Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembedahan dilakukan karena beberapa alasan seperti diagnostik (biopsy,
laparatomi, eksplorasi), kuratif (eksisi massa tumor, pengangkatan apendiks yang
mengalami inflamasi), raparatif (memperbaiki luka multiplek), rekonstruksi dan
paliatif. Pembedahan menurut jenis pembedahan dapat dibedakan menjadi dua jenis
yaitu bedah mayor dan bedah minor. Bedah mayor merupakan tindakan bedah yang
menggunakan anestesi umum/general anesthesi yang merupakan salah satu bentuk
dari pembedahan yang sering dilakukan. Indikasi yang dilakukan dengan tindakan
bedah mayor antara lain kolesistektomi, nefrektomi, kolostomi, mastektomi,
amputasi, operasi akibat trauma, laparatomi dan section caesarea. Sedangkan bedah
minor merupakan operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mepunyai resiko
komplikasi lebih kecil dibandingkan dengan operasi mayor (Apriansyah dkk, 2015).
Pembedahan merupakan suatu trauma bagi anak. Anastesi maupun tindakan
pembedahan menyebabkan kelainan yang dapat menimbulkan berbagi keluhan dan
gejala. Secara konservatif diperkirakan 20% pasien anak mengalami pengalaman
nyeri, 40% mengalami nyeri sedang dan 40%-70% mengalami nyeri berat. Sekitar
50% pasien tetap mengalami nyeri pasca bedah walaupun telah mendapat analgeti
(Damanik, 2008).
Anak merupakan individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai dengan
tahap perkembangannya. Anak memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda satu
dengan yang lain sesuai dengan usia tumbuh kembang (Hidayat, 2008). Pada
umumnya reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan,
kehilangan, dan rasa nyeri. Pada masa prasekolah (usia 3-5 th) reaksi anak terhadap
hospitalisasi adalah menolak makan, sering bertanya, menangis perlahan, tidak
kooperatif terhadap petugas keperawatan. Sehingga petugas menjadi kehilangan
kontrol dan pembatasan aktivitas (jouvan, 2007).
Bagi seorang anak, keadaan sakit dan hospitalisi menimbulkan stress bagi
kehidupannya. Anak sering tidak kooperatif terhadap perawatan dan pengobatan di
rumah sakit, anak menjadi sulit/menolak untuk didekati oleh petugas apalagi
berinteraksi. Mereka akan menunjukan sikap marah, menolak makan, menangis,

1
2

berteriak-teriak, bahkan berontak saat melihat perawat/dokter yang menghampirinya.


Mereka akan beranggapan bahwa kedatangan petugas hanya akan menyakiti mereka.
Keadaan ini akan dapat menghambat dan dapat menyulitkan proses pengobatan dan
perawatan terhadap anak yang sakit (Andriana 2011 dalam Hasnita 2018).
Melalui bercerita, emosi anak selain perlu disalurkan juga dilatih, emosi dapat
diajak mengurangi berbagai perasaan manusia. Anak dapat dididik untuk menghayati
kesedihan, kegembiraan, derita nestapa, keberuntungan dan keceriaan melalui
bercerita. Perasaan atau emosi dapat dilatih untuk merasakan dan menghayati
berbagai peran dalam kehidupan dengan bercerita anak melepaskan ketakutan,
kecemasan, rasa nyeri terhadap penyakit, mengekspresikan kemarahan dan
permusuhan. Bercerita merupakan cara koping paling baik untuk mengalihkan rasa
nyeri pada anak terhadap penyakitnya (Hidayat, 2008).
Jumlah populasi anak di Indonesia berdasarkan hasil survey penduduk antar
sensus (SUSPAS tahun 2010 dalam Solekhah 2014) menyebutkan anak usia 0—4
tahun di Indonesia ada 22.672.060 jiwa dan anak usia 5—9 tahun ada 23.247.170
jiwa (sebagian masuk dalam kelompok anak usia dini) dari 237.641.326 jiwa
penduduk.
Angka kesakitan anak di Indonesia berdasarkan survey Kesehatan Nasional
(SUSENAS 2010 dalam anggika dan wahyuni 2016), di daerah perkotaan menurut
kelompok usia 0-4 tahun sebesar 25,8%, usia 2-12 tahun sebanyak 14,91%, usia 13-
15 tahun sebanyak 9,1%, usia 16-21 tahun sebanyak 8,13%. Angka kesakitan anak
usia 0-2 tahun apabila dihitung dari keseluruhan jumlah penduduk adalah 14,44%.
Anak yang dirawat di rumah sakit akan berpengaruh pada kondisi fisik dan
psikologisnya, hal ini disebut dengan hospitalisasi.
Hasil penelitian Ortiz et.al. (2012) tentang nyeri prosedural dan kecemasan
pada anak di Meksiko gawat darurat, bahwa sebanyak 252 anak-anak dengan usia
rata-rata 10,1 tahun telah dievaluasi. 459 prosedur telah diselesaikan, dengan rata-
rata 1,82 kejadian/anak, dari 459 prosedur, 369 (80,4%) yang dinilai menyakitkan,
dan 357 (77,8%) dinilai menimbulkan stress. Prosedur pemansangan infus 46,3%,
pemeriksaan klinis 20,1% dan tusukan vaskuler 10,8 % adalah prosedur yang
menimbulkan nyeri dan paling sering dilaporkan. Secara keseluruhan, 32,5% dari
prosedur yang menyakitkan dinilah parah, 32,0% yang dinilai moderat dan 35,5%
3

