Anda di halaman 1dari 6

Skrining (pemeriksaan kesehatan) maupun diagnosis

penyakit anak

 Jenis-jenis skrining bayi baru lahir

Skrining atau uji saring pada bayi baru lahir (Neonatal Screening) adalah istilah yang
menggambarkan berbagai cara tes yang dilakukan pada beberapa hari pertama kehidupan bayi yang
dapat memisahkan bayi-bayi yang mungkin menderita kelainan dari bayi-bayi yang tidak menderita
kelainan. Tujuan dari skrining bayi baru lahir adalah untuk mengetahui kelainan pada anak sedini
mungkin dimana gejala klinis belum muncul, memberikan intervensi sedini mungkin untuk
mencegah kecacatan atau kematian bayi yang pada akhirnya dapat mengoptimalkan potensi tumbuh
kembang anak.

WHO telah merekomendasikan pelaksanaan skrining bayi baru lahir pada setiap anak sejak
tahun 1968. Pada saat ini di negara maju, dengan alat yang canggih, Tandem Mass Spectrometry,
dari setetes darah telah bisa dideteksi lebih dari 30 kelainan bawaan metabolik, endokrin dan lain-
lain pada bayi baru lahir . Sebagian besar negara- negara di dunia telah melakukan skrining bayi baru
lahir secara rutin sebagai pelayanan kesehatan mendasar terhadap setiap bayi baru lahir. Di Amerika
Serikat, skrining bayi baru lahir telah menjadi standar penting program kesehatan masyarakat dan
sudah dimulai sejak 40 tahun yang lalu. Negara telah mewajibkan melakukan skrining kepada
seluruh bayi baru lahir untuk mengetahui adanya kelainan, karena seringkali bayi baru lahir tampak
normal dan tidak terdiagnosis dan dikenali setelah timbul gejala khas dan sudah terjadi dampak
permanen

Skrining bayi baru lahir penting dilaksanakan, karena :

1. Segi medis:
a) Saat bayi baru lahir bayi bisa saja tampak seperti bayi normal karena dalam kandungan bayi
terlindungi oleh hormon ibu
b) Bila ditunggu sampai tampak gejala-gejala maka dapat diartikan telah terjadi hambatan
perkembangan otak, sehingga terdapat retardasi mental dan keterlambatan pertumbuhan
c) Masa bayi adalah periode kritis perkembangan otak anak dimana perkembangan otak
bersifat irreversible
d) Penanganan dengan terapi yang terlambat dapat menurunkan point IQ anak, dimana
keterlambatan terapi 1 bulan dapat menurunkan 1 point IQ anak.
2. Kondisi dunia dan Indonesia
a) Indonesia terikat hukum-hukum yang menjamin hak dan perlindungan pada anak seperti
yang terdapat pada Undang-undang kesehatan, Konvensi hak anak dan Undang- undang
perlindungan Anak No. 23 tahun 2002.
b) Negara- negara tetangga sudah melaksanakan skrining bayi baru lahir sebagai program
nasional
c) Upaya penurunan angka kematian bayi mengakibatkan peningkatan kelangsungan hidup anak
yang harus diikuti oleh perbaikan kualitas hidup anak.

Untuk mencapai skrining bayi baru lahir sebagai program nasional diperlukan kebijakan
pemerintah, komitmen petugas kesehatan/profesi terkait, Integrasi dengan sistem pelayanan
kesehatan, kerjasama dengan sektor lain ( Asuransi kesehatan ) serta pemberian informasi yang
efektif ke seluruh lapisan masyarakat mengenai pentingnya skrining bayi baru lahir sebagai upaya
preventif untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak dan memperbaiki kualitas hidup generasi
penerus bangsa.

