Monografi
Monografi
Oleh :
2019
I. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui dan memahami uraian dalam monografi Farmakope Indonesia
2. Mengetahui dan memahami prinsip pengujian bahan obat seperti yang tertera dalam
monografi Farmakope Indonesia (FI)
3. Mampu menguji dan menetapkan mutu asam salisilat berdasarkan monografi Farmakope
Indonesia (FI)
Asam secara umum merupakan senyawa kimia yang bila dilarutkan dalam air akan
menghasilkan larutan dengan pH lebih kecil dari 7. Dalam defenisi modern, asam adalah
suatu sat yang dapat member proton (ion H+) kepada zat
lain yang disebut basa atau dapat menerima pasangan
elektron bebas dari suatu basa. Suatu asam bereaksi dengan
suatu basa dalam reaksi penetralan untuk membentuk
garam. Contoh asam adalah asam asetat, asam borat, asam
salisilat, asam benzoate dan lain sebagainya (Widyanto,
2008).
Asam salisilat merupakan turunan dari senyawa aldehid. Senyawa ini juga biasa
disebut o-hidroksibensaldehid, o-formilfenol, atau 2-formilfenol. Senyawa ini stabil, mudah
terbakar dan tidak cocok dengan basa kuat, pereduksi kuat, asam kuat, dan pengoksidasi
kuat (Widyanto, 2008).
Acetosal atau asam asetilsalisilat adalah sejenis obat turunan dari salisilat yang
sering digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa sakit atau nyeri minor),
antiseptik (terhadap demam), dan anti inflamasi (peradangan). Acetosal juga memiliki efek
antikoagulan dan dapat digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah
serangan jantung (Khopkar, 1990).
Asam salisilat telah teruji dalam terapi berbagai penyakit kulit dengan manifestasi
hiperkeratosis. Selain itu, asam salisilat merupakan terapi tambahan pada dermatomikosis
superfisialis, moluskum kontagiosum, jerawat dan kerusakan kulit akibat sinar matahari
(Effendi dkk., 2012). Asam salisilat juga digunakan sebagai bahan peeling atau keratolitik
dalam krim, gel dan shampoo yang digunakan untuk mengurangi sisik pada kulit atau kulit
kepala penderita psoriasis. Sedangkan yang dimaksud dengan peeling atau keratolitik itu
sendiri adalah bahan yang merangsang pelembutan dan pengelupasan lapisan luar kulit.
Bahan aktif ini yang sering digunakan dalam produk kosmetik perawatan kulit berjerawat
dengan kadar maksimum 2%, selain bersifat keratolitik, asam salisilat juga berfungsi
sebagai bakteriostatik. Sediaan asam salisilat telah lama diketahui memiliki efek pengobatan
sebagai anti-inflamasi. Sebagai contoh, diketahui aspirin atau asam asetil salisilat sudah
digunakan secara luas sebagai analgesik, anti-piretik, dan anti-inflamasi sistemik. Asam
salisilat memiliki kemampuan menghambat biosintesis prostaglandin (Burke dkk., 2005).
Asam salisilat memiliki efek anti-inflamasi dalam formulasi sediaan topical dengan
konsentrasi 0,5-5% (Draelos, 1997). Asam salisilat digunakan juga sebagai bahan analgesik
dalam pengobatan. Seperti diketahui metil salisilat topikal, sebagai contoh minyak
gandapura dapat bersifat sebagai counter irritant ringan. Zat ini sering dikombinasikan
dengan mentol dalam sediaan topikal yang digunakan dalam pengobatan nyeri di otot dan
persendian (Burke dkk., 2005).
Kegunaan Asam Salisilat
Asam salisilat dapat digunakan untuk efek keratolik yaitu akan mengurangi
kekebalan intraseluler dalam selaput tanduk dengan cara melaratkan semen intraseluler dan
menyebabkan desintegrasi dan penguapan kulit. Asam organis ini berkhasiat fungisit
terhadap banyak fungi pada konsentrasi 3-6% dalam salep. Di samping itu, zat ini juga
bekerja keratolik yang dapat melarutkan lapisan tanduk kulit pada konsentrasi 5-10%.
