Anda di halaman 1dari 34

TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM

PELAKSANAAN PROGRAM BADAN USAHA MILIK DESA


(BUMDES) “SARI JAYA” DI DESA BANJARMADU
KECAMATAN KARANGGENENG KABUPATEN
LAMONGAN

Mata Kuliah : Metodologi Penelitian

Disusun oleh:

Bachtiar Kurniawan
1231503262

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA


FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang
melimpah. Setiap wilayah memiliki keberagaman potensi yang dapat
dimanfaatkan untuk memajukan perekonomian masyarakatnya. Kemajuan
ekonomi di seluruh wilayah tanah air tidak dirumuskan untuk kepentingan
sesaat, tetapi menjangkau kepentingan jangka panjang dan sesuai
kebutuhan bangsa.
Menurut Rusiana (2017) kemajuan di bidang ekonomi tidak hanya
diprioritaskan untuk perkotaan tetapi secara merata harus sampai ke
pedesaan. Mayoritas penduduk Bangsa Indonesia yang hidup di pedesaan
menjadikan desa sebagai sektor awal perputaran kegiatan perekonomian
negara, sehingga daerah pedesaan merupakan sentral pembangunan
nasional. Hal tersebut dikarenakan apabila setiap desa telah mampu
melaksanakan pembangunan secara mandiri maka kemakmuran
masyarakat akan mudah terwujud dan secara nasional akan meningkatkan
indeks kemakmuran masyarakat Indonesia.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa, pembangunan desa bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta
penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan
dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi
ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan
secara berkelanjutan. Adapun pembangunan nasional merupakan usaha
untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan
spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD RI 1945 dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berkedaulatan
rakyat.(Wijanarko, 2012)
Perlindungan terhadap perekonomian dan kesejahteraan bagi
masyarakat desa di antaranya diatur pada pasal 213 ayat (1), (2), dan (3)
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang
menyatakan bahwa desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai
dengan kebutuhan dan potensi desa yang berpedoman pada peraturan
perundang-undangan serta dapat melakukan pinjaman sesuai peraturan
perundang-undangan.
Desa sejak lama telah membentuk organisasi atau lembaga yang
muncul dari inisiatif masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan
hidup yang harus dipenuhinya. Umumnya lembaga-lembaga lokal ini
masih bersifat tradisional dengan berbagai kekurangan yang ada dari segi
2

organisasi atau kelembagaan modern. Sedangkan pemerintah sebagai


stakeholder dari program pembangunan sangat memerlukan lembaga yang
sangat mumpuni untuk menjadi wadah pembangunan, bahkan sarana
paling tepat untuk percepatan pembangunan pedesaan.
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan salah satu
lembaga yang dibentuk guna menstimulus dan mendorong roda
perekonomian di desa. Menurut Pasal 1 Ayat 6 Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014, BUMDes diartikan sebagai badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna
mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat desa.

BUMDes memiliki beberapa fungsi, antara lain:


a) Kontribusi atau sumbangan BUMDes berfungsi dalam
memfasilitasi desa menjadi desa otonom, dan mandiri.
b) BUMDes berfungsi sebagai instrumen pembentukan dan
peningkatkan pendapatan Asli Desa (PADESA).
c) BUMDes berfungsi dalam pembangunan pedesaan, sehingga
dapat keluar dari kemiskinan dan keterisoliran atas kekuatan
sendiri.

Desa Banjarmadu merupakan salah satu desa yang turut


membentuk BUMDes yang kemudian diberi nama BUMDes “Sari Jaya”.
BUMDes “Sari Jaya” merupakan BUMDes yang bergerak dibidang usaha
simpan pinjam, UKM, dan sarana produksi pertanian. Pengurus BUMDes
merupakan beberapa warga desa yang dipilih dan dipercaya oleh
masyarakat desa, sedangkan pengawasan dilakukan sendiri oleh
masyarakat desa.
Dalam mewujudkan tujuan program BUMDes diperlukan
kesadaran dan partisipasi aktif dari seluruh masyarakat dalam menunjang
suskesnya program-program dari BUMDes. Selain itu juga diperlukan
kebijaksanaan pemerintah Desa serta pengelola BUMDes untuk
mengarahkan serta membimbing masyarakat untuk bersama-sama
melaksanakan program BUMDes.(dalam Tiballa, 2017:1)
Menurut Adi (2007) partisipasi adalah keikutsertaan seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu kegiatan. Partisipasi dapat juga berarti
bahwa pembuat keputusan menyarankan kelompok atau masyarakat ikut
terlibat dalam bentuk penyampaian saran dan pendapat, barang,
keterampilan, bahan dan jasa. Hal tersebut dikarenakan kelompok
mengenal masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan mereka, membuat
keputusan dan memecahkan masalahnya. Adapun Marsikanto (1988)
3

mengemukakan adanya empat partisipasi masyarakat di dalam kegiatan


pembangunan, yaitu partisipasi dalam tahap pengambilan keputusan,
partisipasi dalam tahap pelaksanaan program, partisipasi dalam tahap
pemantauan dan evaluasi pembangunan, serta partisipasi dalam tahap
pemanfaatan hasil pembangunan.
Pada realitanya, didalam pelaksanaan program BUMDes “Sari
Jaya”, terdapat sebagian masyarakat desa banjarmadu yang belum ikut
berpartisipasi dengan berbagai alasan. Kurangnya sosialisasi serta
minimnya informasi menjadi faktor utama sebagian masyarakat desa tidak
ikut berpartisipasi dalam program BUMDes. Selain itu, banyaknya warga
yang hanya berprofesi sebagai petani dan para ibu rumah tangga yang
hanya berfokus dalam mengurus rumah yang menjadikan warga merasa
tidak memiliki banyak waktu luang untuk mengikuti kegiatan maupun
program yang dijalankan oleh BUMDes.
Banyaknya masyarakat desa yang tidak tertarik untuk menyimpan
uangnya di BUMDes dan lebih memilih menyimpan di Bank maupun
koperasi simpan pinjam yang berada di desa lain turut berimbas pada
kurangnya dana bagi BUMDes untuk dipinjamkan kepada warga lain guna
memajukan produksi pertanian maupun usahanya. Sehingga dibutuhkan
suatu pemecahan masalah untuk menarik perhatian masyarakat desa agar
dapat berpartisispasi dalam program maupun kegiatan yang dilaksanakan
oleh BUMDes “Sari Jaya” dan diharapkan keberadaan BUMDes mampu
mendorong dinamisasi kehidupan ekonomi serta sebagai penggerak
perekonomian masyarakat desa dan diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk
menelitinya lebih mendalam dengan judul “Tingkat Partisipasi
Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program Badan Usaha Milik Desa
(Bumdes) “Sari Jaya” Di Desa Banjarmadu Kecamatan
Karanggeneng Kabupaten Lamongan”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan
masalah pada penelitian ini adalah:
“Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
program BUMDes “Sari Jaya” di Desa Banjarmadu Kecamatan
Karanggeneng Kabupaten Lamongan?”

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah:
4

“Untuk mendeskripsikan tingkat partisipasi masyarakat dalam


pelaksanaan program BUMDes “Sari Jaya” di Desa Banjarmadu
Kecamatan Karanggeneng Kabupaten Lamongan”
5

1.4 Manfaat Penelitian


Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1.4.1 Bagi penulis, penelitian ini merupakan suatu usaha untuk
meningkatkan kemampuan berfikir melalui penulisan karya ilmiah
dan untuk menerapkan teori-teori yang penulis peroleh selama
perkulian di Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.
1.4.2 Bagi Masyarakat Desa, hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi salah satu sumbangan pemikiran sebagai masukan dalam
rangka meningkatkan partisipasi masyarakat desa terhadap
pelaksanaan program-program BUMDes
1.4.3 Bagi BUMDes “Sari Jaya”, hasil penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai masukan agar BUMDes dapat menciptakan
program-program yang menarik bagi masyarakat dan mampu untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat.
1.4.4 Bagi Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, penelitian ini diharapkan
dapat melengkapi ragam penelitian yang telah dibuat oleh para
mahasiswa dan dapat menambah bahan bacaan dan referensi.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Partisipasi Masyarakat
2.1.1.1 Partisipasi
Partisipasi berasal dari bahasa Inggris participate yang
artinya mengikutsertakan atau ikut mengambil bagian. (Wijaya,
2004:208)
H.A.R. Tilaar (2009:287) mengungkapkan bahwa partisipasi
merupakan wujud dari keinginan untuk mengembangkan
demokrasi melalui proses desentralisasi dimana diupayakan antara
lain perlunya perencanaan dari bawah (button-up) dengan
mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan dan
pembangunan masyarakatnya.
Sedangkan menurut Djalal, Fasli dan Dedi Supriadi
(2001:201-202) partisipasi dapat juga berarti bahwa pembuat
keputusan menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat
dalam bentuk penyampaian saran dan pendapat, barang,
keterampilan, bahan dan jasa. Partisipasi dapat juga berarti bahwa
kelompok mengenal masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan
mereka, membuat keputusan dan memecahkan masalahnya.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan
mengenai pengertian partisipasi, dimana partisipasi ialah
kebebasan setiap warga negara untuk terlibat dalam pembuatan
keputusan dan menyuarakan pendapat.

2.1.1.2 Pengertian Masyarakat


Masyarakat dalam istilah bahasa Inggris adalah society yang
berasal dari kata Latin socius yang berarti kawan. Istilah masyarakat
berasal dari kata bahasa Arab syaraka yang berarti ikut serta dan
berpartisipasi.
Menurut Mayor Polak (dalam Ahmadi, 2003:96),
menyebutkan bahwa masyarakat adalah wadah segenap antar
hubungan sosial terdiri atas banyak sekali kolektiva-kolektiva serta
kelompok dalam tiap-tiap kelompok terdiri atas kelompok-kelompok
lebih baik atau sub kelompok.
Menurut Djojodiguno tentang masyarakat adalah suatu
kebulatan dari pada segala perkembangan dalam hidup bersama
antar manusia dengan manusia (dalam Ahmadi 2003:97).
Sedangkan masyarakat menurut Selo Soemardjan (dalam
Soekanto, 2006: 22) adalah orang-orang yang hidup bersama yang
7

menghasilkan kebudayaan dan mereka mempunyai kesamaan


wilayah, identitas, mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan
perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam kehidupan


bermasyarakat menurut Ahmadi (2003):
a) Harus ada pengumpulan manusia, dan harus banyak,
bukan poengumpulan binatang.
b) Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama dalam
suatu daerah tertentu.
c) Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur
mereka untuk menuju kepada kepentingan-kepentingan
dan tujuan bersama.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan


bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi
dalam suatu hubungan sosial yang memiliki kesamaan budaya,
wilayah, dan identitas, mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan
disatukan oleh perasaan persatuan.

2.1.1.3 Pengertian Partisipasi Masyarakat


Partisipasi masyarakat merupakan salah satu bentuk
partisipasi politik masyarakat yang sangat penting dalam rangka
menciptakan good governance. (Saragih 2011:14)
Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007:27) adalah
keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah
dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan
keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah,
pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat
dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.
Menurut Deviyanti (2013:382) partisipasi melibatkan lebih
banyak mental dan emosi daripada fisik seseorang, sehingga
pribadinya diharapkan lebih banyak terlibat dari pada fisiknya
sendiri. Partisipasi yang didorong oleh mental dan emosi yang
demikian itu, disebut sebagai partisipasi "sukarela". Sedangkan
partisipasi dengan paksaan disebut mobilisasi. Partisipasi mendorong
orang untuk ikut bertanggung jawab di dalam suatu kegiatan, karena
apa yang disumbangkannya adalah atas dasar kesukarelaan sehingga
timbul rasa bertanggung jawab kepada organisasi.
8

2.1.1.4 Tujuan Partisipasi Masyarakat


Menurut Schiller dan Antlov (dalam Sumarto,
2003:152) tujuan partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut:
a) Menciptakan visi bersama. Merumuskan visi dan mandate
serta nilai-nilai yang dianut atau menjadi dasar suatu
organisasi serta visi itu ke depan. Tujuannya adalah
menyajikan kebenaran yang definit, tapi lebih untuk
menstimulasikan debat dan bagaimana mempengaruhi ke
masa depan.
b) Membangun rencana. Setelah melakukan perumusan visi
bersama dalam rangka menentukan tujuan spesifik yang
ingin dicapai. Maka dengan bekal itu dapat segera dibuat
suatu proses lanjutan untuk membangun rencana.

Sedangkan Soetrisno (1995) menjelaskan tentang tujuan


partisipasi rakyat atau masyarakat, yaitu:
a) Partisipasi rakyat dalam pembangunan sebagai dukungan
rakyat terhadap rencana/ proyek pembangunan yang
dirancang dan ditentukan tujuannya oleh perencana.
Ukuran tinggi rendahnya partisipasi rakyat dalam definisi
ini diukur dengan kemauan rakyat untuk ikut
bertanggungjawab dalam pembiayaan pembangunan, baik
berupa uang maupun tenaga dalam melaksanakan proyek
pembangunan pemerintah.
b) Partisipasi rakyat bertujuan untuk mempererat antara
perencana dan rakyat, dalam merencanakan,
melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil
pembangunan yang telah dicapai. Ukuran tinggi
rendahnya partisipasi rakyat tidak hanya diukur dengan
kemauan rakyat untuk menanggung biaya pembangunan,
tetapi juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk ikut
menentukan arah dan tujuan proyek yang akn dibangun di
wilayah mereka

2.1.1.5 Jenis-Jenis Partisipasi Masyarakat


Adapun jenis-jenis partisipasi masyarakat menurut Cohen
dan Uphoff (dalam Dwiningrum, 2011:61) dibedakan menjadi
empat jenis, yaitu:
a) Partisipasi dalam pengambilan keputusan.
Partisipasi ini berkaitan dengan penentuan alternatif
dengan masyarakat yang berkaitan dengan gagasan atau
ide yang menyangkut kepentingan bersama. Dalam
9

partisipasi ini masyarakat menuntut untuk ikut


menentukan arah dan orientasi pembangunan. Wujud dari
partisipasi ini antara lain seperti kehadiran rapat, diskusi,
sumbangan pemikiran, tanggapan atau penolakan
terhadap program yang ditawarkan.
b) Partisipasi dalam pelaksanaan.
Partisipasi dalam pelaksanaan suatu program meliputi:
menggerakkan sumber daya, dana, kegiatan administrasi,
koordinasi dan penjabaran program.
c) Partisipasi dalam pengambilan manfaat.
Partisipasi ini tidak lepas dari hasil pelaksanaan program
yang telah dicapai baik yang berkaitan dengan kuantitas
maupun kualitas. Dari segi kualitas, dapat dilihat dari
peningkatan output, sedangkan dari segi kuantitas dapat
dilihat seberapa besar prosentase keberhasilan program.
d) Partisipasi dalam evaluasi
Partisipasi masyarakat dalam evaluasi ini berkaitan
dengan masalah pelaksanaan program secara menyeluruh.
Partisipasi ini bertujuan untuk mengetahui ketercapaian
program yang telah direncanakan sebelumnya.

Sedangkan Sundariningrum (dalam Sugiyah, 2010:38)


mengklasifikasikan partisipasi masyarakat menjadi dua
berdasarkan cara keterlibatannya, yaitu:
a) Partisipsai langsung
Partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan
kegiatan tertentu dalam proses partisipasi. Partisipasi ini
terjadi apabila setiap orang dapat mengajukan pandangan,
membahas pokok permasalahan, mengajukan keberatan
terhadap keinginan orang lain atau terhadap ucapannya.
b) Partisipasi tidak langsung
Partisipasi yang terjadi apabila individu mendelegasikan
hak partisipasinya pada orang lain.

