Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KELOMPOK

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN SISTEM


MUSKULOSKELETAL

DI RUANG IGD RSUD WATES

Pembimbing Akademik : Ns. Ircham Saifudin, S.Kep., MM

Oleh :

1. Bella Intan Meilana (P07120216017)


2. Akhsan Hakim Pradana (P07120216018)
3. Ristanti Mulyandai (P07120216019)

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN

POLTEKKS KEMENKES YOGYAKARTA JURUSAN KEPERAWATAN

2019
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN


SISTEM MUSKULOSKELETAL
INI DIBUAT UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT UNTUK
MEMPEROLEH NILAI PRAKTEK KEGAWATDARURATAN
PADA PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA JURUSAN KEPERAWATAN

Oleh :

1. Bella Intan Meilana (P07120216017)


2. Akhsan Hakim Pradana (P07120216018)
3. Ristanti Mulyandai (P07120216019)

TELAH DIPERIKSA DAN DI SETUJUI TANGGAL :

OLEH :

PEBIMBING LAPANGAN :

PEMBIMBING PENDIDIKAN :
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun 2011 -2012 terdapat
5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur akibat
kecelakaan lalu lintas. Tingkat kecelakaan transportasi jalan di kawasan Asia
Pasifik memberikan kontribusi sebesar 44% dari total kecelakaan di dunia
termasuk Indonesia. Menurut Depkes RI 2011, fraktur pada ekstremitas bawah
akibat kecelakaan memiliki prevalensi tertinggi diantara fraktur lainnya sekitar
46,2%. Berdasarkan hasil RISKESDAS tahun 2013 didapatkan data
kecenderungan peningkatan proporsi cedera transportasi darat dari 25,9% pada
tahun 2007 menjadi 47,7%.

Fraktur merupakan istilah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan,


baik yang bersifat total maupun sebagian (Helmi, 2012). Penyebab terbanyak
fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas dan
sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat faktor lain seperti proses
degeneratif dan patologi (Depkes RI, 2008).

Berdasarkan data tersebut di atas maka perlu adanya perhatian khusus


terhadap tersedianya asuhan keperawatan yang prima terutama mengenai
penanganan klien dengan fraktur.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan keperawata pada pasien dengan struma
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada Tn. J dengan Open Fraktur Complete
Os.Tibia Fibula (Cruris) Sinistra, Close Fraktur Os. Calcaneus Dextra
b. Menegakkan diagnose keperawata pada Tn. J dengan Open Fraktur
Complete Os.Tibia Fibula (Cruris) Sinistra, Close Fraktur Os.
Calcaneus Dextra Membuat intervensi keperawatan pada Ny.S dengan
post op union fraktur femur
c. Melakukan implementasi keperawatan pada Tn. J dengan Open
Fraktur Complete Os.Tibia Fibula (Cruris) Sinistra, Close Fraktur Os.
Calcaneus Dextra
d. Melakukan intervensi keperawatan pada Tn. J dengan Open Fraktur
Complete Os.Tibia Fibula (Cruris) Sinistra, Close Fraktur Os.
Calcaneus Dextra

C. METODE
Metode dalam mengambilan kasus untuk laporan yaitu wawancara, observasi
dan studi kasus yang terdapat di IGD RSUD Wates.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2008).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang


rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa atau tekanan eksternal yang
dating lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang (Yasmara, 2017).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Kusuma, 2012).

Dari berbagai pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa fraktur tibia


dan fibula adalah suatu keadaan terputusnya jaringan atau kontinuitas tulang
tibia maupun fibula yang pada umumnya disebabkan oleh trauma atau
rudapaksa.

B. PATOFISIOLOGI KEPERAWATAN (MIND MAP)

Fraktur dapat terjadi karena trauma / rudapaksa sehingga dapat


menimbulkan luka terbuka dan tertutup. Fraktur luka terbuka memudahkan
mikroorganisme masuk kedalam luka tersebut dan akan mengakibatkan
terjadinya infeksi.

Selain menyebabkan trauma jaringan, fraktur menyebabkan pergeseran


tulang yang patah sehingga menyebabkan rasa nyeri akut pada pasien. Akibat
nyeri menimbulkan keterbatasan gerak (imobilisasi) disebabkan nyeri
bertambah bila digerakkan dan nyeri juga menyebabkan enggan untuk
bergerak termasuk didalamnya kemampuan untuk merawat diri sendiri, seperti
toileting.

Kecelakaan

Tulang tidak mampu


menahan trauma

Fraktur

Pergeseran fragmen
Trauma jaringan
tulang yang patah

Nyeri akut Luka Kerusakan


Terbuka integritas
kulit

Kekuatan otot dan kemampuan Penurunan pertahanan


gerak berkurang utama tubuh

Jalan masuk
organisme
Gangguan Defisit perawatan
mobilitas diri
Risiko infeksi
fisik

C. ETIOLOGI
Menurut Arif Muttaqin (2008), fraktur disebabkan oleh :
1. Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang. Hal
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan.
Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komuniti dan jaringan lunak ikut
mengalami kerusakan.
2. Trauma tidak langsung
Apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh dari daerah fraktur,
trauma tersebut disebut trauma tidak langsung. Misalnya jatuh dengan
tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan
ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.

