Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

TETRAPARESE

DISUSUN OLEH
HALISNA WATI
NIM: 16.11.4066.E.A.0012

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM KALIMANTAN TIMUR


AKADEMI KEPERAWATAN YARSI SAMARINDA
TAHUN
2019
1. Definisi
Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadriparese, yang keduanya
merupakan parese dari keempat ekstremitas.”Tetra” dari bahasa yunani sedangkan
“quadra” dari bahasa latin. Tetraparese adalah kelumpuhan/kelemahan yang
disebabkan oleh penyakit atau trauma pada manusia yang menyebabkan
hilangnya sebagian fungsi motorik pada keempat anggota gerak, dengan
kelumpuhan/kelemahan lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan
tungkai. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tulang
belakang pada tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra cervikalis), kerusakan
sistem saraf perifer, kerusakan neuromuscular atau penyakit otot. kerusakan
diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsi motorik pada
keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai. Penyebab khas pada kerusakan
ini adalah trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh atau sport injury) atau karena
penyakit (seperti mielitis transversal, polio, atau spina bifida).
Pada tetraparese kadang terjadi kerusakan atau kehilangan kemampuan
dalam mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual, pengosongan saluran kemih
dan rektum, sistem pernafasan atau fungsi otonom. Selanjutnya, dapat terjadi
penurunan/kehilangan fungsi sensorik. adapun manifestasinya seperti kekakuan,
penurunan sensorik, dan nyeri neuropatik. Walaupun pada tetraparese itu terjadi
kelumpuhan pada keempat anggota gerak tapi terkadang tungkai dan lengan
masih dapat digunakan atau jari-jari tangan yang tidak dapat memegang kuat
suatu benda tapi jari-jari tersebut masih bisa digerakkan, atau tidak bisa
menggerakkan tangan tapi lengannya masih bisa digerakkan. Hal ini semua
tergantung dari luas tidaknyanya kerusakan.
2. Etiologi
Penyebab umun dari tetraparesis:
- Complete/incomplete transection of cord with fracture
Prolapsed disc
Cord contusion-central cord syndrome, anterior cord
syndrome
- Guillain-Barre Syndrome (post infective polyneuropathy)
- Transverse myelitis Acute myelitis
- Anterior spinal artery occlusion
- Spinal cord compression
- Haemorrhage into syringomyelic cavaty
- Poliomyelitis

3. Klasifikasi
Pembagian tetraparese berdasarkan kerusakan topisnya :
a. Tetrapares spastik
Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor
neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni.
b. Tetraparese flaksid
Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor
neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni.
4. Komplikasi
Komplikasi yang paling umum adalah:
 Masalah pernapasan seperti atelektasis, hipersekresi, bronkospasme,
edema paru dan pneumonia
 Tromboemboli paru dan emboli lain (pembekuan darah)
 Infeksi saluran kencing dan paru
 Dekubitus
 Hilangnya kontrol kandung kemih dan peristaltik usus
 Nyeri

