Anda di halaman 1dari 19

1.

ASPEK HUKUM DALAM KONSTRUKSI

1. Latar Belakang
Proses Kegiatan yang dilakukan oleh manusia bertolak pada salah satu prasarana penunjang
dalam hal komponen fisik bangunan untuk dapat mengerjakan serta mengembangkan berbagai
usahanya. Hingga saat ini kita dapat melihat bahwa pembangunan disegala bidang sedang giat-giatnya
dilaksanakan baik proyek fisik berupa gedung, rumah, dsb maupun berupa nonfisik berupa fasilitas-
fasilitas umum. Dari pelaksanaan proyek tersebut banyak tujuan (Goal Setting) yang dapat dicapai,
namun harus kita akui juga, bahwa ada banyak proyek-proyek yang tidak berhasil bahkan gagal sama
sekali. Kegagalan suatu proyek dapat dilihat dengan adanya proyek-proyek yang terlambat
penyelesaiannya baik ditinjau dari segi waktu (time), biaya (Cost), dan mutu hasil pengerjaan (Quality
Project), atau dalam hal lain dikarenakan tidak berfungsinya suatu bangunan sebagaimana awalnya
perencanaannya (baik karena perubahan lingkungan, orang-orang yang terlibat, dsb), dan juga
buruknya bangunan yang rusak dalam waktu yang relatif singkat (tidak mencapai umur rencana) setelah
proyek selesai dikerjakan, hal ini tentunya memberi dampak pada pemborosan dana pembangunan.
Tingkat keberhasilan ataupun kegagalan suatu proyek akan banyak ditentukan oleh pihak-pihak
yang terkait secara tidak langsung (Dalam hal ini bisa pemilik proyek, badan swasta, dan pemerintah)
maupun secara langsung yang dalam hal ini, yaitu Penyedia barang dan jasa (Kontraktor Pelaksana,
Konsultan perencana, Konsultan pengawas) dalam suatu siklus/ tahapan manajemen meliputi
Perencanaan (Planning), Pengorganisasian (Organizing), Pengisian staff (Staffing), pengarahan
(Directing), pelaksanaan, pengendalian (controling), dan pengawasan (supervising).
Proses pelaksanaan suatu proyek perlu melihat pada bagaimana suatu proyek pembangunan
tersebut dapat dikerjakan secara efektif dan efisien dalam pencapaian suatu kebutuhan. Pengerjaan
secara efektif dimaksudkan bahwa perlu adanya pengaktifan semaksimal mungkin sumber daya yang
ada (bahan, peralatan, material, dan pekerja), dan efisien dimaksudkan untuk meminimalkan segala
biaya yang diperlukan untuk suatu proyek. Secara garis besar proses ini dapat berjalan dengan baik, jika
pihak pelaksana proyek dapat memaksimalkan segala perihal yang mendukung pengerjaan tersebut,
serta adanya hubungan kerja yang baik dengan fungsi-fungsi kerja yang lain. Pelaksanaan suatu proyek
selalu didasari pada suatu kontrak kerja. dimana sebelumnya suatu suatu proses Pra kontrak. Kegiatan
pra kontrak meliputi segala proses persiapan dan pelaksanaan pengadaan jasa konstruksi (Tender) baik
melalui Pelelangan umum dan pelelangan terbatas.
Globalisasi perdagangan bebas telah mengkaitkan, bahwa setiap kegiatan yang menjadi komoditi
transaksi dalam perdagangan antar individu, antar regional dan antar negara harus menggunakan standar
mutu, baik standar mutu produk, standar sistem, standar proses maupun standar keselamatan, standar
kesehatan, standar keamanan, standar lingkungan dan lain-lainnya. Yang harus diatur dan ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan nasional yang mengacu pada standar internasional yang ada.
Komoditi produk yang diperdagangkan harus mencapai standar mutu yang telah disepakati bersama
oleh semua pihak dan masyarakat dunia. Barang siapa yang tidak mampu memenuhi standar mutu
tersebut tidak akan mampu bersaing, bahkan tidak akan dibeli orang.
Globalisasi perdagangan ini telah melanda semua sektor, baik sektor produk barang maupun
produk jasa. Tak ketinggalan produk jasa pelayanan konsultan yang dihasilkan atas dasar interaksi
penggunaan pikiran manusia (man braind) sebagai output yang dihasilkan dari sekelompok orang yang
menghasilkan produk jasa konsultan tersebut. Untuk mencapai mutu produk jasa konsultan yang
mampu memuaskan pelanggan, maka setiap badan usaha konsultan dituntut untuk memiliki
kemampuan kompetitif yang berdasarkan pada paradigma sebagai berikut
1. Pencapaian tingkat harapan pelanggan yang menyangkut kinerja (performance) konsultan,
2. Peningkatan efisiensi dalam pesaingan (competitifness) diantara para konsultan,
3. Manajemen badan usaha konsultan yang harus bersifat progresif fleksibel,
4. Berorientasi pada kemampuan kompetisi (competitifness oriented), bukan profit oriented.
Peningkatan kinerja konsultan yang secara terus menerus pada zaman kini merupakan
tantangan, mengingat jumlah badan usaha konsultan yang mengikuti persaingan untuk mendapatkan
pekerjaan semakin banyak pula. Dituntut setiap konsultan harus mampu menekan biaya seefeisien
mungkin, sehingga mampu memberikan penawaran harga yang bersaing, tetapi tetap memberikan jasa
sesuai standar, spesifikasi teknis dan harapan pelanggan yang telah ditetapkan.
Memperhatikan kondisi yang menuju efisiensi tersebut, maka setiap badan usaha harus
mengubah orientasinya dalam kemampuan bersaing (competitifness oriented) dengan pandai-pandai
memanfaatkan sumber daya seoptimal mungkin. Tidak lagi berorientasi mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya (profit oeriented) yang bakal menjadikan kalah bersaing, sehingga selalu menemui
kesulitan untuk memperoleh pekerjaan. Setiap pelaku usaha jasa konsultan harus mencermati kondisi
akibat globalisasi ini.

Pada proses pelaksanaan pengadaan barang dan jasa konstruksi, sangat diperlukan adanya
ketertiban antara pengguna dan penyedia Barang dan jasa dalam mengikuti dan menaati prosedur
pelaksanaan suatu pelelangan. Kejadian-kejadian dalam bidang jasa konstruksi yang terjadi dimasa
sekarang memperlihatkan adanya kelemahan dan permasalahan sebelum pelaksanaan konstruksi .
Contoh kasus pada bagaimana proses pelaksanaan pengadaan barang dan jasa konstruksi khusus pada
pelelangan terbatas yang kerap kali telah menyimpang dari prosedur, dimana terlihat adanya
kecerendungan untuk melakukan praktek kecurangan, Korupsi, Kolusi , dan Nepotisme (KKN) dalam
suatu proses pelelangan,diantaranya :
A. Langganan pemenang dari waktu- kewaktu.
B. Tender arisan diantara peserta lelang.
C. Pelaksanaan tender dengan tekanan.
Bertolak dari permasalahan yang terjadi diatas, maka kami menyadari perlu untuk
mengindentifikasi masalah yang ada. Secara garis besar pokok pembahasan yang dimasukkan dalam
rumusan masalah yaitu sebagai berikut :
- Apa penyebab terjadinya langganan pemenang, tender arisan, tender dengan tekanan
serta kelemahan dan kebaikannya.
- Bagaimana cara menghilangkan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) pada suatu proses
pelelangan.