2.1.1.6 Tingkat Partisipasi Masyarakat


Menurut Arnstein terdapat delapan tangga tingkat partisipasi
masyarakat, antara lain disebutkan dalam gambar berikut:
10

Gambar 2.1 Delapan Tangga Tingkat Partisipasi Masyarakat


Sumber: Arnstein, 1969

A) Manipulasi (Manipulation)
Manipulation merupakan tingkat partisipasi yang paling rendah
dan sebagai tangga pertama dari delapan anak tangga partisipasi.
Pada tingkatan ini pemerintah membuat program pembangunan
kemudian membentuk komite (Badan Penasehat) untuk
mendukung pemerintah. Dengan dibentuknya komite tersebut,
pemerintah memanipulasi masyarakat sehingga munculnya
anggapan bahwa program tersebut sangat dibutuhkan oleh
masyarakat. Partisipasi masyarakat hanya dijadikan kendaraan
oleh pemerintah, sehingga mengakibatkan tidak adanya peran
serta masyarakat.
B) Terapi (Therapy)
Therapy merupakan tangga kedua. Pada tingkatan ini, “terapi”
digunakan untuk merawat atau menyembuhkan penyakit
masyarakat akibat adanya kesenjangan antara masyarakat kaya
dan miskin ataupun kesenjangan kekuasaan dan kesenjangan ras
yang telah menjadi penyakit di masyarakat. Pada tingkat ini,
pemerintah membuat berbagai program pemerintah yang hanya
11

bertujuan untuk mengubah pola pikir masyarakat seperti proses


penyembuhan pasien dalam terapi sebagai upaya untuk
"mengobati" masalah-masalah psikologis masyarakat seperti
halnya perasaan ketidakberdayaan (sense of powerlessness), tidak
percaya diri dan perasaan bahwa diri mereka bukan komponen
penting dalam masyarakat.
C) Pemberian Informasi (Informing)
Informingmerupakan tangga ketiga. Tingkatan ini merupakan
transisi antara non participation dengan tokenism. Pada tingkat ini
terdapat 2 karakteristik yang bercampur, yaitu: Pertama,
pemerintah memberi informasi mengenai hak, tanggung jawab,
dan berbagai pilihan masyarakat, hal ini adalah langkah pertama
menuju partisipasi masyarakat. Kedua, pemberian informasi
hanya bersifat komunikasi satu arah (dari pemerintah kepada
masyarakat) berupa negosiasi terhadap rencana program yang
akan dilakukan, tanpa adanya umpan balik (feedback) dari
masyarakat sehingga kecil kemungkinan untuk mempengaruhi
rencana program pembangunan tersebut. Media massa, poster,
pamflet, pamflet dan tanggapan atas pertanyaan, merupakan alat
yang sering digunakan dalam komunikasi satu arah.
D) Konsultasi (Consultation)
Consultation merupakan tangga keempat. Pada tingkatan ini
pemerintah memberi informasi dan mengundang opini
masyarakat. Arnstein menyatakan bahwa tingkat ini merupakan
tingkat yang sah menuju tingkat partisipasi penuh. Komunikasi
dua arah ini sifatnya tetap buatan (artificial)karena tidak
dijadikannya ide-ide dari masyarakat sebagai bahan
pertimbangan. Bentuk konsultasi masyarakat adalah survai
tentang pola pikir masyarakat, pertemuan antar tetangga, dan
dengar pendapat publik. Di sini partisipasi tetap menjadi sebuah
ritual yang semu.
E) Perujukan (Placation)
Placation merupakan tangga kelima. Pada tingkatan ini
masyarakat sudah mulai mempunyai pengaruh terhadap program
pemerintah, ini terbukti sudah adanya keterlibatan masyarakat
yang ikut menjadi anggota komite (badan kerjasama) yang terdiri
dari wakil-wakil dari instansi pemerintah. Dengan kata lain,
pemerintah membiarkan masyarakat berpenghasilan rendah untuk
memberikan saran atau usul, tetapi keputusan masih dipegang
oleh elit kekuasaan. Hal ini disebabkan jumlah masyarakat pada
anggota komite masih terlalu sedikit dibandingkan dengan
anggota instansi pemerintah.
12

F) Kemitraan (Partnership)
Partnership merupakan tangga keenam. Pada tingkatan ini
masyarakat memiliki kekuatan bernegosiasi dengan pemegang
kekuasaan. Pemerintah membagi tanggung jawab dengan
masyarakat terhadap perencanaan, pengambilan keputusan,
penyusunan kebijaksanaan dan pemecahan berbagai permasalahan
melalui badan kerjasama. Setelah ada kesepakatan tidak
dibenarkan adanya perubahan-perubahan yang dilakukan secara
sepihak.
G) Pelimpahan Kekuasaan (Delegated Power)
Delegated Power merupakan tangga ketujuh. Pada tingkat ini,
masyarakat diberi limpahan kekuasaan untuk membuat keputusan
pada rencana atau program-progam pembangunan yang
bermanfaat bagi mereka. Untuk memecahkan permasalahan yang
ada, pemerintah harus mengadakan tawar menawar dibandingkan
dengan memberi tekanan kepada masyarakat.
H) Pengawasan Masyarakat (Citizen Control)
Citizen Control merupakan tangga kedelapan dan merupakan
tingkat partisipasi tertinggi. Pada tingkat ini, masyarakat
mempunyai kekuatan penuh untuk mengukur program atau
kelembagaan yang berkaitan dengan kepentingan mereka.
Masyarakat mempunyai kewenangan penuh dibidang
kebijaksanaan dan masyarakat dapat langsung berhubungan
dengan pihak-pihak luar untuk mendapatkan bantuan atau
pinjaman dana tanpa melalui perantara pihak ketiga.

Arnstein (1969) secara umum membagi delapan tangga tersebut


dalam tiga kelompok besar, yaitu sebagai berikut:
a) Tidak ada peran serta atau non participation yang meliputi
manipulation dan therapy.
b) Peran serta masyarakat dalam bentuk tinggal menerima beberapa
ketentuan atau degrees of tokenism yang meliputi informing,
consultation dan placation.
c) Peran serta masyarakat dalam bentuk mempunyai kekuasaan atau
degrees of citizen power yang meliputi partnertship, delegated
power dan citizen control.

2.1.1.7 Faktor-Faktor yang Menghambat Partisipasi Masyarakat


Pada dasarnya banyak faktor yang mempengaruhi derajat
partisipasi seseorang yang tercermin dalam prilaku dan aktifitasnya
dalam suatu kegiatan. Faktor yang mempengaruhi derajat
13

partisipasi antara lain pendidikan, penghasilan dan pekerjaan


anggota masyarakat dalam hal ini orang tua siswa.
Tingkat pendidikan orang tua siswa memiliki hubungan yang
positif terhadap partisipasinya dalam membantu pelaksanaan
penyelenggaraan pendidikan. Menurut Soemanto R B, dkk.
(Khikmawati, 1997: 28) mengatakan bahwa mereka yang memiliki
pendidikan yang lebih tinggi akan lebih tinggi derajat
partisipasinya dalam pembangunan, hal mana karena dibawa oleh
semakin kesadarannya terhadap pembangunan. Hal ini berarti
semakin tinggi derajat partisipasi terhadap program pemerintah.
Faktor pendidikan juga berpengaruh pada perilaku seseorang
dalam menerima dan menolak suatu perubahan yang dirasakan
baru. Masyarakat yang berpendidikan ada kecenderungan lebih
mudah menerima inovasi jika ditinjau dari segi kemudahan
(eccessibility) atau dalam mendapatkan informasi yang
mempengaruhi sikapnya. Seseorang yang mempunyai derajat
pendidikan mempunyai kesempatan yang lebih besar dalam
menjangkau sumber informasi.
Oleh karena itu, orang yang mempunyai pendidikan kuat
akan tertanam rasa ingin tahu sehingga akan selalu berusaha untuk
tahu tentang inovasi baru dari pengalaman-pengalaman belajar
selama hidup.
Faktor penghasilan merupakan indikator status ekonomi
seseorang, faktor ini mempunyai kecenderungan bahwa seseorang
dengan status ekonomi tinggi pada umumnya status sosialnya
tinggi pula. Dengan kondisi semacam ini mempunyai peranan besar
yang dimainkan dalam masyarakat dan ada kecenderungan untuk
terlibat dalam berbagai kegiatan terutama gejala ini dominan di
masyarakat pedesaan. Pengaruh ekonomi jika diukur dalam
besarnya kontribusi dalam kegiatan pembangunan ada
kecenderungan lebih besar kontribusi berupa tenaga.
Faktor lain disampaikan oleh Angell (dalam Antara,2011)
mengatakan partisipasi yang tumbuh dalam masyarakat
dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu: usia, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan, lamanya tinggal.
Berikut penjeleasan lebih rinci mengenai pendapat Angell, antara
lain:
a) Usia
Faktor usia merupakan faktor yang memengaruhi sikap
seseorang terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan
yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah ke atas
14

dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma


masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak
yang berpartisipasi daripada mereka yang dari kelompok
usia lainnya.
b) Jenis Kelamin
Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai
bangsa mengatakan bahwa pada dasarnya tempat
perempuan adalah “di dapur” yang berarti bahwa dalam
banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama
adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama
nilai peran perempuan tersebut telah bergeser dengan
adanya gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan
yang semakin baik.
c) Pendidikan
Pendidikan dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak
untuk berpartisipasi. Pendidikan dianggap dapat
memengaruhi sikap hidup seseorang terhadap
lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi
peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.
d) Pekerjaan dan Penghasilan
Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena
pekerjaan seseorang akan menentukan berapa penghasilan
yang akan diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan yang
baik dan mencukupi kebutuhan seharihari dapat
mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam
kegiatankegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk
berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh
suasana yang mapan perekonomian.
e) Lamanya Tinggal
Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu
dan pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan
tersebut akan berpengaruh pada partisipasi seseorang.
Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka
rasa memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih
terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam setiap
kegiatan lingkungan tersebut.

2.1.2 Pelaksanaan Program


2.1.2.1 Pengertian Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari
sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci,
implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah
15

dianggap siap. Secara sederhana pelaksanaan bisa diartikan


penerapan. Majone dan Wildavsky mengemukakan pelaksanaan
sebagai evaluasi perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan.
(dalam Usman, 2002:70)
Menurut Westra, dkk (dalam Adisasmita, 2011:24)
pelaksanaan adalah sebagai usaha-usaha yang dilakukan untuk
melaksanakan semua rencana dan kebijakan yang telah dirumuskan
dan ditetapkan dengan melengkapi segala kebutuhan alat-alat yang
diperlukan, siapa yang melaksanakan dimana tempat pelaksanaannya
dan kapan waktu dimulainya.
Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan merupakan penerapan dari rencana yang telah disusun
dan dianggap siap.

2.1.2.2 Pengertian Program


Hasibuan (2012:157) mengungkapkan bahwa program adalah
suatu jenis rencana yang sudah jelas dan konkret karena di dalamnya
sudah tercantum sasaran, kebijaksanaan, prosedur, anggaran, dan waktu
pelaksanaan yang telah ditetapkan. Program adalah daftar terinci
mengenai acara dan usaha yang akan dilaksanakan. (Binanto,
2010:1)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa program adalah kata,
ekspresi, atau pernyataan yang disusun dan dirangkai menjadi satu
kesatuan prosedur, yang berupa urutan langkah, untuk
menyelesaikan masalah yang diimplementasikan untuk mencapai
suatu tujuan yang telah ditentukan.

2.1.2.3 Pengertian Pelaksanaan Program


Pada dasarnya pelaksanaan suatu program yang telah
ditetapkan oleh pemerintah harus sejalan dengan kondisi yang ada,
baik itu di lapangan maupun di luar lapangan. Yang mana dalam
kegiatannya melibatkan beberapa unsur disertai dengan usaha-usaha
dan didukung oleh alat-alat penujang.
Pelaksanaan program adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh individu maupun kelompok berbentuk pelaksanaan
kegiatan yang didukung kebijaksanaan, prosedur, dan sumber daya
dimaksudkan membawa suatu hasil untuk mencapai tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan. (Tiballa,2017:448)

2.1.3 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)


2.1.3.1 Pengertian Desa
16

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Desa


merupakan Kata Benda yang dapat diartikan sebagai sekelompok
rumah di luar kota yang merupakan kesatuan; kampung atau dusun.
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Desa yang mengatur tentang Desa. Mengartikan bahwa desa
merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Berdasarkan pengertian di atas, desa dapat diartikan sebagai
suatu perwujudan atau kesatuan geografis yang timbul karena unsur-
unsur fisiografis, ekonomi, sosial, politik dan kultural dalam
hubungan serta adanya pengaruh timbal balik dengan daerah lain.

2.1.3.2 Pengertian Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)


Lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan
pemerintahan desa merupakan upaya memperkuat perekonomian
desa dan membangun kerekatan sosial masyarakat yang dibentuk
berdasarkan kebutuhan dan potensi desa. (Maryunani, 2008:35)
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
tentang Desa pasal 78 ayat (1) Badan Usaha Milik Desa adalah
suatu lembaga/badan perekonomian desa yang berbadan hukum
dibentuk dan dimiliki oleh Pemerintah Desa, dikelola secara
ekonomis mandiri dan profesional dengan modal seluruhnya atau
sebagian besar merupakan kekayaan desa yang dipisahkan. Pada
akhirnya Badan Usaha Milik Desa dibentuk dengan tujuan
memperoleh keuntungan untuk memperkuat Pendapatan Asli Desa
(PADes), memajukan perekonomian desa, serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa.
Badan Usaha Milik Desa atau BUMDes adalah badan usaha
yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa
yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan dan usaha
lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa
(Pasal 1, Ayat (6), Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang
Desa).
BUMDes merupakan lembaga usaha yang bergerak dalam
bidang pengelolaan aset-aset dan sumberdaya ekonomi desa dalam
kerangka pemberdayaan masyarakat desa. Pengaturan BUMDes
diatur di dalam pasal Pasal 213 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004,
17

bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai


dengan kebutuhan dan potensi desa. Selain itu juga diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, yang
didalamnya mengatur tentang BUMDes, yaitu pada Pasal 78 – 81,
Bagian Kelima tentang Badan Usaha Milik Desa, serta yang terakhir
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010
tentang Badan Usaha Milik Desa.

2.1.3.3 Tujuan Pembentukan Badan Usaha Milik Desa


(BUMDes)
Membentuk sebuah badan usaha tentulah memiliki tujuan
yang hendak dicapai. Dewi (2014:2) berpendapat bahwa tujuan
BUMDes ialah mengoptimalkan pengelolaan aset-aset desa yang
ada, memajukan perekonomian desa, serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa. Sifat usaha BUMDes adalah
berorientasi pada keuntungan. Sifat pengelolaan usahanya adalah
keterbukaan, kejujuran, partisipasif dan berkeadilan.
Atsil (2017) berpendapat bahwa tujuan pendirian BUMDes
antara lain dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Desa
(PADesa). Berangkat dari cara pandang ini, jika pendapatan asli desa
dapat diperoleh dari BUMDes, maka kondisi itu akan mendorong
setiap Pemerintah Desa memberikan dukungan dalam merespon
pendirian BUMDes.
Sedangkan menurut Affandy (2004) tujuan dari pembentukan
Bumdes adalah sebagai berikut:
a) Meningkatkan perekonomin desa;
b) Meningkatkan pendapatan asli desa;
c) Meningkatkan pengolahan potensi desa sesuai dengan
kebutuhan masyarakat;
d) Menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan
ekonomi pedesaan.
Dasar pemikiran pembentukan BUMDes didasarkan pada
kebutuhan dan potensi Desa, sebagai upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Berkenaan dengan perencanaan dan
pendiriannya, BUMDes dibangun atas prakarsa (inisiasi)
masyarakat, serta mendasarkan pada prinsip-prinsip kooperatif,
partisipatif dan transparansi. BUMDes sebagai lembaga sosial
berpihak kepada kepentingan masyarakat melalui kontribusinya
dalam penyediaan pelayanan sosial. Sedangkan sebagai lembaga
komersial bertujuan mencari keuntungan melalui penawaran
sumberdaya lokal (barang dan jasa) ke pasar.
18

2.1.3.4 Jenis-Jenis Usaha Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)


Bumdes diarahkan sebagai untuk memilih dan menetapkan
jenis usaha yang mampu memperkuat daya saing perekonomian desa
dengan pihak luar desa khususnya dalam hal pemasaran, standarisasi
produk dan pengembangan jaringan. Jenis usaha BUMDes meliputi
usaha-usaha antara lain:
a) Pelayanan jasa yang meliputi: simpan pinjam,
perkreditan, angkutan darat dan air, listrik desa, air bersih
dan usaha lain yang sejenis;
b) Penyaluran 9 (Sembilan) bahan pokok masyarakat desa;
c) Perdagangan sarana produksi dan hasil pertanian yang
meliputi: hasil bumi, pertanian tanaman pangan,
perkebunan, peternakan, perikanan, agrobisnis dan sarana
produksi dan hasil-hasil lainnya;
d) Industri kecil dan kerajinan rakyat;
e) Kegiatan perekonomian lainnya yang dibutuhkan oleh
warga desa dan mampu meningkatkan nilai tambah bagi
ekonomi masyarakat dan pemerintahan desa.