Beberapa tes skrining pada bayi baru lahir antara lain :

1. Tes Skrining pendengaran dan penglihatan (oleh dokter)


2. Tes Skrining Hipotiroid Kongenital
3. Tes Skrining Penyakit Fenilketonuria
4. Tes Skrining Galaktosemia
5. Tes Skrining penyakit kuning

1. Tes Skrining Hipotiroid Kongenital pada Bayi Baru Lahir


Hipotiroid artinya kekurangan hormon tiroid, yaitu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar
tiroid atau kelenjar gondok. Hipotiroid kongenital adalah kekurangan hormon tiroid sejak dalam
kandungan. Kelenjar tiroid berfungsi dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika kelenjar ini
tidak ada atau tidak berkembang sempurna, maka anak tidak dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik. Hipotiroid kongenital merupakan salah satu penyebab retardasi mental yang dapat
dicegah bila ditemukan dan diobati sebelum usia 1 bulan. Gangguan penyakit ini baru akan nampak
manifestasinya setelah anak berumur kurang lebih satu tahun, sehingga diperlukan skrining
hipotiroid pada setiap bayi baru lahir. Thyroid-stimulating hormone (TSH) adalah hormon yang
berfungsi merangsang kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon thyroxine (T4) dan
triiodothyronine (T3). Fungsi TSH dipengaruhi oleh thyrotropin releasing hormone (TRH) yang
dihasilkan oleh hipotalamus untuk mempertahankan konsentrasi yang stabil dari hormon tiroid
dalam darah.
Kira-kira satu dari 3000 bayi lahir dengan hipotiroid kongenital. Meskipun kelainan ini jarang, tetapi
mungkin saja terjadi pada bayi ibu.
Bila tidak segera diobati (sebelum bayi berumur 1 bulan), akan terlihat gejala hambatan
pertumbuhan dan perkembangan (anak berpenampilan tidak normal) :

 Tubuh pendek (cebol)


 Muka hipotiroid yang khas : muka sembab, lidah besar, bibir tebal, hidung pesek
 Mental terbelakang, bodoh (IQ dan EQ rendah)
 Kesulitan bicara

Supaya bayi tidak mengalami keadaan demikian, satu-satunya cara untuk mengetahui
kelainan HK sedini mungkin dan segera mengobatinya adalah dengan tes skrining (uji
saring).
Mengapa skrining hipotiroid pada bayi yang baru lahir diperlukan?

Skrining hipotiroid bertujuan untuk mendeteksi hipotiroid konginetal sejak dini sehingga
pengobatan dapat diberikan secara dini sebelum anak berusia 1 bulan. Penanganan secara
dini akan mencegah kerusakan otak permanen dan retardasi mental (keterbelakangan
mental).

Kapan test skrining hipotiroid dilakukan ?


Test skrining hipotiroid sebaiknya sudah dilakukan pada bayi pada hari ke 2 – 6 setelah lahir dengan
pemeriksaan laboratorium TSHs (neonatus). Beberapa tetes darah bayi yang diambil dari ujung tumit
kaki diteteskan pada kertas saring, dikeringkan dan kemudian di kirim ke Laboratorium. Di
laboratorium kadar hormon TSH diukur dan hasilnya dapat diketahui normal atau tidak. Hasil tes bisa
diketahui dalam waktu kurang dari satu minggu. Bila didapatkan hasil tes tidak normal, dokter akan
segera menangani bayi dengan memberikan pengobatan. Tes Skrining ini tidak ada efek samping
yang ditimbulkan pada bayi, bayi hanya merasakan sakit saat pengambilan darah. Tes skrining dapat
dilakukan oleh pihak laboratorium di rumah sakit tempat bayi dilahirkan. Atau, membawa bayi ke
laboraturium yang menyediakan pemeriksaan ini.

Hasil pemeriksaan bisa menunjukkan negative atau postif. Bila hasilnya negatif, kemungkinan besar
bayi tidak menderita penyakit tersebut. Bila hasilnya positif, orang tua akan dihubungi oleh pihak
rumah sakit untuk pemeriksaan selanjutnya, guna meyakinkan apakah hasil tes pertama memang
benar positif. Kalaupun hasilnya benar positif, dokter akan memberitahu langkah apa yang perlu
dilakukan.

2. Tes Skrining Fenilketonuria pada Bayi Baru Lahir

Pemeriksaan ini merupakan tes skrining yang dikerjakan untuk mendeteksi penyakit
fenilketonuria ( PKU : Phenylketonuria ), yaitu suatu kelainan pada metabolisme protein. Jika PKU
tidak terdiagnosis dalam usia neonatal, penyakit ini dapat menimbulkan retardasi mental
(Keterbelakangan mental ). PKU ini ditemukan pada 1 bayi diantara 10.000 bayi.

Tes ini terdiri atas tindakan untuk mendapatkan sampel darah dengan cara menusuk tumit bayi
sehingga tiga buah lingkaran pada kertas yang sudah diimpregnasi secara khusus dapat terisi. Karena
darah yang diperlukan dari penusukan tumit tersebut cukup banyak, prosedur pemeriksaan ini harus
dikerjakan dengan hati- hati dan sebelum ditusuk, kaki bayi harus dihangatkan serta diurut dahulu.
Tumit yang sudah ditusuk tidak boleh dipijat dengan maksud untuk memperlancar pengeluaran
darah, karena pemijatan ini akan menyebarluaskan perdarahan ke dalam jaringan. Tes tersebut
mungkin harus ditunda jika bayi terlambat mendapatkan air susu atau sudah memperoleh antibiotik.
3. Tes Skrining Galaktosemia

Sebuah tes galaktosemia adalah tes darah (Dari tumit bayi) atau tes urine untuk memeriksa tiga
enzim yang dibutuhkan tubuh untuk mengubah gula galaktosa yang ditemukan dalam susu dan
produk susu-menjadi glukosa. Ketiga enzim itu antara lain : a) Enzim Maltase berfungsi untuk
mengubah Maltosa menjadi Glukosa b) Enzim Laktase berfungsi untuk mengubah Laktosa menjadi
Glukosa dan Galaktosa c) Enzim Sukrase berfungsi untuk mengubah Sukrosa menjadi Glukosa dan
Fruktosa.

Seseorang dengan galaktosemia tidak memiliki salah satu dari enzim-enzim ini. Hal ini menyebabkan
tingkat tinggi galaktosa dalam darah atau urin. Galaktosemia biasanya pertama kali terdeteksi
melalui pemeriksaan baru lahir atau NBS. Anak yang terkena Galaktosemia, dampaknya dapat
memiliki serius, efek ireversibel atau bahkan mati dalam beberapa hari sejak lahir. Bayi yang baru
lahir harus diskrining untuk gangguan metabolisme tanpa penundaan. Galaktosemia dapat dideteksi
melalui NBS sebelum mengkonsumsi galaktosa yang mengandung susu formula atau ASI. Deteksi
gangguan melalui pemeriksaan bayi baru lahir ( NBS ) tidak tergantung pada protein atau mencerna
laktosa, sehingga harus diidentifikasi pada spesimen pertama kecuali bayi telah ditransfusikan.
Sebuah spesimen darah bayi harus diambil sebelum transfusi. Ketiga enzim ini rentan terhadap
kerusakan jika sampel tertunda di mail atau terkena suhu tinggi. NBS rutin akurat untuk mendeteksi
galaktosemia.

4. Penyakit kuning

Tes ini dilakukan untuk mengecek kadar bilirubin pada bayi melalui tes darah atau menggunakan
light meter, yang bisa mendeteksi billirubin melalui kulit. Untuk memastikan kadar bilirubin, perlu
dilakukan pemeriksaan darah. Pemeriksaan tersebut dilakukan beberapa hari pertama sejak bayi
lahir. Hal ini untuk mencegah efek yang berbahaya dan mengancam keselamatan bayi.