Salisilat sering digunakan untuk mengobati segala keluhan ringan dan tidak berarti
sehingga banyak terjadi penggunasalahan atau penyalahgunaanobat bebas ini. Keracunan
salisilat yang berat dapat menyebabkan kematian, tetapi umumnya keracunan salisilat
bersifat ringan. Gejala saluran cerna lebih menonjol pada intoksikasi asam salisilat. Efek
terhadap saluran cerna, perdarahan menonjol pada intoksikasi asam salisilat, perdarahan
lambung yang berat dapat terjadi pada dosis besar dan pemberian contoh kronik. Salisilisme
dan kematian terjadi setelah pemakaian topikal. Gejala keracunan sistemik akut dapat terjadi
setelah penggunaan berlebihan asam salisilat di daerah yang luas pada kulit, bahkan sudah
terjadi beberapa kematian.
Pemakaian asam salisilat secara topikal pada konsentrasi tinggi juga sering
mengakibatkan iritasi lokal, peradangan akut, bahkan alserasi. Untuk mengurangi
absorpsinya pada penggunaan topikal maka asam salisilat tidak digunakan pada penggunaan
jangka lama dalam konsentrasi tinggi, pada daerah yang luas pada kulit dan pada kulit rusak.
Alat Bahan
Gelas kimia 250 mL Larutan CuSO4
Tabung reaksi Larutan CoCl2
Batang pengaduk Larutan asam sulfat LP
Gelas ukur 50 mL Aquadest
Rak tabung reaksi Larutan FeCl3
Buret 50 mL Asam salisilat p.a
Labu Erlenmeyer 250 mL Asam klorida 0.002 N
Botol timbang Asam Klorida 3 N
Tabung Nesler Barium Klorida LP
Batang Pengaduk Asam sulfat 0.002 N
Rak tabung nesler Larutan Timbal (II) Nitrat
Pipet ukr Asam asetat 1 N
Pipet volume Amonium Hidroksida 6 N
Hidrogen Sulfida LP
Meratakan sampel
Menimbang dengan
Memasukan sampel ke dalam botol timbang
teliti 1-2 gram sampel
dalam botol timbang sampai setinggi kurang
dan menggerus dengan
dan kemudian lebih 5 mm dan dalam
cepat hingga ukuran
menimbang hal zat ruahan tidak
partikel 2 mm
lebih dari 10 mm
Mengaduk
Menimbang 1 gram Menambahkan 5 campuran dengan
sampel mL Asam Sulfat LP batang pengaduk
sampai larut
Pipet sebanyak
0,10ml larutan HCl Tambahkan Bandingkan
0,020 N, masukkan Aquadest hingga kekeruhan dengan
kedalam tabung tanda batas larutan uji
Nessler
Bandingkan
kekeruhan Ambil Filtrat
Saring
dengan larutan 25ml
uji
Bandingkan
kekeruhan dengan
larutan uji
Pembuatan Larutan Uji
Bandingkan
Diamkan selama
kekeruhan dengan
10 menit
larutan uji
Keterangan : Larutan uji tidak lebih keruh dari larutan pembanding yang ditambah
0,10 mL asam sulfat 0,020 N
Encerkan dengan
10 mL larutan
aquadest hingga
Timbal (II) Nitrat
100 mL
b. Larutan Baku
Atur pH antara
2 mL larutan
Encerkan 3,0 dan 4,0 Encerkan
Baku Timbal ke
dengan dengan asam dengan
dalam tabung
aquadest asetat 1N atau aquadest
pembanding 50
hingga 25 mL amonium hingga 40 ml
mL
hidroksida 6N
c. Larutan Uji
melarutkan 1 g tambah 2 mL
Encerkan dengan
asam salisilat aquadest dan 10
aquadesthingga 40
dalam 25 mL mL hidrogen
mL
aseton P sulfida LP
Atur pH antara
3,0 dan 4,0 Encerkan
25 e.
mL larutan + 2 mL larutan dengan asam dengan
uji baku timbal asetat 1N atau aquadest hingga
amonium 40 mL
f. hidroksida 6N
g.
e. Prosedur
Keterangan : warna larutan uji tidak boleh lebih gelap dari warna larutan baku
dan intensitas warna pada larutan monitor boleh sama atau lebih kuat dari larutan
baku.
