Anda di halaman 1dari 13

LaporanPendahuluan

Dengan Kasus Kejang

DiRuang Angsoka

DiSusunOleh:

NinaRusdyanti

NPM:16.11.4066.E.A.0100

YAYASANRUMAHSAKITISLAMKALIMANTANTIMUR

AKADEMIKEPERAWATANYARSI

SAMARINDA

2019
A. Defenisi kejang

Kejang merupakan gejala yang timbul dari efek langsung atau tidak
langsung dari penyakit sistem saraf pusat ( SSP ). Obat – obat yang
digunakan untuk terapi berbagai penyakit vaskuler yang dapat mempengaruhi
ambang kejang dan memyebabkan kejang , selain itu penyakit dapat pula
mendasari angka kejadian kejang pada pasien stress.

Kejang didefiniskan sebagai perubahan sementara dalam keadaan atau


tanda – tanda lain atau gejala y ang dapat disebabkan oleh disfungsi otak.
disfungsi otak tersebut dapat disertai dengan motorik, sensorik dan gangguan
otonom tergantung paad daerah otak yang terlibat baik organ itu sendiri atau
pun penyebaran ke organ yang lain.1,2 Kejang dapat disebabkan oleh
berbagai keadaan yaitu, epilepsi, kejang demam, hipoglikemia, hipoksia,
hipotensi, tumor otak, meningitis, ketidakseimbangan elektrolit, dan
overdosis obat. Meskipun penyebab dari kejang beragam namun pada fase
awal tidak perlu untuk melabelnya masuk pada kelompok mana, karena
manajemen jalan nafas dan penghentian kejang adalah prioritas awal pada
pasien dengan kejang aktif.

B. Etiologi
Kejang paling sering terlihat pada pasien kritis. Dalam sebuah penelitian
55 pasien dengan serangan kejang onset terbaru dalam perawatan intensif
care unit diperoleh hasil lebih dari sepertiga kejang disebabkan oleh
gangguan metabolisme akut seperti hiponatremia, dan delapan orang
pasien diperoleh kejangya disebabkan oleh penggunaan obat antiaritmia
atau antibiotik.
Penyebab lain yang mendasari timbulnya kejang adalah
 Idiopatik atau timbul dari penyebab yang tidak diketahui
 Cryptogenic atau timbul dari penyebab yang diduga
 yang tidak diketahui atau tidak jelas Gejala atau yang timbul dari
otak yang dikenal
 kelainan Trauma serebral dengan hilangnya kesadaran . Secara
umum, tidak ada risiko
 jika hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit. Space Occupaying
lesions
 a. Tumor otak
b. Malformasi arteri vena (AVM)
c. Hematoma subdural
d. Neurofibromatosis Infeksi Cerebral
 a. Bakteri atau virus meningitis.
b. Radang otak
c. Abses otak Kejang demam atipikal
 Faktor genetic, seperti kromosom yg abnormal
 Gangguan pembuluh darah serebral, seperti : hemoragis dan
trombosis
 Asidosis hipoksia
 Riwayat keluarga

C. Tanda dan Gejala

Gejala yang muncul tergantung kepada area otak yang terdampak dan
tingkat keparahannya. Pada kejang yang melibatkan satu area di otak,
gejalanya meliputi:

 Gangguan sensasi pada penglihatan, pendengaran, atau


penciuman.
 Gerakan berulang, seperti jalan berputar-putar.
 Gerak menyentak pada salah satu lengan atau tungkai.
 Perubahan suasana hati.
 Pusing.
 Kesemutan.
Sedangkan pada kejang yang memengaruhi seluruh bagian otak, gejala
yang muncul bisa berupa:

 Tubuh kaku lalu dilanjutkan dengan gerakan menyentak di seluruh


tubuh.
 Gerak menyentak di wajah, leher dan tangan.
 Otot hilang kontrol, sehingga dapat membuat penderita tiba-tiba
jatuh.
 Kaku otot, terutama pada punggung dan tungkai.
 Pandangan kosong ke satu arah.
 Mata berkedip cepat.

Terdapat pula gejala lain yang sering menyertai kejang, yaitu:

 Penurunan kesadaran sesaat, lalu bingung saat sadar karena tidak


ingat apa yang terjadi.
 Perubahan perilaku.
 Mulut berbusa atau ngeces.
 Napas berhenti sementara.
D. Klsifikasi Kejang
Klasifikasi kejang pertama kali diusulkan oleh Gastaut pada tahun 1970
dan kemudian disempurnakan berulang kali oleh International League
Againts Epilepsy (ILAE) pada tahun 1981, dengan klasifikasi sebagai
berikut :
1. Kejang Parsial (fokal)
 Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
 Dengan gejala motorik
 Dengan gejala sensorik
 Dengan gejala otonomik
 Dengan gejala psikik
2. Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)

 Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan


kesadaran
 Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
 Dengan automatisme
 Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejang
 Dengan gangguan kesadaran saja
 Dengan automatisme

3. Kejang parsial yang menjadi umum (tonik-klonik, tonik atau


klonik)

 Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang


umum
 Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang
umum
 Kejang parsial sederhana berkembang menjadi parsial
kompleks, dan berkembang menjadi kejang umum

E. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi dimana oksigen disediakan dengan peraataraan fungsi paru dan
diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak
adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam
adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan normal
membrane sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+)
dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (NA+) dan elektrolit lainnya,
kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat
keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam
dan di luar sel, maka terdapat perbedaan yang disebut potensial membrane
dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada
permukaan sel. Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh
adanya :
1. perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
2. rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.
3. perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit
atau keturunan.
Tetapi pada kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit) biasanya
disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob, hipotensi arterial
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat
disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat Rangkaian kejadian diatas adalah faktor
penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya
kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan
timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan
kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari,
sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. (FKUI, 2007).
F. Pemeriksan Penunjang
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik.
EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan
terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian
hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien
kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak
dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada
bayi yang masih kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga
harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6
bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N
< 200 mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi, pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan
adanya lesi
6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB
masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus
untuk transiluminasi kepala.
G. Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah
diazepam yang diberikan melalui interavena atau indra vectal.
Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
b. Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama
setelah 20 menit. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien
kejang demam yang pertama, walaupun demikian kebanyakan
dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai
sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau bila
kejang demam berlangsung lama.
c. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat
demam dan profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap
hari. Untuk profilaksis intermitten diberikan diazepim secara oral
dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.
d. Penanganan sportif
1) Bebaskan jalan napas
2) Beri zat asam
3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Pertahankan tekanan darah
I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM
A. Pengkajian Keperawatan
1. Anamnesa
a. Aktivitas atau Istirahat
Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain
b. Sirkulasi
Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis
Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan
nadi dan pernafasan
c. Intergritas Ego
Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan
dan atau penanganan
Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya
Perubahan dalam berhubungan
d. Eliminasi
1) Inkontinensia epirodik
2) Makanan atau cairan
3) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang
berhubungan dengan aktivitas kejang
e. Neurosensori
1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing
riwayat trauma kepala, anoreksia, dan infeksi serebal
2) Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)
3) Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis
f. Kenyamanan
1) Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)
2) Nyeri abnormal proksimal selama fase iktal
g. Pernafasan
1) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat
peningkatan sekresi mulus
2) Fase posektal : Apnea
h. Keamanan
1) Riwayat terjatuh
2) Adanya alergi
i. Interaksi Sosial
Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan
sosialnya
2. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas
1) Perubahan tonus otot atau kekuatan otot
2) Gerakan involanter atau kontraksi otot atau sekelompok otot
b. Integritas Ego
1) Pelebaran rentang respon emosional
c. Eleminasi
Iktal : penurunan tekanan kandung kemih dan tonus spinter
Posiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesia
d. Makanan atau cairan
1) Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang)
2) Hyperplasia ginginal
e. Neurosensori (karakteristik kejang)
1) Fase prodomal : Adanya perubahan pada reaksi emosi atau
respon efektifitas yang tidak menentu yang mengarah pada fase
area.
2) Kejang umum
Tonik – klonik : kekakuan dan postur menjejak, mengenag
peningkatan keadaan, pupil dilatasi, inkontineusia urine
3) Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam,
lemah kalau mental dan anesia
4) Absen (patitmal) : periode gangguan kesadaran dan atau
makanan
5) Kejang parsial
Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura,
berakhir 15 menit tdak ada penurunan kesadaran gerakan ersifat
konvulsif
f. Kenyamanan
Sikap atau tingkah laku yang berhati-hati
Perubahan pada tonus otot
Tingkah laku distraksi atau gelisah
g. Keamanan
Trauma pada jaringan lunak
Penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh

B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kekakuan otot
pernafasan
2. Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ektermitas

C. Rencana Keperawatan

N Dx Tujuan dan kriteria Rencana


o hasil
1. Pola nafas Setelah diberikan 1. Monitor frekuensi nafas
tidak asuhan keperawatan 2. Auskultasi suara nafas
efektif selama 2x24 jam 3. Atur posisi pasien untuk
berhubung diharapkan pola nafas mengoptimalkan ventilasi
an dengan kembali efektif 4. Monitor warna kulit
kekakuan dengan kriteria hasil: 5. Monitor tekanan darah dan
otot a. RR dalam batas nadi
pernafasan normal 18- 6. Berikan Edukasi keluarga
24x/menit tentang hal yang dapat memicu
b. Menunjukkan jalan serangan kejang
nafas yang paten 7. Kolaborasi dengan dokter
c. Tidak ada sianosis dalam pemasangan
d. Tanda-tanda vital bronkodilator atau pemberian
dalam rentan oksigen.
normal
2. Resiko Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang
tinggi tindakan keperawatan aman untuk pasien
cedra selama 2x24 jam 2. Identifikasi kebutuhan dan
berhubung diharapkan masalah keamanan pasien
an dengan tidak menjadi aktual 3. Menghindarkan
spasme dengan kriteria hasil: lingkungan yang
otot a. Tidak terjadi berbahaya
ekstermita kejang 4. Memasang side rail tempat
s b. Tidak terjadi tidur
cedra 5. Menyediakan tempat tidur
yang nyaman dan bersih
6. Membatasi pengunjung
7. Memberikan penerangan
yang cukup
8. Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien
9. Mengontrol lingkungan
dari kebisingan
10. Edukasi tentang penyakit
kepada keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylin E. (2010) Nursing Care Plans. F.A Davis Company.


Philadelphia. USA.

Depkes RI. 1989. Perawatan Bayi Dan Anak. Ed 1. Jakarta : Pusat Pendidikan
Tenaga Kesehatan.
Junadi, Purnawan. (2013). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Lumbantobing,SM.1989.Penatalaksanaan Muthakhir Kejang Pada Anak.Jakarta :


FKUI
Ngastiyah. 2015. Perawatan Anak Sakit, ed 2. Jakarta: EGC.
Sachann, M Rossa. 2011. Prinsip Keperawatan Pediatric. Jakarta : EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2010. Buku Kuliah Dua Ilmu
Kesehatan
Anak.Jakarta: Percetakan Info Medika Jakarta.

Hidayat, aziz alimun. 2012. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta :


Salemba.

Anda mungkin juga menyukai