Sutoro Eko dkk telah menyampaikan 6 Jenis usaha yang


dapat diselenggarakan oleh BUMDesa. Aneka jenis usaha ini
disampaikan dalam Policy Paper “Membangun Badan Usaha Milik
Desa Yang Mandiri, Kokoh Dan Berkelanjutan” yang diterbitkan
kerjasama FPPD dengan ACCES pada bulan Januari 2014. Aneka
jenis usaha tersebut diklasifikasikan ke-dalam 6 klasifikasi jenis
usaha BUMDesa sebagai berikut:
a) Serving: BUM Desa menjalankan ”bisnis sosial” yang
melayani warga, yakni dapat melakukan pelayanan publik
kepada masyarakat. Dengan kalimat lain, BUM Desa ini
memberikan social benefits kepada warga, meskipun
tidak memperoleh economic profit yang besar. Contoh
jenis usaha Serving yaitu Usaha air minum desa baik
pengelolaan air bersih maupun pengelolaan air minum
(suling), usaha listrik desa, lumbung pangan, dll
b) Banking: BUM Desa menjalankan ”bisnis uang”, yang
memenuhi kebutuhan keuangan masyarakat desa dengan
bunga yang lebih rendah daripada bunga uang yang
didapatkan masyarakat desa dari para rentenir desa atau
bank-bank konvensional. Contoh jenis
usaha Banking yaitu : Bank desa atau lembaga
perkreditan desa atau lembaga keuangan mikro desa, unit
usaha dana bergulir dsb.
19

c) Renting: BUM Desa menjalankan bisnis penyewaan


untuk melayani kebutuhan masyarakat setempat dan
sekaligus untuk memperoleh pendapatan desa. Ini sudah
lama berjalan di banyak di desa, terutama desa-desa di
Jawa. Contoh jenis usaha Renting yaitu: Penyewaan
traktor, perkakas pesta, gedung pertemuan, rumah toko,
tanah, dan sebagainya.
d) Brokering: BUM Desa menjadi “lembaga
perantara” yang menghubungkan komoditas pertanian
dengan pasar atau agar para petani tidak kesulitan
menjual produk mereka ke pasar. Atau BUM Desa
menjual jasa pelayanan kepada warga dan usaha-usaha
masyarakat. Contoh jenis usaha Brokering yaitu: Jasa
pembayaran listrik, PAM, Telp, Jasa Perpanjangan Pajak
Kendaraan Bermotor dll. Desa juga dapat mendirikan
pasar desa untuk memasarkan produk-produk yang
dihasilkan masyarakat.
e) Trading: BUM Desa menjalankan bisnis yang
berproduksi dan/atau berdagang barang-barang tertentu
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun
dipasarkan pada sekala pasar yang lebih luas. Contoh
jenis usaha Trading antara lain: Pabrik es, pabrik asap
cair, hasil pertanian, sarana produksi pertanian, dll.
f) Holding: BUM Desa sebagai ”usaha bersama”, atau
sebagai induk dari unit-unit usaha yang ada di desa,
dimana masing-masing unit yang berdiri sendiri-sendiri
ini, diatur dan ditata sinerginya oleh BUM Desa agar
tumbuh usaha bersama. Contoh jenis usaha
Holding yaitu: 1) Kapal desa yang berskala besar untuk
mengorganisir dan mewadahi nelayan-nelayan kecil; 2)
”Desa wisata” yang mengorganisir berbagai jenis usaha
dari kelompok masyarakat: makanan, kerajinan, sajian
wisata, kesenian, penginapan, dll.

2.1.4 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) “Sari Jaya”


Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) “Sari Jaya” yang terletak di
desa Banjarmadu Kecamatan Karanggeneng Kabupaten
Lamongan merupakan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang
bergerak dibidang usaha UKM, simpan pinjam, dan sarana
produksi.
20

2.2 Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini ialah penelitian
yang dilakukan oleh:
1) Tiballa (2017) dengan judul “Partisipasi Masyarakat Dalam
Pelaksanaan Program Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Di Desa
Swarga Bara Kabupaten Kutai Timur”. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mendeskripsikan Partisipasi Masyarakat Dalam
Pelaksanaan Program Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Di Desa
Swarga Bara Kecamatan Kutai Timur dan untuk mengetahui
faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat. Jenis penelitian
yang dilakukan adalah jenis deskriptif kualitatif. Informannya
adalah Direktur Bumdes Swarga Bara. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah model
interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat
dilihat dari partisipasi masyarakat dalam tahap pengambilan
keputusan, partisipasi masyarakat dalam tahap pelaksanaan,
partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan hasil hingga evaluasi
sudah ada meskipun belum optimal, seperti pada tahap
perencanaan dan evaluasi dimana partisipasi masyarakat masih
terbatas pada partisipasi tidak langsung atau melalui perwakilan.
Serta pelaksanaan program masih terfokus di Dusun Kabo Jaya dan
belum menyebar ke Dusun-Dusun yang lain.
2) Hayuningtyas (2017) dengan judul “Persepsi Dan Tingkat
Partisipasi Petani Dalam Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Di
Desa Berjo Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor sosial ekonomi
petani, persepsi petani dan tingkat patisipasi petani dalam program
BUMDes, hubungan antara faktor sosial ekonomi petani dengan
persepsi dan tingkat partisipasi petani dalam program BUMDes
serta hubungan antara persepsi petani dengan tingkat partisipasi
petani dalam program BUMDes di Desa Berjo, Kecamatan
Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Metode penelitian adalah
metode diskrisi dengan teknik survey. Penentuan lokasi dengan
purposive sampling dan penentuan sampel dengan proportional
random sampling sebanyak 60 responden. Data dikumpulkan
melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.
Analisis data yang digunakan adalah alat ukur lebar interval, skala
likert, Uji korelasi rank spearman dan Uji t.
21

Hasil penelitian menunjukkan: (1) Umur dan kemudahan


permodalan tergolong tinggi; tingkat pendidikan kategori sedang;
lingkungan sosial dan pendapatan tergolong rendah; aksesibilitas
informasi responden kategori sangat rendah. (2) Persepsi petani
kategori netral pada aspek tujuan dan baik pada aspek pelaksanaan
dan manfaat. (3) Tingkat partisipasi pada tahap pengambilan
keputusan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi masuk dalam
kategori sangat rendah.pada tahap pemanfaatan hasil, tingkat
partisipasi petani tinggi. (4) Hasil analisis rank spearman dengan
(α=0,05), terdapat hubungan signifikan antara lingkungan sosial,
aksesibilitas informasi, pendapatan, dan kemudahan permodalan
dengan persepsi petani dalam program BUMDes, terdapat
hubungan yang tidak signifikan antara umur dengan tingkat
pendidikan dengan persepsi petani dalam program BUMDes. (5)
Terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan, lingkungan
sosial, aksesibilitas informasi, pendapatan, dan kemudahan
permodalan dengan tingkat partisipasi petani dalam program, dan
terdapat hubungan yang tidak signifikan antara umur dengan
tingkat partisipasi petani dalam program BUMDes. (6) Hubungan
antara persepsi dengan tingkat partisipasi petani dalam program
BUMDes Di Desa Berjo Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten
Karanganyar memiliki hubungan yang sangat signifikan dan
hubungan korelasi sangat kuat.