Menurut Yasmara (2017), etiologi fraktur yaitu:

1. Traumati: cedera langsung, cedera tidak langsung, dan tarikan otot


2. Patologis: tumor tulang, infeksi seperti osteomyelitis dan rakhitis.

D. KLASIFIKASI
Menurut Yasmara (2017) klasifikasi fraktur dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu:
1. Berdasarkan sifat fraktur.
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit
masih utuh) tanpa komplikasi.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
b. Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma.
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4. Berdasarkan jumlah garis patah.
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen

E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul dari fraktur adalah :

1. Komplikasi awal, yaitu kerusakan arteri, sindrom komartemen, fat


emobolism syndrome, infeksi, syok, dan nekrosis avaskuler
2. Komplikasi dalam waktu lama.
a. Delayed union (kegagalan fraktur berkonsilidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung).
b. Non-union(kegagaglan fraktur berkonsilidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat dan stabil setelah 6 - 9 bulan).
c. Mal union (penyambungan tulang yang ditandai dengan peningkatan
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas)). Malunion diperbaiki
dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik
Fraktur biasanya menyertai trauma sehingga pemeriksaan jalan napas,
proses pernapasan, sirkulasi, obat, dan elektrokardiografi perlu dilakukan
untuk menilai apakah terjadi syok atau tidak. Jika sudah dinyatakn tidak
ada masalah lagi, baru dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara
terperinci. Waktu terjadi kecelakaan penting ditanyakan, mengingat golden
period pada fraktur adalah 1 – 6 jam. Jika lebih dari 6 jam, komplikasi
infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
F. PENATAAKSANAAN

1. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmen-


fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak
semula.
2. Imobilisasi fraktur: dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
4. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan
5. Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri
6. Status neurovaskuler (misal: peredarandarah, nyeri, perabaan gerakan)
dipantau
7. Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan atrofi
disuse dan meningkatkan peredaran darah

G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN (SECARA TEORI)


Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan tahap yang
paling menentukan bagi tahap berikutnya. Kegiatan dalam pengkajian adalah
pengumpulan data Pengumpulan Data.Pengumpulan data merupakan proses
yang berisikan status kesehatan klien dengan menggunakan teknik
anamnesis (autoanamnesa dan aloanamnesa) dan observasi.

1. Biodata Klien
a. Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin perlu dikaji karena
biasanya laki-laki lebih rentan terhadap terjadinya fraktur akibat
kecelakaan bermotor, pendidikan, pekerjaan, agama, suku/bangsa,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis,
nomor medrek dan alamat.
b. Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, pekerjaan, agama,
pendidikan, suku/bangsa, alamat, hubungan dengan klien.
2. Riwayat Kesehatan
3. Keluhan utama
Keluhan utama adalah alasan klien masuk rumah sakit yang dirasakan saat
dilakukan pengkajian yang ditulis dengan singkat dan jelas, dua atau tiga
kata yang merupakan keluhan yang membuat klien meminta bantuan
pelayanan kesehatan.
4. Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan penjelasan dari permulaan klien merasakan keluhan sampai
dengan dibawa ke rumah sakit dan pengembangan dari keluhan utama
dengan menggunakan PQRST.

P (Provokative/Palliative), apa yang menyebabkan gejala bertambah berat


dan apa yang dapat mengurangi gejala.

Q (Quality/Quantity), bagaimana gejala dirasakan klien dan sejauh mana


gejala dirasakan.

R (Region/Radiation) dimana gejala dirasakan ? apakah menyebar? apa


yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala tersebut ?

S (Saferity/Scale), seberapa tingkat keparahan gejala dirasakan? Pada


skala berapa?

T (Timing), berapa lama gejala dirasakan ? kapan tepatnya gejala mulai


dirasakan, apakah ada perbedaan intensitas gejala misalnya meningkat di
malam hari.

