3) Riwayat kesehatan dahulu. Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit –
penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
(4) Riwayat kesehatan keluarga. Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat
keluarga tentang penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat
melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan,
pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid,
diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
(5) Riwayat psikososial. Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan
emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
(6) Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus. Poliuria, polidipsia, polifagia,
penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan,
peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit
dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.
(7) Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik
dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum (Kesadaran secara kualitatif maupun kuantitatif), tanda-tanda
vital seperti tekanan darah, pernafasan, nadi dan suhu
2) Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi):
a. Kepala
1. Rambut, Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang,
kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan
rasa sakit pada pasien.
2. Muka/ Wajah, Simetris atau tidak? Apakah ada nyeri tekan?
3. Mata, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
4. Telinga, Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya
infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar
cairan dari telinga, melihat serumen telinga berkurangnya pendengaran,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran
5. Hidung, Apakah ada pernapasan cuping hidung? Adakah nyeri tekan?
Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya?
6. Mulut, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah
goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah
7. Tenggorokan, Adakah tanda-tanda peradangan tonsil? Adakah tanda-tanda
infeksi faring, cairan eksudat?
b. Leher
Adakah nyeri tekan, pembesaran kelenjar tiroid? Adakah pembesaran vena
jugularis?
c. Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekuensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale? Pada auskultasi,
adakah suara napas tambahan? Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada.
Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.
d. Jantung
Bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya? Adakah bunyi
tambahan? Adakah bradicardi atau tachycardia?
e. Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen? Bagaimana
turgor kulit dan peristaltik usus? Adakah tanda meteorismus? Adakah
pembesaran lien dan hepar? Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare,
konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.
f. Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Turgor kulit
menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu
kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka,
tekstur rambut dan kuku.
g. Ekstremitas
Apakah terdapat oedema,Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan
tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas?
h. Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi? Poliuri, retensio urine,
inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih?
Pemeriksaan Penunjang
1) Glukosa darah
Menurut PERKENI (2011) diagnosis DM ditegakkan atas dasar
pemeriksaan kadar gula darah. . Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga
cara:

a. Jika keluhan klasik ditemukan maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu


>200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
b. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan
klasik.
c. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). TTGO dengan beban 75g glukosa lebih
sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa,
namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan yaitu sulit untuk dilakukan
berulang-ulang dan jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
Tes TTGO ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu metode analisis,
plasma serum (darah kapiler atau vena) (Smeltzer & Bare, 2013).
2) HBAIC (Glucosated Haemoglobin AIC) meningkat yaitu terikatnya glukosa
dengan Hb. (Normal : 3,8-8,4 mg/dl).
3) Aseton plasma (keton) ; Positif secara mencolok.
4) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
5) Osmolalitas serum : Meningkat tetapi biasanya kurang dari 330Mosm/l
6) Elektrolit :
a) Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun
b) Kalium : Normal
c) Fosfor : Lebih sering menurun
7) Hemoglobin Glikosilat : kadar meningkat 2 – 4 kali dari normal yang
mencerminkan kontrol diabetes melitus yang kurang selama 4 bulanterakhir.
8) Gas Darah Arteri : Biasanya menunjukkan pH rendahdan penurunanpada
HCO2 (Asidosis Metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
9) Trombosit darah : Hematokrit mungkin meningkat (dehidrasi) ;Leukositosis,
hemokonsentrasi, merupakan respon terhadap stressatau infeksi.
10) Ureum / kreatinin : Mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi /penurunan
fungsi ginjal ).
11) Amilase darah : Mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
12) Insulin darah : Mungkin menurun / bahkan sampai tidak ada ( tipe I ) atau
normal sampai tinggi ( tipe II ), mengindikasikan infusiensi insulin, gangguan
dalam penggunaannya.
13) Resistensi insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukkan
antibodi (autoantibodi)
14) Pemeriksaan fungsi tiroid: Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
15) Urin : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat
16) Kultur dan sensitivitas: Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernapasan dan infeksi pada luka.

b. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemik jaringan
b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan gangren grade 2-5
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangren grade 1-2
d. Nyeri kronik berhubungan dengan polineuropati
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan polifagi
f. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
g. Risiko Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
hiperglikemis
c. Intervensi/Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam Manejemen sensasi perifer (2660)
perfusi jaringan Pasien dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
perifer Perfusi jaringan: perifer (0407) panas/dingin/tajam/tumpul
behubungan Indikator Awal Akhir Keterangan 2. Monitor tanda-tanda vital
dengan diabetes Pengisian kapiler 1:deviasi berat 3. Monitor adanya paretese
mellitus: iskemik jari dari kisaran 4. lnstruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau
jaringan (00228) Tekanan darah normal laserasi
sistolik 2: deviasi cukup 5. Gunakan sarung tangan untuk proteksi
Tekanan darah berat dari 6. Monitor adanya penekanan dari gelang, alat-alat medis, sepatu dan
diastolik kisaran normal baju
3: deviasi 7. Kolaborasi pemberian analgetik
Edema perifer
sedang dari 8. Monitor adanya tromboplebitis dan tromboemboli pada vena
Kram otot
kisaran normal 9. Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
4: deviasi
ringan dari
kisaran normal
5: tidak ada
deviasi dari
kisaran normal
Kerusakan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam Pengecekan Kulit (3590)
integritas jaringan Pasien dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Periksa kulit dan selaput lendir
berhubungan Integritas Jaringan: Kulit dan membran mukosa (1101) terkait dengan adanya kemerahan, kehangatan ekstrim, edema,
dengan gangren Indikator Awal Akhir Keterangan atau drainase.
grade 2-5 (00044) Suhu Kulit 1: Keluhan 2. Amati warna, kehangatan,
Tekstur Berat bengkak, pulsasi, tekstur, edema, dan ulserasi pada ekstremitas
Integritas kulit 2: Keluhan 3. Gunakan alat pengkajian untuk
Lesi pada kulit cukup berat mengindentifikasi pasien yang berisiko mengalami kerusakan
Pengelupasan 3: Keluhan integritas kulit (misalnya, skala braden)
kulit sedang 4. Monitor warna dan suhu kulit
Penebalan kulit 4: Keluhan 5. Monitor kulit untuk adanya
Eritema ringan kekeringan yang berlebihan dan kelembapan
Nekrosis 5: Tidak ada 6. Monitor infeksi terutama di
keluhan daerah edema
Pengerasan Kulit 7. Dokumentasikan perubahan
membran mukosa
8. Gunakan langkah-langkah untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut (Misal, melapisi kasur,
menjadwalkan reposisi)
9. Ajarkan keluarga/pemberi
asuhan mengenai kerusakan kulit dengan tepat.

Perawatan Luka (3660)


1. Monitor karakteristik
luka termasuk drainase, warna, ukuran, dan bau.
2. Ukur luas luka yang
sesuai
3. Bersihkan dengan
normal saline atau pembersih yang tidak beracun dengan tepat.
4. Berikan perawatan ulkus
pada kulit yang diperlukan,
5. Oleskan salep yang
sesuai dengan jenis luka
6. Berikan balutan yang
sesuai dengan jenis luka
7. Perhatikan teknik
balutan steril ketika melakukan perawatan luka yang tepat
8. Ganti balutan sesuai
dengan jumlah eksudat dan drainase
9. Bandingkan dan catat
setuipa perubahan luka
10. Anjurkan pada pasien
dan keluarga untuk mengenali tanda dan gejala infeksi
11. Dokumentasikan lokasi
luka, ukuran dan tampilan
Kerusakan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam Pengecekan Kulit (3590)
integritas kulit Pasien dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan adanya kemerahan,
berhubungan Integritas Jaringan: Kulit dan membran mukosa (1101) kehangatan ekstrim, edema, atau drainase.
dengan gangren Integritas Jaringan: Kulit dan membran mukosa (1101) 2. Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur, edema, dan
grade 1-2 Indikator Awal Akhir Keterangan ulserasi pada ekstremitas
Suhu Kulit 1: Keluhan 3. Gunakan alat pengkajian untuk mengindentifikasi pasien yang
Tekstur Berat berisiko mengalami kerusakan integritas kulit (misalnya, skala
Integritas kulit 2: Keluhan braden)
Lesi pada kulit cukup berat 4. Monitor warna dan suhu kulit
Pengelupasan 3: Keluhan 5. Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang berlebihan dan
kulit sedang kelembapan
Penebalan kulit 4: Keluhan 6. Monitor infeksi terutama di daerah edema
Eritema ringan 7. Dokumentasikan perubahan membran mukosa
Nekrosis 5: Tidak ada 8. Gunakan langkah-langkah untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
keluhan (Misal, melapisi kasur, menjadwalkan reposisi)
Pengerasan Kulit 9. Ajarkan keluarga/pemberi asuhan mengenai kerusakan kulit
dengan tepat.

Perawatan Luka (3660)


1. Monitor karakteristik luka termasuk drainase, warna, ukuran, dan
bau.
2. Ukur luas luka yang sesuai
3. Bersihkan dengan normal saline atau pembersih yang tidak
beracun dengan tepat.
4. Berikan perawatan ulkus pada kulit yang diperlukan,
5. Oleskan salep yang sesuai dengan jenis luka
6. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka
7. Perhatikan teknik balutan steril ketika melakukan perawatan luka
yang tepat
8. Ganti balutan sesuai dengan jumlah eksudat dan drainase
9. Bandingkan dan catat setuipa perubahan luka
10. Anjurkan pada pasien dan keluarga untuk mengenali tanda dan
gejala infeksi
11. Dokumentasikan lokasi luka, ukuran dan tampilan

Perlindungan Infeksi (6550)


1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Pertahankan asespsis
4. Berikan perawatan kulit yang tepat
5. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup
6. Ajarkan pasien dan keluarga bagaimana cara menghindari infeksi

Nyeri kronik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Manajemen nyeri (1400)
diharapkan kontrol nyeri dapat meningkat dengan kriteria 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
hasil: 2. Identifikasi faktor penyebab nyeri dan berikan informasi mengenai
Kontrol nyeri (1605) penyebab nyeri
Indikator Awal Akhir Keterangan 3. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan
Mengenali kapan 1. Tidak pernah 4. Beri dukungan kepada pasien untuk bisa menahan nyeri
nyeri terjadi menunjukkan 5. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
Menggunakan 2. Jarang 6. Lakukan kompres hangat pada daerah perut dan punggung
tindakan menunjukkan 7. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi
pengurangan 3. Kadang-kadang 8. Kendalikan faktor yang mempengaruhi pasien terhadap
dengan analgesik menujukkan
ketidaknyamanan (misalnya lingkungan tempat tidur, pencahayaan
Menggunakan 4. Sering
pengurangan menunjukkan dan suhu ruangan)
nyeri tanpa 5. Secara konsisten 9. Kolaborasi pemberian analgesik
analgesik menunjukkan
Melaporkan
nyeri yang
terkontrol
Ketidakseimbang Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam pasien diharapkan Manjemen Nutrisi (1100)
an nutrisi : kurang dapat memenuhi status nutrisi (1004) dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang dimiliki
dari kebutuhan Status Nutrisi (1004) pasien
tubuh (00002) Indikator Awal Akhir Keterangan 2. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
berhubungan Asupan gizi 1: Sangat 3. Berikan infomasi tentang kebutuhan nutrisi
dengan kurang Asupan menyimpang dari 4. Instruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi
asupan makanan makanan rentang normal 5. Anjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit pasien (yang
2: Banyak tidak berbahaya bagi kesehatan pasien)
menyimpang dari 6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
rentang normal nutrisi yang dibutuhkan pasien
3: Cukup
menyimpang dari
rentang normal
4: Sedikit
menyimpang dari
rentang normal
5: Tidak
menyimpang dari
rentang normal
Kekurangan Setelah dilakukan perawatan 1x24 jam pasien diharapkan Manajemen cairan (4120)
volume cairan mendapatkan kembali keseimbangan cairan (0601) dengan 1. Monitor status hidrasi
berhubungan kriteria hasil : 2. Jaga intake yang akurat dan catat output pasien
dengan Skala 3. Berikan cairan dengan tepat
Indikator Keterangan
kehilangan cairan Awal Akhir 4. Kolaborasi pemberian cairan
aktif mual dan Keseimbangan 1. Sangat terganggu
muntah (00027) intake dan 2. Banyak terganggu Manajemen hipovolemi (4180)
output dalam 3. Cukup terganggu 1. Monitor asupan dan pengeluaran
24 jam 4. Sedikit terganggu 2. Instruksikan pada pasien dan atau keluarga tindakan-tindakan yang
Kelembaban 5. Tidak terganggu dilakukan untuk mengatasi hipovolemia
membran 3. Jaga kepatenan akses IV
mukosa 4. Kolaborasi pemberian cairan

Risiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam Manajemen Hiperglikemi (2120)
Ketidakstabilan Pasien dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Monitor kadar glukosa darah sesuai indikasi
kadar glukosa Kadar glukosa darah (2300) 2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemi: poliuria, polidipsi,
darah Indikator Awal Akhir Keterangan polifagi, kelemahan, letargi, malaise, pandangan kabur, atau sakit
berhubungan Glukosa darah 1: Deviasi berat dari kepala
dengan Hemoglobin kisaran normal 3. Monitor ketonurin, sesuai indikasi
hiperglikemia glikosiliat 2: Deviasi yang 4. Monitor AGD, elektrolit dan kadar betahidroksibutirat sesuai yang
(00179) Fruktosamin cukup besar dari tersedia
Urin glukosa kisaran normal 5. Monitor nadi dan tekana darah ortostatik sesuai indikasi
6. Berikan insulin sesuai resep
7. Dorong asupan cairan oral
8. Monitor status cairan
9. Monitor cairan IV sesuai kebutuhan
10. Konsultasikan dengan dokter tanda gejala hiperglikemia yang
menetap atau memburuk
Urin keton 3: Deviasi sedang 11. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemi
dari kisaran normal 12. Antisipasi situasi dimana akan ada kebutuhan peningkatan insulin
4: Deviasi ringan 13. Batasi aktivitas kadar glukosa dari lebih dari 250 mg/dl
sedang dari kisaran 14. Intruksikan pasien dan keluarga mengenai pencegahan,
normal pengenalan tanda-tanda hiperglikemi dan manajemen hiperglikemi
5: Tidak ada deviasi 15. Dorong pemantauan sendiri kadar glukosa darah
dari kisaran normal 16. Bantu pasien dalam menginteperasikan kadar glukosa darah
17. Instruksikan pada pasien dan keluarga mengenai manajemen
diabetes selama periode sakit, termasuk penggunaan insulin
dan/atau obat oral, monitor asupan cairan, penggantian
karbohidrat dan kapan mencari bantuan petugas kesehatan, sesuai
kebutuhan.
18. Fasilitasi kepatuhan terhadap diet dan regimen latihan
19. Tes kadar glukosa darah anggota keluarga.
d. Discharge Planning
Menurut Dongoes, et al (2010), pasien diabetes melitus memerlukan bantuan
regimen diet, monitoring glukosa, pemberian obat dan perawatan diri, Selain itu
adapun discharge planning pada pasien DM yakni:
1. Kaji kemampuan pasien untuk meninggalkan RS
2. Kolaborasikan dengan terapis, dokter, ahli gizi, atau petugas kesehatan lain
tentang kebelanjutan perawatan pasien di rumah
3. Identifikasi bahwa pelayanan kesehatan tingkat pertama (puskesmas atau
petugas kesehatan di rumah pasien) mengetahui keadaan pasien
4. Identifikasi pendidikan kesehatan apa yang dibutuhkan oleh pasien meliputi:
cara pemberian terapi insulin mulai dari persiapan alat sampai penyuntikan dan
lokasi; memonitor atau memeriksa glukosa darah dan glukosa dalam urine;
perencanaan diet, buat jadwal; perencanaan latihan, jelaskan dampak latihan
dengan diabetik; cara untuk mencegah hiperglikemi dan hipoglikemi dan
infomasikan gejala gejala yang muncul dari keduanya; cara mencegah infeksi :
kebersihan kaki, hindari perlukaan, gunakan sikat gigi yang halus.