Adapun penjelasan mengenai persamaan dan perbedaan antara


penelitian yang penulis buat dengan kedua penelitian terdahulu tersebut
dapat dilihat di tabel 2.1, sebagai berikut:
22

TABEL 2.1
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PENELITIAN DENGAN PENELITIAN TERDAHULU YANG RELEVAN

Persamaan dan Perbedaan


Tiballa (2017) Hayuningtyas (2017) Penelitian ini:
“Partisipasi Masyarakat “Persepsi dan Tingkat Partisipasi Petani Dalam Badan “Partisipasi Masyarakat Dalam
Dalam Pelaksanaan Program Usaha Milik Desa (Bumdes) Di Desa Berjo Kecamatan Pelaksanaan Program Badan
Kategori
Badan Usaha Milik Desa Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar” Usaha Milik Desa (BUMDes)
(Bumdes) Di Desa Swarga “Sari Jaya” Di Desa Banjarmadu
Bara Kabupaten Kutai Timur” Kecamatan Karanggeneng
Kabupaten Lamongan”
Partisipasi masyarakat dalam Persepsi dan tingkat partisipasi petani dalam Badan Tingkat partisipasi masyarakat
Topik
pelaksanaan program Badan Usaha Milik Desa dalam pelaksanaan program
Penelitian
Usaha Milik Desa Badan Usaha Milik Desa
Teknik Observasi, wawancara, dan Observasi, wawancara, dan dokumentasi Observasi, wawancara, dan
Pengumpulan dokumentasi dokumentasi
Data
Desa Swarga Bara Kabupaten Desa Berjo Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Desa Banjarmadu Kecamatan
Tempat
Kutai Timur Karanganyar Karanggeneng Kabupaten
Penelitian
Lamongan
Untuk mendiskripsikan Untuk mengkaji faktor sosial ekonomi petani, persepsi Untuk mendiskripsikan tingkat
partisipasi masyarakat dalam petani, dan tingkat partisipasi petani dalam program partisipasi masyarakat dalam
Tujuan pelaksanaan Program Badan BUMDes, hubungan antara faktor sosial ekonomi petani pelaksanaan Program Badan
Penelitian Usaha Milik Desa dengan persepsi dan tingkat partisipasi petani dalam Usaha Milik Desa
program BUMDes serta hubungan antara persepsi
petani dalam program BUMDes
Metode
Deskriptif Kualitatif Deskriptif Kualitatif Deskriptif Kualitatif
Penelitian
23

2.3 Kerangka Berpikir


Menurut Sugiyono (2008:60), kerangka berpikir adalah sintesa
tentang hubungan antar-variabel yang disusun dari berbagai teori yang
telah dideskripsikan. Dan berdasarkan teori yang telah dideskripsikan,
selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis sehingga menghasilkan
sintesa tentang hubungan antar-variabel yang diteliti. Dengan kata lain,
kerangka berpikir merupakan bagian dari penelitian yang
menggambarkan alur peneliti dalam memberikan penjelasan kepada
orang lain.
Mayoritas penduduk Bangsa Indonesia yang hidup di pedesaan
menjadikan desa sebagai sektor awal perputaran kegiatan perekonomian
negara, sehingga daerah pedesaan merupakan sentral pembangunan
nasional. Hal tersebut dikarenakan apabila setiap desa telah mampu
melaksanakan pembangunan secara mandiri maka kemakmuran
masyarakat akan mudah terwujud dan secara nasional akan
meningkatkan indeks kemakmuran masyarakat Indonesia.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa, pembangunan desa bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta
penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan
dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi
ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan
secara berkelanjutan.
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan salah satu
lembaga yang dibentuk guna menstimulus dan mendorong roda
perekonomian di desa. Menurut Pasal 1 Ayat 6 Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2014, BUMDes diartikan sebagai badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna
mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-
besarnya kesejahteraan masyarakat desa.
Desa Banjarmadu merupakan salah satu desa yang turut
membentuk BUMDes yang kemudian diberi nama BUMDes “Sari Jaya”.
BUMDes “Sari Jaya” merupakan BUMDes yang bergerak dibidang
usaha simpan pinjam, UKM, dan sarana produksi pertanian.
Partisipasi masyarakat merupakan faktor penting dalam
mewujudkan program-program BUMDes Sari Jaya. Hal tersebut
menjadikan penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana tingkat
partisipasi masyarakat terhadap program BUMDes Sari Jaya. Adapun
untuk mengukur tingkat partisipasi masyarakat Desa Banjarmadu,
peneliti menggunakan teori dari Arnstein.
Tingkatan partisipasi masyarakat menurut Arnstein (1969), antara lain:
24

A) Manipulasi
B) Terapi
C) Pemberian Informasi
D) Konsultasi
E) Perujukan
F) Kemitraan
G) Pelimpahan Kekuasaan
H) Pengawasan Masyarakat

Adapun kerangka berpikir yang penulis lakukan dapat dilihat


dalam bagan 2.1.

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir


Pembangunan Nasional

Pembangunan Desa

Pembentukan BUMDes Sari Jaya

Tujuan Penelitian:
Untuk mengetahui dan mendeskripsikan tingkat partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan program BUMDes “Sari Jaya”

Tingkat Partisipasi Masyarakat (Arnstein, 1969):


A) Manipulasi E) Perujukan
B) Terapi F) Kemitraan
C) Pemberian Informasi G) Pelimpahan Kekuasaan
D) Konsultasi H) Pengawasan Masyarakat

Hasil Penelitian:
Tingkat partisipasi masyarakat desa Banjarmadu terhadap pelaksanaan
program BUMDes Sari Jaya adalah tinggi
Atau
Tingkat partisipasi masyarakat desa Banjarmadu terhadap pelaksanaan
program BUMDes Sari Jaya adalah rendah

Sumber: diolah oleh penulis (2018)


25

3.2 Hipotesis Penelitian


Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah
penelitian yang secara teoritis diangggap paling mungkin dan paling
tinggi tingkat kebenarannya”. Sehubungan dengan permasalahan
penelitian ini yaitu mengenai ada tidaknya partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan program BUMDes “Sari Jaya” di Desa Banjarmadu
Kecamatan Karanggeneng Kabupaten Lamongan, hipotesis yang
diajukan ialah:
Ha : Tingkat partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan program
BUMDes “Sari Jaya” tinggi
Ho : Tingkat partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan program
BUMDes “Sari Jaya” rendah

Hipotesis yang diajukan selanjutnya akan diuji kebenarannya


dengan bantuan statistik dengan data-data yang terkumpul.
26

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, peneliti ingin
mengetahui secara mendalam mengenai tingkat partisipasi masyarakat
terhadap pelaksanaan program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sari Jaya
di Desa Banjarmadu sesuai dengan 8 tingkat partisipasi yang dikemukakan oleh
Arnstein (1969). Untuk mencapainya, maka dalam penelitian ini pendekatan
yang dilakukan adalah melalui pendekatan kualitatif. Artinya data yang
dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari
naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan
dokumen resmi lainnya.
Penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan
mencocokkan antara realita empirik dengan teori yang berlaku dengan
menggunakan metode deskriptif. Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian
kualitatif deskriptif. Penelitian deskriptif dalam hal ini adalah untuk
mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal Desa Banjarmadu sehingga
dapat menemukan dampak adanya kebijakan Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) bagi masyarakat desa.

3.2 Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Desa Banjarmadu Kecamatan
Karanggeneng Kabupaten Lamongan.

