BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
pada sel beta insulin, yang menyebabkan timbulnya anti bodi terhadap
sel beta yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel
beta) dengan antibodi (ICA) yang ditimbulkannya menyebabkan
hancurnya sel beta. Insulitis bisa disebabkan macam-macam
diantaranya virus, seperti cocksakie, rubbella, CMV, herpes dan lain-
lain. Yang diserang pada insuilitis itu hanya sel beta, biasanya sel alfa
dan delta tetap utuh.
2. Diabetes Mellitus tipe 2
Merupakan jenis yang paling banyak ditemukan lebih dari 90 %,
Pada keadaan dengan kadar glukosa darah tidak terlalu tinggi atau
belum ada komplikasi, biasanya pasien tidak berobat ke rumah sakit.
Pada DM tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak
tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang
kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci
pintu masuk kedalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya
yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi
karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk
sel akan sedikit, sehingga sel akan berkurang bahan bakar (glukosa) dan
glukosa didalam pembuluh darah meningkat. Bagian yang terjadi pada
DM tipe 2 disebabkan oleh gaya hidup yang diabetogenik (asupan
kalori yang berlebihan, aktifitas fisik yang rendah, obesitas) dan faktor
genetik.
3. Gestasional Diabetes
Diabetes meliputi gestasional didefinisikan sebagai intoleransi
karbohidrat dengan keparahan bervariasi atau pertama kali diketahui saat
kehamilan pada trimester kedua dan ketiga. Faktor resiko dominan pada
kondisi adalah obesitas dari riwayat keluarga dengan DM.
C. Pemeriksaan Laboratorium Diabetes Mellitus
Menurut American Diabetes Association 2010 terdapat 3 macam
pemeriksaan gula darah yaitu :
9
yang meliputi konsep dasar DM, pencegahan DM, pengobatan, DM dan Self
Care (Perkini, 2011).
Edukasi yang diberikan adalah pemahaman tentang pelajaran
penyakit, pentingnya pengendalian penyakit, komplikasi yang ditimbulkan
dan resikonya, intervensi obat dan pemantauan glukosa darah, cara
mengatasi hipoglikemi, olahraga teratur dan cara menggunakan fasilitas
kesehatan. Perencanaan diet yang tepat yaitu cukup asupan kalori, protein,
lemak, mineral dan serat. Ajarkan pasien untuk dapat mengontrol gula darah
untuk mencegah komplikasi dan mampu merawat diri sendiri. Pendidikan
kesehatan kepada DM merupakan komponen yang penting dalam
manajemen diri selain didukung tim kesehatan, keluarga dan orang-orang
sekitarnya ( ADA, 2009).
2. Perencanaan Makan ( diet )
Pada pasien DM diperlukan jadwal makan yang teratur, agar
terkendali gula darah. Jadwal makan itu yaitu makan pagi, makan siang,
makan malam dan snack antara makan besar. Makan saat lapar porsinya
biasanya lebih besar dibandingkan makan sebelum lapar, karena itu pasien
DM dianjurkan makan sebelum lapar.
Jumlah kalori diet DM sesuai dengan status Gizi pasien, berkisaran
antara 110-2500 kalori. Dalam pelaksanaan diet DM ada tiga J yaitu,
jumlah makan, jenis makanan dan jadwal makan. Kebutuhan zat gizi pada
pasien DM adalah :
a. Protein
American Diabetes Association, merekomendasikan protein yang
dikonsumsi pasien DM sebesar 10-20%.
b. Lemak
Asupan lemak yang dibutuhkan 20-25% tapi jika pasien dengan
kadar trigliserida > 1000 mg/dl dianjurkan untuk diet dislipidemia
tahap II yaitu < 7% energi total dari lemak jenuh, tidak lebih dari 30
% energi yaitu <7% energi total dari lemek jenuh, tidak lebih dari 30
% energi dari lemak total dan kandungan kolestrol 200 mg/hari.
13
c. Karbohidrat
Rekomendasi jumlah total karbohidrat untuk penderita DM adalah
60-70 % kalori.
d. Serat
Serat yang direkomendasikan pada penderita DM adalah serat larut
dengan jumlah yang dikonsumsi sebesar 20-30% dar berbagai sumber
makanan.
e. Natrium
Asupan natrium pada pasien DM sama dengan yang tidak menderita
DM yaitu sebesar tidak lebih dari 300 mg dan pasien hipertensi ringan
sampai sedang dianjurkan 2400 mg natrium perhari.
f. Alkohol
Alkohol diminum oleh penderita DM sebaiknya pada saat makan
karena mengakibatkan hipoglikemi. Tapi jika penggunaan alkohol
dikonsumsi dengan jumlah sedang tidak akan mempengaruhi kadar
gula darah jika gula darah terkontrol.
3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari - hari dan latihan jasmani secara teratur (3 -
4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan Diabetes Melitus. Kegiatan sehari - hari seperti
berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap
dilakukan. Selain untuk menjaga kebugaran juga, latihan jasmani dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulinm sehingga
akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda
santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan
dengan umur dan status kesegaran jasmani. Pasien yang relatif sehat,
intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat
komplikasi diabetes melitus dapat dikurangi. (Perkini, 2011).
