Anda di halaman 1dari 8

Pencegahan Plak Gigi

1. Menjaga oral hygiene dengan menyikat gigi dan menggunakan dental floss
Plak dapat dihilangkan dengan menyikat gigi dan menggunakan alat pembersih sela-
sela gigi atau dental floss. Menyikat gigi dengan menggunakan sikat gigi adalah bentuk
penyingkiran plak secara mekanis. Saat ini telah banyak tersedia sikat gigi dengan
berbagai ukuran, bentuk, tekstur, dan desain dengan berbagai derajat kekerasan dari bulu
sikat. Salah satu penyebab banyaknya bentuk sikat gigi yang tersedia adalah adanya
variasi waktu menyikat gigi, gerakan menyikat gigi, tekanan, bentuk dan jumlah gigi
pada setiap orang (Haryanti dkk., 2014).
Terdapat beberapa metode menyikat gigi yaitu bass, stillman, horizontal, vertikal, dan
roll. Metode Bass dan Roll yang paling sering direkomendasikan. Metode yang umum
digunakan adalah meode horizontal, metode roll, dan metode vertical. Metode horizontal
dilakukan dengan cara semua permukaan gigi disikat dengan gerakan ke kiri dan ke
kanan. Permukaan bukal dan lingual disikat dengan gerakan ke depan dan ke belakang.
Metode horizontal terbukti merupakan cara yang sesuai dengan bentuk anatomis
permukaan oklusal. Metode ini lebih dapat masuk ke sulkus interdental dibanding
dengan metode lain. Metode ini cukup sederhana sehingga dapat membersihkan plak
yang terdapat di sekitar sulkus interdental dan sekitarnya (Haryanti, dkk., 2014).
Menurut Haryanti, dkk. (2014) metode vertikal dilakukan untuk menyikat bagian
depan gigi, kedua rahang tertutup lalu gigi disikat dengan gerakan keatas dan kebawah.
Untuk permukaan gigi belakang gerakan dilakukan dengan keadaan mulut terbuka.
Metode ini sederhana dan dapat membersihkan plak, tetapi tidak dapat menjangkau
semua bagian gigi seperti metode horizontal dengan sempurna sehingga apabila
penyikatan tidak benar maka pembersihan plak tidak maksimal.
Metode roll adalah cara menyikat gigi dengan ujung bulu sikat diletakkan dengan
posisi mengarah ke akar gigi sehingga sebagian bulu sikat menekan gusi. Ujung bulu
sikat digerakkan perlahan-lahan sehingga kepala sikat gigi bergerak membentuk
lengkungan melalui permukaan gigi. Yang perlu diperhatikan pada penyikatan ini adalah
sikat harus digunakan seperti sapu, bukan seperti sikat untuk menggosok. Metode roll
mengutamakan gerakan memutar pada permukaan interproksimal tetapi bagian sulkus
tidak terbersihkan secara sempurna. Metode roll merupakan metode yang danggap dapat
membersihkan plak dengan baik dan dapat menjaga kesehatan gusi dengan baik
(Haryanti, dkk., 2014).
Metode stillman adalah dengan menggerakkan buku sikat gigi dari gingiva ke arah
koronal gigi, dengan gerakan vertikal. Metode Stillman dikembangkan selain dapat untuk
membersihkan plak, dapat juga untuk menstimulasi gingiva (Hiremath, 2011).
Metode bass ditujukan untuk membersihkan daerah leher gingival dan untuk ini,
ujung sikat dipegang sedemikian rupa sehingga bulu sikat terletak 45º terhadap sumbu
gigi geligi. Ujung bulu sikat mengarah ke leher gingival. Sikat kemudian ditekan
kearah gingiva dan digerakkan dengan gerakan memutar yang kecil sehingga bulu sikat
masuk ke daerah leher gingival dan juga terdorong masuk diantara gigi geligi. Teknik ini
dapat menimbulkan rasa sakit bila jaringan terinflamasi dan sensitive.
Bila gingival dalam keadaan sehat, teknik bass merupakan metode penyikatan yang baik,
terbukti teknik ini merupakan metode yang paling efektif untuk membersihkan plak
(Haryanti, dkk., 2014).
Selain menggunakan metode menyikat gigi, dapat direkomendasikan untuk memakai
dental floss untuk membersihkan plak interdental. Dental floss atau benang gigi
merupakan produk yang efektif untuk membersihkan bagian interdental gigi. Dental floss
biasanya terbuat dari material sintetis seperti nylon. Efektifitas dental floss untuk
menghilangkan plak tergantung pada ketrampilan klien dan teknik penggunaan. Untuk
klien dewasa dan tidak mengalami gangguan pada anggota geraknya dapat menggunakan
metode spool (Walsh dan Darby, 2014).
Cara penggunaan dengan metode spool:
a. Memotong dental floss sepanjang 12-18 inch
b. Meilitkan ujung dental floss pada jari tengah tangan kanan dan ujung lainnya
pada jari tengah tangan kiri sebanyak 2 sampai 3 kali
c. Untuk insersi pada interproximal gigi, memegang dental floss dengan ibu jari
dan jari telunjuk tangan kanan dan kiri
d. Menggunakan gerakan naik turun secara perlahan untuk memasukkan dental
floss diantara celah gigi
e. Mengikatkan pada gigi dengan membentuk huruf C dan mengerakkan naik
turun dengan stroke sebanyak 2 sampai 3 kali
f. Dilakukan pada sisi mesial dan distal setiap gigi
Cara yang lebih praktis dapat juga menggunakan dental floss holder. Dental floss
holder merupakan alat yang digunakan untuk memegang dental floss sehingga jari
tangan tidak perlu masuk ke mulut ketika menggunakan dental floss. Penggunaan
dental floss yaitu setelah menggosok gigi 2 kali sehari.

