Anda di halaman 1dari 29

TUGAS MANAJAMEN PUBLIK

EFISIENSI DAN EFEKTIFITAS PAD (PENDAPATAN ASLI


DAERAH) DI KOTA BANDUNG 2015 – 2017

Disusun oleh:

Intan Windah Sari 1231600109

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyelenggaraan Pemerintahan di Indonesia menganut asas desentralisasi dengan

memberikan keleluasaan kepada Daerah untuk menjalankan otonomi daerah. Menurut

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, otonomi daerah

merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Dengan demikian, Pemerintah Daerah berhak mengatur sendiri urusan

pemerintahannya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Perwujudan kesejahteraan

masyarakat akan optimal apabila diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang

cukup kepada daerah, dimana sumber penerimaan tersebut didapat dari pendapatan daerah

dan pembiayaan daerah.

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dijelaskan bahwa Pendapatan Daerah

adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam

periode tahun bersangkutan. Pendapatan daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah

(PAD), Dana Perimbangan dan Lain – lain Pendapatan. Salah satu sumber pendapatan daerah

terbesar yang dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah Daerah adalah Pendapatan Asli Daerah

(PAD).

PAD merupakan pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan

daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD bertujuan untuk memberikan

kewenangan kepada Pemerintah Daerah dalam mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai
dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. PAD bersumber dari Pajak Daerah,

Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD

yang sah. Lain-lain PAD yang sah tersebut meliputi hasil penjualan kekayaan daerah yang

tidak dipisahkan seperti jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah

terhadap mata uang asing, dan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari

penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. Pemerintah Daerah harus

mengoptimalkan sumber pendapatan daerahnya karena semakin tinggi pendapatan daerah

maka semakin tinggi kemandirian daerah tersebut.

Kota Bandung merupakan Kota metropolitan di Provinsi Jawa Barat, sekaligus menjadi

ibu kota provinsi tersebut. Selain menjadi Ibu Kota Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung

memiliki letak yang strategis sebagai pusat pemerintahan daerah, dan juga merupakan salah

satu kota tujuan utama untuk pariwisata dan pendidikan. Hal tersebut membuat Kota

Bandung memiliki PAD tertinggi di Provinsi Jawa Barat

Kota Bandung memiliki peran penting dalam perekonomian Jawa Barat, laju

pertumbuhan ekonomi Kota Bandung tergolong tinggi yaitu di atas rata-rata pertumbuhan

ekonomi Jawa Barat, Nasional bahkan Internasional (inspirasibangsa.com). Pada awalnya

Kota Bandung merupakan kawasan pertanian, namun seiring dengan laju urbanisasi

menjadikan lahan pertanian menjadi kawasan perumahan serta kemudian berkembang

menjadi kawasan industri dan bisnis, sesuai dengan transformasi ekonomi kota umumnya.

Sektor perdagangan dan jasa saat ini memainkan peranan penting akan pertumbuhan

ekonomi kota ini disamping terus berkembangnya sektor industri.

Sementara itu yang menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandung masih

didominasi dari penerimaan hasil pajak daerah dan retribusi daerah (Tabel 1&2). Selama
kurun waktu tahun 2013-2017, rata-rata pertumbuhan pendapatan Pemkot Bandung sebesar

7,41%. Pendapatan Pemkot Bandung tahun 2017 sebesar Rp 5,735 triliun, dengan kontribusi

pendapatan terbesar bersumber pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 44,96%,

kemudian diikuti dana perimbangan sebesar 39,94%, dan dari lain-lain pendapatan daerah

yang sah sebesar 15,10%. Rata-rata pertumbuhan PAD tahun 2013-2017 sebesar 15,71% per

tahun dengan sumber utama PAD Kota Bandung berasal dari pajak daerah yang rata-rata

capaiannya 92,20% selama kurun waktu 2013-2017. Dan dana perimbangan, kontribusinya

besar namun rata-rata pertumbuhannya cukup kecil, yaitu 7,94% per tahun. Dana

perimbangan terdiri atas dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil bukan pajak (sumber daya

alam), Dana Alokasi Umum (DAU), serta Dana Alokasi Khusus (DAK).Selain itu,

perkembangan Kota Bandung sebagai pusat bisnis dan pariwisata di Jawa Barat memberikan

banyak kesempatan kepada investor untuk menanamkan modalnya pada kota ini. Dengan

meningkatnya investasi di Kota Bandung yang ditandai dengan meningkatnya pembangunan

tempat wisata kuliner, belanja dan pusat bisnis lainnya diharapkan akan memberikan

penerimaan pendapatan asli daerah yang tinggi.