5. Riwayat Kesehatan Dahulu


Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti adanya riwayat trauma,
riwayat penyakit tulang seperti osteoporosis, osteomalacia, osteomielitis,
gout ataupun penyakit metabolisme yang berhubungan dengan tulang
seperti diabetes mellitus (lapar terus-menerus, haus dan kencing terus–
menerus), gangguan tiroid dan paratiroid.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Hal yang perlu dikaji adalah apakah dalam keluarga klien terdapat
penyakit keturunan ataupun penyakit menular dan penyakit-penyakit yang
karena lingkungan yang kurang sehat yang berdampak negatif pada
kesehatan anggota keluarga termasuk klien.
7. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan dengan menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi terhadap berbagai sistem tubuh.
8. Keadaan Umum
Klien yang mengalami immobilisasi perlu dilihat dalam hal penampilan,
postur tubuh, kesadaran, gaya berjalan, kelemahan, kebersihan dirinya dan
berat badannya.
9. Sistem Pernafasan
Bentuk hidung, ada atau tidaknya sekret, PCH (Pernafasan Cuping
Hidung), kesimetrisan dada dan pernafasan, suara nafas dan frekwensi
nafas. Pengaturan pergerakan pernafasan akan mengakibatkan adanya
retraksi dada akibat kehilangan koordinasi otot. Ekspansi dada menjadi
terbatas karena posisi berbaring akibatnya ventilas paru menurun sehingga
dapat menimbulkan atelektasis. Akumulasi sekret pada saluran pernafasan
mengakibatkan terjadinya penurunan efisiensi siliaris yang dapat
menyebabkan pembersihan jalan nafas yang tidak efektif. Kelemahan pada
otot pernafasan akan menimbulkan mekanisme batuk tidak efektif.
10. Sistem Kardiovaskuler
Warna konjungtiva pada fraktur, terutama fraktur terbuka akan terlihat
pucat dikarenakan banyaknya perdarahan yang keluar dari luka, terjadi
peningkatan denyut nadi karena pengaruh metabolik, endokrin dan
mekanisme keadaaan yang menghasilkan adrenergik sereta selain itu
peningkatan denyut jantung dapat diakibatkan pada klien immobilisasi.
Orthostatik hipotensi biasa terjadi pada klien immobilisasi karena
kemampuan sistem syaraf otonom untuk mengatur jumlah darah kurang.
Rasa pusing saat bangun bahkan dapat terjadi pingsan, terdapat kelemahan
otot. Ada tidaknya peningkatan JVP (Jugular Vena Pressure), bunyi
jantung serta pengukuran tekanan darah. Pada daerah perifer ada tidaknya
oedema dan warna pucat atau sianosis.
11. Sistem Pencernaan
Keadaan mulut, gigi, bibir, lidah, kemampuan menelan, peristaltik usus
dan nafsu makan. Pada klien fraktur dan dislokasi biasanya diindikasikan
untuk mengurangi pergerakan (immobilisasi) terutama pada daerah yang
mengalami dislokasi hal ini dapat mengakibatkan klien mengalami
konstipasi.
12. Sistem Genitourinaria
Ada tidaknya pembengkakan dan nyeri daerah pinggang, palpasi vesika
urinaria untuk mengetahui penuh atau tidaknya, kaji alat genitourinaria
bagian luar ada tidaknya benjolan, lancar tidaknya pada saat klien miksi
serta warna urine. Pada klien fraktur dan dislokasi biasanya untuk
sementara waktu jangan dulu turun dari tempat tidur, dimana hal ini dapat
mengakibatkan klien harus BAK ditempat tidur memaskai pispot sehingga
hal ini menambah terjadinya susah BAK karena klien tidak terbiasa
dengan hal tersebut.
13. Sistem Muskuloskeletal
Derajat Range Of Motion pergerakan sendi dari kepala sampai anggota
gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri ketika bergerak, toleransi klien
waktu bergerak dan observasi adanya luka pada otot akibat fraktur terbuka,
tonus otot dan kekuatan otot. Pada klien fraktur dan dislokasi dikaji ada
tidaknya penurunan kekuatan, masa otot dan atropi pada otot. Selain itu
dapat juga ditemukan kontraktur dan kekakuan pada persendian.

14. Sistem Integumen


Keadaan kulit, rambut dan kuku. Pemeriksaan kulit meliputi tekstur,
kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan. Pada klien fraktur dan
dislokasi yang immobilisasi dapat terjadi iskemik dan nekrosis pada
jaringan yang tertekan, hal ini dikarenakan aliran darah terhambat
sehingga penyediaan nutrisi dan oksigen menurun.
15. Sistem Persyarafan
Mengkaji fungsi serebral, fungsi syaraf cranial, fungsi sensorik dan
motorik sertsa fungsi refleks.
16. Pola Aktivitas Sehari-hari
a. Pola Nutrisi
Kebiasaan makan klien sehari-hari dan kebiasaan makan-makanan
yang mengandung kalsium yang sangat berpengaruh dalam proses
penyembuhan tulang dan kebiasaan minum klien sehari-hari, meliputi
frekwensi, jenis, jumlah dan masalah yang dirasakan.
b. Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB dan BAK klien, apakah berpengaruh terhadap
perubahan sistem tubuhnya yang disebabkan oleh fraktur.
c. Pola Istirahat Tidur
Kebiasaan klien tidur sehari-hari, apakah terjadi perubahan setelah
mengalani fraktur.
d. Personal Hygiene
Kebiasaan mandi, cuci rambut, gosok gigi dan memotong kuku perlu
dkaji sebelum klien sakit dan setelah klien dirawat dirumah sakit.
e. Pola Aktivitas
Sejauh mana klien mampu beraktivitas dengan kondisinya saat ini dan
kebiasaan klien berolah raga sewaktu masih sehat.
17. Aspek Psiko Sosial Spiritual
Data Psikologis Pengkajian psikologis yang dilakukan pada klien dengan
fraktur pada dasarnya sama dengan pengkajian psikososial dengan
gangguan sistem lain yaitu mengenai konsep diri (gambaran diri, ideal diri,
harga diri, peran diri dan identitas diri). Pada klien fraktur adanya
perubahan yang kurang wajar dalam status emosional, perubahan tingkah
laku dan pola koping yang tidak efektif.
18. Data sosial
Pada data sosial yang dikaji adalah hubungan klien dengan keluarga dan
hubungan klien dengan petugas pelayanan kesehatan.
19. Data Spiritual
Perlu dikaji agama dan kepribadiannya, keyakinan dan harapan yang
merupakan aspek penting untuk penyembuhan penyakitnya.

H. DIAGNOSA KEPERAWTAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri akut
2. Kerusakan integritas kulit
3. Gangguan mobilitas fisik
4. Resiko infeksi
5. Defisit perawatan diri

I. CONTOH INTERVENSI KEPERAATN DAN CONTOH NURSING OUT COME

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

Diagnosa : Nyeri Akut NIC

NOC : Pain managemen

a. Pain level, 1) Kaji secara komprehensif


b. Pain control tentang nyeri (lokasi
c. Comfort level karateristik, durasi, frekuensi,
Kriteria Hasil : kualitas).
2) Monitor perubahan tanda vital
a. Mampu mengontrol nyeri
3) Observasi isyarat non verbal dari
(tahu penyebab nyeri,
ketidak nyamanan.
mampu menggunakan
4) Kaji pengalaman individu
teknik nonfarmakologi terhadap nyeri.
untuk mengurangi nyeri, 5) Ajarkan penggunaan teknik non
mencari bantuan) farmakologi (ex. Relaksasi,
b. Melpaorkan bahwa nyeri terapi musik, masase, dan lain-
berkurang dengan lain).
menggunakan manajemen 6) Berikan analgesik sesuai anjuran.
nyeri 7) Anjurkan pasien untuk
c. Mampu mengenali nyeri berdiskusi tentang pengalaman
(skala, intensitas, frekuensi nyeri secara tepat.
dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
Diagnosa : resiko integritas kulit NIC
berhubungan dengan
Pressure Managemen
pigementasi, hipertermi,
perubahan turgor kulit, 1) Anjurkan pasien untuk
eritema menggunakan pakaian yang
longgar
NOC :
2) Hindari kerutan pada tempat
Tissue integrity : Skin and tidur
mucous membrans 3) Jaga kebersihan kulit agar tetap
bersih dan kering
Kriteria Hasil :
4) Mobilisasi pasien (ubah posisi
a. Integritas kulit yang baik pasien) setiap 2 jam sekali
bisa dipertahankan (sensasi, 5) Monitor kulit akan adanya
elastisitas, temperatur, kemerahan
hidrasi, pigementasi) 6) Oleskan loytion atau
b. Tidak ada luka/lesi pada minyak/baby oil pada daerah
kulit yang tertekan
c. Perfusi jatringan baik 7) Monitor aktivitas dan mobilisasi
d. Menunjukkan pemahaman pasien
dalam proses perbaikan 8) Monitor status nutrisi pasien
kulit dan mencegah 9) Memandikan pasien dengan
terjadinya cedera berulang sabun dan air hangat
kali
e. Mampu melindungi kulit
dari mempertahankan
kelembaban kuliyt dan
perawatan alami
Diagnosa : gangguan mobilitas NIC :
fisik
Exercise therapy : ambulation
NOC :
1) Monitoring vital sign sebelum
a. Joint movement : active /sesudah latihan dan lihat respon
b. Mobility level pasien saat latihan
c. Self care : ADLs 2) Okonsultasikan dengan terapi
d. Transfer perfomance fisik tentang rencana ambulasi
Kriteria Hasil : sesuai dengan kebtuhan
3) Bantu klien untuk menggunakan
a. Klien meningkat dalam
toongkat saat berjalan dan cegah
aktivitas fisik
terhadap cedera
b. Mengerti tujuan dari
4) Ajarkan pasien atau tenaga
peningkatan mobilitas
kesehatan lain tentang teknik
c. Memverbalisasikan
ambulasi
perasaan dalam
5) Kaji kemampuan pasien dalam
meningkatkan kekuatan dan
mobilisasi
kemampuan berpindah
6) Latih pasien dalam pemenuhan
d. Mempergakan penggunaan
kebutuhan ADLs secara mandiri
alat bantu untuk mobilisasi
sesuai kemampuan
(walker)
7) Dampingi dan bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs pasien
8) Berikan alat bantu jika klien
membutuhkan
9) Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
abntuan jika diperlukan
Dignosa : resiko infeksi NIC :
berhubungan dengan luka
Infection control
operasi
1) Bersihkan lingkungan
NOC :
2) Pertahankan teknik isolasi
a. Immune status 3) Batasi pengunjung bila perly
b. Knowledge : infection 4) Instruksikan pada pengunjung
control untuk mencuci tangan saat
c. Risk control berjunjung dan setelah
Kriteria Hasil : berkunjung meninggalkan pasien
5) Gunakan sabun antimikroba
a. Klien bebas dari tanda dan
untuk cuci tangan
gejala infeksi
6) Cuci tangan setiap sebelum dan
b. Mendeskripsikan proses
sesudah tindakan
penuluaran serta
7) Gunkana baju, sarung tangan
penatalaksanaannya
sebagai alat pelindung
c. Menunjukkan kemampuan
8) Pertahankan lingkungan aseptik
untuk mencegah timbulnya
selama pemasangan alat
infeksi
9) Ganti letak IV prifer dan line
d. Jumlah leukosit dalam batas
control dan dressing susia dengan
normal
petunjuk umum
e. Menunjukkan perilaku
10) Gunakan kateter intermitten
hidup sehat
untuk menurunkan infeksi
kandung kemiih
11) Tingkatkan intake nutrisi
12) Berikan terapi antibiotik bila
perlu
Infection protection

1) Monitor tanda dan gejala infeksi


sistemik dan lokal
2) Monitor hitung pranulosit, WBC
3) Monitor kerentenan terhadap
infeksi
4) Batasi pengnjung
5) Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
6) Pertahankan teknik aseptik
7) Pertahankan teknik isoloasi
8) Berikan perawatan kulit pada
area epiderma
9) Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerhan,
panas, drainase

Diagnosa : defisit perawatan diri NIC :

NOC : Self care asistane : ADLs

Self care : activity of Daily Living 1) Mnitor kemampuan klien untuk


(ADLs) perawatan diri yang mandiri
2) Mnitor kebutuhan klien untuk
Kriteria Hasil
alat-alat bantu untuk kebersihan
a. Klien terbebas dari bau diri, berpakaian, berhias, toileting
badan dan makan
b. Menyatakan kenyamanan 3) Sediakan bantuan sampai klien
terhadap kemampuan mampu secara utuh untuk
untuk melakukan ADLs melakukan ativitas sehari-hari
c. Dapat melakukan ADLs yang normal sesuai kemampuan
dengan bantuan yang dimiliki
4) Dorong untuk melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu melakukannya
5) Ajarkan klien/keluarga untuk
mendorong keamndiriran, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukanya
6) Berikan aktivitas rutin sehari-hari
sesuai kemampuannya
7) Pertimbangkan usia klien jika
mendirong pelaksanaan aktivitas
sehari - hari

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marlyn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.3. Jakarta: EGC

Kusuma, H & Nurarif, A. H. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Media Hardy.

Mutaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Sistem Muskuluskeltal. Jakarta: Salemba


Medika

Rohmah, N & Walid, S. 2009. Proses keperawatan : Teori dan Aplikasi. Ar-Ruzz
Media: Yogyakarta
Syaifuddin. 2012. Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk
Keperawatan dan Kebidanan. Jakarta: EGC.

Yasmara, Nursiswati, & Arafat, R. 2017. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal


Bedah. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S.C., 2008, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.J

PENGKAJIAN
TANGGAL PENGKAJIAN : Senin, 27 Mei 2019
JAM : 09.40 WIB
OLEH : Bella, Hakim,dan Rista
SUMBER DATA : Pasien, RM, perawat dan keluarga pasien
METODE PENGUMPULAN DATA : Observasi, wawancara dan studi dokumen

A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. J
Umur : 45 Tahun
Alamat : Kaliwat, Kutoarjo, Purworejo
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Kristen
Warga Negara : WNI
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Swasta
Dx. Medis : Open Fraktur Complete Os.Tibia Fibula (Cruris)
Sinistra, Close Fraktur Os. Calcaneus Dextra

B. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Tn. S
Hubungan Dengan Pasien : Orang tua
Umur : 79 tahun
Alamat : Jatisarono, Nanggulan, Kulon Progo

PENGKAJIAN DATA DASAR

A. PRIMARY ASSESSMENT
Airway : Tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak terdengan suara
nafas tambahan
Breathing : Pernafasan spontan, RR : 22 kali / menit , suara paru
vesikuler, inspirasi dan ekspirasi dada kanan kiri simetris,
tidak terdapat retraksi dinding dada, tidak terdapat
penggunaan otot bantu nafas, tidak terdapat pernafasan
cuping hidung, Sp02 : 98 %, pasien tidak sianosis
Circulation : Terdapat perdarahan eksternal pada ekstermitas kiri bawah,
perdarahan ± 250 cc, perdarahan aktif, nadi radialis kanan
dan kiri teraba lemah, teratur 86 kali / menit, akral hangat,
TD : 101 / 76 mmHg, Suhu Tubuh : 36,2 ˚C, tidak ada
edema, irama jantung regular.
Disability : Kesadaran Compos Mentis, GCS : 15; E : 4 M : 6 V : 5
Eksposur : Terdapat perdarahan pada ekstermitas bawah sebelah kiri,
luka tebuka, luas luka 3x3 cm di dua lokasi. Nampak
patahan tulang tibia anterior sinistra. Terdapat lebam di
bagian pergelangan ekstremitas kanan bawah.

B. FOKUS ASSESSMENT
Keadaan Umum : Sedang
Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
Keluhan Utama : Nyeri skala 7, seperti tertusuk, pada bagian
ekstremitas kiri bawah, frekuensi terus menerus
Perdarahan hebat di ekstermitas bawah sebelah kiri
karena luka terbuka.

C. SKUNDER ASSESSMENT
Riwayat Penyakit Dahulu : Keluarga mengatakan “Tn. J tidak
mengalami penyakit hipertansi atau
hipotensi, ataupun penyakit keturunan
lainnya. Sebelumnya juga tidak menderita
penyakit parah dalam jangka waktu dekat.
Riwayat Penyakit sekarang : Tn. J mengatakan sebelumnya Tn. J
sedang melakukan perjalanan ke tempat
kerjanya namun di jalan Tn. J mengalami
tabrakakan dengan pengendara motor
lainnya sehingga terjatuh, Tn J mengatakan
dirinya masih dalam keadaan sadar, dan
masih menggunakan helm. Tn. J di bawa
langsung dibawa ke IGD RSUD Wates oleh
polisi dan Ambulan emergency Tn. J dalam
keadaan sadar dan mengalami nyeri dan
perdarahan di bagian kaki namun mendapat
tindakan bidai.