2. Berkumur dengan Chlorhexidine


Chlorhexidine glukonat merupakan suatu agen bakterisidal yang efektif dan memiliki
spektrum luas. Mekanisme aksi dari klorheksidin yaitu karena adanya gaya elektrostatik
antara ion positif dari klorheksidin dan ion negative dari bakteri (Limeback, 2012).
Klorheksidin merupakan ion positif sedangkan bakteri merupakan ion negatif
sehingga akan terjadi tarik menarik antara klorheksidin dengan sel bakteri dan
menyebabkan kerusakan lapisan luar dinding sel bakteri. Klorheksidine akan
berpenetrasi kedalam sel bakteri sehingga menyebabkan presipitasi sitoplasma dan
mencegah perbaikan membrane sel dan terjadi kerusakan sel bakteri. Pada konsentrasi
rendah, klorheksidin akan bersifat bakteriostat yang menyebabkan substansi dengan berat
molekul rendah seperti potassium dan fosfor terlepas dan sel bakteri menjadi rusak. Pada
konsentrasi tinggi, klorheksidin menyebabkan presipitasi sitoplasma bakteri sebagai efek
dari bakterisidal.
Pada pH fisiologis chlorhexidine mengikat bakteri di permukaan rongga mulut;
tergantung konsentrasinya, dapat bersifat bakteriostatik atau bakterisid. Hambatan
pertumbuhan plak oleh chlorhexidine dihubungkan dengan sifat chlorhexidine untuk
membentuk ikatan dengan komponen-komponen pada permukaan gigi. Dasar yang kuat
untuk mencegah terbentuknya plak adalah terjadinya ikatan antara chlorhexidine dengan
molekul-molekul permukaan gigi antara lain polisakarida, protein, glikoprotein dan
saliva, pelikel, mukosa serta permukaan dari hidroxiapatit. Akibat terjadinya ikatan-
ikatan tersebut maka pembentukan plak dapat terhambat.
Umumnya klorheksidin digunakan dengan konsentrasi antara 0,12% dan 2%. Pada
konsentrasi ini, klorheksidin hanya memiliki level toksisitas yang sangat rendah terhadap
jaringan (Kohli, 2010). Klorheksidin tersedia dalam konsentrasi antara 0,2% dan 0,12%.
Waktu pemakaian yaitu selama 30-60 detik dengan berkumur, namun dosis ini bervariasi
setiap individu. Idealnya digunakan dua kali sehari (pagi dan malam) (Balagopal, 2013).
Contoh pemakaiannya yaitu 10ml klorheksidin 0,2% digunakan dua kali sehari, 10ml
0,1% dua kali sehari, 15 ml klorheksidin 0,1% satu kali sehari. Contoh produk obat
kumur yang mengandung klorheksidin 0,2% yaitu Clohex, Hexidine, Rexidin (Ghom,
2014).

Gambar: Sediaan klorheksidin

3. Pemakaian pasta gigi berfluoride


Sebagian besar pasta gigi di pasaran mengandung 1000 parts per million (ppm),
fluoride dan sebagian mencapai 1500 ppm. Beberapa pengujian klinis menunjukkan
terjadi penurunan insidensi karies sebesar 30% pada pengguna pasta gigi dengan
kandungan fluoride 1000-2800 ppm (Walsh and Darby, 2014). Pasta gigi yang ada di
pasaran dapat mencegah karies karena mengandung fluoride yang cukup untuk
memfasilitasi remineralisasi enamel. Karena ancaman karbohidrat dan bakteri terjadi
setiap hari, maka penggunaan pasta gigi berfluoride minimal 2x sehari dapat mencegah
terjadinya karies (Walsh and Darby, 2014). Mineral fluor mempercepat proses
remineralisasi dengan menyerap kristal mineral kedalam gigi dan menarik ion kalsium,
sehingga terbentuk kristal fluoroapatit. Kristal flluoroapatit lebih tahan terhadap
kelarutan daripada mineral email gigi yang asli (Walsh dan Darby, 2014).
Tujuan penggunaan fluor adalah untuk melindungi gigi dari karies, fluor bekerja
dengan cara menghambat metabolisme bakteri plak yang dapat memfermentasi
karbohidrat melalui perubahan hidroksil apatit pada enamel menjadi fluor apatit yang
lebih stabil dan lebih tahan terhadap pelarutan asam. Reaksi kimia :
Ca10(PO4)6(OH)2+F → Ca10(PO4)6(OHF) menghasilkan enamel yang lebih tahan
asam sehingga dapat menghambat proses demineralisasi dan meningkatkan
remineralisasi (Angela, 2005). Remineralisasi adalah proses perbaikan kristal
hidroksiapatit dengan cara penempatan mineral anorganik pada permukaan gigi yang
telah kehilangan mineral tersebut (Kidd dan Bechal, 1991). Demineralisasi adalah proses
pelarutan kristal hidroksiapatit email gigi, yang terutama disusun oleh mineral anorganik
yaitu kalsium dan fosfat, karena penurunan pH plak sampai mencapai pH kritis (pH 5)
oleh bakteri yang menghasilkan asam (Rosen, 1991; Wolinsky, 1994).

4. Mengunyah permen karet Xylitol


Xylitol merupakan pemanis seperti gula namun tidak dapat di fermentasi oleh bakteri
karies yang dapat menghambat perlekatan dan transmisi bakteri. Pemakaian xylitol dapat
melalui permen karet. Mengunyah permen karet sebanyak 2 tablet 4 kali sehari
direkomendasikan untuk pasien dengan resiko tinggi. Fungsi mengunyah permen karet
yang mengandung xylitol yaitu, meningkatkan remineralisasi, menghambat transmisi dan
perlekatan bakteri, dan menghambat rekolonisasi bakteri (Walsh and Darby, 2014).
Xylitol adalah penitol yang digunankan sugar substitutes yang mempunyai efek
menguntungkan bagi flora dalam rongga mulut. Molekul xylitol terdiri dari lima atom
karbon dan lima kelompok hidroksil sehingga xylitol termasuk gula alkoloh dari jenis
penitol. Rumus molekul xylitol adalah C5H12O5 (Kurniawati, 2012).
Xylitol tidak dapat difermentasi oleh bakteri plak gigi khususnya dalam menghambat
metabolisme glikolisis dari Streptococcus mutans, sehingga akan mempengaruhi
pertumbuhannya. Efek lainya yaitu kariostatik dengan mengurangi perlekatan plak
dengan menghambat pembentukan polisakarida. Streptococcus mutans adalah target
utama dari xylitol, sehingga dengan penggunaan xylitol jangka panjang akan mengurangi
jumlah Streptococcus mutans pada plak gigi dan saliva (Kurniawati, 2012).
Xylitol selaku bahan pengganti gula, memiliki struktur lima atom karbon dan lima
gugus hidroksil yang tidak dapat dimetabolisme oleh bakteri plak. Mekanisme
penghambatan pertumbuhan bakteri plak melalui efek toksik xylitol- 5-phosphat yang
dapat mengganggu sintesis protein bakteri. Selain itu xylitol dapat mengurangi sintesa
polisakarida ekstraseluler sehingga perlengketan bakteri pada permukaan gigi pun
berkurang. Xylitol akan berfungsi secara efektif dalam menghambat pembentukan plak
bila dikonsumsi sebanyak 6-12 gram per hari. Adanya gerakan pengunyahan pada
permen karet dapat meningkatkan aliran saliva dalam rongga mulut. Saliva dapat
menetralkan asam yang dihasilkan oleh bakteri plak, oleh karena itu selama mengunyah
permen karet derajat keasaman saliva akan naik. Peningkatan produksi saliva dapat
mengurangi endapan sisa makanan di permukaan gigi. Bahan-bahan yang terkandung
dalam permen karet seperti enzim dan bikarbonat dapat memicu remineralisasi enamel
gigi. Xylitol dapat menghambat pertumbuhan bakteri plak dan mengurangi perlengketan
plak pada permukaan gigi sedangkan efek permen karet sendiri dapat memicu saliva
dalam membersihkan endapan plak pada permukaan gigi.

5. Memperbanyak konsumsi buah dan sayuran, serta mengurangi konsumsi makanan manis
dan lengket
Mengkonsumsi makanan karbohidrat terutama sukrosa, akan mempengaruhi
terbentuknya plak, sehingga membantu perkembangan dan kolonisasi dari bakteri di
dalam rongga mulut. Kondisi ini dapat mempengaruhi metabolisme bateri dengan
menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam dan bahan aktif
yang akan menyebabkan karies. Frekuensi konsumsi makan kariogenik yang sering dapat
menjadi penyebab munculnya plak. Konsumsi camilan makanan yang manis dan lengket,
sebaiknya diganti dengan konsumsi buah dan sayuran segar yang mengandung vitamin,
mineral, serat dan air sehingga dapat melancarkan mpembersihan sendiri pada gigi
(selfcleancsing). Konsisi ini dapat mengurangi luas permukaan plak, sehingga resiko
terjadinya karies akan dapat dikurangi (Hidayanti, dkk).
Karbohidrat merupakan bahan yang paling berhubungan dengan karies gigi.
Karbohidrat adalah bahan yang sangat kariogenik. Gula yang terolah seperti glukosa dan
terutama sekali sukrosa sangat efektif menimbulkan karies karena akan menyebabkan
turunnya pH saliva secara drastis dan akan memudahkan terjadinya demineralisasi.
Seringnya mengkonsumsi gula sangat berpengaruh dalarn meningkatnya kejadian karies.
Gula yang dikonsumsi akan dimetabolisme sedemikian rupa sehingga terbentuk
polisakarida yang rnemungkinkan bakteri melekat pada permukaan gigi, selain itujuga
akan menyediakan cadangan energi bagi metabolisme karies selanjutnya serta bagi
perkembangbiakan bakteri kariogenik (Ramayanti dan Purnakarya, 2013).
Salah satu cara mudah untuk mencegah plak gigi adalah mengatur pola makan dengan
memperbanyak mengkonsumsi makanan berserat seperti sayur dan buah-buahan.
Makanan berserat perlu dikunyah lebih lama sehingga gerakan mengunyah dapat
merangsang pengeluaran saliva (air liur) lebih banyak. Di dalam saliva terkandung zat-
zat seperti substansi antibakteri, senyawa glikoprotein, kalsium dan fluorida yang sangat
berguna melindungi gigi. Mengunyah makanan berserat seperti buah-buahan dapat
membantu membersihkan gigi, contohnya pepaya, semangka, apel, jambu air, jambu biji
adalah contoh dari buah-buahan yang mudah dijumpai dan dapat langsung dikonsumsi
dalam keadaan segar. Gerakan mengunyah dapat merangsang pengeluaran saliva (air
liur) lebih banyak. Di dalam saliva terkandung zat-zat seperti substansi antibakteri,
senyawa glikoprotein, kalsium, dan fluorida yang sangat berguna melindungi gigi.
Dalam hal ini saliva akan membasuh gigi dari zat-zat makanan yang menempel dan
menetralkan zat-zat asam sehingga terhindar dari proses demineralisasi atau kerusakan
gigi (Cahyati, 2013).
Perubahan diet merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan untuk mencegah
penyakit gigi. Tujuannya untuk mengurangi baik jumlah/frekuensi konsumsi
gula/sukrosa (Cahyati, 2013). Sukrosa merupakan gula yang paling kariogenik, namun
demikian gula lainnya tetap berbahaya. Konsumsi sukrosa dalam jumlah besar dapat
menurunkan kapasitas buffer saliva sehingga mampu meningkatkan insiden terjadinya
karies. Manifestasi sukrosa dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam bentuk gula putih.
Sukrosa banyak dikonsumsi orang karena rasa manisnya enak, bahan dasarnya mudah
diperoleh, dan biaya produksinya cukup murah. Tapi ternyata menurut penelitian,
sukrosa yang menaikkan indikasi karies paling besar. Fruktosa merupakan kelompok
monosakarida karbohidrat organik yang dikenal dengan gula buah-buahan. Sintesis
polisakarida ekstra sel gula sukrosa lebih cepat diubah oleh mikroorganisme dalam
rongga mulut menjadi asam daripada gula glukosa, fruktosa, dan laksota, sehingga
mengonsumsi buah-buahan dapat menjadi pengganti mengonsumsi sukrosa (Soesilo
dkk., 2005)

Angela, A., 2005, Pencegahan Primer Pada Anak Yang Berisiko Karies Tinggi, Maj. Ked.
Gigi. (Dent. J.), 38(3).
Balagopal, S., Arjunkumar, R., 2013, Chlorhexidine: The Gold Standard Antiplaque Agent,
Journal of Pharmaceutical Sciences and Research, vol 5(12); 270-274.
Cahyati, W.H., 2013, Konsumsi Pepaya (carica Papaya) dalam Menurunkan Debris Index,
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8(2): 127-136.
Ghom, A., Anil, S., 2014, Textbook of Oral Medicine, New Delhi, Jaypee Brothers Medical
Publisher.
Haryanti, D.D., dkk., 2014, Efektivitas Menyikat Gigi Metode Horizontal, Vertical dan Roll
Terhadap Penurunan Plak pada Anak Usia 9-11 Tahun, Jurnal Kedokteran Gigi
Dentino, Vol 11 (2) : 151.
Hidayanti, L., Lina, N., Bachtiar, K. R., ____ , Peran Buah dan Sayur dalam Menurunkan
Keparahan Karies Gigi pada Anak, Kesmas Universitas Soedirman, Purwokerto

Hiremath, S.S., 2011, Textbook of Preventive and Community Dentistry, 2nd ed., Elsevier,
New Delhi
Kidd, E.A.M., dan Bechal. S.J., 1991, Dasar-dasar Karies Penyakit dan
Penanggulangannya, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta (terj).
Kurniawati, V., 2012, Mekanisme Aksi Permen Kaaret Xylitol dalam Pencegahan
Pembentukan Plak dan Karies Gigi, Oral Biology, Maranatha Christian University,
Vol 1(1)26.
Limeback, H., 2012, Comprehensive Preventive Dentistry, Oxford, Wiley Blackwell.
Ramayanti, S dan Purnakarya, I., 2013, Peran Makanan Terhadap Kejadian Karies Gigi,
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(2): 89-93
Rosen, S. 1991a. Dental Caries. Dalam Willet. N. P.; R. R. White.; and S. Rosen. Essential
Dental Microbiology. London : Prentice-Hall International Inc
Soesilo, D., Santoso, R.E., Diyatri, I., 2005, Peranan sorbitol dalam mempertahankan
kestabilan pH saliva pada proses pencegahan karies, Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), 38(1)
Januari 2005: 25–28.
Walsh. M., Darby, M L., 2014, Dental Hygiene: Theory and Practice, Elsevier, Missouri
Wollinsky, L. E., 1994, Caries and Cariology. Dalam Nisengard, R. J. and M. G. Newman.
Oral Microbiology and Immunology. 2nd Ed., Philadelphia, W. B. Saunders Company

Anda mungkin juga menyukai