Hasi praktikum :
Berdasarkan hasil praktikum, massa botol timbang kosong adalah 31,6357 gram,
massa asam salisilat adalah 1,0000 gram, sehingga massa botol timbang berisi asam
salisilat adalah 32,6357 gram, dan massa setelah dilakukan uji susut pengeringan terhadap
asam salisilat adalah 32,6261 gram. Sehingga terhitung massa asam salisilat yang hilang
pada saat pengeringan adalah 0,0096 gram dengan persentase sebesar 0,96%. Dari
praktikum ini dapat disimpulkan bahwa senyawa asam salisilat yang diuji ini sudah tidak
memiliki kemurnian yang tinggi, karena nilai susut pengeringannya tidak sesuai dengan
yang dipersyaratkan Farmakope Indonesia yaitu melebihi batas 0,5%.
Untuk mengetahui suatu bahan obat yakni asam salisilat bebas dari senyawa asing
dan cemaran atau mengandung senyawa asing dan cemaran pada batas tertentu dapat
dilakukan dengan cara uji zat mudah terarangkan yaitu dengan melarutkan 500 mg zat uji
dengan asam sulfat LP dan setelah didiamkan selama 15 menit larutan tersebut
dibandingkan dengan larutan padanan yang telah ditentukan dalam Farmakope Indonesia
seperti yang tertera pada tebel di bawah ini.
Tabel 1. Larutan Padanan Metode 1
Bagian
Bagian Bagian Besi
Larutan Tembaga Bagian Air
Kobalt (II) (III)
Padanan (II) Sulfat
klorida LK Klorida LK
LK
A 0,1 0,4 0,1 4,4
Berdasarkan Farmakope Indonesia larutan yang diuji tidak lebih berwarna dari
larutan padanan C. Berdasarkan hasil pengujian, dapat dilihat dari gambar bahwa warna
larutan uji ternyata menghasilkan warna yang hampir sama dengan padanan B dan warna
yang lebih kuat dari padanan C yang artinya zat uji tidak sesuai dengan yang dipersyaratan
FI. Untuk memastikan hal itu, pengujian diulang kembali, namun warna yang dihasilkan
tetap menunjukkan warna yang lebih kuat dibanding padanan C. Hal tersebut menunjukkan
bahwa bahan asam salisilat yang digunakan tidak memiliki kemurnian yang tinggi dan
mengandung senyawa asing atau cemaran melebihi batas wajar.
Gambar 3.1 Perbandingan warna antara larutan uji dengan Larutan Padanan
c. Uji Batas Klorida dan Sulfat
Uji batas adalah cara memeriksa batas maksimal berbagai bahan yang terlibat
dalam proses pembuatan atau isolasi dari suatu senyawa obat (produk akhir) dimana batas
maksimal tersebut dianggap tidak akan mengganggu cara kerja atau khasiat dari suatu
obat, yang mana batas maksimal tersebut harus memenuhi standar atau mengacu pada
Farmakope Indonesia yaitu Badan Pengawas Farmakope Indonesia (BPFI).
Pada praktikum kali ini dilakukan uji batas klorida, sulfat dan logam berat dari
suatu senyawa obat yaitu asam salisilat. Prinsip penentuan uji batas ini harus sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan oleh Farmakope Indonesia. Metoda yang digunakan
untuk uji batas ini menggunakan metoda kolorimetri. Kolorimetri dikaitkan dengan
penetapan konsentrasi suatu zat dengan mengukur absorpsi relatif cahaya sehubungan
dengan konsentrasi tertentu zat itu dengan menggunakan sumber cahaya polikromatis dan
detektor mata. Metoda ini didasarkan pada penyerapan cahaya tampak dan energi radiasi
lainnya oleh suatu larutan.