Tabel 1. Pendapatan dari Hasil Pajak Daerah kota Bandung 2017

Kode Jenis Pendapatan Jumlah Pendapatan


4.1.1.01 Pajak Hotel Rp. 300,000,000,000
4.1.1.02 Pajak Restoran Rp. 255,000,000,000
4.1.1.03 Pajak Hiburan Rp. 100,000,000,000
4.1.1.04 Pajak Reklame Rp. 244,048,569,530
4.1.1.05 Pajak Penerangan Jalan Rp. 180,000,000,000
4.1.1.07 Pajak Parkir Rp. 32,500,000,000
4.1.1.08 Pajak Air Bawah Tanah Rp. 37,500,000,000
4.1.1.11 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp. 578,500,000,000
4.1.1.12 Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Rp. 672,548,569,530
Sumber: Data APBD kota Bandung

Tabel 2. Pendapatan dari Retribusi Daerah 2017

Kode Jenis Pendapatan Jumlah Pendapatan


4.1.2.01 Retribusi Jasa Umum Rp. 157,710,252,845
4.1.2.02 Retribusi Jasa Usaha Rp. 19,191,566,000
4.1.2.03 Retribusi Perizinan Tertentu Rp. 85,776,205,000
Sumber: Data APBD kota Bandung

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang didapatkan dari latar belakang diatas adalah sebagai

berikut :

1. Berapa besar kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap Pendapatan Daerah di Kota

Bandung ?

2. Bagaimana efektivitas Pendapatan Asli Daerah terhadap Pendapatan Daerah di Kota

Bandung selama tahun anggran 2015-2017?


3. Bagaimana Efisiensi biaya pemungutan Pendapatan Asli Daerah terhadap Pendapatan

Daerah di Kota Bandung selama tahun anggran 2015-2017?


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Otonomi Daerah


Undang-undang no.22 tahun 1999 yang telah diperbaharui menjadi UU No.32 tahun 2004

tentang pemerintah daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan Otonomi

Daerah di Indonesia. Dalam undang-undang tersebut dikatakan bahwa pengembangan otonomi

pada daerah kabupaten dan kota diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip

demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan

keanekaragaman yang dimiliki oleh daerah. Otonomi yang diberikan kepada daerah kabupaten

dan kota dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab

kepada pemerintah daerah secara proposional. Artinya, pelimpahan tanggung jawab akan diikuti

oleh pengaturan pembagian, pemanfaatan dan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta

perimbangan pusat dan daerah. Anggaran daerah atau anggaran pendapatan dan belanja

merupakan intsrumen kebijakan utama bagi pemerintah daerah.

Sebagai instrument kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya

pengembangan kapabilitas dan efektivitas keuangan daerah. Anggaran daerah digunakan sebagai

alat untuk menentukan besar pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan

dan perencanaan pembangunan. Pengelolaan keuangan daerah oleh pemerintah daerah

diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) hal ini selaras dengan PP

RI No 105/2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah, yaitu pasal 5

yang menyatakan bahwa APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun

ajaran tertentu. Oleh karena itu anggaran menjadi sesuatu yang sangat penting dalam

pengelolaan keuangan daerah.


2.2. Keuangan Daerah
Salah satu masalah dalam menyusun perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah

adalah ketidakcukupan dana yang berasal dari daerah itu sendiri sehingga proses otonomi tidak

dapat berjalan lancar, sebab keuangan daerah khususnya sumber-sumber PAD merupakan salah

satu faktor dominan dalam pelaksanaan pembangunan daerah dan penyelenggaraan daerah.

Lingkup keuangan daerah meliputi :

a. Kekayaan daerah yang secara langsung dikelola oleh pemerintah daerah sesuai tingkat

otonominya masing-masing serta berhubungan langsung dengan pelaksanaan tugas,

wewenang tanggung jawab baik dalam bidang pemerintahan maupun dalam bidang

pembangunan.

b. Kekayaan milik daerah yang dipisahkan yaitu seluruh uang dan barang yang

pengurusannya tidak dimasukkan ke dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah,

tetapi diselenggarakan oleh perusahaan daerah yang juga berfungsi sebagai kas daerah.

Asas-asas keuangan daerah :

a. Desentralisasi

Penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

b. Dekonsentrasi

Pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah.

c. Tugas Pembantuan
Penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan/atau desa atau sebutan lain dengan

kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang

menugaskan.