yang dinilai sedikit. Namun, 30% dari prosedur yang menimbulkan stress dinilai
parah, 38,9% yang dinilai moderat dan 31,1% yang dinilai sedikit. Hasil penelitian
Alfiyanti (2007) menunjukkan data jenis tindakan keperawatan yang terbesar adalah
pengkajian kesehatan (vital sign) sebesar 55%, sedangkan pemberian obat intravena
sebesar 45%. Hasil penelitian Solekhah, dkk (2014) dari 40 responden, menunjukkan
62,5% memberikan dukungan orang tua dengan kateorik baik dan dari 40 orang anak
usia prasekolah, 40% menunjukkan tingkat kooperatif dengan kategorik kurang.
Hasil uji kendall tau didapatkan p=0,021 ( <0,05), dengan nilai koefisien contingency
0,355.
Menurut data awal yang di peroleh peneliti di ruang rawat inap Raudhah 2,
Raudhah 6 dan Raudhah 7 di RSUDZA Banda Aceh, didapatkan jumlah pasien anak
post operasi sebanyak 319 selama bulan Oktober 2017 sampai dengan bulan
Desember 2018 anak. Bedasarkan wawancara yang telah dilakukan pada 6 orangtua
pasien anak prasekolah dengan post operasi, didapatkan 2 pasien anak menangis saat
perawat melakukan tindakan medis, 3 pasien anak menjerit dan memukul dan 1
pasien anak tidak mau dilakukan tindakan medis oleh perawat.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dan juga data awal yang di peroleh peneliti
maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap “Pengaruh Teknik
Distraksi Bercerita Terhadap Perilaku Koopertif Pada Anak Prasekolah Dengan Post
Operasi Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun
2019”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh teknik distraksi bercerita terhadap
perilaku kooperatif pada anak prasekolah saat dilakukan tindakan keperawatan”.

1.3 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh teknik distraksi bercerita terhadap
perilaku kooperatif pada anak prasekolah sebelum dan sesudah di lakukan
4

distraksi bercerita di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh Tahun 2018.
1.4.2 Tujuan Khusus
1.4.2.1 Untuk mengetahui pengaruh teknik distraksi bercerita terhadap perilaku
kooperatif anak prasekolah dengan post operasi pada kelompok
intervensi di RSUD Dr. Zainoel Abidin.
1.4.2.2 Untuk mengetahui adanya pengaruh teknik distraksi bercerita
terhadap perilaku kooperatif anak prasekolah dengan post operasi pada
kelompok kontrol di RSUD Dr. Zainoel Abidin.
1.4.2.3 Untuk mengetahui perbedaan teknik distraksi bercerita terhadap
perilaku kooperatif anak prasekolah dengan post operasi pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol di RSUD Dr. Zainoel
Abidin.

1.4 Manfaat penelitian


Adapun manfaat dari penelitian adalah:
1.4.1 Bagi perawat
Dapat dijadikan intervensi untuk meningkatkan kooperatif
pada anak prasekolah post operasi.
1.4.2 Bagi Rumah Sakit
Sebagai salah satu kebijakan untuk menentukan standar
penanganan anak prasekolah yang tidak kooperatif terhadap
tindakan medis.
1.4.3 Bagi Instalasi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat menambahkan informasi dan data
untuk meningkatkan proses pembelajaran pada asuhan keperawatan
pasien post operasi pada anak usia pra sekolah.
1.4.4 Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian
serta dapat dijadikan bekal dalam melakukan penelitian dimasa
yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai