Disusun oleh:
NIM :13/347789/KG/09513
Kelompok : 1 (satu)
A. Tujuan
Tujuan praktikum pemeriksaan resiko karies menggunakan metode
CAMBRA untuk mengidentifikasi faktor resiko klien terhadap karies
sehingga dapat memberikan rekomendasi yang tepat berdasarkan faktor
resiko tersebut.
C. Cara Kerja
1. Mempersiapkan dental unit dan dental chair.
2. Mempersiapkan gelas kumur.
3. Mempersilahkan pasien untuk memposisikan diri di dental chair.
4. Mengisi identitas pasien pada formulir CAMBRA.
5. Mengatur posisi pasien dalam keadaan supinasi, kemudian mengarahkan
dental light pada mulut klien.
6. Mengisi Odontogram sesuai dengan keadaan rongga mulut (DMFT).
7. Melakukan pemeriksaan klinis berupa:
a) Pemeriksaan apakah ada white spot pada gigi yang mudah menempel
sisa makanan yaitu pada bagian servikal gigi dan pada permukaan
gigi yang susah dilakukan pembersihan yaitu pit dan fissure.
Penilaian white spot dapat dilakukan dalam keadaan gigi basah
maupun dikeringkan dengan air syringe.
b) Pemeriksaan apakah ada restorasi 3 tahun terakhir. Penilaian
terhadap restorasi dilakukan untuk mengecek restorasi masih bagus
atau terdapat restorasi yang pecah maupun sekunder karies.
Pengecekan restorasi menggunakan probe WHO.
c) Pemeriksaan apakah terdapat plak yang tebal dan tinggi (Heavy
Plak). Terdapat 2 macam yaitu plak yang nampak dan plak yang
tidak nampak. Pada penilaian CAMBRA ini mengetahui adanya plak
yang nampak pada gigi yaitu dengan mengusap permukaan gigi yang
pada area yang sulit pembersihan menggunakan sonde, sedangkan
untuk menilai plak yang tidak nampak dapat menggunakan
disklosing gel (Tri Plaque ID Gel).
d) Pengukuran saliva
Pengukuran saliva merupakan cara untuk melihat kecepatan sekresi
saliva pada individu. Pengukuran dilakukan pada mukosa bibir
bawah dengan metode spitting. Pengukuran saliva dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
1) Mengukur laju aliran saliva klien dengan menginstrukasikan
klien merubah posisi duduk menjadi tegak dengan kepala sedikit
ditundukkan. Klien diminta untuk menampung dahulu saliva
pada dasar mulutnya.
2) Pada waktu 60 detik (1 menit) klien diminta meludahkan saliva
kedalam gelas plastik.
3) Setelah saliva terkumpul, saliva dimasukkan ke dalam spuit.
4) Menghitung volume saliva yang terkumpul dengan membaca
skala yang tertera pada spuit. Volume yang tertera pada spuit
merupakan volume saliva selama 1 menit. Laju aliran saliva
normal tanpa adanya stimulasi berkisar 0,25-0,35 ml/menit,
dengan rata-rata terendah 0,1-0,25 ml/menit dan pada keadaan
hiposalivasi laju aliran saliva kurang dari 0,1 ml/menit.
5) Mencatat hasil pemeriksaan pada form yang tersedia.
8. Melakukan wawancara dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang
ada pada formulir CAMBRA, melingkari pada bagian “YA” jika sesuai
dengan pernyataan klien jika tidak abaikan.
D. Pembahasan
1. Hasil Pemeriksaan
Hasil pemeriksaan penilaian risiko karies dengan metode
CAMBRA yaitu dengan melakukan pemeriksaan klinis terhadap rongga
mulut pasien, melakukan wawancara, serta mengisi daftar pertanyaan
dalam formulir CAMBRA.
a. Identitas Klien
Nama Klien : Z.S.L.G
Identitas Pemeriksa : Intan Nur Fajri
NIM : 13/347789/KG/09513
Tanggal Pemeriksaan : 6 Febuari 2017
Usia / Jenis kelamin : 21 th / Perempuan
Hasil Pemeriksaan:
Gigi 18 belum erupsi.
Gigi 16 hilang dicabut karena karies.
Gigi 15 terdapat white spot pada permukaan oklusal (pit dan
fissure).
Gigi 25 terdapat white spot pada permukaan oklusal (pit dan
fissure).
Gigi 26 terdapat restorasi resin komposit pada permukaan
oklusal.
b. Indikator Penyakit
1) Lesi white spot yang terlihat pada permukaan halus.
Terdapat lesi white spot pada servikal gigi 44 permukaan
bukal. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan air syringe
dan sonde, air syringe berfungsi untuk mengisolasi saliva agar
tidak menghalangi pandangan white spot, dan saat diisolasi
bagian yang dicurigai white spot akan terlihat lebih putih seperti
kapur dari permukaan disekitarnya. Selanjutnya disentuh
menggunakan sonde dan akan terasa kasar atau pada ujung
sonde terdapat white spot (putih) yang tersangkut.