2.3. Penerimaan Daerah


Dalam usaha penyelenggara pemerintah daerah, diperlukan sumber penerimaan rutin

guna mendukung kelancaran pembangunan daerah. Penerimaan daerah mempunyai peranan

dalam membiayai pengeluaran daerah, baik itu pengeluaran rutin ataupun pengeluaran

pembangunan. Salah satu dampak otonomi daerah adalah perlu dilakukannya reformasi

manajemen keuangan daerah. Lingkup manajemen keuangan daerah yang perlu di reformasi

meliputi manajemen penerimaan daerah dan manajemen pengeluaran daerah. Berdasarkan UU

No.25 tahun 1999 yang sekarang sudah diperbaharui menjadi UU No.33 tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, penerimaan daerah merupakan

uang yang masuk ke kas daerah dan sumber-sumber penerimaan daerah, terdiri atas:

a. Pendapatan Asli Daerah

Adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah

sesuai dengan peraturan perundang undangan.

Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah menurut UU no.33 tahun 2004:

1. Pajak Daerah

2. Retribusi Daerah

3. Hasil Pegelolaan kekayaan yang dipisahkan

4. Lain-lain PAD yang sah


b. Dana Perimbangan

Adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan kepada daerah

untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

(Munir.2003:39)

Dana Perimbangan terdiri dari :

1. Dana Bagi Hasil (DBH)

2. Dana Alokasi Umum (DAU)

3. Dana Alokasi Khusus(DAK)

c. Pinjaman daerah

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (7) PP No. 107 tahun 2000 adalah semua transaksi

yang mengakibatkan Daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat yang

bernilai uang sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali,

tidak termasuk jangka pendek yang lazim terjadi dalam perdagangan.

Menurut Pasal 51 UU no.33 tahun 2004, pinjaman daerah bersumber dari:

1. Pemerintah

2. Pemerintah Daerah lain

3. Lembaga Keuangan Bank

4. Masyarakat

d. Lain-lain Penerimaan yang sah

Pendapatan daerah yang lain dan sah berasal dari sumber-sumber antara lain, hasil

penjualan aset tetap daerah, jasa giro, dan penerimaan sumbangan dari pihak ketiga

kepada daerah, atas dasar kesukarelaan dengan persetujuan pihak DPRD.


2.4. Pendapatan Asli Daerah

Menurut UU No.33 tahun 2004 Pendapatan Daerah adalah “Hak Pemerintah Daerah yang

diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan”. Dan makna

dari Pendapatan Asli Daerah itu sendiri menurut UU No.33 tahun 2004 adalah “Pendapatan yang

diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan”. Pendapatan asli daerah sangat diharapkan dapat sebagai penyangga utama

dalam membiayai urusan rumah tangga daerah. Semakin banyak kegiatan daerah yang dibiayai

oleh PAD, berarti semakin tinggi kualitas otonomi PAD yang potensial berada di daerah

tersebut.

Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah :

a. Pajak Daerah (Local Tax)

Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan pajak yang ditetapkan oleh

daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum. Pajak daerah dapat

dibedakan dalam 2 kategori, yaitu pajak daerah yang ditetapkan melalui peraturan daerah

dan pajak negara yang pengelolaan dan penggunaannya diserahkan kepada daerah.

Pungutan ini dikenakan kepada semua objek pajak seperti orang atau badan.

Dasar Hukum

Dasar hukum tentang pajak daerah adalah undang-undang Republik Indonesia No. 34

tahun 2000 tentang perubahan atas UU RI No. 18 tahun 1997 tentang pajak dan retribusi

daerah, retribusi daerah, dan penerimaan pendapatan lain-lain, UU RI Nomor 25 tentang

perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.


b. Retribusi Daerah (Local Retribution)

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran antar jasa atau pemberian

izin tertentu, yang khusus disediakan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan

pribadi/badan.

Ada 3 hal yang perlu diperhatikan dalam retribusi daerah, yaitu:

1. Adanya pelayanan langsung yang sebagai imbalan pungutan yang dikenakan.

2. Terdapat kebebasan dalam memilih pelayanan.

3. Ongkos pelayanan tidak melebihi dari pungutan yang dikenakan untuk pelayanan yang

diberikan.

Penerimaan retribusi daerah sangat dipengaruhi oleh jasa pelayanan yang diberikan oleh

pemerintah daerah dan diperlukan oleh masyarakat. Dilihat dari objeknya retribusi daerah masih

dapat dikembangkan melalui peningkatan jasa pelayanan, selama jasa pelayanan yang diberikan

tersebut benar-benar nyata, tidak dibuat dibuat dan dibutuhkan oleh masyarakat.

Ciri-ciri pokok retribusi daerah adalah sebagai berikut:

1. Retribusi dipungut oleh daerah

Dalam pungutan retribusi daerah terdapat prestasi yang diberikan daerah yang langsung

dapat ditunjuk.

2. Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan jasa yang diberikan atau

disediakan pemerintah daerah.


c. Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan

Antara lain terdiri dari: bagian laba, deviden, dan penjualan saham milik daerah.

d. Lain-lain PAD yang sah (Other Receipts)

Lain-lain PAD yang sah terdiri dari hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak

dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap

mata uang asing, komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan

dan/atau pengadaan barang/jasa oleh daerah. Penerimaan daerah dari sektor ini memiliki

proporsi yang lebih kecil dibandingkan dengan penerimaan daerah dari sektor pajak

daerah, retribusi daerah, dan penerimaan dari dinas-dinas.

Dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, daerah dilarang menetapkan

Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi, dan

menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas

penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah dan kegiatan impor/ekspor.

2.5. Efektifitas dan Efisiensi

Efektivitas dan efisiensi merupakan dua macam kinerja yang digunakan untuk

menilai prestasi kerja dari suatu pusat tanggung jawab tertentu. Efisien dan efektif

biasanya lebih relatif atau komparatif dan bukan bersifat absolut, dalam arti bahwa

efisien biasanya dibandingkan dengan suatu ukuran tertentu.

a. Efektivitas

Adalah hubungan antara keluaran suatu pusat tanggungjawab dengan sasaran yang

harus dicapainya (Anthony-Dearden-Bedford, 1993: 203). Semakin besar keluaran


yang dihasilkan terhadap nilai pencapaian sasaran tersebut, maka dapat dikatakan

semakin efektif pula unit tersebut. Efektivitas menunjukkan kesuksesan atau

kegagalan dalam pencapaian tujuan, ukuran efektivitas merupakan refleksi output

(Bastian, 2006: 78). Unit-unit kerja dalam suatu organisasi selain efisien juga harus

efektif karena keduanya merupakan hal yang harus dipenuhi dan tidak dapat dipilih-

pilih. Pusat pertanggungjawaban yang efektif adalah unit kerja yang mampu

menggunakan sedikit mungkin bahan masukan atau sumber daya untuk mencapai

suatu tingkat keluaran atau hasil tertentu. Akan tetapi, seandainya tingkat keluaran

dari unit kerja tidak mencukupi untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan sebagai

kontribusi dari unit kerjanya maka dikatakan bahwa unit kerja tersebut tidak atau

kurang efektif.

b. Efisiensi

Efisiensi menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan

untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima (Halim,

2002:134). Kinerja Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam melakukan

pemungutan dikategorikan efisien apabila rasio yang dicapai dibawah 5% (Peraturan

Daerah Provinsi DIY No.8 Tahun 2005 Bab XXI Pasal 32).

Suatu pusat pertanggungjawaban dikatakan efisien jika pusat pertanggungjawaban

tersebut:

1. Menggunakan sumber atau biaya atau masukan lebih kecil untuk

menghasilkan keluaran yang sama.


2. Menggunakan sumber atau biaya atau masukan sama untuk menghasilkan

keluaran yang lebih besar.

Pada kebanyakan pusat pertanggungjawaban, pengukuran efisiensi dapat

dikembangkan dengan cara membandingkan antara kenyataan biaya yang digunakan

dengan standar pembiayaan yang telah ditetapkan. Pembiayaan yaitu gambaran tingkat

biaya tertentu yang dapat menggambarkan berapa biaya yang diperlukan untuk

menghasilkan sejumlah keluaran tertentu.

Pemerintah Daerah dalam melakukan pemungutan pendapatan dikategorikan

efisien, apabila rasio yang dicapai kurang dari 1 (satu) atau dibawah 100%. Semakin

kecil rasio efisiensi, berarti tingkat efisiensi pemerintah semakin baik. Untuk itu

pemerintah daerah perlu menghitung secara cermat berapa besarnya biaya yang

dikeluarkan untuk merealisasikan seluruh pendapatan yang diterimanya sehingga dapat

diketahui apakah kegiatan pemungutan pendapatannya tersebut efisien atau tidak. Hal itu

perlu dilakukan karena meskipun Pemerintah Daerah berhasil merealisasikan pendapatan

sesuai dengan target yang ditetapkan, namun keberhasilan itu kurang memiliki arti

apabila ternyata biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan terget penerimaan

pendapatannya itu lebih besar daripada realisasi pendapatan yang diterimanya.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumer Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat

kuantitatif yaitu data yang diperoleh dari BPS di Kota Bandung dalam bentuk angka-

angka dan masih perlu dianalisis kembali, yang meliputi data time series dari tahun

2015 s/d tahun 2017. Menurut Kuncoro (2001), data sekunder adalah data yang

dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat

pengguna data. yang diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) dan instansi-instansi

yang terkait.