Pada uji batas klorida, ditimbang sejumlah Asam salisilat seberat 1,5000 gram yang
kemudian dilarutkan dengan aquadest lalu dipanaskan diatas suhu titik didih air. Hal ini
dilakukan karena asam salisilat dapat larut dalam air yang mendidih. Setelah asam salisilat
larut semua kemudian larutan tersebut didinginkan, pada saat di dinginkan terbentuk
endapan asam salisilat yang berbentuk hablur putih yang menyerupai jarum halus, hal ini
terjadi dikarenakan asam salisilat tidak larut dalam air yang memiliki suhu ruang oleh
karena itu larutan harus disaring. Setelah disaring, sebanyak 25mL filtrat dimasukan
kedalam tabung nesler dan diencerkan hingga tanda batas menggunakan aquadest
kemudian dibandingkan kekeruhannya dengan larutan pembanding HCl 0,020 N sebanyak
0,1 mL.
Berdasarkan hasil pengamatan, terlihat kekeruhan yang dihasilkan dalam larutan
asam salisilat sama dengan kekeruhan dari larutan HCl. Hal ini sesuai dengan yang
tercantum dalam Farmakope Indonesia bahwa 25 mL filtrat tidak lebih keruh dari larutan
pembanding yang ditambahkan 0,1 mL HCl 0,020 N. Maka dapat disimpulkan bahwa asam
salisilat dinyatakan lulus uji batas klorida.
Sama halnya dengan uji batas klorida, pada uji batas sulfat sejumlah 0,5 gram padatan asam
salisilat dilarutkan dalam 30-40 mL aquadest dan kemudian dilakukan perlakuan yang sama
dengan uji batas klorida pada saat pembuatan larutan asam salisilat. Setelah disaring
sebanyak 30-40 mL larutan uji tersebut ditambahkan 1 mL HCl 3N dan 3 mL BaCl 2 LP lalu
ditambahkan aquadest hingga tanda batas dan di aduk hingga homogen. Setelah itu larutan
pun didiamkan selama 10 menit tujuan didiamkan ini agar terbentuk endapan BaSO4 yang
berwarna putih yang menyebabkan larutan menjadi keruh. Reaksi yang terjadi :
H2SO4 + BaCl2 → BaSO4↓(putih) + 2 HCl
Kemudian, larutan uji tersebut di bandingkan dengan larutan asam sulfat 0,020N
yang sebelumnya telah diberikan perlakuan yang sama dengan larutan uji. Berdasarkan
hasil pengamatan, terlihat kekeruhan yang dihasilkan dalam larutan asam salisilat tidak
lebih keruh dari kekeruhan larutan H2SO4 sebagai pembandig. Hal ini sesuai dengan yang
tercantum dalam Farmakope Indonesia bahwa 25 mL filtrat tidak lebih keruh dari larutan
pembanding H2SO4 0,020 N. Maka dapat disimpulkan bahwa asam salisilat dinyatakan
lulus uji batas sulfat.
VI. Simpulan
1. Nilai susut pengeringan dari hasil praktikum diperoleh hasil sebesar 0.96 % yang
menunjukkan bahwa sampel sudah tidak murni lagi karena nilai susut pengeringan melebihi
batas yang dipersyaratkan dalam monografi Farmakope Indonesia, yaitu lebih dari 0.5 %
2. Bahan asam salisilat yang digunakan tidak memiliki kemurnian yang tinggi dan
mengandung senyawa asing atau cemaran melebihi batas wajar, karena pada saat pengujian
zat mudah terarangkan larutannya lebih berwarna dari Larutan Padanan C.
3. Berdasarkan hasil pengamatan uji batas klorida dan uji batas sulfat, sediaan asam salisilat
memenuhi persyaratan uji batas karena tingkat kekeruhan yang dibandingkan antara larutan
uji dengan larutan pembanding sama bahkan dapat dikatakan sampel lebih bening
dibandingkan larutan pembanding.
4. Pada uji batas logam berat, kandungan pengotor logam pada zat uji (asam salisilat) melebihi
batas yang telah ditentukan.