1. Beberapa Pengertian Awal

Pemilik Proyek
Adalah Pemerintah Republik Indonesia yang diwakili Pemerintah daerah propinsi Dati I Sulawesi
Tengah.
Pemimpin Proyek
Adalah pejabat yang ditunjuk dengan surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
Sulawesi Tengah, yang mewakili dan bertindak untuk dan atas nama Pemerintah daerah tingkat I, untuk
mengendalikan pekerjaan yang tercantum dalam dokumen kontrak.
Proyek
Adalah suatu rangkaian kegiatan yang menggunakan berbagai sumber daya yang dibatasi dimensi
waktu dan biaya untuk mewujudkan gagasan serta tujuan yang telah ditetapkan.
Peserta lelang
Adalah rekanan yang bergerak dalam bidang jasa pemborongan, yang berhak mengikuti dan
hadir pada saat pelelangan.
Rekanan
Adalah badan hukum yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi yang berhak mengikuti
prakualifikasi dan pelelangan.
Kontraktor
Adalah badan hukum yang mengajukan penawaran harga pekerjaan yang telah ditunjuk oleh
pemilik atau pemimpin proyek dan telah menandatangani kontrak untuk melaksanakan pekerjaan.
Kontrak
Adalah suatu perikatan yang dituangkan dalam perjanjian tertulis dan isi kontrak telah disepakati
oleh pemberi kerja dan mitra kerja, setelah ditanda tangani merupakan hukum bagi kedua belah pihak
yang menandatangani.
Dokumen kontrak
Adalah suatu dokumen yang memuat persyaratan-persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang
harus dipenuhi untuk melaksanakan pekerjaan yang diperjanjikan, sesuai dengan dokumen
pengadaannya.
Dokumen Pengadaan
Adalah suatu dokumen yang memuat persyaratan-persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang
harus dipenuhi untuk melaksanakan pekerjaan yang terdiri dari :
a. Rencana kerja dan syarat-syarat (RKS)
b. Gambar-gambar pekerjaan
c. Perubahan-perubahan RKS dan gambar-gambar pekerjaan
d. Berita acara penjelasan pekerjaan dan peninjauan lapangan berupa perubahan-perubahannya.
Dokumen Pelelangan
Adalah dokumen pengadaan yang digunakan dalam suatu pelelangan pekerjaan yang diterbitkan
oleh pemilik
Penawar
Adalah peserta lelang yang telah diundang oleh pemilik untuk mengajukan penawaran
berdasarkan ketentuan pelelangan yang berlaku.
Engginer’s Estimate (EE) atau Estimasi Perencanaan
Adalah perkiraan biaya pekerjaan proyek / bagian proyek yang dibuat oleh perencana dan atau
konsultan.
Owner’s Estimate (OE) atau estimasi pemilik
Adalah perkiraan biaya pekerjaan proyek / bagian proyek yang dibuat oleh panitia yang
merupakan peninjauan kembali Engineer’s Estimate (EE) disahkan oleh pemimpin proyek.

Kolusi
Adalah persengkongkolan antara pihak yang kuasa dengan pihak yang berkepentingan, atau
sejenis dengan maksud saling menguntungkan, yang berakibat merugikan negara dan / atau masyarakat.
Korupsi
Adalah tindak pidana menurut undang-undang nomor 3 tahun 1991 melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan dengan menyalahgunakan wewenang,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang secara langsung atau
tidak langsung dapat merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara
Nepotisme
Adalah Kecenderungan untuk mengutamakan serta menguntungkan sanak saudara sendiri.
Pelelangan umum
Adalah pelelangan yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media
massa, media cetak, dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat luar
dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.
Pelelangan terbatas
Adalah pelelangan untuk pekerjaan tertentu yang diikuti oleh sekurang-kurangnya lima rekanan
yang tercantum dalam daftar rekanan terseleksi (DRT) yang dipilih diantara rekanan yang tercatat
dalam daftar rekanan mampu (DRM) sesuai dengan bidang usaha atau ruang lingkupnya atau kualifikasi
kemampuannya dengan pengumuman secara luas, melalui media massa, media cetak dan papan
pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat luas dunia usaha dapat
mengetahuinya.
Pemilihan langsung
Adalah pelaksanaan pengadaan barang dan jasa tanpa melalui pelelangan umum atau pelelangan
terbatas yang dilakukan dengan membandingkan sekurang-kurangnya 3 penawar dan melakukan
negoisasi, baik treknis maupun harga, sehingga diperoleh harga yang wajar dan teknis yang dapat
dipertanggungjawabkan dari rekanan yang tercatat dalam daftar rekanan mampu (DRM), sesuai bidang
usaha, ruang lingkupnya, atau kualifikasi kemampuannya.
Pengadaan langsung
Adalah pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang dilakukan diantara rekanan golongan
ekonomi lemah tanpa melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas atau langsung.

2. Indikator kelemahan atau permasalahan dalam proses pelelangan


Proses pelaksanaan suatu proyek konstruksi dapatlah berjalan dengan efektif bila didukung dengan
adanya suatu hubungan kerja sama (Coordinating) yang terkontrol diantara pihak-pihak yang terlibat
didalam suatu proyek. Oleh sebab itu,sebelum dilaksanakannya suatu proyek konstruksi perlu
dilakukannya proses pengadaan barang dan jasa konstruksi yang nantinya akan bertugas didalam
melaksanakan dan menyelesaikan konstruksi bangunan dilapangan. Untuk menunjang ketepatan
didalam mengambil keputusan pemenang dalam suatu pelelangan, diperlukan peninjauan secara
objektif dan transparan baik dari segi kelengkapan surat-surat maupun penawaran yang dilakukan oleh
pihak penyedia barang dan jasa konstruksi.
Pada masa yang terjadi sekarang ini, kita dapat melihat bagaimana proses pelaksanaan konstruksi
yang dijalankan oleh pihak-pihak terkait. Khusus pada batasan ini kita melihat perihal proses pelelangan
yang kerap kali menjadi masalah, akibat adanya kelemahan dalam prosedur pelaksanaan
pengaadaan barang dan jasa konstruksi.
3. Rencana Mutu Proyek (RMP)
Rencana Mutu Proyek (RMP) menjadikan bagian yang amat penting dalam kegiatan Satuan
Kerja di lingkungan Departemen PU, sebagai amanat Kepmen PU No. 362/KPTS/M2004 tentang
Penerapan Sistem Manajemen Mutu di Lingkungan Departemen PU Sebagaimana yang didefinisikan
dalam standar SNI 19-9000:2001, bahwa proyek adalah suatu proses yang unik terdiri dari suatu set
kegiatan yang terkoordinasi dan terkendali, mempunyai batasan oleh waktu (dari saat awal hingga
akhir) untuk mencapai suatu tujuan sesuai persyaratan tertentu dengan pengelolaan yang sangat
dipengaruhi oleh adanya kendala waktu, biaya dan sumber daya. Dengan demikian proses
penyelenggaraan proyek harus dilaksanakan secara efektif, maka diperlukan adanya Rencana Mutu
Proyek atau RMP. Dokumentasi RMP merupakan salah satu bukti otentik yang sangat penting dalam
sistem manajemen mutu penyelenggaraan proyek.

RMP merupakan bagian yang sangat penting dalam penerapan sistem manajemen mutu, dimana
RMP dokumen perencanaan yang harus dibuat sebelum proses realisasi penyelenggaraan proyek
dengan tujuan memberikan kepastian jaminan mutu (quality assurance) atas konsistensi proses dan
produk yang akan dihasilkan. RMP tidak terlepas dari tahapan proses pengadaan oleh Satuan Kerja
pada Instansi Pengguna Jasa, yang meliputi proses sejak dari tahap prakualifikasi, tender, penunjukkan
pemenang, penandatanganan kontrak hingga perintah mulai kerja.

Di dalam persyaratan standar, RMP merupakan dokumentasi perencanaan realisasi produk


untuk merencanakan dan mengembangkan proses realisasi produk secara konsisten dengan persyaratan
sistem manajemen mutu. RMP harus mengatur dan memuat ketentuan mengenai :

a) sasaran mutu dan persyaratan produk,


b) penetapan proses, dokumen dan penyediaan sumber daya spesifik yang diperlukan bagi produk,
c) persyaratan verifikasi, validasi, pemantauan, inspeksi, dan uji yang spesifik bagi produk dan kriteria
keberterimaan produk (criteria for product acceptance),
d rekaman-rekaman yang diperlukan untuk membuktikan bahwa proses realisasi dan hasil produk
memenuhi persyaratan

Dapat dikatakan bahwa, RMP adalah dokumen yang menetapkan proses-proses sistem manajemen
mutu, termasuk proses realisasi produk dan sumber daya yang digunakan untuk produk, proyek atau
kontrak yang spesifik.

Manfaat RMP bagi Pimpinan Satuan Kerja adalah sebagai panduan untuk memantau,
mengukur dan mengendalikan kinerja penyelenggaraan proyek, disamping menjadi kerangka bagi
pengendalian penyediaan sumber daya, pencapaian mutu produk sesuai spesifikasi dan peningkatan
kepuasan pelanggan dan masyarakat pengguna. RMP merupakan tolak ukur bagi pelaksanaan proyek
dalam rangka mencapai kinerja proyek setiap waktu, dan apabila selama penyelenggaraan proyek
terjadi penyimpangan akan segera diketahui secara dini, tanpa harus menderita kecacatan produk yang
baru diketahui pada saat akhir proyek yang menjadikan pemborosan atau kerugian yang besar.

Sedangkan bagi para pelaksana di lapangan, RMP merupakan panduan selama kegiatan proyek
di lapangan agar proses tetap konsisten dalam upaya pencapaian mutu produk sesuai kriteria
keberterimaannya dan harus selalu dalam kondisi terkendali terhadap kendala waktu, biaya dan sumber
daya yang diperlukan untuk mencapai mutu sesuai spesifikasi dan persyaratan yang ditetapkan.
Pemeriksaan keberterimaan setiap tahapan proses harus sudah direncanakan dalam RMP dengan
maksud untuk menjamin bahwa efektifitas pencapaian keberterimaan setiap tahapan telah sesuai
sehingga menghasilkan produk bermutu tanpa cacat.

RMP harus selalu dikomunikasikan kepada semua personil yang terlibat dalam
penyelenggaraan proyek, terutama yang bertanggung jawab dalam pencapaian mutu produk di proyek

Dalam suatu penyelenggaraan proyek dapat terjadi keterlibatan beberapa pihak yang
berinteraksi satu sama lain bergantung pada peran penugasan masing-masing dan mereka harus bekerja
sama dengan baik dan berkesinambungan dengan kemampuan dan kompetensi masing-masing pihak
yang saling mendukung untuk menjajikan produk yang memenuhi spesifikasi. Pengguna Jasa harus
tetap mendapatkan jaminan mutu (quality assurance) sebagai pihak yang memesan produk dan jasa dari
proyek yang diselenggarakan oleh Penyedia Jasa. Penyedia Jasa harus mampu meyakinkan Pengguna
Jasa bahwa produk dan jasa yang akan diserahkan mampu mencapai spesifikasi dan persyaratan lainnya
untuk mencapai kepuasan pelanggan atau Pengguna Jasa..

Menyusun RMP harus memperhatikan kaidah dan substansi yang dipersyaratkan dalam sistem
manajemen mutu, agar RMP tersebut dapat diterapkan sesuai dengan tujuan pencapaian proses kerja
yang konsisten untuk menghasilkan produk yang bermutu. RMP merupakan dokumentasi perencanaan
proyek yang harus menjadi suatu keputusan yang strategis Pimpinan Satuan Kerja pada Instansi
Pengguna Jasa yang menyangkut kebutuhan akan :

a. Rencana pengendalian mutu setiap tahapan proses untuk mendapatkan mutu produk yang memenuhi
kepuasan pelanggan.
b. Tuntutan pengguna jasa (atasan) terhadap penyajian mutu produk melalui proses yang terencana dan
terkendali selama penyelenggaraan proyek.
c. Harapan masyarakat yang memanfaatkan hasil proyek terhadap konsistensi fungsi dan manfaat yang
sesuai keperluannya.
d. Kompetisi persaingan usaha semakin ketat, menjadikan sistem manajemen mutu merupakan kebutuhan
dalam setiap proyek jasa konstruksi.
1. KESIMPULAN
- Proses pelaksanaan pengadaan barang jasa konstruksi dapatlah berjalan dengan efektif bila didukung
dengan adanya suatu hubungan kerja sama (Coordinating) yang terkontrol diantara pihak-pihak yang
terlibat didalam suatu proyek.

- Proses Kegiatan yang dilakukan oleh manusia bertolak pada salah satu prasarana penunjang dalam
hal komponen fisik bangunan untuk dapat mengerjakan serta mengembangkan berbagai usahanya.

- RMP merupakan bagian yang sangat penting dalam penerapan sistem manajemen mutu, dimana
RMP dokumen perencanaan yang harus dibuat sebelum proses realisasi penyelenggaraan proyek
dengan tujuan memberikan kepastian jaminan mutu (quality assurance) atas konsistensi proses dan
produk yang akan dihasilkan.

ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN


2.Penyusunan Anggaran Perusahaan atau Anggaran Proyek Pembangunan

Prinsip Penyusunan Anggaran Perusahaan


Anggaran diartikan sebagai dana yang harus diterima maupun dikeluarkan oleh perusahaan.
Dengan kata lain, rincian anggaran bisa didapatkan dari sebuah catatan neraca kas yang ada di
perusahaan. Banyak pihak yang membutuhkan cara menyusun anggaran perusahaan yang benar untuk
proses produksinya. Hal ini dilakukan sebagai upaya utama dalam perkembangan serta pertumbuhan
perusahaan yang maju. Tahapan penyusunan anggaran perusahaan yaitusebagai berikut :
A. Penentuan Pedoman Anggaran
Anggaran keuangan yang ada di sebuah perusahaan dapat dilakukan dengan menggunakan
penyusunan anggaran selama setahun yang biasanya dipersiapkan beberapa bulan sebelum anggaran
tahun berikutnya. Dalam penyusunan anggaran yang dilakukan oleh perusahaan biasanya banyak
dikenal manajemen puncak didalamnya. Kegiatan manajemen puncak terbagi atas dua kegiatan
diantaranya yaitu :
1. Kegiatan penetapan rencana besar perusahaan seperti halnya tujuan, kebaikan dan asumsi sebagai
dasar penyusunan anggaran keuangan yang ada.
2. Kegiatan membentuk panitia untuk menyusun anggaran keuangan yang ada di perusahaan.
B. Persiapan Anggaran Keuangan
Perusahaan membutuhkan waktu persiapan anggaran keuangan perusahaan yang dilakukan
setelah aktivitas manajemen puncak. Persiapan anggaran keuangan perusahaan ini tidak hanya
dilakukan oleh tenaga bagian penyusun anggaran akan tetapi juga dibutuhkan kerjasama dengan tenaga
keuangan serta tenaga umum yang ada di perusahaan tersebut. Perusahaan diberikan wewenang untuk
melakukan penyusunan anggaran keuangan dengan menggunakan aktifitas penyusunan anggaran
berikut ini yaitu :
A. Penyusunan anggaran penjualan
B. Penyusunan anggaran beban penjualan
C. Penyusunan anggaran piutang usaha
D. Penyusunan anggaran produksi
E. Penyusunan anggaran biaya pabrik
F. Penyusunan anggaran persediaan di perusahaan
G. Penyusunan anggaran piutang usaha di perusahaaN
H. Penyusunan anggaran laba rugi
I. Penyusunan anggaran neraca kas perusahaan
C. Penentuan Anggaran Perusahaan
Tahapan penyusunan anggaran yang ketiga yauitu berupa penentuan anggaran perusahaan.
Tahapan yang ketiga ini terdiri atas 3 tahapan yaitu :
1. Perundingan antara masing-masing karyawan untuk menyesuaikan rencana akhir setiap komponen
anggaran
2. Melakukan koordinasi dan penelaahan komponen anggaran perusahaan
3. Melakukan pengesahan serta pendistribusian anggaran secara merata
D. Pelaksanaan Anggaran
Inilah tahapan keempat yang dilakukan untuk menyusun anggaran di perusahaan. Dalam
tahapan ini dibutuhkan pengawasan dari kalangan manajer perusahaan pada masing-masing bagian
yang melakukan tugasnya sendiri-sendiri. Setelah pengawasan sudah dilakukan oleh kalangan manajer
selanjutnya manajer memiliki wewenang melaporkan pada seorang direksi di perusahaan. Inilah alur
final dari penerapan anggaran di sebuah perusahaan.

Prinsip-prinsip dasar yang harus dipenuhi dan ditaati agar suatu anggaran perusahaan dapat
disusun dan dilaksanakan dengan baik adalah dengan cara sebagai berikut :

1. Management Involvement
Keterlibatan manajemen dalam penyusunan rencana mempunyai makna bahwa manajemen
mempunyai komitmen yang kuat untuk mencapai segala sesuatu yang direncanakan.

2. Organizational Adaptation
Suatu rencana keuangan harus disusun berdasar struktur organisasi dimana ada ketegasan
garis wewenang dan tanggung jawab. Seorang manajer tidak dapat memindahkan tanggungjawab atas
suatu pekerjaan walaupun dia dapat melimpahkan sebagian wewenangnya kepada bawahannya.

3. Responsibility Accounting
Agar rencana keuangan dapat dilaksanakan dengan baik, maka harus didukung adanya suatu
sistem responsibility accounting yang polanya disesuaikan dngan pertanggungjawaban organisatoris.

4. Goal Orientation
Penetapan tujuan yang realistis akan menjamin kelangsungan hidup dan pertumbuhan
perusahaan dalam jangka panjang. Jadi konsep management by objective dapat diterapkan.

5. Full communication
Suatu perencanaan dan pengendalian dapat berjalan secara efektif apabila antara tingkatan
manajemen mempunyai pemahaman yang sama tentang tanggung jawab dan sasaran yang harus
dicapai.

6. Realistic Expectation
Dalam perencanaan, manajemen harus menghindari konservatisme dan optimisme yang
berlebihan yang menjadikan sasaran tidak dapat dicapai. Jadi manajemen harus menetapkan sasaran
yang realistis artinya memungkinkan dapat dicapai.

7. Timeliness
Laporan-laporan berupa informasi mengenai realisasi rencana harus diterima oleh manajer
yang berkompeten tepat pada waktunya agar informasi tersebut efektif dan berguna bagi manajemen.
8. Flexible Application
Perencanan tidak boleh kaku tetapi harus terdapat celah untuk perubahan sesuai dengan situasi
dan kondisi yang terjadi.

9. Reward and Punishment


Manajemen harus melakukan penilaian kinerja manajer berdasarkan perencanaan yang telah
ditetapkan. Jadi manajer yang kinerjanya di bawah atau melebihi standar harus dapat diketahui sehingga
pemberian suatu reward ataupun punishment oleh manajemen menjadi transparan.

Anggaran Biaya Administrasi


Budget Biaya Administrasi (Administration Expanse Budget) adalah budget yang
merencanakan secara sistematis dan lebih terperinci tentang biaya administrasi yang ditanggung
perusahaan dari waktu kewaktu (bulan ke bulan) selama periode tertentu yang akan datang. Budget
Biaya Administrasi (Administration Expanse Budget) adalah semua rencana biaya yang berkaitan
dengan aktivitas untuk mengatur dan mengendalikan organisasi.
Menurut Munandar (2003, hal 187) pengertian anggaran biaya administrasi adalah Anggaran
yang merencanakan secara lebih terperinci tentang biaya yang terjadi serta biaya lain yang sifatnya
untuk keperluan secara keseluruhan, yang di dalamnya meliputi rencana tentang jenis biaya
administrasi, jumlah biaya administrasi, dan waktu (kapan) biaya administrasi tersebut terjadi dan
dibebankan, yang masing-masing dikaitkan dengan tempat (departemen) dimana biaya administrasi
tersebut terjadi.

Hal ini menggambarkan bahwa jika perusahaan membagi kantor administrasi menjadi
beberapa bagian, maka rencana tentang biaya administrasi dan masing-masing bagian tersebut juga
harus diperinci dan dipisahkan secara jelas termasuk dalam beban ini adalah :
1. Gaji pegawai bagian adminstrasi
2. Biaya tulis menulis
3. Penyusutan atau depresi bangunan kantor
4. Penyusutan atau depresi inventaris kantor
5. Biaya telefon
6. Biaya listrik
7. Gaji pimpinan perusahaan dan staf, dan lain-lain
Biaya operasi ini sifatnya berubah-ubah sejalan dengan kegiatan perusahaan atau biasanya
biaya operasi ini tergolong pada biaya variabel. Ada beberapa bagian yang biasanya dipergunakan
dalam kantor administrasi dan umum antara lain :
1. Bagian secretariat
2. Bagian keuangan
3. Bagian perlengkapan
4. Bagian personalia
5. Bagian perhubungan
Kegunaan Budget dari Biaya Administrasi sebuah perusahaan adalah sebagai berikut:
1. Sebagai pedoman kerja
2. Sebagai alat manajemen untuk menciptakan koordinasi kerja
3. Sebagai alat manajemen untuk melakukan evaluasi atau pengawasan kerja
4. Sebagai dasar menyusun budget kas.

Data dan informasi untuk menyusun Budget Biaya Admnistrasi suatu perusahaan adalah sebagai berikut
:

1. Rencana penjualan
Rencana penjualan yang dimaksud terkait dengan kuantitas jumlah barang yang akan di jual
oleh perusahaan dari masing-masing jenis barang dari waktu-kewaktu yang akan datang.

2. Recana produksi
Rencana produksi yang dimaksud terkait dengan kuantitas jumlah barang yang akan
diproduksi oleh perusahaan dari masing-masing jenis barang dari waktu-kewaktu yang akan datang.

3. Standar biaya
Standar biaya yang termasuk kelompok administrasi Biaya standar ini adalah biaya-biaya
yang termasuk dalam kelompok biaya administrasi, yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Standar
biaya semacam ini sangat diperlukan oleh perusahaan untuk mengendalikan efisiensi kerja para
karyawan.

4. Sistem pembayaran upah


Sistem pembayaran upan yang telah ditentukan oleh perusahaan terutama upah yang terkait
dengan bagian administrasi.

5. Metode depresiasi
Biaya depresiasi ini terkait dengan biaya depresiasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan
terhadap aktiva tetap.

6. Metode alokasi biaya yang dipakai perusahaan


Untuk menbagi distribusi biaya-biaya yang semula meruapakan satu kesatuan biaya bersama
(joint cost), kedalam kelompok-kelompok biaya sesuai dengan tempat dimana biaya itu terdapat dalam
penyusunan anggaran biaya administrasi ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyusunan
anggaran biaya administrasi antara lain :
a. Anggaran penjualan
b. Anggaran unit yang diproduksikan
c. Berbagai standar yang telah ditetapkan perusahaan
d. Sistem pembayaran upah (gaji)
e. Metode depresiasi
f. Metode alokasi biaya
Dalam mempersiapkan dan menyusun anggaran sangat tergantung pada struktur organisasi
dari masing-masing perusahaan, akan tetapi pada garis besarnya tugas mempersiapkan dan menyusun
anggaran dapt didelegasikan kepada :
1. Bagian administrasi, bagi perusahaan kecil.
Hal ini disebabkan karena kegiatan-kegiatan perusahaan tidak terlalu kompleks, sederhana
dengan ruang lingkup terbatas, sehingga tugas penyusunan anggaran dapat diserahkan kepada salah satu
bagian saja dari perusahaan yang bersangkutan. Dibagian administrasi inilah terkumpul semua data-
data dan informasi yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan, baik kegiatan di bidang pemasaran,
kegiatan di bidang produksi, kegiatan di bidang pembelanjaan, maupun kegiatan di bidang personalia.
Dengan bekal data dan informasi tersebut ditambah dengan data dan informasi dari luar perusahaan
(ekstern), bagian administrasi diharapkan lebih mampu menyusun anggaran daripada bagian-bagian
lain dalam perusahaan.

2. Panitia anggaran, bagi perusahaan yang besar.


Hal ini disebabkan karena kegiatan perusahaan yang cukup kompleks, beraneka ragam,
dengan ruang lingkup yang cukup luas, sehingga bagian administrasi tidak mungkin dan tidak mampu
lagi menyusun anggaran sendiri tanpa partisipasi secara aktif bagian-bagian lain dalam perusahaan.
Oleh karena itu tugas menyusun anggaran perlu melibatkan semua unsur yang mewakili semua bagian
yang ada dalam perusahaan, yang duduk dalam panitia anggaran . Tim penyusun anggaran ini biasanya
diketuai oleh salah seorang pimpinan perusahaan dengan anggota-anggota yang mewakili bagian
pemasaran, bagian produksi, bagian perbelanjaan serta bagian personalia. Sebelum disyahkan oleh
pimpinan tertinggi perusahaan, masih dimungkinkan pula untuk diadakannya pembahasan-pembahasan
antara pimpinan tertinggi perusahaan dengan pihak yang diserahi tugas menyusun rancangan anggaran
tersebut.
Setelah disyahkan oleh pimpinan tertinggi perusahaan, maka rancangan anggaran tersebut
telah menjadi anggaran yang defenitif, yang akan dijadikan sebagai pedoman kerja, sebagai alat
pengkoordinasian kerja dan sebagai alat pengawasan. Bilamana tugas penyusunan rancangan anggaran
serta anggaran yang defenitif telah selesai, maka panitia anggaran tidak bubar, melainkan secara berkala
masih perlu mengadakan pertemuan-pertemuan konsultatif guna membahas pelaksanaan anggaran
tersebut dari waktu ke waktu, untuk meningkatkan kerja sama dan koordinasi, serta mengadakan revisi-
revisi terhadap anggaran yang telah disusun bilamana memang dirasa perlu.
Adapun kegunaan anggaran biaya penjualan dan anggaran biaya administrasi dan umum
secara khusus yaitu berguna sebagai dasar untuk menyusun anggaran kas. Hal ini disebabkan karena
sebagian dari biaya penjualan dan biaya administrasi dan umum tersebut memerlukan pengeluaran kas.