14
4. Intervensi farmakologis
Pengobatan diabetes secara menyeluruh mencakup diet yang benar,
olah raga yang teratur, dan obat - obatan yang diminum atau suntikan
insulin. Pasien Diabetes tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin
setiap hari. Pasien Diabetes tipe 2, umumnya pasien perlu minum obat
antidiabetes secara oral atau tablet. Pasien diabetes memerlukan suntikan
insulin pada kondisi tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan insulin dan
tablet. (Perkini, 2011). Monitoring keton dan gula darah yang dianjurkan
kepada pasien Diabetes Melitus. Monitor level gula darah sendiri dapat
mencegah dan mendeteksi kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan
hiperglikemia dan pasien dapat melakukan keempat pilar diatas untuk
menurunkan resiko komplikasi dari diabetes melitus (Smeltzer et at,
2008).
G. Konsep Edukasi Kesehatan
Edukasi kesehatan merupakan salah satu upaya pengendalian DM untuk
mendapatkan hasil yang optimal, edukasi kesehatan dimasukan dalam sebuah
program pengendalian DM. Edukasi kesehatan sangat diperlukan karena
penyakit diabetes adalah penyakit kronik dan berhubungan dengan gaya hidup.
Pemberian obat-obatan memang diperlukan akan tetapi tidak cukup, melainkan
memerlukan keseimbangan pola makan dan aktivitas kehidupan sehari-hari
terhadap pengendalian Diabetes Mellitus (PHAC, 2003).
1. Tujuan Edukasi Diabetes Melitus
Tujuan dari edukasi adalah meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan
kemampuan dalam merawat diri sendiri maupun anggota keluarga yang
menderita penyakit DM. Secara umum tujuan pendidikan kesehatan adalah
merubah perilaku individu atau masyarakat di bidang kesehatan
(Notoadmojo, 2013). Memberikan edukasi adalah salah satu fungsi penting
perawat dalam memenuhi kebutuhan pasien terhadap informasi yang
berfokus pada kemampuan pasien untuk melakukan perilaku sehat dan
mampu merawat dirinya yang dapat ditingkatkan melalui edukasi yang
efektif (Delaune, 2006).
15
2. Media Edukasi
Media juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruh sikap
seseorang. Media bermanfaat menimbulkan minat sasaran, merangsang
sasaran untuk meneruskan pesan pada orang lain, dan memudahkan
penyampaian informasi. Media berfungsi untuk memudahkan seseorang
dalam memahami informasi yang dianggap rumit.Selain itu, peningkatan
sikap juga dikarenakan oleh peningkatan pengetahuan. Peningkatan
pengetahuan dan sikap ini diperoleh dari proses belajar dengan
memanfaatkan semua alat indera, dimana 13% dari pengetahuan diperoleh
melalui indera dengar dan 35-55% melalui indera pendengaran dan
penglihatan. Hal ini sesuai dengan tujuan pemberian media booklet yaitu
menghasilkan peningkatan pengetahuan yang akan mempengaruhi
perubahan sikap dan perilaku.
Booklet dapat digunakan sebagai media edukasi untuk meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan keluarga dan pasien terkait pengendalian
kadar glukosa darah pada penderita DM. Edukasi menggunakan booklet
dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam penatalaksanaan Diabetes
Mellitus sehingga kadar glukosa dapat terkendali. Informasi yang
terkandung dalam buku bisa lebih luas dan lebih rinci sehingga
penyampaian yang diharapkan informasi tentang DM melalui booklet dapat
memfasilitasi keluarga dan pasien untuk memahami penyakit dan
pengobatan DM (Puspitasari et al, 2012).
3. Materi Edukasi yang Harus Diberikan pada Pasien Diabetes Mellitus yaitu:
a. Konsep teori tentang DM
b. Empat pilar penatalaksanaan DM
c. Pencegahan dan penanganan komplikasi akut dan kronik
4. Metode Edukasi
a. Ceramah
Menyampaikan teori dan konsep yang sangat prinsip dan mudah
dimengerti oleh peserta edukasi.
16
b. Demontrasi
Peserta dapat melihat secara langsung seluruh teknik yang diberikan,
misalnya teknik penyuntikan insulin atau teknik senam DM.
c. Pendidikan Massa
Mengkomunikasikan pesan melalui pendekatan massa, tidak
membedakan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial, pendidikan.
Metode dapat dilakukan dengan media Booklet.
5. Proses Edukasi Kesehatan
a. Proses pembelajaran
Terdapat tiga tipe pengetahuan : Belajar Psikomotor (menghasilkan
kemampuan secara fisik) ; Belajar keilmuan (akan mendapatkan
pengetahuan); dan belajar sikap (dengan merubah prilaku) (Rankin,
Sally, Stallings, & Karen, 2001).
a) Proses belajar Psikomotor (pengkajian, menetapkan tujuan dan
mempersiapkan rencana pengajaran untuk sebuah pertemuan,
melaksanakan rencana yang telah ditetapkan).
b) Proses belajar keilmuan (kognitif)
Seseorang membutuhkan secara terus menerus perkembangan
terhadap informasi terbaru untuk pemenuhan secara lebih mendalam.
c) Prose belajar sikap (afektif)
Perubahan sikap dan nilai secara umum akan berubah secara
berangsur- angsur, tipe pembelajaran ini sulit untuk dilakukan
pengukuran.
d) Latihan atau praktik
Peserta melakukan teknik-teknik yang sudah diajarkan oleh tim
edukasi secara maksimal.