3.3 Informan Penelitian


Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk
memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian
(Moleong, 2010:97). Penetapan informan dalam penelitian ini berdasarkan
anggapan bahwa informan dapat memberikan informasi yang diinginkan
penelitian sesuai dengan permasalahan penelitian. Informan dalam penelitian ini
antara lain :
a) Kepala Desa Banjarmadu
b) Ketua BUMDes Sari Jaya
c) Ketua unit usaha BUMDes
d) Masyarakat Desa Banjarmadu

3.4 Data dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis,
yaitu:
a) Data Primer
Data yang diperoleh langsung di lapangan ketika penelitian dilakukan.
Data ini dikumpulkan secara langsung di lapangan melalui
27

wawancara, observasi, maupun dokumentasi terhadap narasumber


perwakilan instansi ataupun perorangan yang dijadikan informan
penelitian.
Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah tentang
kegiatan pengelolaan BUMDes di Desa Banjarmadu, kondisi yang
ada di dalam BUMDes yang mempengaruhi upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat, partisipasi dari masyarakat, dll yang
didapatkan dari informan penelitian yaitu Kepala Desa Banjarmadu,
Ketua BUMDes, Ketua unit-unit usaha BUMDes, pengurus BUMDes
dan masyarakat pengguna BUMDes.
b) Data Sekunder
Data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh
organisasi di luar penelitian itu sendiri, walaupun yang dikumpulkan
itu sesungguhnya adalah data asli. Data ini sudah diolah lebih lanjut
dan disajikan oleh pihak pengumpul data primer atau pihak lain
misalnya dalam bentuk narasi, tabel-tabel atau diagram-diagram.
Dalam penelitian ini data yang diperoleh dari data sekunder berupa
laporan pertanggungjawaban BUMDes, profil BUMDes, data
penduduk Desa Banjarmadu yang meliputi data tingkat kesejahteraan,
tingkat pengangguran, dll serta data-data lain yang terkait dengan
BUMDes yang peneliti peroleh dari media publik.

3.5 Instrumen Penelitian


Pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian menggunakan
instrumen atau alat penelitian sesuai dengan metode penelitian yang dipilih.
Dalam penelitian ini, yang bertindak sebagai instrumen utama dalam
penelitian adalah diri peneliti sendiri. Moleong (2007:5) hanya "manusia sebagai
alat" sajalah yang dapat berhubungan dengan responden atau obyek lainnya, dan
hanya manusialah yang mampu memahami kaitan kenyataan-kenyataan di
lapangan. Meskipun demikian, diri peneliti sebagai instrumen tetap harus
melakukan validasi untuk mengetahui seberapa jauh peneliti siap melakukan
penelitian. Dalam penelitian ini validasi dilakukan oleh diri peneliti sendiri
melalui evaluasi diri tentang pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan
teori mengenai evaluasi kebijakan publik, dampak kebijakan serta studi
pembangunan desa dan kesiapan serta bekal memasuki lapangan penelitian.
Dalam proses penelitian, peneliti menggunakan alat bantu
pengumpulan data yaitu berupa buku catatan, handphone untuk merekam
pembicaraan dengan informan, pedoman wawancara maupun perangkat
observasi selama proses penelitian berlangsung.

3.6 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk
memperoleh data yang diperlukan (Nazir, 1988:221). Oleh karena itu data
yang dihimpun merupakan data yang memuat segala informasi mengenai
masalah penelitian yang dipecahkan atau dijawab. Guna memperoleh data dan
28

informasi serta keterangan-keterangan bagi kepentingan penulis teknik


pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a) Wawancara
Menurut Moeleong (2007:186), wawancara adalah percakapan dengan
maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewer)
yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Tujuan diadakan wawancara
dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh data, informasi, penjelasan
dari pengurus BUMDes, masyarakat desa dan pemerintah desa mengenai
dampak adanya kebijakan BUMDes. Dalam penelitian ini wawancara
dilakukan menggunakan pendekatan wawancara semi terstruktur dengan
menggunakan petunjuk umum atau panduan wawancara. Jenis wawancara ini
mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok
yang dirumuskan tidak perlu ditanyakan secara berurutan (Moleong, 2009:
187). Alasan menggunakan teknik wawancara dengan menggunakan petunjuk
umum wawancara yaitu agar garis besar hal-hal yang akan ditanyakan kepada
informan terkait dengan konsep pembahasan permasalahan mengenai tema
yang diangkat oleh peneliti. Wawancara ini dilakukan dengan pengurus
BUMDes Banjarmadu, petugas pemerintahan Desa Banjarmadu, dan
masyarakat Desa Banjarmadu. Pemilihan subjek wawancara ini dengan
mempertimbangkan pengetahuan subjek tentang informasi yang akan
ditanyakan
b) Dokumentasi
Selain menggunakan teknik wawancara untuk pengumpulan data juga
menggunakan teknik dokumentasi. Menurut Moleong (2007:163)
dokumentasi merupakan cara pengumpulan data dengan mempelajari arsip
atau dokumen-dokumen yaitu setiap bahan tertulis baik internal maupun
eksternal yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Dari dokumen
tersebut dilakukan kajian isi, sehingga diperoleh pemahaman melalui
usaha memperoleh karakteristik pesan. Studi dokumen yaitu cara
pengumpulan data dan telaah pustaka, dimana dokumen-dokumen yang
dianggap menunjang dan relevan dengan permasalahan yang akan diteliti
baik berupa literatur, laporan tahunan, majalah, jurnal, tabel, karya tulis
ilmiah, dokumen peraturan pemerintah dan Undang-Undang yang telah
tersedia pada lembaga yang terkait dipelajari, dikaji dan
disusun/dikategorikan sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh data guna
memberikan informasi berkenaan dengan penelitian yang akan dilakukan.
Dalam penelitian ini, dokumen yang digunakan antara lain struktur
Profil Desa Banjarmadu, profil BUMDes, data pelaksanaan program
BUMDes, serta laporan pertanggungjawaban BUMDes.
29

c) Observasi
Observasi atau yang disebut pula pengamatan meliputi kegiatan pemusat
perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indera
(Arikunto, 2008: 131). Kegiatan pengamatan terhadap obyek penelitian ini
untuk memperoleh keterangan data yang lebih akurat mengenai hal-hal yang
diteliti serta untuk mengetahui relevasi antara jawaban responden dengan
kenyataan yang terjadi di lapangan. Observasi dalam penelitian ini adalah
pengamatan terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pengurus
BUMDes dan pemerintah desa.

3.7 Keabsahan Data


Untuk mendapatkan data yang dapat dipertanggungjawabkan maka
peneliti merasa perlu untuk melakukan pemeriksaan keabsahan data. Dalam
penelitian ini, teknik pemeriksaan data yang digunakan adalah teknik triangulasi.
Teknik triangulasi adalah berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan
data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari wawancara,
dokumentasi, dan hasil observasi untuk sumber data yang berbeda. Teknik
triangulasi dalam penelitian ini adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan
mengecek data hasil dari wawancara informan dengan penelitian dan data dari
dokumentasi dan observasi. Peneliti menggunakan triangulasi karena merupakan
cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan- perbedaan konstruksi kenyataan
yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang
berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan tentang tingkat
partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan program BUMDes (Sugiyono,
2010:330).
Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi
sumber. Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek belik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat pertanyaan
yang berbeda. Hal itu dicapai dengan jalan:
a) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara
b) membandingkan apa dikatakan orang di depan umum dan apa yang
dikatakan orang secara pribadi
c) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian
dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu
d) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang, seperti rakyat biasa, orang berada, orang
pemerintahan
e) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan
(Moleong, 2010:330-331).
30

