Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

AKUT LIMFOBLASTIK LEUKEMIA (ALL)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Stase Keperawatan Paliatif


Profesi Keperawatan Angkatan XXXVI Fakultas Keperawatan
Universitas Padjadjaran

Disusun Oleh :

ASMI DINUL ISLAMI


220112180037

PROFESI ANGTKATAN XXXVI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
BANDUNG
2019
PENDAHULUAN

A. Definisi
Leukemia, Kanker darah atau leukemia merupakan adanya
pertumbuhan sel neoplsma ditandai oleh perbanyak secara tidak normal atau
transformasi maligna dari sel-sel pembentuk dari sumsum tulang dan jaringan
limfoid yang umumnya terjadi pada leukosit pertumbuhan sel-sel abnormal ini
mengganggu fungsi normal dari organ-organ vital dan menyebar keseluruh tubuh
(Eunike Pinontoan, Max Mantik, 2013). Leukemia adalah kanker dari sel-sel pem-
bentuk darah; sebagian besar merupakan kanker dari leukosit, tetapi dapat juga
dapat berawal dari sel darah jenis lain. Leukemia dimulai di sumsum tulang yang
merupakan tempat pembentukan sel-sel darah (Yenni, 2014). Leukemia
limfoblastik akut atau yang sering disebut dengan LLA adalah suatu keganasan
hematologi yang disebabkan oleh proliferasi prekursor sel limfoid yang
menyebabkan terjainya sel blas di darah tepi dan sumsum tulang (Adilistya, 2017).
Dapat disimpulkan bahwa Leukimia Limfoblatik akut adalah suatu
kanker darah dan sumsum tulang dimana sel darah diproduksi.

B. Etiologi
Untuk etiologi yang lebih spesifik terklait LLA belum diketahui dengan
pasti, akan tetapi berhubungan dengan proses multifaktorial yang berkaitan
dengan genetik, paparan virus, lingkungan, imunologi, ionization radiation, dan
toksik (Yenni, 2014). Selain itu akibat radiasi, obat – obatan imunosupresif dan
kardiogenik seperti diethylstillbestrol. Kemudian faktor herediter seperti kembar
monozigot dan yang terkahir adalah kelainan kromosom seperti down sindrom
(Nurarif & Kusuma, 2015).
Penyebab yang lain terjadinya ALL yang pasti belum diketahui,
namun terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu:
1. Virus : virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia
adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan
adalah Acute T- Cell Leukemia.
2. Leukemia sekunder : dapat terjadi setelah dilakukannya perawatan atas
penyakit malignansi lain disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL
) atau treatment related leukemia. Hal ini disebabkan karena obat-obatan
yang digunakan termasuk golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat
menyebabkan kerusakan DNA
3. Genetic : bisa dibagi menjadi dua yaitu bisa terjadi akibat keturunan dan juga
factor lingkungan. Untuk factor keturunan terjadi karena adanya
penyimpangan kromosom dan juga karena saudara kandung. Selain terdapat
factor lingkungan yang dapat menyebabkan terjadinya ALL ini juga.
Contohnya saja radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan bisa mengakibatkan
terjadinya penyakit tersebut.
4. Radiasi
Resiko terjainya peningkatan leukemia ditemui pada pasien yang mendapat
terapi radiasi seperti : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi
dan para radiologis.
5. Bahak kimia dan obat – obatan
Bahan kimia yang dapat menyebabkan terjadinya leukemia adalah benzen,
selain itu terdapat produk – produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida,
pestisida, dan ladang elektromagnetik.

C. Klasifikasi LLA
1. Leukemia limfoblastik akut
a. L – 1 Leukemia Limfositik Akut anak-anak, populasi sel homogen
b. L – 2 Leukemia Limfositik Akut pada dewasa, populasi sel heterogen
c. L – 3 Leukemia jenis limfoma Burkit sel besar, populasi sel homogen
2. Leukemia Mieloblastik Akut
a. M – 0 Berdiferensiasi minimal
b. M – 1 Diferensiasi granulositik tanpa maturasi
c. M – 2 Diferensiasi granulositik dengan maturasi sampai stadium
promielositik
d. M – 3 Diferensiasi granulositik dengan promielosit hipergranular,
dihubungkan
e. dengan koagulasi intravaskular diseminata
3. Leukemia kronis ditandai dengan sejumlah besar sel yang berdiferensiasi
dengan baik di sumsum tulang belakang, darah perifer, dan jaringan serta
karakteristik klinis yang berlangsung lama tanpa terapi. Hal ini yang
membedakan leukemia kronis dari leukemia akut, di mana sel yang belum
dewasa mendominasi, dan karakteristik klinis yang tidak diobati menyebabkan
kematian dalam beberapa bulan. Terdapat dua jenis utama leukemia kronis
yaitu leukemia granulositik kronis (CGL, atau leukemia myelocytic kronis
[CML]) dan leukemia limfositik kronis (CLL), yang berbeda dalam hal sifat
alaminya, gambaran klinis, prognosis, dan perawatan.