 Penyusunan Anggaran Biaya Administrasi

Komponen dari biaya administrasi antara lain sebagai berikut :


1. Biaya Tetap
Untuk biaya-biaya yang bersifat tetap seperti depresiasi, gaji karyawan maka penentuan biaya
pada periode yang akan datang di dasarkan pada periode sebelumnya. Sesuai dengan aturan yang telah
di tetukan oleh direksi/manajemen.

2. Biaya Variabel
Untuk biaya-biaya yang sifatnya variabel seperti kertas dan alat tulis dan peralatan habis pakai
lainnya, maka penentuan biaya periode yang akan datang didasarkan pada tarif biaya tersebut pada
waktu yang lalu. Perbedaan dengan biaya tetap adalah perubahan harga.

3. Biaya Semi Variabel


Untuk biaya-biaya yang sifatnya semi veriabel seperti pemeliharaan gedung, maka penentuan
biaya pada periode yang akan datang di dasarkan pada analisis terhadap biaya tersebut.

Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Untuk Instansi Pemerintah


Etika Pengadaan
Pemerintah melakukan banyak usaha untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia, salah
satunya dengan melakukan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang dilakukan instansi-instansi
pemerintahan. Negara Indonesia adalah Negara hukum yang sedang membangun (developing
country), dimana pada saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di semua bidang. Pembangunan
adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat (Djumialdi, 1996: 1). Dalam
upaya pemerintah untuk mengatur kebijakan pengadaan barang dan jasa, maka diterbitkan Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah, selanjutnya disebut
(Perpres No. 54 Tahun 2010) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun
2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang dan jasa Pemerintah, selanjutnya disebut (Perpres No. 70 Tahun 2012), ini dimaksudkan untuk
memberikan pedoman pengaturan mengenai tata cara pengadaan barang dan jasa yang sederhana, jelas
dan komprehensif, sesuai dengan tata kelola yang baik. Terselenggaranya pemerintahan yang baik
(good governance) merupakan cita-cita dan harapan bangsa Indonesia. Salah satu bentuk
penyelenggaraan e-goverment untuk mencapai good governance adalah pengadaan barang dan jasa
pemerintah secara elektronik. Hal tersebut merupakan wujud dari perubahan yang dilakukan karena
banyaknya permasalahan yang terjadi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah secara
konvensional. Pada tahun 2010 mengenai penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa pemerintah
diwajibkan dilakukan secara elektronik atau e-procurement, yaitu Pemerintah daerah Provinsi,
Kabupaten/Kota wajib melakukan pengadaan barang dan jasa secara elektronik (eprocurement).
Pengadaan barang dan jasa dimulai dari adanya transaksi pembelian/penjualan barang di pasar secara
langsung (tunai), kemudian berkembang ke arah pembelian berjangka waktu pembayaran, dengan
membuat dokumen pertanggungjawaban (pembeli dan penjual), dan pada akhirnya melalui proses
pelelangan. Dalam prosesnya, pengadaan barang dan jasa melibatkan beberapa pihak terkait sehingga
perlu ada etika, norma, dan prinsip pengadaan barang dan jasa untuk dapat mengatur atau yang dijadikan
dasar penetapan kebijakan pengadaan barang dan jasa.
Pengadaan barang dan jasa pada hakekatnya merupakan upaya pihak pengguna untuk
mendapatkan atau mewujudkan barang dan jasa yang diinginkannya dengan menggunakan metode dan
proses tertentu agar dicapai kesepakatan harga, waktu dan kesepakatan lainnya. Agar hakekat atau
esensi pengadaan barang dan jasa tersebut dapat dilaksanakan sebaik-baiknya, maka kedua belah pihak
yaitu pihak pengguna dan penyedia haruslah selalu berpatokan pada filosofi pengadaan barang dan jasa,
tunduk kepada etika dan norma pengadaan barang dan jasa yang berlaku, mengikuti prinsip-prinsip,
metode dan proses pengadaan barang dan jasa yang baku (Adrian Sutedi, 2010:3).
Pesatnya pembangunan tentunya harus diimbangi dengan peran pemerintah dalam
menyediakan berbagai bentuk berupa barang, jasa maupun pembangunan infrastruktur. Dalam praktek,
pihak-pihak tersebut seringkali dianggap sebagai pihak yang bertanggungjawab apabila terjadi
penyimpangan terhadap proses pengadaan barang dan jasa. Bahkan pihak-pihak tersebut langsung
diproses secara pidana, pihak-pihak yang ternyata terbukti melanggar ketentuan dan prosedur
pengadaan barang dan jasa, maka:
1. dikenakan sanksi administrasi;
2. dituntut ganti rugi/digugat secara perdata; dan
3. dilaporkan untuk diproses secara pidana.
Cakupan wilayah hukum pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah ketentuan-ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan secara langsung mengatur pelaksanaan pengadaan
barang dan jasa. Dalam pengadaan barang dan jasa terdapat tiga bidang hukum yang mengaturnya,
yaitu:
1. Hukum Administrasi Negara atau Hukum Tata Usaha Negara, mengatur hubungan hokum antara
penyedia dan pengguna pada proses persiapan dengan penerbitan surat penetapan penyedia barang dan
jasa;
2. Hukum Perdata, mengatur hubungan hukum antara penyedia dan pengguna sejak penandatanganan
kontrak sampai dengan berakhirnya kontrak; dan
3. Hukum Pidana, mengatur hubungan hukum antara penyedia dan pengguna sejak tahap persiapan
pengadaan samapai dengan selesainya kontrak pengadaan.
Pesatnya pembangunan tentunya harus diimbangi dengan peran pemerintah dalam
menyediakan barang dan jasa untuk keperluan pembangunan infrastruktur, oleh karena itu pengadaan
barang dan jsasa merupakan satu kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Penyimpangan yang terjadi
dalam Penyediaan Barang/Jasa Pemerintah ada dalam setiap proses Pengadaan Barang/Jasa, yaitu
dalam proses perencanaan anggaran, perencanaan persiapan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,
pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, proses serah terima pembayaran dan dalam proses
pengawasan dan pertanggungjawaban. Penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan dalam setiap jenisnya, hal ini terlihat dari tabel terlampir.

Etika Pengadaan Barang/Jasa Untuk Instansi Pemerintah berdasarkan Peraturan Kepala Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Kode Etik Pengelola Pengadaan Barang/Jasa
Di Lingkungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Tertib dan tanggung jawab : melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk
mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan pengadaan barang/jasa.
2. Bekerja secara profesional dan mandiri, serta menjaga kerahasiaan dokumen pengadaan barang/jasa
yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengadaan
barang/jasa
3. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat terjadinya
persaingan tidak sehat.
4. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan
tertulis para pihak.
5. Menghindari Conflict of Interest : menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan
para pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pengadaan
barang/jasa
6. Menghindari pemborosan : mencegah dan menghindari terjadinya pemborosan dan kebocoran
keuangan negara dalam pengadaan barang/jasa
7. Menghindari penyalahgunaan wewenang : menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang
dan/atau kolusi dengan tujuan keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau
tidak langsung merugikan negara
8. tidak menerima, menawarkan atau menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan,
komisi, rabat dan berupa apa saja dai dan atau siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan
dengan pengadaan barang/jasa.

Sanksi pelanggaran
Dasar aturan yang digunakan dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
termasuk dalam ranah Hukum Administrasi Negara yang bersifat mengatur tata pelaksanaan pemerintah
dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Pengaturan mengenai sanksi dalam pengadaaan barang
dan jasa pemerintah diatur dalam Pasal 118 – Pasal 124 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
beserta perubahannya. Bentuk-bentuk sanksi yang dapat dikenakan bagi para pihak yang melakukan
penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah antara lain adalah:
1. Sanksi Administratif
Pemberian sanksi administratif dilakukan oleh PPK/ Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan kepada
penyedia sesuai dengan ketentuan administrasi yang diberlakukan dalam peraturan pengadaan. Bentuk-
bentuk sanksi admnistrasi yang dapat dikenakan kepada penyedia antara lain adalah :
a. Digugurkan penawarannya atau pembatalan pemenang atas ditemukan adanya penyimpangan upaya
mempengaruhi Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan guna memenuhi keinginannya yang
bertentangan dengan ketentuan prosedur yang telah ditetapkan, melakukan persengkongkolan dengan
Penyedia Barang/Jasa lain untuk mengatur harga penawaran di luar prosedur, dan membuat dan/atau
menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar.
b. Pemberlakuan denda terlambat dalam menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu sebagaimana
ditetapkan. Sanksi ini juga dapat diterapkan dalam konteks perdata sebuah perjanjian/kontrak.
c. Pencairan jaminan yang diterbitkan atas pelanggaran yang dilakukan, untuk selanjutnya dicairkan
masuk ke kas negara/daerah.
d. Penyampaian laporan kepada pihak yang berwenang menerbitkan perizinan, terhadap penyimpangan
yang dilakukan sehingga dianggap perlu untuk dilakukan pencabutan izin yang dimiliki.
e. Pemberlakuan sanksi administrasi berupa pengenaan sanksi finansial atas ditemukan adanya
ketidaksesuaian dalam penggunaan barang/jasa produksi dalam negeri.
f. Kewajiban untuk menyusun perencanaan ulang dengan biaya sendiri atas Konsultan Perencana yang
tidak cermat dalam menyusun perencanaan dan mengakibatkan kerugian negara. Sanksi ini juga dapat
diterapkan dalam konteks perdata sebuah perjanjian atau kontrak. Apabila yang melakukan pelanggaran
adalah PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan yang berstatus pegawai negeri maka jika
ditetapkan telah melakukan pelanggaran maka berlaku sanksi yang diatur dalam aturan kepegawaian
yang diberikan oleh pihak yang mempunyai kewenangan untuk menertibkan sanksi, seperti teguran,
penundaan kenaikan pangkat, pembebasan dari jabatan dan pemberhentian sesuai dengan peraturan
kepegawaian.

2. Pencantuman dalam Daftar Hitam


Pemberian sanksi Pencantuman dalam Daftar Hitam kepada Penyedik dilakukan oleh PA/KPA
setelah mendapat masukan dari PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan sesuai dengan
ketentuan. Pada tahap proses pemilihan barang/jasa, Penyedia Barang/Jasa dapat dikenakan sanksi
blacklist apabila :
a. Terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses Pengadaan yang diputuskan
oleh instansi yang berwenang.
b. Mempengaruhi ULP (Unit Layanan Pengadaan), Pejabat Pengadaan/PPK (Pejabat Pembuat
Komitmen) atau pihak lain yang berwenang dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak
langsung dalam penyusunan Dokumen Pengadaan dan/atau HPS yang mengakibatkan terjadinya
persaingan tidak sehat.
c. Mempengaruhi ULP/Pejabat Pengadaan atau pihak lain yang berwenang dalam bentuk dan cara
apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan
ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan Kontrak dan/atau ketentuan
peraturan perundang-undangan.
d. Melakukan persengkongkolan dengan Penyedia Barang/ Jasa lain utuk mengatur harga penawaran di
luar prosedur pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa sehingga mengurangi/menghambat/memperkecil
dan/atau meniadakan persaingan yang sehat dan/atau merugikan orang lain.
e. Membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk
memenuhi persyaratan Pengadaan Barang/Jasa yang ditentukan dalam Dokumen Pengadaan.
f. Mengundurkan diri dari pelaksanaan kontrak dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
dan/ atau tidak dapat diterima oleh ULP/Pejabat Pengadaan.
g. Mengundurkan diri pada masa penawarannya masih berlaku dengan alas an yang tidak dapat diterima
oleh ULP/Pejabat Pengadaan.
h. Menolak untuk menaikkan nilai jaminan pelaksanaan untuk penawaran di bawah 80% HPS.
i. Memalsukan data tentang Tingkat Komponen Dalam Negeri.
j. Mengundurkan diri bagi pemenang dan pemenang cadangan 1 (satu) dan 2 (dua) pada saat penunjukkan
Penyedia Barang/Jasa dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh PPK.
k. Mengundurkan diri dari pelaksanaan penandatanganan kontrak dengan alasan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dan/atau tidak dapat diterima oleh PPPK.
Pada tahapan kontrak, Penyedia Barang/Jasa yang telah terikat kontrak dikenakan sanksi blacklist
apabila:
a. Terbukti telah melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses pelaksanaan kontrak
yang diputuskan oleh instansi yang berwenang.
b. Menolak menandatangani Berita Acara Serah Terima Pekerjaan.
c. Mempengaruhi PPK dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung untuk
memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan prosedur yang telah ditetapkan dalam
kontrak dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Melakukan pemalsuan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan kontrak termasuk
pertanggungjawaban keuangan.
e. Melakukan perbuatan lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajiban dan tidak memperbaiki
kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan sehingga dilakukan pemutusan kontrak sepihak
oleh PPK.
f. Meninggalkan pekerjaan sebagaimana yang diatur kontrak secara tidak bertanggungjawab.
g. Memutuskan kontrak secara sepihak karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa.
h. Tidak menindaklanjuti hasil rekomendasi audit pihak yang berwenang yang mengakibatkan timbulnya
kerugian keuangan negara.

3. Gugatan secara Perdata


Gugatan adalah pengajuan yang diajukan oleh penggugat kepada Ketua Pengadilan yang
berwenang, yang memuat tuntutan hak yang di dalamnya mengandung suatu sengketa dan sekaligus
merupakan dasar landasan pemeriksaan perkara dan pembuktian kebenaran suatu hak. Gugatan
mengandung sengketa atau konflik yang harus diselesaikan dan diputus oleh pengadilan. Dalam konteks
Pengadaan Barang/Jasa, para pihak yang membuat perjanjian dapat mengambil jalur hukum secara
perdata apabila terjadi perselisihan dalam pelaksanaan kontrak. Hal ini dipahami sebagai salah satu asas
dalam perjanjian, yaitu asas pacta sunt servanda. Asas tersebut menyatakan bahwa perjanjian mengikat
para pihak yang membuatnya seperti halnya undang-undang. Hakim atau pihak lain dalam hal ini harus
menghormati substansi kontrak yang telah dibuat oleh para pihak dan tidak boleh melakukan intervensi
terhadap substansi kontrak yang telah dibuat oleh para pihak.

4. Dituntut Ganti Rugi


Pemberlakuan tuntutan ganti rugi dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dapat dikenakan
berupa :
a. Terjadi pelanggaran dan/atau kecurangan dalam proses Pengadaan Barang/Jasa oleh Kelompok Kerja
ULP/Pejabat Pengadaan.
b. Ganti rugi yang dibayar oleh PPK atas keterlambatan pembayaran adalah sebesar bunga terhadap nilai
tagihan yang terlambat dibayar berdasarkan tingkat suku bunga yang belaku saat itu menurut ketetapan
Bank Indonesia, atau dapat diberikan kompensasi sesuai dengan ketentuan dalam Kontrak.

Tinjauan Tentang Undang-Undang Jasa Konstruksi No. 18 Tahun 1999


Kajian dan Manfaat UUJK Bagi Masyarakat Konstruksi
Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada asas kejujuran dan keadilan, manfaat,
keserasian, kesinambungan, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan demi
kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
Pengaturan jasa konstruksi bertujuan atau bermanfaat untuk sebagai berikut :
1. Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha
yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas
2. Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan
antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
3. Mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi

Masyarakat dalam undang-undang jasa konstruksi berhak untuk :


1. Melakukan pengawasan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan jasa konstruksi,
2. Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai akibat
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
3. Penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksi dilaksanakan melalui suatu forum jasa konstruksi yang
berfungsi untuk :
a. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat
b. Membahas dan merumuskan pemikiran arah pengembangan jasa konstruksi nasional
c. Tumbuh dan berkembangnya peran pengawasan masyarakat
d. Memberikan masukan kepada pemerintah dalam merumuskan pengaturan, pemberdayaan, dan
pengawasan.
4. Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi berhak mengajukan gugatan ke
pengadilan baik secara perorangan atau kelompok.
Masyarakat jasa konstruksi merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai kepentingan
dan/atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha dan pekerjaan jasa konstruksi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmad. 2017. Prinsip Dasar dan Etika Pengadaan Barang/Jasa.


http://ahmaddamopolii.info/2017/08/02/prinsip-dasar-dan-etika-pengadaan-barangjasa-pemerintah/.
Diakses pada 05 November 2018.
2. Anonim. 2015. Peraturan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor 11 Tahun 2015
Tentang Kode Etik Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Di Lingkungan Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.https://jdih.lipi.go.id/peraturan/2015_perka_11.pdf. Diakses pada 04 November 2018.
3. Anonim. 2018. Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 1999 Tentang Jasa
Konstruksi.https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/UU18-1999JasaKonstruksi.pdf. Diakses pada 04 November
2018.
4. Heldi. 2014. Etika Pengadaan. http://heldi.net/2014/08/pasal-6-etika-pengadaan/. Diakses pada 04
November 2018.
5. Pane, Musa Darwin. 2017. Aspek Hukum Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah Suatu Tinjauan
Yuridis Peraturan Pengadaan Barang Dan Jasa
Pemerintah. https://media.neliti.com/media/publications/238264-aspek-hukum-pengadaan-barang-
dan-jasa-pe-ab354f29.pdf. Diakses pada 05 November 2018.
BERBAGI
2.
2. Aspek Hukum
Sesungguhnya dokumen kontrak itu sendiri adalah hukum (Pasal 38 KUHPer). Beberapa
aspek yang sering menimbulkan dampak hukum yang serius :
1. Penghentian sementara harus dicantumkan seperti cara pelaksanaannya, alasan-alasan serta
akibatnya dalam kontrak.
2. Pemutusan kontrak adalah pelaksanaan pekerjaan dihentikan oleh salah satu pihak secara sepihak
dengan membatalkan kontrak. Oleh karena itu hak pengguna maupun penyedia jasa dalam hal
ini harus disebutkan dengan jelas.
3. Ganti rugi keterlambatan karena keterlambatan tersebut menimbulkan kerugian, maka pihak yang
dirugikan mendapat ganti rugi. Hal ini perlu diatur dengan jelas dan tegas dalam suatu pasal.
4. Penyelesaian perselisihan biasanya disepakati melalui musyawarah mufakat, namun yang sering
terjadi musyawarah terus berlangsung tanpa batas waktu. Oleh karena itu batas waktu
musyawarah untuk mufakat harus ditetapkan. Lembaga yang akan menyelesaikan perselisihan
pun harus ditetapkan dengan tegas sesuai Pasal 3 UU No.18/1999 dan PP No. 29/2000 Pasal 49
ayat 1.
5. Keadaan memaksa yaitu keadaan yang terjadi di luar kehendak/kemampuan penyedia maupun
pengguna jasa. Contohnya tanah longsor, gunung meletus, dan tindakan/kemauan Tuhan lainnya.
Hal ini harus jelas disebutkan termasuk cara pemberitahuan, penanggulangan atas kerusakandan
tindak lanjut atas kejadian tersebut.
6. Hukum yang berlaku bagi kontrak tersebut. PP No.29/2000 Pasal 23 ayat 6 dengan tegas
mengatakan bahwa kontrak kerja harus tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia.
7. Bahasa kontrak perlu disebutkan bahasa mana yang berlaku apabila kontrak dibuat dalam dua
bahasa. UU No.18/1999 dan PP No.29/2000 menegaskan bahwa Bahasa kontrak hanya ada satu,
yaitu Bahasa Indonesia.
8. Domisili tidak perlu disebutkan apabila setelah menetapkan pilihan sengketa melalui arbitrase.

Anda mungkin juga menyukai