Pada bayi baru lahir, kadar bilirubin normal seharusnya di bawah 5 mg/dL. Namun, tidak sedikit bayi
baru lahir yang memiliki kadar bilirubin melebihi kadar tersebut. Untuk sebagian kasus jaundice
ringan pada bayi baru lahir, tidak dibutuhkan terapi atau tindakan medis.

Jaundice ringan dapat menghilang dengan sendirinya sekitar 2-3 minggu. Meski demikian, untuk
jaundice sedang hingga berat, perlu mendapat penanganan intensif oleh dokter di rumah sakit.

Perlu tindakan segera jika kadar bilirubin lebih 10 mg/dL untuk usia kurang dari 1 hari, lebih dari 15
mg/dL untuk bayi usia 1-2 hari, lebih dari 18 mg/dL untuk usia 2-3 hari, dan lebih dari 20 mg/dL
untuk usia lebih dari 3 hari.

SKRINING KESEHATAN PADA ANAK USIA SEKOLAH


Usia sekolah merupakan 30% dari populasi penduduk di Indonesia. Populasi ini berkisar dari usia 6
sampai dengan 21 tahun dan sebagian besar (70%) berada di bangku sekolah. Sehingga oleh karena
jumlah yang besar dan mudah dijangkau serta terorganisasi, maka anak usia sekolah merupakan
sasaran yang strategis. Masalah kesehatan yang dialami anak sekolah sangat kompleks dan
bervariasi. Pada anak SD biasanya berkaitan dengan prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
sedangkan untuk sekolah SLTP dan SLTA umumnya berkaitan dengan perilaku berisiko. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa sebagian anak SD mengalami masalah kesehatan berupa Kurang
Energi Protein (KEP), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Anemia Defisiensi Zat Gizi,
Obesitas, Kecacingan, penyakit periodontal dan kelainan refraksi. Program skrining kesehatan anak
usia sekolah diutamakan sebagai upaya peningkatan kesehatan (promotif) dan upaya pencegahan
penyakit (preventif). Salah satu upaya preventif tersebut adalah upaya penjaringan/skrining yang
dilakukan terhadap anak yang baru masuk sekolah dasar (siswa kelas I). Kegiatan skrining bertujuan
untuk mengetahui secara dini masalah kesehatan anak sekolah sehingga dapat diambil tindakan
lebih lanjut untuk mencegah memburuknya penyakit, mengumpulkan data dan informasi masalah
kesehatan anak sekolah untuk dijadikan bahan untuk penyusunan perecanaan, pemantauan dan
evaluasi program UKS. Skrining kesehatan anak sekolah merupakan salah satu Standar Pelayanan
Minimal (SPM)program Usaha Kesehatan Sekolah) yang harus dilaksanakan Kabupaten/Kota. Jadi
setiap Puskesmas harus melaksanakannya.
Kegiatan ini menyasar siswa kelas I Sekolah Dasar. Adapun skrining yang dilakukan meliputi
pemeriksaan keadaan umum meliputi hygiene perorangan, indikasi kelainan gizi dengan
melihat rambut warna kusam atau mudah dicabut, bibir kering, pecah-pecah, sudut mulut
luka dan kulit pucat/keriput, pengukuran tekanan darah, nadi dan deteksi kelainan jantung.
Skrining juga meliputi penilaian status gizi melaui pengukuran antropometri berat badan dan
tinggi badan untuk menentukan Indeks Massa Tubuh (IMT), Tanda-tanda fisik kekurangan
vitamin A, pemeriksaan gigi dan mulut, pemeriksaan tajam penglihatan (visus), pemeriksaan
telinga, deteksi dini penyimpangan mental dan emosional, serta pemeriksaan kebugaran
jasmani.

Apabila dari skrining ditemukan masalah kesehatan maka segera dirujuk ke Puskesmas atau
ke Rumah Sakit untuk mencegah penyakit menjadi lebih buruk.

Anda mungkin juga menyukai