D. Tanda Gejala
Tanda gejala yang dapat terjadi pada pasien ALL menurut Wolley et al,
tahun 2016 yaitu mengalami anemia (pucat, letargi, dan dispnea), kemuian
neutropenia (demam, malaise, gambaran infeksi mulut, tenggorokan, kulit, saluran
napas, perianus, atau bagian lain), Trombositopenia (memar spontan, purpura,
gusi berdarah, dan menoragia). Selain itu, nyeri sendi atau tulang, hilangnya nafsu
makan dan turunnya berat badan, pembesaran kelenjar limfe, batuk atau kesulitan
pernafasan, pembesaran hati atau limpa, pembengkakan muka dan tangan, sakit
kepala, dan muntah (Yenni, 2014). Demam dan juga konstipasi dapat terjadi pada
pasien ALL (lestasi et al, 2019.)
E. Penatalaksanaan
1. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi dilakukan untuk mengganti sumsum yulang yang rusak karena
dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu transplantasi sumsum
tulang berguna untuk mengganti sel sel darah yang rusak karena kanker.
2. Terapi suportif
Terapi ini berguna untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan penyakit
leukimia dan juga mengatasi efek samping obat, seperti transfusi darah dan
trombosit.
3. Radioterapi
Menggunakan sinar yang berenergi untuk membunuh sel sel leukimia, seperti
CT sacn, MRI (Adilistya, 2017).
4. Kemoterapi
Pengobatan dibrikan kepada penderita LLA pada umumnya dilakukan secara
bertahap, namun tidak semua fase dilakukan oleh semua orang. Kemoterapi
pada penderita LMA terdapat 2 fase yaitu yang pertama fase induksi dan
yang kedua yaitu fase konsolidasi. Fase induksi adalah ragimen kemoterapi
yang intensif, bertujuan untuk mengeradikasi sel sel leukimia secara
maksimal sehingga tercapai remisi yang komplit. Sedangkan fase konsolidasi
dilakukan sebagai upaya lanjutan dari fase induksi.
Kemoterapi pada penderita LLA:
Stadium 0 : limfositisis darah tepi dan sumsum tulang
Stadium I : limfositosis dan limfadenopati
Stadium II : limfositosis dan spenomegali/hepatomegali
Stadium III : limfositosis dan anemia (Hb < 11 gr / dll)
Stadium IV : limfositosis dan trombositopenia < 100.000/mm3
F. Patofisiologi

faktor internal Faktor Eksternal (HTL V-1


(genetik, Karsinogenik. Agent, Obat-obatan,
imunologi) radiasi)

LEUKIMIA

Gangguan pembentukan Leuko memfagosit Penekanan BM Ggn


leukosit eritrocit & trombosit pembentukan komponen
darah

Potensial terjadi perdarahan


Leukositosis leukopeni anemia
yang tidak terkontrol

Mual, muntah, diare, Lemah, nafsu makan turun,


Daya tahan turun
perdarahan pusing

Resiko infeksi Resiko tinggi deficit Hambatan mobilitas


cairan tubuh fisik

Nyeri akut
G. Komplikasi
1. Masalah Gastrointestinal.: terjadinya mukosa bibir, terjadi mualdan muntah
2. Anemia
3. Perdarahan : dapat tejadi perdarahan akibat defisiensi trombosit
(trombositopenia), yang ditandai dengan Memar (ekimosis), Petekia (bintik
perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum dipermukaan
kulit). infeksi dan juga demam dapat memperberat terjadinya perdarahan
tersebut.
4. Infeksi : dapat terjadi karena kurangnya granulosit matur dan normal.
Sehingga dapat mengikat sesuai derajat netropenia dan juga disfungsi imun.
5. Pembentukan Batu Ginjal dan Kolik Ginjal : hal ini dapat terjadi akibat sel
secara besar-besaran hancurketika dilakukan kemoterapi sehingga
meningkatkan kadar asam urat dan diperlukan asupan cairan yang tinggi.

H. Pemeriksaan Penunjang (Nurarif & Kusuma, 2015) :


1. Sum - sum tulang : akan ditemukan gambaran sel limfopoetik patologis.
2. Darah tepi : adanya pensitopenia, limfositosis yang menyebabkan gambaran
darah tepi monoton terdapat sel biast yang merupakan gejala patogonomik
untuk leukimia.
3. Ultrasonografi sering digunakan sebagai alat untuk skrining.
4. Apusan darah perifer diambil untuk menentukan jenis sel dan
Maturitasnya
5. Teknik pencitraan (CT scan, ultrasonografi, MRI) digunakan untuk
mendeteksi massa tumor padat.
6. Biopsi sangat kritis dalam menentukan klasifikasi dan tahap kanker
7. Pemeriksaan lain : kimia darah, cairan cerebrospinal, sitogenik
I. Pengkajian Pasien ALL ( Doenges, 2000)
1. Biodata klien
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama : seperti adanya massa atau pembengkakan yang abnormal,
pucat, kecenderungan mengalami memar, nyeri lokal yang persisten,
demam yang berlangsung lama, sakit kepala sering, kadang-kadang
disertai muntah, perubahan penglihatan yang mendadak, dan penurunan
berat badan yang cepat dan berlebihan, Riwayat infeksi saat ini atau
dahulu, riwayat jatuh, gangguan penglihatan atau kerusakan, perdarahan
spontan tak terkontrol dengan trauma minimal. Selain itu,biasanya
mengeluh demam, infeksi, kemerahan, purpura, perdarahan retinal,
perdarahan gusi, atau epistaksis, pembesaran nodus limfe, limpa atau hati
(sehubungan dengan invasi jaringan),
b. Gambaran tanda dan gejala yang dikeluhkan pasien, Riwayat pranatal
seperti adanya pajanan terhadap radiasi ionisasi
infeksi maternal, obat-obatan, dan penggunaan zat. Selain itu
riwayatabnormalitas kromosom, gangguan kekebalan, keganasan
sebelumnya, dan riwayat keluarga terhadap kanker.
c. Pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital, pantau adanya peningkatan suhu :
akibat demam, pantau peningkatan dan penurunan berat badan, dan pantau
tekanan darah, dapat rendah (sepsis) atau tinggi (tumor
ginjal/neuroblastoma)
3. Riwayat kesehatan keluarga
4. Riwayat Psikososial dan Spiritual
- Gambaran konsep diri
- Data psikologis
Perasaaan tak berdaya atau tak ada harapan, Depresi, menarik diri,
ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan alam perasaan,
kacau.
5. Aktivity daily living
Kelelahan, malaise, kelemahan, serta ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas seperti biasanya. Tanda: Kelelahan otot, peningkatan kebutuhan
tidur, somnolen
6. Pengkajian Umum : keadaan umu klien
- System integumen
Mengalami memar, CRT < 2 detik
- System kardiovaskuler
Palpitasi, Takikardia, murmur jantung, kulit, membran mukosa pucat,
deficit saraf kranial dan atau tanda perdarahan serebral.
- System Neurosensori
Kurang atau penurunan koordinasi, perubahan alam perasaan,
kacau, disorientasi, kurang konsentrasi, pusing, kebas, kesemutan,
parastesia. Otot mudah terangsang, aktivitas kejang.
- System Pernapasan
Napas pendek dengan kerja minimal. Dispnea, takipnea, batuk, gemericik,
ronkhi, penurunan bunyi napas.
- System pencernaan
Kehilangan nafsu makan, anoreksia, muntah, perubahan
rasa/penyimpangan rasa, penurunan berat badan, faringitis, disfagia.
Distensi abdominal, penurunan bunyi usus, splenomegali, hepatomegali,
ikterik, stomatitis, ulkus mulut, hipertrofi gusi (infiltrasigusi
mengindikasikan leukemia monositik akut).
- System perkemihan
Diare; nyeri tekan perianal dan nyeri, darah merah terang pada tisu, feses
hitam, darah pada urine, penurunan keluaran urin.
- System Muskuloskeletal
Rom, kekuatan otot
H. Pengkajian Paliative
1. Penapisan Pasien Paliative Care

1 Penyakit Dasar Skor Jumlah Skor


a. Kanker 2
b. PPOK 2
c. Stroke (dengan penurunan fungsional > 50%) 2
d. Penyakit Ginjal Kronis 2
e. Penyakit Jantung berat 2
f. HIV/ AIDS 2
2 Penyakit Ko Morbiditas Skor Jumlah Skor
a. Penyakit hati kronis 1
b. Penyakit ginjal moderat 1
c. PPOK Moderat 1
d. Gagal jantung kongestif 1
e. Kondisi/ komplikasi lain: 1
3 Status fungsional klien Menggunakan status perpoma Skor Jumlah Skor
ECOG Derajat Skala
0 = Aktif penuh, dapat melakukan kegiatan tanpa hambatan 0
seperti sebelum ada penyakit
1 = Terdapat hambatan dalam aktivitas berat tetapi dapat 0
melakukan pekerjaan ringan seperti pekerjaan rumah yang
ringan, rawat jalan
2 = Rawat jalan, dpat mengurus diri sendiri, tetapi tidak 1
dapat melakukan semua aktifitas, lebih dari 50% jam
bangun.
2
3 = Dapat mengurus diri sendiri secara terbatas, lebih 3
banyak waktunya di tempat tidur atau dikursi roda dengan
waktu
4 = tidak dapat mengurus diri sendiri, sebagian besar waktu
di tempat tidur, kondisi berat/cacat.
4 Kriteria lain yang perlu dipertimbangkan pasien Skor Jumlah Skor
a. Tidak akan menjalani perngobatan kuratif 1
b. Kondisi penyakit berat dan memilih untuk tidak 1
melanjutkan terapi
c. Nyeri tidak terbatas lebih dari 24 jam 1
d. Memiliki keluhan yang tidak terkontrol (contoh: mual,
muntah)
e. Memiliki kondisi psikososial dan spiritual yang perlu 1
perhatian
f. sering berkunjung ke unit gawat darurat / dirawat di 1
rumah sakit (lebih dari 1 kali / bulan untuk diagnosis sama
h. lebih dari 1 kali untuk diagnosis yang sama dalam 30 hari 1
memiliki lama perawatan tanpa kemejuan yang bermakana
i. Lama rawat yang panjang di ICU tanpa kemajuan 1
j. memiliki prognosis yang jelek 1
Total Skor
Petunjuk skoring: lingkari sesuai kriteria kemudian skor setiap kriteria dijumlahkan:
- Total Skor 0-3= Dilakukan Skrining Setelah 7 Hari
- Total Skor 4-6: Dilakukan penilaian ualng setelah 3 hari
- Total Skor >7 konsul Paliatif
2. Pengkajian Keperawatan Pasien Paliatif Dan End Of Life

Kriteria Ya Tidak Keterangan Kriteria Ya Tidak


General Lelah General / respirasi Sesak napas
Gangguan Tidur Batuk
Nyeri Sputum
Gangguan mobilisasi Hemoptosis
Saluran Nafsu Makan Hilang Nafsu makan Sistem saraf pusat Sakit kepala
cerna Gangguan oral meningkat Pusing
Penurunan berat badan Pingsan
Disfagia Kelemahan Tungkai
Mual Penurunan kesadaran
Muntah Kebingungan
Konstipasi Hilang memori
Diare Halusinasi
Hematemesis Mimpi buruk
Melena
3. Perawatan Terintegrasi
Kriteria Pasien Keluarga
Ya Tidak Ya Tidak
Wawasan Mengetahui diagnosis
Mengetahui prognosis
Mengetahui tujuan perawatan
Dukungan spiritual Kebutuhan akan dukungan spiritual pada pasien
Keagamaan/kebutuhan spiritual pada keluarga/lainnya
Kecemasan pasien/kerabat terhadap diri sendiri atau orang
lain
Dukungan dari tim secara keseluruhan
Identifikasi tradisi keagamaan
Masalah psikologis: Pengkajian berdasarkan DASS klien dalam kategori Depresi Ringan, Kecemasan Sedang. Stress Normal

2. ESAS Quessionare
Tidak Nyeri 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nyeri Tidak Tertahankan

Tidak Lelah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sangat Lelah

Tidak Mual 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sangat Mual

Tidak Merasa Depresi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Merasa Sangat Depresi

Tidak Merasa Cemas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sangat Merasa Cemas

Tidak Merasa Mengantuk 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sangat Merasa Mengantuk

Nafsu Makan Baik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nafsu Makan Tidak Ada


Merasa Nyaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sangat Tidak Nyaman

Tidak Sesak Nafas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sesak Nafas Sekali

Gatal-gatal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sangat Gatal

Total Skor

>70= Gejala Berat 41-69= Gejala Sedang <40= Gejala Ringan


1. Fase palliative
Fase ini dimulai ketika terjadi awal terdiagnosis. Kemudian individu dikaitkan
dengan fase berduka ( Teori Kubler Ros, 1969) :
1. Denial (menolak) : individu bertindak seolah tidak tejadi apa – apa.
2. Anger(marah) : pada fase ini orang akan lebih sensitive sehingga mudah sekali
marah
3. Bargaining (tawar menawar) : individu berupaya untuk membuat perjanjian
dengan cara yang halus atau jelas untuk menghadapi hal tersebut.
4. Depression (depresi) : pada tahap ini individu berkesempatan untuk
memecahkan masalah.
5. Acceptance (menerima) : pada fase ini individu mulai menerima kondisinya
dengan menunjukan meredanya amarah individu tersebut.
2. Penatalaksanaan Palliatif
Perawatan paliatif merupakan perawatan total secara aktif terhadap tubuh, pikiran,
dan jiwa anak yang turut melibatkan pemberian dukungan kepada keluarga. Jenis
kegiatan paliatif meliputi: penatalaksanaan nyeri, penatalaksanaan keluhan fisik
lain, asuhan keperawatan, dukungan psikologis, dukungan sosial, dukungan
kultural dan spiritual, dukungan persiapan dan selama masa berkabung
(bereavement) (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2007).

1. Manajemen Nyeri
Nyeri merupakan tanda dan gejala dengan prevalensi tertinggi pada pasien
LLA terutama pada fase induksi dan maintenance I. Pada leukemia akut
anak, nyeri pada tulang merupakan salah satu manifestasi klinis yang biasa
terjadi ketika sumsum tulang semakin melebar karena akumulasi leukosit
abnormal (Watanabe et al., 2015). American Academy of Pediatrics (AAP)
merekomendasikan pemberian terapi kuratif bersamaan dengan terapi
paliatif untuk stadium lanjut dan terminal (APP, 2000). Penanganan nyeri
dapat dilakukan dengan terapi farmakologis dan non farmakologis. Strategi
penanganan nyeri secara farmakologis yang digunakan saat ini berpedoman
pada pedoman yang dikeluarkan oleh WHO (1998)4, sebagai berikut:
- By the clock. Terapi harus diberikan dengan jadwal tertentu untuk
mencegah awitan nyeri.7
- By the appropriate route. Terapi harus diberikan dengan cara yang mudah
dan dapat diterima oleh pasien.
- By the child. Pemberian dosis terapi harus disesuaikan dengan kondisi
pasien. Analgesik harus diberikan berdasarkan derajat nyeri pasien. World
Health Organization telah membuat rekomendasi terapi analgesik yang
digambarkan seperti tangga.

A. Terapi Farmakologis
6. Analgesik non opioid
Anti inflamasi non steroid (AINS) bekerja dengan cara menghambat enzim
siklooksigenase, sehingga mengganggu konversi asam arakhidonat menjadi
prostaglandin yang merupakan mediator nyeri. Obat ini umumnya bekerja
di perifer, kecuali parasetamol yang bekerja di susunan saraf pusat dengan
menghambat sintesis prostaglandin di hipotalamus (Wilmana, 1998).
7. Analgesik Opioid
Opioid merupakan pilihan utama pada nyeri keganasan sedang berat.
Terdapat 2 jenis opioid, yaitu opioid lemah seperti kodein dan tramadol;
sedangkan opioid kuat yaitu morfin, metadon, fentanil, dan heroin. Opioid
sedapat mungkin diberikan dalam bentuk oral, dan sebaiknya diberikan
secara rutin agar tercapai kadar opioid plasma yang stabil.23 Opioid tidak
memiliki standar dosis dan ceiling effect. Dosis yang diberikan sebaiknya
dititrasi sesuai dengan rasa nyeri yang dialami pasien. Opioid sering
menimbulkan efek samping, seperti sedasi, konstipasi, mual, muntah, dan
depresi pernapasan.
8. Terapi Ajuvan
Obat ajuvan dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu obat yang bekerja
sebagai ko-analgesik (meningkatkan kerja analgesik) dan obat yang
mengurangi efek samping atau toksisitas analgesik.7,15 Obat ko-analgesik,
mencakup anti depresan (seperti amitriptilin), anti konvulsan (seperti
karbamazepin dan diazepam), dan kortikosteroid.
B. Terapi Non Farmakologis
Intervensi non farmakologis yang sesuai umur dapat digunakan untuk
mengurangi rasa nyeri. Tindakan ini tidak dapat mengganti peran analgesik,
melainkan meningkatkan efektivitas terapi farmakologis. Distraksi atau
mengalihkan perhatian dapat dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri yang
disebabkan tindakan medis, seperti pemasangan infus atau pemberian
sitostatik. Teknik lain yang dapat menenangkan anak adalah dengan
memegang, memijat, mengelus, dan mengayun (Farastuti, 2016)

2. Mananjemen Symptom
Keluhan yang sering dirasakan oleh orang yang mengalami leukemia
adalah nyeri, dyspenia, mual, muntah, demam, konstipasi, depresi. Nyeri
merupakan tanda dan gejala dengan prevalensi tertinggi pada pasien LLA
terutama pada fase induksi dan maintenance I. Pada leukemia akut anak,
nyeri pada tulang merupakan salah satu manifestasi klinis yang biasa terjadi
ketika sumsum tulang semakin melebar karena akumulasi leukosit
abnormal (Watanabe et al., 2015). Mual dan muntah terlihat cukup tinggi
pada fase induksi I LMA.

3. Aspek Psikologis (Kristanto, 2017)


Kondisi dan penanganan pada penderita kanker akan dapat
menimbulkan stres, sehingga tidak saja mempengaruhi kondisi fisik tetapi
mempengaruhi kondisi psikologis pasien. Dampak fisik yang dialami Nafsu
makan berkurang, Penurunan berat badan, kerontokan rambut, terjadinya
nyeri di area panggul, perut bawah terasa sesak. Sedangkan dampak
psikologi yang muncul jika mengetahui dirinya menderita kanker maka
akan menampilkan reaksi takut akan kematian, ketidakmampuan,
ditelantarkan, ketergantungan, kehilangan kemandirin, diputuskan dari
hubungan fungsi peran, dan penipisan finansial. Selain itu, memiliki
perasaan kaget dan stres menjadi faktor yang muncul ketika subjek
didiagnosis penyakit kanker, dan memiliki anggapan bahwa kanker
merupakan penyakit yang parah dan sulit menemui kesembuhan dan akan
berujung pada kematian, pemilihan strategi coping dimunculkan subjek
untuk menghadapi kondisi stres tersebut, seperti mengisi kesibukan dan
memperbanyak kegiatan spiritual, dukungan sosial serta penerimaan
dirimenjadi titik penting bagi subjek dalam memaknai penyakit kanker yang
diderita, dukungan dari keluarga dianggap sebagai bentuk dukungan yang
paling berpengaruh bagi subjek, subjek yang bekerja sebagai buruh dan
guru kursus swasta, kendala biaya akan pengobatan merupakan masalah
yang sering muncul juga sehingga membuat masalah psikologis.

4. Aspek Keluaga (Susilawai, 2014)


Dukungan keluarga adalah bantuan yang dapat diberikan kepada anggota
keluarga lain berupa barang, jasa, informasi dan nasihat yang mampu
membuat penerima dukungan akan merasa disayang, dihargai, dan
tenteram.Dukungan ini merupakan sikap, tindakan dan penerimaan
keluarga terhadap penderita yang sakit. Dukungan keluarga yang diterima
salah satu anggota keluarga dari anggota keluarga yang lainnya dalam
rangka menjalankan fungsifungsi yang terdapat dalam sebuah keluarga.
Bentuk dukungan keluarga terhadap anggota keluarga adalah secara moral
atau material.Adanya dukungan keluarga akan berdampak pada
peningkatan rasa percaya diri pada penderita dalam menghadapi proses
pengobatan penyakitnya . Dengan adanya dukungan keluarga
mempermudah penderita dalam melakukan aktivitasnya berkaitan dengan
persoalan–persoalan yang dihadapinya juga merasa dicintai dan bisa
berbagi beban, mengekspresikan perasaan secara terbuka dapat membantu
dalam menghadapi permasalahan yang sedang terjadi. Jenis dukungan
keluarga memiliki beberapa fungsi yaitu dukungan informasional,
dukungan penilaian, dukungan instrumen dan dukungan emosional
Kecemasan pasien kanker yang paling besar berdasarkan faktor internal
adalah faktor maturitas, factor tipe kepribadian dan faktor keadaan fisik.
Faktor eksternal menunjukkan bahwa kecemasan pasien kanker yang paling
besar adalah faktor dukungan sosial dan dukungan keluarga.

3. Masalah Yang Mungkin Muncul


1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Nyeri akut berhubungan dengan filtrasi leukosit jaringan sistemik
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kontraktur, kerusakan
integritas struktur tulang, penurunan kekuatan otot (deprsi sumsum tulang)
4. Ansietas berhubungan dengan stresor
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan persepsi diri

4. Intervensi

DIAGNOSE INTERVENSI RASIONAL


Nyeri akut - Lakukan pengkajian yang - Agar lebih mengetahui apa
kompherensif yang meliputi yang dirasakan oleh pasien
lokasi, karakteristik,
frekuensi, kualitas,
intensitas/ beratnya nyeri
dan faktor pencetus
- Observasi adanya penunjuk - Untuk mengetahui seberapa
nonverbal rasa tidak nyaman yang
ketidaknyamanan terutama pasien alami
pada mereka yang tidak
dapat berkomunikasi secara
efektif
- Tentukan akibat dari - Agar bisa mengurangi
pengalaman nyeri terhadap akibat lanjut yang akan
kualitas hidup pasien ( tidur, terjadi
nafsu makan, )
- Gali faktor yang dapat - Supaya dapat menentukan
memperberat dan tindakan yang tepat
menurunkan nyeri
- kendalikan faktor - Agar pasien dapat istirahat
lingkungan yang dapat dengan baik tanpa
mempengaruhi respon terganggu
terhadap kenyamanan ketidaknyamanan akibat
(suhu, pencahayaan, suara lingkungan sekitar
bising)
- ajarkan tehnik - Untuk mengurasi rasa nyeri
nonfarmakologi seperti kapasien
relaksasi

Resiko infeksi - Pantau tanda-tanda infeksi - Memantau tanda-tanda


pada klien infeksi pada klien dapat
diketahui secara dini bila
terjadi infeksi dan dapat
ditentukan untuk intervensi
selanjutnya.
- Pantau tanda vital suhu - Kenaikan suhu tubuh dapat
klien menjadi indikator
terjadinya infeksi
- Lakukan perawatan pada - Perawatan luka setiap hari
luka CTT menggunakan dengan menggunakan NaCl
NaCl 0,9 % dengan prinsip 0,9 % mencegah masuknya
steril. bakteri dari luar.
- Pertahankan status nutrisi - Mempertahankan status
klien tetap adekuat nutrisi klien tetap adekuat,
dapat membantu proses
penyembuhan luka klien.
- Berikan penjelasan pada - Klien dan keluarga dapat
klien dan keluarga cara mengenali tanda dan gejala
mengenali tanda infeksi
infeksi dan dapat segera
melaporkannya kepada
- Kolaborasi pemberian tenaga medis
antibiotic - Antibiotik dapat membunuh
mikroorganisma pathogen
dan membantu mencegah
terjadinya infeksi lebih
- Kolaborasi pemeriksaan lanjut pada klien.
lekosit rutin - Peningkatan nilai lekosit
dapat menjadi indikator
terjadinya infeksi

Hambatan mobilitas - Tentukan batasan pergerakan - Menentukan kemampuan


sendi dan efeknya terhadap klien dalam melakukan
fisik fungsi sendi mobilitas fisik
- Tentukan level motivasi klien
- motivasi dapat berperan
untuk meningkatkan atau
memelihara pergerakan sendi dalam tingkat kooperatif
klien
- Jelaskan pada klien dan - Agar klien dan keluarga
keluarga tentang manfaat dan mengetahui tujuan dan
tujuan melakukan latihan manfaat dari latihan sendi :
sendi menghindari dekubitus dan
kontraktur
- Anjurkan klien untuk - Mengurangi resiko
mengubah posisi di atas terjadinya dekubitus
tempat tidur dengan miring
kanan atau miring kiri
- Monitor lokasi dan - Mengetahui lokasi nyeri
kecenderungan adanya nyeri menetukan aktivitas fisik
selama pergerakan/aktivitas
yang sesuai
- Lindungi pasien dari trauma - Trauma selama latihan akan
selama latihan memperburuk kondisi klien
- Bantu klien mendapatkan - Memberikan ruang pada
posisi tubuh yang optimal klien untuk melakukan
untuk pergerakan sendi pasif mobilitas fisik secara
maupun aktif
optimal
- Lakukan latihan ROM pasif - ROM dapat melenturkan
maupun ROM aktif sesuai sendi, melancarkan sirkulasi
indikasi darah, dan menghindari
kontraktur
Ansietas - Gunakan pendekatan yang - Pendekatan yang tenang
tenang dan meyakinkan dan meyakinkan dapat
meningkatkan
kepercayaan pasien
kepada perawat
- Dengan adanya perawat
- Temani pasien untuk
yang menemani dapat
meningkatkan rasa nyaman
meningkatkan
dan mengurangi rasa takut
kenyamanan pasien
karena perasaan bahwa
beliau tidak sendiri.
- Anjurkan untuk - Karena Dzikir (ingat
menggunakan teknik Allah) adalah meditasi,
mengontrol kecemasan relaksasi, pengalaman
dengan berdzikir dan trasendental, yang ada
berdo’a kaitannya dengan
penurunan gangguan
mental dan timbulnya
efek-efek positif seperti
ketenangan atau
kestabilan emosi yang
sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia
(Purwanto, Relaksasi
dzikir, 2006). Berbagai
hasil penelitian
menunjukkan terdapat
pengaruh dzikir dan do’a
terhadap tingkat
kecemasan pasien pre-
operasi (Taufan, 2017).
- Monitor tanda-tanda vital - Tanda-tanda vital
merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan
umum klien.
- Berikan kesempatan pasien - Untuk menggali lebih
untuk mengungkapkan dalam perasaan pasien
harapannya
- Dengarkan dengan penuh - Pasien akan merasa
perhatian nyaman dan percaya pada
kita saat kita
mendengarkan
Gangguan citra - Mendengar aktif - Dengan mendengar aktif
dapat mengurangi beban
tubuh
pikiran
- Konseling - Dengan memberikan
konselling dapat
mengcegah ketidaktahuan
dan merubahnya dengan
peningkatan pengetahuan
- Dukungan emosial - Dengan memberikan
dukungan emosional,
pasien akan merasa lebih
termotivasi
- Peningkatan harga diri - Dengan peningkatan
harga diri pasien akan
menjadi lebih termotivasi
DAFTAR PUSTAKA

Adilistya. 2017.patofisologi dan diagnosis infiltrasi leukimia limfoblastik akut ke


saraf pusat. http://academicjournal.yarsi.ac.id
American Academy of Pediatrics. Palliative care for children: Committee on Bioethics
and Committee on Hospital Care. Pediatrics 2000;106:351-7. Bagian
Farmakologi FKUI; 1995. care in children 1998.
Erlangga Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah KMB
2 (1st ed.). Yogyakarta: Nuha Medika.
Eunike Pinontoan, Max Mantik, N. R. (2013). PENDERITA LEUKEMIA
LIMFOBLASTIK AKUT 1 Eunike Pinontoan Mantik Rampengan Ilmu
Kesehatan Anak FK UNSRAT Manado. Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRAT
Manado.
Farastuti, D., & Windiastuti, E. (2016). Penanganan Nyeri pada Keganasan. Sari
Pediatri, 7(3), 153-9.
KRISTANTO DHARMA ADHI, A. D. K. (2017). PENGALAMAN COPING
TERHADAP DIAGNOSIS KANKER PADA PENDERITA USIA KERJA DI
RUMAH SAKIT MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO (Doctoral
dissertation, Fakultas Psikologi).
Lestari, S. D., UPY, P. M., Indahsari, K. S. N., UPY, P. M., Haryaningrum, C. W., &
UPY, P. M. (2019). ANALISIS POTRET PERAWATAN PALIATIF
PASIEN LEUKIMIA ANAK DI RSUP SARDJITO. FKIP Pendidikan
Matematika UPY
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :
812/Menkes/SK/VII/2007 TENTANG KEBIJAKAN PERAWATAN
PALIATIF, Pub. L. No. 812, 1 (2007). Indonesia.
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
berdasarkan diagnosa Medis dan Nanda. Jogjakarta: Media Action.
NANDA International. 2012. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, Jakarta
: EGC
penyunting. Farmakologi dan terapi, edisi ke-4. Jakarta : SG, Setiabudy R, Suyatna FD,
Purwantyastuti, Nafrialdi,
Susilawati, D. (2014). Hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan
penderita kanker serviks paliatif. Jurnal Keperawatan, 5(1).
Watanabe, T., Itabashi, M., Shimada, Y., Tanaka, S., Ito, Y., Ajioka, Y., … Sugihara,
K. (2015). Japanese Society for Cancer of the Colon and Rectum (JSCCR)
Guidelines 2014 for treatment of colorectal cancer. International Journal of
Clinical Oncology, 20(2), 207–239. https://doi.org/10.1007/s10147-015-
0801-z
Wilmana PF. Analgesik-antipiretik: analgesik antiinflamasi
World Health Organization. Cancer pain relief and palliative
www.indiacancer.org/prof/ cprc.html.
Yenni. 2015. rehabilitasi mendidik pada anak leukimia limfoblastik akut.
https://ejournal.unsrat.

Anda mungkin juga menyukai