Kelompok : II
Nama : 1. Depi Rapika 171431006
2. Dila Dilalah 171431007
3. Elida Amelia 171431008
4. Elsa Rizki R 171431009
Kelas : 2A – Analis Kimia
Semua alat ukur dan alat uji yang diidentifikasi sebagai bagian dari sistem
mutu harus dikalibrasi dan dipelihara secara tepat. Hal ini mencakup semua
instrumen selama proses yang diidentifikasi sebagai instrumen mutu yang penting
dan juga alat uji yang digunakan dalam laboratorium. Program pengawasan harus
meliputi standarisasi atau kalibrasi pereaksi, instrumen peralatan, alat ukur, dan
alat pencatat pada interval waktu yang sesuai, berdasarkan program tertulis yang
telah ditetapkan yang mengandung petunjuk, jadwal, batas ketelitian dan ketepatan
yang spesifik, serta ketentuan mengenai tindakan perbaikan bila batas ketelitian
dan ketepatan yang spesifik, serta ketentuan mengenai tindakan perbaikan bila
batas ketelitian dan atau/ketepatan tidak terpenuhi. Pereaksi instrumen, peralatan,
alat ukur dan alat pencatat yang tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan
tidak boleh digunakan untuk membuktikan bahwa produk memenuhi spesifikasi
(Saidah, 2007).
Hasil pengukuran yang teliti dapat diperoleh dengan memilih alat ukur dan
cara pengukuran yang tepat. Dalam batas- batas tertentu, alat ukur dapat dianggap
sudah baik. Akan tetapi, alat ukur merupakan alat bantuan manusia sehingga
walaupun alat ukur tersebut dirancang dan dibuat dengan seksama,
ketidaksempurnaannya tidak dapat dihilangkan sama sekali. Ketidaksempurnaan
alat ukur dapat menyebabkan terjadinyakesalahan pengukuran, yaitu perbedaan
antara hasil pengukuran dengan harga yang dianggap benar (Fauzi, 2008).
Hasil pengukuran yang baik dari suatu parameter kuantitas kimia, dapat
dilihat berdasarkan tingkat presisi dan akurasi yang dihasilkan. Akurasi
menunjukkan kedekatan nilai hasil pengukuran dengan nilai sebenarnya. Untuk
menentukan tingkat akurasi perlu diketahui nilai sebenarnya dari parameter yang
diukur dan kemudian dapat diketahui seberapa besar tingkat akurasinya. Presisi
menunjukkan tingkat reliabilitas dari data yang diperoleh. Hal ini dapat dilihat dari
standar deviasi yang diperoleh dari pengukuran, presisi yang baik akan
memberikan standar deviasi yang kecil dan bias yang rendah.
Gambar tersebut menyajikan pola target hasil dari olah raga menembak
atau memanah yang analog dengan pola hasil pengukuran analitik yang ideal. Pada
gambar 1 (a) sebaran data cukup baik dan mendekati data aslinya. Hasil data
dikatakan presisi dan tidak bias atau tidak menyimpang. Gambar 1 (b)
menunjukkan sebaran data yang presisi, tetapi menyimpang dari target yang
sebenarnya berarti data dikatakan bias. Gambar 1 (c) menunjukkan sebaran data
yang meluas berarti data yang diperoleh tidap presisi. Data 1 (c) tersebut tidak
bias relatif jika dibandingkan dengan data 1 (d) yang sama-sama tidak presisi.
Faktor-faktor presisi dan bias ini sangat ditentukan oleh terjadinya faktor-faktor
kesalahan yang terjadi selama pengukuran.
c. SUMBER KESALAHAN DALAM PENGUKURAN ANALITIK
Faktor yang memepengaruhi presisi dan bias di atas dapat diakibatkan oleh
kesalahan yang terjadi karena berbagai penyebab. Menurut Miller & Miller (2001)
tipe kesalahan dalam pengukuran analitik dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Standarisasi prosedur
b. Standarisasi bahan
c. Kalibrasi instrumen
4. Perbedaan penyelenggaraan/administrasi
Kesalahan ini dapat diatasi dengan selalu berupaya untuk mengenali alat
atau instrumentasi yang akan digunakan terlebih dahulu.
A = - log T = - log It / Io = ε . b . C
T = Transmitansi
ε = Koefisien ekstingsi
Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu larutan yang berisi
matrik selain komponen yang akan dianalisis.
b) Serapan oleh kuvet
Kuvet yang biasa digunakan adalah dari bahan gelas atau kuarsa.
Dibandingkan dengan kuvet dari bahan gelas, kuvet kuarsa memberikan kualitas
yang lebih baik, namun tentu saja harganya jauh lebih mahal. Serapan oleh kuvet
ini diatasi dengan penggunaan jenis, ukuran, dan bahan kuvet yang sama untuk
tempat blangko dan sampel.