3.2. Metode Analisis Data

Analisis yang digunakan untuk mengetahui berapa besar peranan Pendapatan

Asli Daerah terhadap peningkatan Pendapatan Daerah Kota Bandung, yang dimaksud

pendapatan daerah disini yakni hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah

nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan.

Digunakan rumus :

Realisasi PAD
Kontribusi 𝑃𝐴𝐷 = 100%
Pendapatan Daerah
Untuk mengetahui apakah penerimaan dari PAD sudah efektif dan efisien

digunakan rumus :

a. Efektivitas Pendapatan Asli daerah

Realisasi Penerimaan PAD


Efektivitas = 100%
Target PAD

Yang dimaksud dengan Realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah disini adalah

kenyataan yang terjadi dari anggaran yang sudah direncanakan.

Efektivitas (hasil guna) digunakan untuk mengukur hubungan antara hasil

pengutan PAD dan potensi hasil PAD. Selain itu juga untuk menggambarkan kemampuan

pemerintah daerah dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daerah yang direncanakan

dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Untuk

menentukan efektif tidaknya hasil PAD, digunakan asumsi sebagai berikut :

1) Apabila Kontribusi keluaran yang dihasilkan (realisasi PAD) semakin besar

(>100%) terhadap nilai pencapaian sasaran tersebut (target PAD) maka dapat

dikatakan pungutan PAD semakin efektif.

2) Apabila Kontribusi keluaran yang dihasilkan (realisasi PAD) semakin kecil

(<100%) terhadap nilai pencapaian sasaran tersebut (target PAD) maka dapat

dikatakan pungutan PAD kurang efektif.


Tabel 3 Kriteria Efektifitas Kinerja Keuangan

Persentase Kinerja Kriteria

Keuangan

Diatas 100% Sangat Efektif

90% - 100% Efektif

80% - 90% Cukup Efektif

60% - 80% Kurang Efektif

Kurang dari 60% Tidak efektif

Sumber: Depdagri, Kepmendagri Nomor 690.900.327 Tahun 1996. Pedoman

Penilaian Kinerja Keuangan.

b. Efisiensi Biaya Pemungutan Pendapatan Asli Daerah.

Efisiensi biaya pemungutan PAD dapat dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut: (Halim, 2002:134)

Biaya Pemungutan PAD


Efisiensi = 100%
Realisasi PAD

Yang dimaksud dengan Biaya Pemungutan disini adalah biaya yang dikeluarkan untuk

melakukan pemungutan Pendapatan Asli Daerah.

Efisiensi (daya guna) digunakan juga untuk mengukur bagian dari PAD yang

digunakan untuk menutup biaya pemungutan PAD. Selain itu jugamuntuk

menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk

memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima.


Untuk menentukan efisien tidaknya pemungutan PAD, digunakan tolak ukur

efisiensi dengan membandingkan angka rasio yang diperoleh dengan standar rasio

pemungutan PAD sebesar 5% dari realisasi.

Cara pengukurannya :

1) Apabila rasio yang diperoleh masih dibawah standar rasio sebesar 5% dari

realisasi, maka dapat dikatakan biaya pemungutan PAD efisien.

2) Apabila rasio yang diperoleh melampaui standar rasio sebesar 5 dari relisasi,

maka dapat dikatakan bahwa pemungutan PAD kurang efisien.

Tabel 4. Kriteria Efisiensi Kinerja Keuangan

Persentase Kinerja Keuangan Kriteria

100% ke atas Tidak Efisien

90% – 100% Kurang efisien

80% - 90% Cukup

60% - 80% Efisien

Dibawah 60% Sangat Efisien

Sumber: Depdagri, Kepmendagri Nomor 690.900.327 Tahun 1996. Pedoman Penilaian Kinerja

Keuangan.
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam pelaksanaan pembangunan daerah, pemerintah daerah dituntut untuk dapat

menggali sumber-sumber penerimaan daerah. Salah satu sumbangan bagi pemerintah daerah

yang selama ini dinilai cukup memberikan kontribusi adalah penerimaan daerah yang berasal

dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa

besarnya kontribusi, efektivitas dan efisiensi Pendapatan Asli Daerah terhadap pendapatan

daerah. Penelitian ini dilakukan di Dkota Bandung, dalam penelitian ini data yang didapat adalah

data Pendapatan Asli Daerah dan total pendapatan daerah yang diperoleh Kota Bandung selama

tahun anggaran 2015 sampai dengan tahun anggaran 2017, realisasi penerimaan Pendapatan Asli