6. Pengaruh Edukasi Penatalaksanaan DM Terhadap Perubahan Pengetahuan,
Sikap dan Kadar Glukosa Darah
Peningkatan pengetahuan sesudah pemberian edukasi dapat
mempengaruhi secara langsung pada perilaku kesehatan individu termasuk
dalam perilaku penatalaksanaan diabetes sehingga didapatkan penurunan
17
memodifikasi dengan jamu tradisional agar kadar glukosa didalam darah tidak
naik sehingga mereka bisa makan sembarangan, beberapa hal yang masih
sering diabaikan oleh penderita DM adalah tidak mengurangi konsumsi
makanan yang manis meskipun telah menggunakan gula pengganti, jarang
mengonsumsi sayuran, tidak berolahraga dan tidak mengontrol berat badan, hal
ini mungkin dikarenakan kurangnya kepercayaan pada diri sendiri serta merasa
kesulitan dalam menjalankan diet yang dianjurkan oleh ahli gizi. Penderita DM
lebih percaya bahwa kadar gula darah dapat terkontrol dengan baik hanya
dengan mengonsumsi obat-obatan yang diresepkan oleh petugas kesehatan.
Sebaliknya, menjaga pola makan serta beraktivitas bukan merupakan hal yang
penting untuk menjaga kadar gula darah tetap normal. Selain itu, kurangnya
motivasi penderita DM juga kemungkinan terkait dengan pengetahuan terkait
diet yang kurang sehingga kurang percaya pada diet yang dianjurkan.
Mayoritas dari penderita DM telah mengalami komplikasi atau memiliki
penyakit lain seperti hipertensi dan asam urat, adanya komplikasi atau penyakit
lain tersebut membuat pasien sering tidak mematuhi anjuran diet yang
diberikan (Berlinta & Purnama, 2016).
I. Konsep Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi intensitas perhatian dan
persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh
melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata)
(Notoatmodjo, 2005).
Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal.
Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan
bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas
pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang
yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Pengetahuan
seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek, yaitu aspek positif dan
19
negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang semakin
banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap
makin positif terhadap objek tertentu (Dewi & Wawan, 2010).
Pengetahuan pasien tentang DM yang rendah dapat mempengaruhi
persepsi pasien tentang penyakitnya, motivasi, manajemen koping dan
perubahan perilaku (Sousa & Zauseniewski, 2005). Rendahnya pengetahuan
yang dimiliki responden mengenai penyakit DM berdampak pada
ketidakmampuan responden dalam mengontrol kadar gula darah sehingga
kadar gula darah menjadi tinggi. Penelitian lainnya yang berkaitan dengan
pengetahuan terhadap penyakit DM dilakukan Lestari, dkk (2013)
1. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Mubarak (2007) faktor – faktor yang mempengaruhi
pengetahuan antara lain :
a. Pendidikan, berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang
lain terhadap sesuatu hal mereka dapat memahami.
b. Pekerjaan, lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang
memeperoleh pengalaman dan pengetahuan yang baik secara
langsung maupun tidak langsung.
c. Umur, dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan
pada aspek fisik dan psikologis ( mental ).
d. Minat, sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi
terhadap sesuatu.
e. Pengalaman, adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang
dalam berinteraksi dengan lingkungan.
f. Kebudayaan lingkungan sekitar, kebudayaan di mana kita hidup dan
dibesarkan mempuyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap
kita.
g. Informasi, kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat
membuat mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan
baru.
20
K. Kerangka Teori
Faktor Resiko :
Riwayat keturunan, usia, aktivitas fisik kurang, gaya
hidup, jenis kelamin, pola makan
DM Tipe 2
1. Komplikasi Akut
a. Ketoasidosis
diabetik
b. Hiperosmolar
Empat pilar penatalaksanaan DM : non ketotik
1. Edukasi / penyuluhan c. Hipoglikemia
2. Komplikasi Kronik
2. Terapi Gizi
a. Mikroangiopat
3. Latihan Jasmani/ Aktivitas fisik b. Makroangiopat
4. Farmakologis c. Neuropati
Edukasi / pengaturan
makan pada penderita DM
meliputi; Assessment,
mendorong pasien utk
penentuan tujuan, memilih
intervensi, evaluasi
perencanaan gizi.
Perilaku
Pengetahuan
Sikap
Gambar 2.1 Kerangka teori (Gustaviani, 2007; Ignativicius & Workman, 2006; Notoatmodjo, 2007;
Notoatmodjo, 2011; Perkeni, 2011; Smeltzer, dkk. 2008)