9 Gelas kimia 50 mL 1
No Nama Bahan
1 CuSO4. 5H2O
2 H2SO4
3 aquades
IV. LANGKAH KERJA
Panjang Gelombang
No Absorbansi
(nm)
1 600 0.029
2 650 0.027
3 700 0.026
4 750 0.025
CuSO4.5H2O yang harus ditimbang untuk membuat larutan CuSO4 30 ppm dalam
H2SO4 1%:
𝑚𝑔 𝐶𝑢𝑆𝑂4 𝑀𝑟 𝐶𝑢𝑆𝑂4
CuSO4. 5H2O 30 ppm = 𝑥
50 𝑀𝑟 𝐶𝑢𝑆𝑂4.5𝐻2𝑂
1000 𝐿
50
30 ppm x 𝑥250
1000
Berat CuSO4. 5H2O = = 0.0023 gram
160
= 57.35 %
2. Pada panjang gelombang 650 nm
[𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖−𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟]
% penyimpangan = × 100%
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑠𝑛𝑖 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖
[0.224−0.027]
= × 100%
0.224
= 87,95 %
3. Pada panjang gelombang 700 nm
[𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖−𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟]
% penyimpangan = × 100%
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑠𝑛𝑖 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖
[0.527−0.026]
= × 100%
0.527
= 95,07 %
4. Pada panjang gelombang 750 nm
[𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖−𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟]
% penyimpangan = 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑠𝑛𝑖 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖
× 100%
[0.817−0.029]
= × 100%
0.817
= 96,94 %
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan kalibrasi absorbansi yang berhubungan
dengan presisi dan akurasi pada spectrofotometer genesis (visible) dengan
menggunakan larutan CuSO4 30 ppm dalam H2SO4 1% sehingga dapat diperoleh
persen penyimpangan dari hasil absorbansi tertentu yang menyatakan kualitas
dari alat tersebut. Semakin kecil persen penyimpangan yang diperoleh maka
semakin baik atau akurat alat tersebut. Syarat nilai penyimpangan absorbansi
adalah maksimal 2%. Pengukuran harus dilakukan dengan menggunakan kuvet
10 mm, dan lebar pita (bandwidths) harus lebih kecil dari 10 nm.
Proses kalibrasi ini dilakukan dengan mengukur larutan CuSO4 30 ppm
dalam H2SO4 1% (karena alat yang digunakan adalah spektrofotometer
visible/diukur pada daerah visible) pada panjang gelombang tertentu yang sudah
diketahui nilai absorbansinya menurut teori atau dijadikan sebagai standar.
Berdasarkan hasil perhitungan dari pengukuran absorbansi CuSO4 pada
beberapa panjang gelombang menunjukkan penyimpangan lebih dari 2% yaitu
pada Panjang gelombang 600 nm besar penyimpangan sebesar 57,35%, pada
jang gelombang 650 nm sebesar 87,95%, pada panjang gelombang 700 nm
sebesar 95,07% dan pada Panjang gelombang 750 nm sebesar 96,94% sehingga
alat tidak akurat. Ketidak alat ini dapat disebabkan karena adanya cahaya sesat
atau adanya pergeseran monokromator. Adanya cahaya sesat menyebabkan
cahaya lain yang masuk menuju kuvet dan terbaca oleh detector sehingga
absorbansi lebiih tinggi dari yang seharusnya. Oleh karena itu, untuk
menentukan adanya cahaya sesat atau tidak dapat pula dilakukan kalibrasi
penentuan cahaya sesat. Pada praktikum ini digunakan larutan CuSO4 karena
larutan tersebut tidak berwarna dan tidak mengandung gugus kromofor sehingga
cahaya yang dipancarkan oleh sumber cahaya tidak akan diserap oleh larutan.
VIII. SIMPULAN
1. Kalibrasi absorbansi yang berhubungan dengan kepresisian dan keakurasian
pada spektrofotometri genesis (visible) dilakukan dengan menggunakan
larutan CuSO4 30 ppm dalam H2SO4 1%.
2. Berdasarkan hasil percobaan diperoleh persen penyimpangan pada keempat
panjang gelobang yang berbeda (600,650,700,750 nm), menghasilkan nilai
penyimpangan lebih dari 2% sehingga alat spektrofotometer genesis tersebu
tidak akurat dan presisi.
3. Ketidakpastian alat dapat disebabkan karena adanya cahaya sesat atau adanya
pergeseran monokromator.
Beran, J.A, 1996, Chemistry in The Laboratory, John Willey & Sons.
Melinda, Ayu. No Date. Laporan Praktikum Analisis Instrumen Kalibrasi. Diakses 23
Mei 2019
https://www.academia.edu/34900774/Laporan_Praktikum_Analisis_Instrume
n_Kalibrasi
Miller, J.N and Miller, J.C., 2000, Statistics and Chemometrics for Analytical
Chemistry, 4th ed, Prentice Hall, Harlow.
Sastrohamidjojo, H, 1991, Spektroskopi, Liberty, Yogyakarta.