Daerah dan Target Penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang diperoleh Kota Bandung selama

tahun anggaran 2015 sampai dengan tahun 2017 serta biaya pemungutan Pendapatan Asli Daerah

dan Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang diperoleh diperoleh Kota Bandung

selama tahun anggaran 2015 sampai dengan tahun anggaran 2017.

4.1. Kontribusi Pendapatan Asli Daerah

Dalam upaya mengoptimalkan pendapatan daerah, Pemerintah Kota Bandung berupaya

semaksimal mungkin untuk meningkatkan kegiatan pemungutan PAD dengan tetap berlandaskan

pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendapatan Asli Daerah merupakan salah

satu sumber penerimaan daerah, Pendapatan Asli Daerah juga berperan dalam pembiayaan

pembangunan daerah. Dengan melihat besarnya realisasi penerimaan pendapatan asli daerah,

dapat diketahui besarnya kontribusi Pendapatan Asli daerah terhadap pendapatan daerah.

Adapun rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut:


Realisasi PAD
Kontribusi 𝑃𝐴𝐷 = 100%
Pendapatan Daerah

Tabel5. Peranan PAD terhadap Pendapatan Kota Bandung Tahun Anggaran 2015-2017

Tahun
Realisasi PAD Pendapatan Daerah Kontribusi
Anggaran
2015 46%
1.859.694.643 4.066.246.830
2016 51%
2.578.457.420 5.015.836.590
2017 65%
5.685.213.859 8.684.129.617
Rata Rata 54%

Dari table 5 di atas dapat diketahui bahwa peranan PAD terhadap Pendapatan Daerah

kota Bandung cukup besar. Pertumbuhan Pendapatan Daerah tiap tahunnya mengalami

peningkatan, peningkatan yang cukup besar pada tahun anggaran 2017 yakni sebesar Rp

8.684.129.617. Selama tahun anggaran 2015 sampai dengan tahun anggaran 2017, kontribusi

PAD berkisar antara 46% sampai 65%

a) Pada tahun anggaran 2015 PAD memberikan kontribusi sebesar 46% terhadap

pendapatan daerah. Pada tahun 2016 mengalami kenaikkan sebesar 5% sehingga

kontribusi PAD pada tahun 2016 meningkat dari 46% menjadi 51% sejalan

dengan peningkatan realisasi PAD.

b) Peningkatan jumlah pendapatan daerah dan realisasi PAD pun terjadi pada tahun

anggaran 2017. Hal ini menyebabkan meningkatnya kontribusi yang dapat

diberikan oleh PAD, dan pada tahun anggaran 2016 ini mengalami peningkatan

sebesar 14% sehingga kontribusi PAD pada tahun 2017 sebesar 65%.

c) Rata-rata kontribusi yang diberikan PAD terhadap pendapatan daerah pada tahun

anggaran 2015 sampai dengan tahun anggaran 2017 adalah sebesar 54%. Dengan
demikian PAD yang di pungut di Kota Bandung mempunyai kontribusi yang

tergolong cukup besar terhadap pendapatan daerah.

4.2. Analisis Efektifitas dan Efisiensi PAD Kota Bandung

4.2.1. Efektifitas Pendapatan Asli Daerah

Efektivitas Pendapatan Asli Daerah menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam

merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang

ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Untuk menentukan efektif tidaknya pemungutan PAD

pada suatu daerah digunakan asumsi sebagai berikut :

a. Apabila kontribusi keluaran yang dihasilkan (realisasi Pendapatan Asli Daerah) semakin

besar terhadap nilai pencapaian sasaran tersebut (target Pendapatan Asli Daerah) maka

dapat dikatakan pemungutan Pendapatan Asli Daerah semakin efektif.

b. Apabila kontribusi keluaran yang dihasilkan (realisasi Pendapatan Asli Daerah) semakin

kecil terhadap nilai pencapaian sasaran tersebut (target Pendapatan Asli Daerah) maka

dapat dikatakan pemungutan Pendapatan Asli Daerah kurang efektif.

Kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan tugasnya dikatakan efektif apabila rasio

efektivitas yang dicapai minimal sebesar 100%. Semakin tinggi rasio efektivitas menggambarkan

kemampuan daerah yang semakin baik. (Mardiasmo, 2002: 129).