5. Komunikasikan dengan pasien tentang perencanaan pulang
6. Dokumentasikan perencanaan pulang
7. Anjurkan pasien untuk melakukan pengontrolan kesehatan secara rutin
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Associations. (2018). Living With Diabetes Mellitus. [serial
online]. http://www.diabetes.org/living-with-diabetes/
Baradero, M. 2009. Pasien Gangguan Endokrin : Seri Asuhan Keperawatan.
Jakarta : EGC
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner, C. M. 2016.
Nursing Intervention Classification (NIC), 6th Indonesian Edition. United
Kingdom: Elseiver Global Rights.
Corwin,Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku. Jakarta : EGC
Ernawati. 2013. Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Melitus Terpadu.
Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media
Herdman, T. H. 2018. NANDA-1 Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2018-2020, Ed. 11. Jakarta: EGC
International Diabtes Federation. (2018). IDF Diabetes Complications Congress
2018. [serial online]. https://www.idf.org/our-activities/congress/hyderabad-
2018.html
Kementerian Kesehatan. 2018. Persiapkan Riskesdas 2018 secara Matang. [serial
online]. www.depkes.go.id/pdf.php/
LeMone, Priscilla., K.M. Burke., & G. Bauldoff. 2012. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta : EGC
Misnadiarly. 2008. Diabetes Mellitus : Gangren, Ulcerm Infeksi, Mengenal
Gejala, Menanggulangi dan Mencegah Komplikasi. Jakarta : Pustaka
Populer Obor
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. 2016. Nursing Outcomes
Classification (NOC), 5th Edition Indonesian Edition. United Kingdom:
Elseiver Global Rights
Ndraha, S. 2014. Diabetes Melitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini. Medicinus
27(2).http://cme.medicinus.co/
Perhimpunan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). 2015. Pengelolaan dan
Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia. [serial online].
https://id.scribd.com/doc/310474800/Perkeni-Diabetes-Mellitus
Piette, J.D., C. Richardson., dan M. Valenstein. 2004. Addressing the Need of
Patients with Multiple Illness : The Case of Diabetes and Depression. The
American Journal of Managed Care. Vol. 10 No. 2.
Price, S. A. dan Wilson, L. M. W. 2005. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit edisi 6 volume 2. Jakarta: EGC
Riyadi, Slamet. 2017. Peningkatan Pengetahuan dan Efikasi Diri melalui Promosi
Kesehatan tentang Pencegahan Kekambuhan Pasien Paska Pasung pada
Keluarga di Kabupaten Belitung. Skripsi. Universitas Muuhammadiyah
Surakarta.
Riyadi, Sujono., & Sukarmin. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Eksokrin dan Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta : Graha Ilmu
Smeltzer, Susan C. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta : EGC
World Health Organization. (2018). Non-Communicable Disease. [serial online].
http://www.who.int/gho/en/

Anda mungkin juga menyukai