3.8 Teknik Analisis Data


Menurut Patton (dalam Moleong, 2010: 280), teknik analisis data
adalah proses kategori urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu
pola, kategori dan satuan uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran
yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola
uraian dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian. Sedangkan
menurut Bogdan dan Tylor (dalam Moleong, 2010: 280), analisis data sebagai
proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan
merumuskan hipotesis kerja (ide) seperti yang di saranakan oleh data dan sebagai
usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis kerja itu. Jika dikaji,
definisi pertama lebih menitik beratkan pada pengorganisasian data
sedangkan yang kedua lebih menekankan maksud dan tujuan analisis data.
Dengan demikian definisi tersebut dapat disintesiskan menjadi: analisis data
adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori
dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan
hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Adapun langkah-langkah
dalam melakukan analisis data sebagai berikut:
a) Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah mencari, mencatat, serta mengumpulkan data
secara objektif dan apa adanya sesuai dengan hasil wawancara dengan
informan penelitian dan dokumen di lapangan yang berkaitan dengan tingkat
partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan program BUMDes Sari Jaya di
Desa Banjarmadu.
b) Reduksi Data
Reduksi data merupakan kegiatan merangkum catatan–catatan lapangan
dengan memilah hal-hal yang pokok yang berhubungan dengan permasalahan
penelitian, rangkuman catatan-catatan lapangan itu kemudian disusun
secara sistematis agar memberikan gambaran yang lebih tajam serta
mempermudah pelacakan kembali apabila sewaktu-waktu data diperlukan
kembali.
c) Display Data
Display data dilakukan dengan menyusun sekumpulan informasi yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Display data ini dilakukan dengan melihat keseluruhan data
yang diperoleh selama penelitian terkait dengan tingkat partisipasi
masyarakat terhadap pelaksanaan program BUMDes Sari Jaya di Desa
Banjarmadu. Data disajikan dalam bentuk teks naratif untuk menjelaskan
proses yang terjadi dari tahap perencanaan pembangunan BUMDes hingga
tahap implementasi serta tingkat partisipasi masyarakat terhadap
pelaksanaan program BUMDes Sari Jaya di Desa Banjarmadu. Dari data
yang telah disajikan tersebut kemudian diolah berdasarkan teori-teori yang
telah dikemukakan sebelumnya untuk memperoleh gambaran secara jelas.
31

Keseluruhan data yang telah diolah peneliti tersebut kemudian


dikumpulkan menjadi satu oleh peneliti untuk kemudian disajikan hingga
mencapai tahap kesimpulan
d) Verifikasi dan Kesimpulan
Pengambilan kesimpulan adalah penarikan kesimpulan dengan berangkat dari
rumusan atau tujuan penelitian kemudian senantiasa diperiksa kebenarannya
untuk menjamin keabsahannya. Kesimpulan juga diverifikasi selama
penelitian berlangsung, maka verifikasi dilakukan sepanjang penelitian
berlangsung sejalan triangulasi sehingga menjamin signifikansi atau
kebermaknaan hasil penelitian. Pengambilan kesimpulan diarahkan kepada
hal-hal yang umum untuk mengetahui jawaban dari permasalahan.
Permasalahan penelitian ini berkaitan dengan tingkat partisipasi masyarakat
terhadap pelaksanaan program BUMDes Sari Jaya di Desa Banjarmadu.
32

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita. 2011. Pengelolaan Pendapatan dan Anggaran Daerah.


Yogyakarta: Graha Ilmu
Ahmadi, Abu. 2003. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Akbar, M. Atshil Maulana. 2017. Pengembangan Ekonomi Masyarakat
Melalui BUMDES Hanura Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten
Pasawaran. [online] repository.radenintan.ac.id, diakses pada
01.00, 5 April 2018.
Antara, Yudi. 2014. Analisis Partisipasi Masyarakat Terhadap
Perencanaan Pembangunan di Kecamatan Pondok Kelapa
Kabupaten Bengkulu Tengah. [online] repository.unib.ac.id/9488/,
diakses pada 23.00, 4 April 2018.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta
Arnstein, Sherry R. 1969. A ladder of Citizen Participation. [online]
www.planning.org/ipas/memo/2007/mar/pdf//JAPA35No4.pdf,
diakses pada 10 April 2018.
Binanto, Iwan. 2010. Dasar Teori dan Pengembangannya. Yogyakarta:
Andi Offset
Deviyanti, Dea. 2013. Studi Tentang Partisipasi Masyarakat dalam
Perencanaan Pembangunan di Kelurahan Karang Jati. [online]
e.journal.an.fisip-unmul.ac.id, diakses pada 01.00, 5 April 2018.
Dewi, Amelia Sri Kusuma. 2014. Peranan Badan Usaha Milik Desa.
[online] Volume 5 No. 1 jurnal.uns.ac.id, diakses pada 12.00,
6 April 2018.
Djalal, Fasli dan Dedi Supriadi. 2001. Reformasi Pendidikan dalam Konteks
Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Dokumen BUMDES. 2010. Program Pengembangan Lembaga Ekonomi
Pedesaan (PPLEP)
Dwiningrum, Siti Irene Astuti. 2011. Desentralisasi dan Partisipasi
Masyarakat dalam Pendidikan. Yogyakarta: Buku Beta.
Eko, Sutoro, dkk. 2014. Membangun Badan Usaha Milik Desa yang
Mandiri, Kokoh, dan Berkelanjutan. Seminar Policy Paper FFPD
dan ACCES.
Hasibuan, Akmaludin. 2012. Manajemen Perubahan. Yogyakarta: Andi
Offset
Hayuningtyas, Winda. 2018. Persepsi dan Tingkat Partisipasi Petani dalam
BUMDes di Desa Berjo Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten
Karanganyar. [online] eprints.uns.ac.id/id/eprint/39142. diakses
pada 01.00, 5 April 2018.
Isbandi, Rukminto Adi. 2007. Perencanaan Partisipasi Berbasis Aset
Komunitas dan Pemikiran Menuju Penerapan, Depok: Fisip
UI Press
Khikmawati, Muryani. 1997. Partisipasi Orang Tua Murid melalui BP3
dalam membantu Penyelenggaraan di STM Pembangunan
Yogyakarta. Yogyakarta: Makalah Komprehensif FIP UNY.
Majlis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Panduan
33

Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Repoblik


Indonesia tahun 1945 Sesuai dengan Urutan Bab, Pasal, dan Ayat.
Sekretariat Jenderal MPR RI,(Jakarta 2005), halaman 125.
Maryunani. 2008. Pembangunan BUMDES dan Pemberdayaan Pemerintah
Desa. Bandung: CV Pustaka Persada
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Rusianan, Dita Angga. 2017. BUMDes Motor Penggerak Desa. Terdapat di
https://ekbis.sindonews.com/read/1174581/34/bumdes-motor-
penggerak-ekonomi-desa-1485440604, diakses pada tanggal
6 April 2018.
Saragih, Tomy M. 2011. Konsep Partisispasi Masyarakat. [online] jurnal
SASI Vol. 17 No. 3, diakses pada 01.00, 5 April 2018.
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Soetrisno, Lukman. 1995. Menyelenggarakan Masyarakat Partisipatif.
Yogyakarta: Kanisius.
Sugiyah. 2010. Partisipasi Komite Sekolah dalam Penyelenggaraan
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional di SDN IV Wates
Kabupaten Kulon Progo. [online] Tesis PPS UNY
eprints.uny.ac.id, diakses pada 23.00, 4 April 2018.
Sugiyono. 2008. Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Sumarto, Hetifah Sjaifudian. 2003. Inovasi, Partisipasi, dan Good
Governence. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indo.
Tiballa, Ryanti. 2017. Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program
Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Di Desa Swarga Bara
Kabupaten Kutai Timur. Terdapat di eJournal Ilmu Pemerintahan
2017, 5 (1): hal 456 ISSN 2477-2458 (online), ISSN 2477-2631
(print), ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id
Tilaar, H.A.R. 2009. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani
Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Totok, Mardikanto. 1988. Komunikasi Pembangunan. Surakarta:
UNS Press.
Usman, Nurdin. 2002. Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum.
Bandung: CV Sinar Baru
Wijanarko, Agung Septian. 2012. Peran Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) dalam Dalam Pemberdayaan Masyarakat Di Desa
Pandankrajan Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto. Skripsi
tahun 2012. Terdapat di eprints.upnjatim.ac.id/4487/1/file1.pdf
Wijaya, Willie. 2004. Partisipasi Komite Sekolah dalam Penyelenggaraan
Kegiatan Ekstrakulikuler di SD Negeri se-Kecamatan Godean.
Yogyakarta. [online] eprints.uny.ac.id, diakses pada 09.55,
4 April 2018.

Anda mungkin juga menyukai