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Realisasi Penerimaan PAD


Efektivitas = 100%
Target PAD

Tabel 6. Efektivitas Pendapatan Asli Daerah Tahun Anggaran 2015-2017


Tahun Realisasi Penerimaan
Target PAD Efektifitas Keterangan
Anggaran PAD
2015 95%
1.859.694.643 1.961.557.568 Efektif
2016 111%
2.578.457.420 2.330.284.726 Sangat Efektif
2017 112%
5.685.213.859 5.089.505.925 Sangat Efektif

Dari tabel diatas kita dapat mengetahui bahwa efektivitas selama 3 tahun yang diteliti

yaitu dari tahun anggaran 2015 sampai dengan tahun anggaran 2017 tingkat efektivitasnya

hampir dan sudah melampaui 100%, hal ini disebabkan karena realisasi PAD lebih besar

dibandingkan target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Bandung, yang artinya

kemampuan daerah Kota Bandung dalam menjalankan tugas sudah tergolong efektif. Efektivitas

pemungutan Pendapatan Asli Daerah ini berasal dari komponen-komponen Pendapatan Asli

Daerah yang direalisasikan sesuai atau bahkan melebihi target yang telah ditentukan. Tingkat

efektivitas sebesar 95% pada tahun anggaran 2015 mempunyai arti yakni dari target yang

ditentukan yaitu sebesar Rp1.961.557.568 dapat tercapai melebihi target yang telah ditentukan

yaitu sebesar Rp1.859.694.643 atau sebesar 95% dari target yang telah ditetapkan.

a. Pendapatan Asli Daerah pada tahun anggaran 2015 dapat mencapai target yang telah

di tetapkan. Dari target PAD sebesar Rp1.961.557.568 dapat direalisasikan sebesar

Rp1.859.694.643 atau 95% sehingga terdapat selisih sebesar Rp101.862.925. Pada

tahun anggaran 2015 ini rasio efektivitas tergolong efektif karena rasionya 95%.

b. Pendapatan Asli Daerah pada tahun anggaran 2016 dapat mencapai target yang telah

ditetapkan. Dari target PAD sebesar Rp2.330.284.726 dapat direalisasikan sebesar

Rp5.685.213.859 atau 111%. Pada tahun ini rasio efektivitas PAD kota Bandung

adalah sebesar 111% menunjukkan tingkat kemampuan efektivitas yang baik, dimana
pada tahun ini efektivitasnya semakin meningkat yaitu dari 95% pada tahun 2015

menjadi 111% pada tahun 2006 atau mengalami peningkatan sebesar 6%.

c. Pendapatan Asli Daerah pada tahun anggaran 2017 tetap dapat mencapai target yang

telah ditetapkan. Dari target PAD tahun ini sebesar Rp5.089.505.925 dapat

direalisasikan sebesar 112% . Efektivitas pada tahun anggaran 2017 ini juga

mengalami peningkatan sebesar 1% yaitu dari tahun 2016 sebesar 111% meningkat

menjadi 112% pada tahun 2017. Hal ini juga menunjukkan bahwa tingkat efektivitas

kota Bandung dari 3 tahun anggaran yang diteliti ini, yakni tahun 2015 sampai dengan

tahun 2017 semakin baik dalam merealisasikan PAD, berarti upaya-upaya yang

dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung dalam merealisasikan PAD bisa terwujud

dengan baik.

4.2.2. Efisiensi Biaya Pemungutan Pendapatan Daerah

Efisiensi biaya pemungutan Pendapatan Asli Daerah dilakukan dengan cara membandingkan

biaya pemungutan PAD dengan realisasi PAD Kota Bandung. Pemungutan adalah suatu

rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek Pendapatan Asli Daerah,

penentuan besarnya pungutan yang terutang sampai kegiatan penagihan serta pengawasan

penyetorannya. Biaya pemungutan adalah biaya yang diberikan kepada aparat pelaksana

pemungutan dalam rangka kegiatan pemungutan.

Dari hasil perhitungan rasio tingkat efisiensi tersebut dapat diartikan sebagai berikut:

a. Apabila rasio yang diperoleh masih dibawah standar rasio sebesar 5% dari realisasi

maka dapat dikatakan bahwa pemungutan PAD efisien.


b. Apabila rasio yang diperoleh melampaui standar rasio yakni sebesar 5% dari realisasi

maka dapat dikatakan bahwa pemungutan PAD kurang efisien.

Untuk melihat efisiensi Biaya Pemungutan PAD dapat ditunjukkan melalui rumus:

Biaya Pemungutan PAD


Efisiensi = 100%
Realisasi PAD
Tabel 7. Biaya Pemungutan dan Realisasi PAD Kota Bandung Tahun Anggaran 2015-2017
Tahun Biaya Pemungutan
Realisasi PAD Efisiensi Keterangan
Anggaran PAD
2015 4%
81.911.079 1.859.694.643 Efisien
2016 4%
98.679.354 2.578.457.420 Efisien
2017 4%
202.695.893 5.685.213.859 Efisien

Tabel 7 diatas menunjukkan biaya pemungutan PAD pemerintah Kota Bandung yang

sudah cukup baik, karena rasio efisiensinya hanya berkisar 4%. Artinya rasio efisiensi sebesar

4% adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah Kota Bandung pada tahun anggaran

2015 untuk menghasilkan realisasi PAD sebesar Rp1.859.694.643 adalah sebesar 4% atau

Rp81.911.079 dari realisasi PAD yang didapat. Rasio sebesar 4% mempunyai arti, untuk

mendapatkan realisasi PAD sebesar Rp 1,- biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 0.004,-.

Terlihat jelas bahwa rasio efisiensi Pemerintah Kota Bandung tahunnya semakin tidak

mendekati 100%. Hal ini berarti realisasi Pendapatan Asli Daerah yang diterima Kota Bandung

lebih besar dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memungut Pendapatan

Asli Daerah. Rata-rata setiap tahunnya tidak mengalami kenaikkan efisiensi yang menunjukkan

tingkat efisiensi semakin tahun semakin baik. Selama tiga tahun anggaran ( tahun 2015-2017 )

biaya pemungutan Pendapatan Asli Daerah yang harus dikeluarkan memang mengalami
peningkatan setiap tahunnya, tetapi peningkatan tersebut tidak mempengaruhi tingkat efisiensi

karena realisasi Pendapatan Asli Daerah juga meningkat setiap tahunnya.


BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

1. Kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap pendapatan daerah selama tahun anggaran

2015 sampai dengan tahun anggaran 2017 berkisar antara 46% sampai dengan 65%

dengan rata-rata kontribusi sebesar 54%. Tahun 2015 kontribusinya sebesar 46%, tahun

2016 sebesar 51%, dan tahun 2017 sebesar 65%. Setiap tahun kontribusi Pendapatan Asli

Daerah Kota Bandung cenderung mengalami peningkatan, walaupun peningkatannya

tidak terlalu besar dan pada tahun 2016. Tahun berikutnya adanya kenaikkan sekitar 14%

Peningkatan penerimaan Pendapatan Asli Daerah ini menunjukkan bahwa pemerintah

Kota Bandung telah berusaha untuk memanfaatkan sumberdaya yang ada dengan sebaik

mungkin dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dari tahun ke tahun.

2. Rasio efektivitas Pendapatan Asli Daerah selama 3 tahun yang diteliti yaitu dari tahun

anggaran 2015 sampai dengan tahun anggaran 2017 tingkat efektivitasnya sudah

melampaui 100%, hal ini disebabkan karena realisasi Pendapatan Asli Daerah lebih besar

dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan oleh pemerintah Kota Bandung. Ini

berarti kemampuan Kota Bandung dalam menjalankan tugas sudah tergolong efektif.

Pada tahun 2015 tingkat efektivitasnya sebesar 95%, tahun 2016 sebesar 111%, dan tahun

2017 tingkat efektivitasnya sebesar 112%. Setiap tahunnya target Pendapatan Asli

Daerah yang ingin dicapai selalu terealisasikan sesuai dengan yang telah ditargetkan
bahkan untuk setiap tahunnya realisasi Pendapatan Asli Daerah yang diterima dapat

melebihi dari target yang telah ditetapkan.

3. Rasio efisiensi Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung pada tahun 2015 sebesar 4%,

tahun 2016 sebesar 4%, dan tahun 2017 rasio efisiensinya sebesar 4%. Hal ini

menunjukkan bahwa pemungutan Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung dari tahun ke

tahun semakin efisien karena rasio efisiensinya dibawah 5%. Walaupun setiap tahunnya

biaya pemungutan tidak mengalami peningkatan.


DAFTAR PUSTAKA
 Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik Suatu Pengantar. Jakarta : Erlangga.
 Mardiasmo . 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah
 https://www.bandungkab.go.id
 https://ppid.bandung.go.id
 https://bandungkota.bps.go.id/

Anda mungkin juga menyukai