SAMPLE
Sign and Symptom : Kesadaran pasien composmentis, bernafas
spontan, luka robek di ekstermitas bawah
kiri, TD : 101/76 mmHg, Sp02 : 98 %, Nadi
: 86 x/menit, nadi radialis teraba
lemah,teratur
Alergi : Tn. J mengatakan tidak memiliki riwayat
alergi obat maupun makanan
Medication : Tn J mengatakan sebelumnya tidak dalam
pengobatan atau mengonsumsi obat.
Post illnes : Tn. J mengatakan tidak mengalami
penyakit yang sama sebelumnya dan juga
belum pernah mengalami pembedahan.
Last Meal : Pada pukul 7.00 WIB, nasi, sayur dan
lauk
Event : Pasca kecelakaan lalu lintas, mengalami
fraktur terbuka pada tulang tibia & fibula
(complete) kiri, dan fraktur tertutup pada
pergelangan kaki kanan.

Riwayat Kesehatan Keluarga : Keluarga Tn. S mengatakan “Tidak ada


keluarga yang mengalami kecelakaan dalam
waktu dekat ini, tidak ada juga yang
mengidap penyakit menular maupun
penyakit yang menurun”

D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kepala dan Maksilofasial : Rambut hitam lurus, kepala Mesochepal,
tidak ada lebam atau luka di sekitar kepala, Konjungtiva tidak anemis,
pupil isokor, sclera tidak ikterik, reflek cahaya mata kanan dan kiri baik,
tidak ada polip, daun telinga simetris, tidak menggunakan alat bantu
dengar, gigi lengkap, tidak terdapat luka di leher.
2. Vertebra servikalis : Tidak terdapat lebab pada bagian servikal dan juga
tidak terdapat tonjolan kelenjar tiroid ataupun vena & arteri jugularis.
Klien dapat menggerakan lehernya dengan normal.
3. Jantung
a. Inspeksi : Bentuk dada kanan dan kiri simetris, tidak terdapat
jejas
b. Palpasi : Tidak ada peningkatan kekuatan denyutan, iktus
kordis teraba pada ICS ke 5, tidak teraba adanya pembesaran
jantung
c. Perkusi : Perkusi suara redup
d. Auskultasi : S1 S2 lup dup, tidak terderngar bunyi jantung
gallop, tidak ada murmur maupun trail.
Paru
a. Inspeksi : Ekspirasi dan inspirasi dada simetris, tidak
terdapat retraksi dinding dada
b. Palpasi : Tidak terdapat pembesaran paru, tidak terdapat
nyeri tekan, tidak ada masa upnormal di dalam paru
c. Perkusi : Terdengar suara sonor pada tiap ICS
d. Auskultasi : Suara nafas vesikuler
4. Abdomen
a. Inspeksi : Tidak ada jejas maupun lesi, tidak nampak adanya
distensi, tidak asites
b. Auskultasi : Peristaltik usu 12 x / menit
c. Perkusi : Suara timpani pada 4 kuadran
d. Palpasi : Tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba masa
upnormal
5. Genitalia : Tidah dikaji, tidak terpasang DC (tidak ada
keluhan)
6. Muskoleskletal : Kulit sawo matang, terdapat luka sobek terbuka
(Open fraktur tibia fibula) luas 3 x 3 cm di dua lokasi pada ekstermitas
bawah kiri, terdapat lebam pada pergelangan ekstermitas kanan bawah,
akral hangat, tidak terdapat kelainan fisik, lecet di bagian ektermitas
bawah kanan dan kiri serta siku ekstermitas kanan atas.

E. TERAPI
Nama Obat Dosis Rute Waktu
Pemberian
Ranitidine 80 mg IV 10.30 WIB
Ketorolac 30 mg IV 10.30 WIB
Lidocain 40 mg 10.00 WIB

F. DATA LABORATORIUM
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hemoglobin 14.3 14.03-18.00 g/dL
Leukosit 15.50 4.0-10.5 10˄3/uL
Neutrofil 9.19 2.00-7.00 10˄3/uL
Limfosit 5.26 1.25-4.00 10˄3/uL
ANALISA DATA

DATA MASALAH KEMUNGKINAN


PENYEBAB
DS : Risiko Syok Hipoksemia, Hipotensi,
- Pasien mengatakan Hipovolemia
dirinya merasa pusing
dan masih lemas
DO :
- SpO2 : 98
- Terdapat perdarahan
eksternal pada
ekstermitas kiri bawah,
perdarahan ± 250 cc,
perdarahan aktif, nadi
radialis kanan dan kiri
teraba lemah, teratur 86
kali / menit, akral
hangat, TD : 101 / 76
mmHg
DS : Nyeri Akut Cedera fisik
- Pasien mengatakan
nyeri di kaki kiri dan
kanannya
P : Nyeri akibat open
fraktur
Q : Seperti ditusuk-
tusuk
R : di kaki kiri kanan
S : skala nyeri 7
T : terus menerus

DO :
- Pasien tampak menahan
nyeri
- Terdapat perdarahan
pada ekstermitas bawah
sebelah kiri, luka
tebuka, luas luka 3 x 3
cm. Nampak patahan
tulang tibia pada tungkai
kiri bawah bagian depan
DS : Risiko infeksi Gangguan integritas kulit
- Pasien mengatakan
dirinya merasa pusing
dan lemas
DO :
- Terdapat perdarahan
pada ekstermitas bawah
sebelah kiri, luka
tebuka, luas luka 3 x 3
cm dua lokasi, tampak
patahan tulang tibia
sinistra anterior
- TD : 101/76 mmHg
HR : 86 x/menit
Suhu : 36,2 oC
RR : 20 x/menit
- Hasil Lab :
Leukosit : 15.50
10˄3/uL

DIAGNOSA KEPERAWATAN :

1. Risiko Syok berhubungan dengan Hipoksemia, Hipotensi, Hipovolemia


ditandai dengan:

a. Pasien mengatakan dirinya merasa pusing dan lemas


b. SpO2 : 98

c. Terdapat perdarahan eksternal pada ekstermitas kiri bawah, perdarahan


± 250 cc, perdarahan aktif, nadi radialis kanan dan kiri teraba lemah,
teratur 86 kali / menit, akral hangat, TD : 101 / 76 mmHg
2. Nyeri Akut berhubungan dengan Cedera fisik ditandai dengan :

a. Pasien mengatakan nyeri di kaki kiri dan kanannya


P : Nyeri akibat open fraktur
Q : Seperti ditusuk-tusuk
R : di kaki kiri kanan
S : skala nyeri 7
T : terus menerus
b. Pasien tampak meringis menahan nyeri
c. Terdapat perdarahan pada ekstermitas bawah sebelah kiri, luka tebuka,
luas luka 3 x 3 cm. Nampak patahan tulang tibia pada tungkai kiri
bawah bagian depan
3. Risiko infeksi berhubungan dengan Kerusakan integritas kulit ditandai
dengan :

a. Pasien mengatakan dirinya merasa pusing dan lemas


b. Terdapat perdarahan pada ekstermitas bawah sebelah kiri, luka tebuka,
luas luka 3 x 3 cm dua lokasi, tampak patahan tulang tibia sinistra
anterior
c. TD : 101/76 mmHg
d. HR : 86 x/menit
e. Suhu : 36,2 oC
f. RR : 20 x/menit

PERENCANAAN

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko Syok berhubungan dengan Hipoksemia, Hipotensi, Hipovolemia

NOC (NURSING OUTCOME) NIC (NURSING INTERVENTION)


Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV
keperawatan selama 1x3 jam tidak 2. Monitor input dan output cairan
terjadi resiko syok dengan kriteria hasil 3. Berikan cairan melalui infus
: 4. Pantau gejala syok
1. TTV dalam batas normal 5. Ajarkan keluarga tanda dan gejala
TD : 100-130/60-90mmHg syok
N : 80-100x/m 6. Kolaborasi pengecekan HB, HT,
RR : 18-20x/m AGD, dan elektrolit
S : 35,5-36,5oC
SPO2 : 90-100%
2. Mata tidak cekung
3. Tidak demam
4. Natrium dan kalium normal
5. Hematokrit normal

DIAGNOSA KEPERAWATAN
2. Nyeri Akut berhubungan dengan Cedera fisik

NOC (NURSING OUTCOME) NIC (NURSING


INTERVENTION)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
1. Kaji secara komprehensif
selama 1x3 jam nyeri pada klien dapat
tentang nyeri (lokasi
berkurang dengan kriteria hasil :
karateristik, durasi, frekuensi,
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu kualitas).
penyebab nyeri, mampu menggunakan 2. Monitor perubahan tanda vital
teknik nonfarmakologi untuk 3. Observasi isyarat non verbal
mengurangi nyeri, mencari bantuan) dari ketidak nyamanan.
2. Melpaorkan bahwa nyeri berkurang 4. Kaji pengalaman individu
dengan menggunakan manajemen terhadap nyeri.
nyeri 5. Ajarkan penggunaan teknik
3. Mampu mengenali nyeri (skala, non farmakologi (ex.
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Relaksasi, terapi musik,
4. Menyatakan rasa nyaman setelah masase, dan lain-lain).
nyeri berkurang
6. Berikan analgesik sesuai
anjuran.
7. Anjurkan pasien untuk
berdiskusi tentang pengalaman
nyeri secara tepat.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
3. Risiko infeksi berhubungan dengan Kerusakan integritas kulit
NOC (NURSING OUTCOME) NIC (NURSING INTERVENTION)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Bersihkan lingkungan
selama 1x3jam tidak ada resiko infeksi 2. Batasi pengunjung bila perlu
dengan kriteria hasil 3. Lakukan perawatan luka dan
1. Klien bebas dari tanda dan gejala dressing luka sesuai dengan
infeksi petunjuk umum
2. Mendeskripsikan proses penuluaran 4. Kolaborasi pemberian terapi
serta penatalaksanaannya antibiotik bila perlu
3. Menunjukkan kemampuan untuk 5. Monitor tanda dan gejala infeksi
mencegah timbulnya infeksi sistemik dan lokal
4. Jumlah leukosit dalam batas normal 6. Monitor kerentenan terhadap
5. Menunjukkan perilaku hidup sehat infeksi
7. Berikan perawatan kulit pada area
epiderma
8. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerhan,
panas, drainase
CATATAN PERKEMBANGAN
1. Dx : Risiko Syok berhubungan dengan Hipoksemia, Hipotensi, Hipovolemia
Implementasi Evaluasi
Senin, 27 Mei 2019 Pk:12.00
Pk: 10.00 WIB S: Klien mengatakan area lukanya
1. Memonitor TTV masih teras sakit, namun sudah lebih
2. Memberikan cairan melalui infus nyaman.
3. Memantau gejala syok O:
4. Menghentikan perdarahan pada - Perdarahan sudah dihentikan
area luka. dengan balut tekan
- Luka sudah ditutup dengan jahitan
masing-masing 2 jahitan
- Perdarahan terahir 250cc
- KU : baik, Kes : CM
- TD : 120/70 mmHg
- RR : 20x/mnt
- N : 76x/mnt
- S : 36,2oC
- SPO2 : 98%
- Terasang infus NaCl 20 tpm
A : Risiko syok tidak terjadi
P : Monitor KU dan Vital sign, kaji
tanda-tanda perdarahan, kaji tanda-
tanda syok, edukasi keluarga terkait
syok dan tanda-tanda terjadinya.