5. Patofisiologi
Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor Neuron
(UMN) atau kerusakan Lower Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan/kelemahan
yang terjadi pada kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan karena
adanya lesi di medula spinalis. Kerusakannya bisa dalam bentuk jaringan scar,
atau kerusakan karena tekanan dari vertebra atau diskus intervetebralis. Hal ini
berbeda dengan lesi pada LMN yang berpengaruh pada serabut saraf yang
berjalan dari horn anterior medula spinalis sampai ke otot.
Pada columna vertebralis terdapat nervus spinalis, yaitu nervus servikal,
thorakal, lumbal, dan sakral. Kelumpuhan berpengaruh pada nervus spinalis dari
servikal dan lumbosakral dapat menyebabkan kelemahan/kelumpuhan pada
keempat anggota gerak. Wilayah ini penting, jika terjadi kerusakan pada daerah
ini maka akan berpengaruh pada otot, organ, dan sensorik yang dipersarafinya.
Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit dapat
menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari bagian
dibawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot
ringan (parese) dan atau mungkin kerusakan sensorik. Lesi pada UMN dapat
menyebabkan parese spastic sedangkan lesi pada LMN menyebabkan parese
flacsid.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Yang terpenting untuk menegakkan diagnosa MND adalah diagnosa klinis
3,4 Karena belum ada pemeriksaan khusus untuk MND, maka diagnosa pasti baru
dapat diketahui pada otopsi post-mortem dengan memeriksa otak ,medulla
spinalis dan otot penderita. Gejala utama yang menyokong diagnosa adalah
adanya tanda-tanda gangguan UMN dan LMN pada daerah distribusi saraf spinal
tanpa gangguan sensoris dan biasanya dijumpai fasikulasi spontan. Gambaran
khasnya berupa kombinasi tanda-tanda UMN dan LMN pada ekstremitas dengan
adanya fasikulasi lidah.
Implikasi dari penegakan diagnosa MND adalah bahwa kita menegakkan
adanya suatu penyakit yang akan berkembang terus menuju kematian. Jadi
penting sekali untuk menegakkan diagnosa secara teliti dengan menyingkirkan
kemungkinan-kemungkinan yang lain dengan melakukan pemeriksaan yang
lengkap dan sesuai. Pemeriksaan elektrofisiologis, radiologis, biokimiawi,
imunologi dan histopatologi mungkin diperlukan untuk menyingkirkan penyakit
lainnya.
Elektromiografi (EMG) adalah pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menegakkan .diagnosa MND.Rekaman EMG menunjukkan adanya fibrilasi dan
fasikulasi yang khas pada atrofi akibat denervasi.
Pemeriksaan biokimiawi darah penderita MND kebanyakan berada dalam
batas normal. Punksi lumbal dapat dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosa MND. Protein cairan serebrospinal sering dijumpai normal atau sedikit
meninggi.Kadar plasma kreatinin kinase (CK) meninggi sampai 2-3 kali nilai
normalnya pada sebagian penderita, tetapi penulis lain menyatakan kadarnya
normal atau hanya sedikit meninggi. Enzim otot carbonic anhydrase III (CA III)
merupakan petunjuk yang lebih sensitif.
Pemeriksaaan radiologis berguna untuk menyingkirkan kemungkinan
diagnosa lainnya .MRI dan CT-scan otot bermanfaat untuk membedakan atrofi
otot neurogenik dari penyakit miopatik dan dapat menunjukkan distribusi
gangguan penyakit ini.MRI mungkin dapat menunjukkan sedikit atrofi dari
korteks motorik dan degenerasi Wallerian dari traktus motorik di batang otak dan
medulla spinalis. Block dkk mendemonstrasikan kemampuan proton magnetic
resonance spectroscopy untuk mendeteksi perubahan metabolik pada korteks
motorik primer dari penderita MND yang sesuai dengan adanya kerusakan sel
neuron regional dan berbeda secara bermakna dengan orang sehat atau penderita
neuropati motoric.
Biopsi otot mungkin perlu dilakukan untuk membedakan MND yang
menimbulkan slowly progressive proximal weakness dari miopati. Bila dilakukan
biopsi otot, terlihat serabut otot yang mengecil dan hilangnya pola mosaik yang
nomlal dari serabut-serabut otot .
7. Tatalaksana
MND adalah penyakit yang menakutkan karena penyakitnya terus
berlanjut sedangkan terapinya belum ada yang efektif disertai adanya beberapa
gejala klinis yang progresif. Belum ada terapi yang spesifik untuk penyakit MND,
yang ada baru berupa terapi suportif. Penatalaksanaan penderita MND
membutuhkan pendekatan multidisiplin bervariasi menurut latar belakang sosial
ekonomi, budaya dan keluarga.
Masalah etika terlibat pada saat pengambilan keputusan untuk
memberikan alat bantu penafasan buatan, pemberian makan dengan cara artifisial
dan penggunaan obat-obat golongan narkotik pada tahap akhir penyakit ini.
Masalah logistik dan edukasi timbul dari jarangnya penyakit ini dijumpai dan
kenyataan bahwa banyak dokter maupun perawat yang kurang berpengalaman
menangani paralise bulbar dan paralise pernafasan kronik yang progresif.
Tujuan terapi adalah mempertahankan penderita dapat berfungsi dengan
baik selama mungkin, membantu stabilitas emosi dan menangani masalah fisik
bila sudah timbul. .Obat-obat seperti baclofen, diazepam, tizanidine dan
dantrolene dapat dipakai untuk mengatasi spastisitas yang terjadi.
Untuk mengatasi disfagia, penderita dilatih mencari makanan dengan
ujung lidah, meregang lidah, menggigit dengan kuat dan menutup mulut.
Makanan yang lunak tetapi padat lebih baik daripada makanan cair. Karena
penderita sulit menelan cairan, makanan yang dikonsumsinya harus banyak
mengandung air. Mengulum potongan es kadang-kadang dapat membantu
penderita agar dapat menelan dengan lebih baik. Neostigmin atau piridostigmin
dapat diberikan bila perlu .Pemasangan NGT dilakukan bila : (1). Dehidrasi berat
; (2). Sering tersedak ; (3). Pneumonia aspirasi ; (4). Sangat sulit menelan clan (5)
Berat badan menurun terus. Agar tidak sering tersedak dianjurkan agar makan
perlahan-lahan, setelah mengunyah tunggu sebentar sebelum menelan makanan,
tetap dalam posisi duduk 30 menit setelah makan dan frekuensi makan ditambah
tetapi dengan porsi kecil.
Fisioterapi terutama ditujukan untuk melatih sisa-sisa serabut otot yang
reinervasi yang masih dapat dilatih dan untuk otot yang mengalami disuse
atrophy pada penderita yang cacat atau inaktif. Pergerakan sendi perlu untuk
menghindari kekakuan sendi dan nyeri. Fisioterapi juga diperlukan karena dapat
membantu mengatasi kekecewaan penderita. Penanganan psikososial ditujukan
untuk membantu stabilitas emosi penderita dan keluarganya begitu mengetahui
MNDadalah penyakit yang belum dapat diobati. Penderita harus memperoleh
penjelasan bahwa ia masih dapat hidup normal dengan penyakitnya tersebut dan
dapat mengatasi problem yang muncul.
8. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
No Diagnosa Tujuan/KH Intervensi Rasional
Keperawatan
dan
1. Hambatan NOC: NIC :
mobilitas Ambulasi/ROM 1.Terapi latihan Pergerakan aktif/pasif
fisik b.d normal Mobilitas sendi bertujuan untuk
penurunan dipertahankan. o Jelaskan pada mempertahankan
kekuatan otot KH: klien&keluarga fleksibilitas sendi
o Sendi tidak tujuan latihan
kaku pergerakan sendi.
o Tidak terjadi o Monitor lokasi dan
atropi otot ketidaknyamanan
selama latihan
o Gunakan pakaian
yang longgar
o Kaji kemampuan
klien terhadap
pergerakan
o Encourage ROM aktif
o Ajarkan ROM
aktif/pasif pada
klien/keluarga.
o Ubah posisi klien tiap
2 jam. Ketidakmampuan
o Kaji fisik dan psikologis
perkembangan/kemaj klien dapat
uan latihan menurunkan
2. Self care Assistance perawatan diri sehari-
o Monitor kemandirian hari dan dapat
klien terpenuhi dengan
o bantu perawatan diri bantuan agar
klien dalam hal: kebersihan diri klien
makan,mandi, dapat terjaga
toileting.
o Ajarkan keluarga
dalam pemenuhan
perawatan diri klien.
2 Defisit NOC : NIC : Self Care
. perawatan Self Care 1. Observasi kemampuan 1. Dengan
diri b.d Assistance( klien untuk mandi, menggunakan
kelemahan mandi, berpakaian dan makan. intervensi
fisik berpakaian, 2. Bantu klien dalam posisi langsung dapat
makan, toileting. duduk, yakinkan kepala menentukan
KH: dan bahu tegak selama intervensi yang
-Klien terbebas makan dan 1 jam setelah tepat untuk klien
dari bau, dapat makan 2. Posisi duduk
makan sendiri, 3. Hindari kelelahan membantu proses
dan berpakaian sebelum makan, mandi menelan dan
sendiri dan berpakaian mencegah
4. Dorong klien untuk tetap aspirasi
makan sedikit tapi sering
3. Konservasi
energi
meningkatkan
toleransi aktivitas
dan peningkatan
kemampuan
perawatan diri
4. Untuk
meningkatkan
nafsu makan
3. Resiko NOC: NIC: Berikan manajemen
kerusakan mempertahankan tekanan 1. Meningkatkan
intagritas integritas 1. Lakukan penggantian kenyamanan dan
kulit b.d kulitindikator : alat tenun setiap hari mengurangi
faktor Tidak terjadi dan tempatkan kasur resiko gatal-gatal
mekanik kerusakan kulit yang sesuai 2. Menandakan
ditandai dengan 2. Monitor kulit adanya gejala awal 
tidak adanya area kemerahan/pecah2 lajutan kerusakan
kemerahan, luka 3. monitor area yang integritas kulit
dekubitus tertekan 3. Area yang
4. berikan masage pada tertekan biasanya
punggung/daerah yang sirkulasinya
tertekan serta berikan kurang optimal
pelembab pad area yang shg menjadi
pecah2 pencetus lecet
5. monitor status nutrisi 4. Memperlancar
sirkulasi
5. Status nutrisi baik
dapat membantu
mencegah
keruakan
integritas kulit.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. dkk. 2010. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan, EGC; Jakarta.
Huda, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Jakarta: Mediaction Publishing.

Anda mungkin juga menyukai