(Hakim & Bella)

2. Dx : Nyeri Akut berhubungan dengan Cedera fisik


Implementasi Evaluasi
Senin, 27 Mei 2019 Pk:12.00
Pk: 10.00 WIB S: Klien mengatakan area luka masih
terasa nyeri kaki kiri dan kanan
1. Mengkaji secara komprehensif
khususnya bagian kaki kiri namun
tentang nyeri (lokasi karateristik,
sudah berkurang
durasi, frekuensi, kualitas).
P : Nyeri akibat open fraktur
2. Memonitor perubahan tanda vital
Q : Seperti ditusuk-tusuk
3. Mengobservasi isyarat non verbal
R : di kaki kiri dan kanan
dari ketidak nyamanan
S : skala nyeri 4
Pk : 10.30 WIB
T : terus menerus
4. Mengajarkan penggunaan teknik
O:
non farmakologi relaksasi dan
- Klien terlihat lebih relaks
distraksi.
- Terlihat kaki kiri klien terpasang
5. Mengelola pemberian analgesik
spaleg, pergelangan kaki kanan
sesuai dosis dari dokter Ketorolac
terpasang bandage
30mg IV
- KU : baik, Kes : CM
- TD : 120/70 mmHg
- RR : 20x/mnt
- N : 76x/mnt
- S : 36,2oC
- SPO2 : 98%
A : Nyeri akut teratasi sebagian
P : Monitor dan observasi nyeri pada
klien. Tetap ajarkan teknik distraksi
relaksasi, dan kolaborasi pemberian
analgesik jika nyeri bertambah.
Anjurkan keluarga agar membantu
mengalihkan nyeri pada klien.

(Hakim & Bella)


3. Dx : Risiko infeksi berhubungan dengan Kerusakan integritas kulit
Implementasi Evaluasi
Senin, 27 Mei 2019 Pk:12.00
Pk: 10.00 WIB S: Klien mengatakan area luka terasa
1. Melakukan perawatan luka dan lebih nyaman dan tidak gatal.
dressing luka sesuai dengan O :
petunjuk umum - Klien terlihat lebih relaks
Pk : 10.30 WIB - Terlihat luka-luka lecet telah bersih,
2. Memonitor tanda dan gejala luka dalam dan luas telah ditutu
infeksi sistemik dan lokal dengan jahitan dan terlihat bersih
3. Memonitor kerentenan terhadap - KU : baik, Kes : CM
infeksi - TD : 120/70 mmHg
- RR : 20x/mnt
- N : 76x/mnt
- S : 36,2oC
- SPO2 : 98%
- Hasil lab : Leukosit : 15.50 10˄3/uL
A : Risiko infeksi tidak terjadi
P : Monitor tanda dan gejala
munculnya infeksi khususnya area
luka. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian antibiotik apabila
diperlukan. Edukasi keluarga tentang
infeksi dan tanda serta gejalanya.

(Hakim & Bella)

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari kasus diatas terdapat pasien Tn. J dengan diagnosa medis Open
Fraktur Complete Os.Tibia Fibula (Cruris) Sinistra, Close Fraktur Os.
Calcaneus Dextra setelah dilakukan pengkajian didapatkan 3 diagnosa
keperawatan yaitu :

1. Risiko Syok berhubungan dengan Hipoksemia, Hipotensi, Hipovolemia

2. Nyeri Akut berhubungan dengan Cedera fisik

3. Risiko infeksi berhubungan dengan Kerusakan integritas kulit

Setelah dilakukan asuhan keperawatan kepada pasien dari ketiga


diagnosa keperawatan dua diantaranya dapat diatasi yaitu Dx Kep Risiko Syok
dan Risiko Infeksi serta satu diagnosa teratasi sebagian yaitu Nyeri Akut
berhubungan dengan cidera fisik.

B. Saran

Dalam menangani pasien dengan kegawat daruratan perlu pengetahuan,


kopetensi, serta skill yang memadai dan mumpuni serta pemahaman yang baik
dalam manajemen pasien dengan kegawatan tertentu sehingga pasien dapat
tertangani dengan baik, maka dari itu perlu bagi perawat khususnya mahasiswa
agar lebih meningkatkan kapasitas, pemahaman dan skill dalam mengatasi
permasalahan pasien dengan kegawatan.

Anda mungkin juga menyukai