Menurut Sumawinata (2004) white spot disebut dengan
bercak putih pada email yang terlihat putih dari sekelilingnya
akibat demineralisasi, merupakan proses awal karies. Adanya
lesi white spot menggambarkan bahwa bakteri patogen telah
menembus lapisan enamel dan asam organik yang dihasilkan
oleh bakteri telah melarutkan sejumlah ion kalsium dan fosfat
yang seharusnya digunakan untuk menggantikan secara alami
pada proses remineralisasi. Bercak putih ini disebabkan oleh
aktivitas plak gigi yang memproduksi asam yang dapat merusak
dan melepaskan email gigi. Bagian matriks enamel yang terlepas
tersebut dapat digantikan oleh air, dan menyebabkan perubahan
warna pada gigi, hingga menyebabkan timbulnya warna putih.
Lokasi yang umum terdapat white spot akibat lesi karies adalah
permukaan bukal dan oklusal gigi. Setelah terbentuk white spot,
jika tidak dicegah semakin lama akan tercipta karies pada white
spot tersebut.
d. Faktor Pelindung
1) Pasta gigi berfluoride minimal 2x/hari
Dari hasil wawancara, diketahui pasien sikat gigi
menggunakan pasta gigi berfluoride sebanyak minimal 2x
sehari.
Klien mengaku menggunakan pasta gigi bermerk pepsodent
yang diketahui memiliki salah satu komposisi Sodium
Monoflourophosphate sebanyak 1,12%. Sodium
Monoflourophosphate merupakan senyawa yang dapat
melindungi lapisan email gigi, mengurangi sifat asam yang
dihasilkan oleh aktivitas bakteri dalam mulut, sebagai anti
bakteri dan mencegah kerusakan gigi. Pada pasta gigi Sodium
monofluorophosphate dapat menurunkan jumlah bakteri
Streptococcus sp. pada saliva (Agrippina, 2006). Kandungan
fluor dalam pasta gigi berfungsi menghambat kerusakan email
lebih lanjut, serta membantu remineralisasi pada lesi awal karies
(Ramayanti dan Purnakarya,2013).
Faktor Pelindung
1. Fluoridasi di lingkungan rumah,
YA
sekolah, tempat kerja
2. Pasta gigi berfluoride min 1x/hari YA
3. Pasta gigi berfluoride min 2x/hari
YA
YA
A
4. Obat kumur berfluoride (0,05% NaF)
setiap hari YA
8. Pemakaian chlorhexidine 1
minggu/bulan selama 6 bulan terakhir YA
Faktor Pelindung:
a. Pasta gigi berfluoride
min 2x/hari
b. Topikal apklikasi 6
Faktor resiko: bulan terakhir
a. Terdapat banyak c. Aliran saliva tanpa
plak yang stimulasi yang adekuat
terlihat
Indikator penyakit b. Pit dan fissure
a. Terdapat lesi
yang dalam
white spot pada
permukaan halus
b. Terdapat
tumpatan 3 tahun
terakhir
4. Fissure sealant
Rekomendasi untuk masalah pasien yang memiliki pit dan fissure
yang dalam adalah dengan melakukan fissure sealant, karena pit dan
fissure yang dalam tersebut harus ditutup agar sisa makanan dan plak
tidak tertinggal pada pit dan fissure. Kondisi pit dan fissure yang dalam
akan mempersulit proses pembersihan pada area tersebut.
Tujuan dari fissure sealant adalah untuk menyediakan
perlindungan secara fisik (physical barrier) pada pit dan fissure dari
bakteri dan sisa makanan (Vann dan McIver). Fissure sealing yang dapat
bertahan lama karena penetrasinya bagus ialah resin komposit. Etsa dari
resin komposit menghilangkan mineral pada permukaan email gigi
sehingga menghasilkan mikroporositi lebih dalam dan panjang. Resin
yang masuk ke dalam mikropositi lebih banyak sehingga membentuk
resin tag. Resin tag ini mempunyai fungsi memberikan retensi pada bahan
fissura sealant secara mekanis (Ganesh, 2007).
DAFTAR PUSTAKA
Agrippina, N.K, 2006, Pengaruh Pasta Gigi Yang Mengandung Xylitol Dan
Sodium Monofluorophosphate Terhadap Pertumbuhan Streptococcus Sp.
Pada Saliva, Skripsi, Fakultas kedokteran Gigi, Universitas Jember, Jember.
Angela, A., 2005, Pencegahan Primer Pada Anak Yang Berisiko Karies Tinggi,
Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), 38(3).
Balagopal, S., Arjunkumar, R., 2013, Chlorhexidine: The Gold Standard
Antiplaque Agent, Journal of Pharmaceutical Sciences and Research, vol
5(12); 270-274.
Cahyati, W.H., 2013, Konsumsi Pepaya (carica Papaya) dalam Menurunkan
Debris Index, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8(2): 127-136.
Craig, Robert G., Powers, John M., Wataha, John C. 2004. Dental Materials
Properties and Manipulation 9th Edition. Mosby Elsevier, Missouri
Farooq, I., dkk., 2013, A Review of Novel Dental Caries Preventive Material:
Casein Phosphopeptide–Amorphous Calcium Phosphate (CPP–ACP)
Complex, King Saud University Journal of Dental Sciences, Vol 4 : 48.
Ganesh, M., 2007, Comparative Evaluation of The Marginal Sealing Ability.
Ghom, A., Anil, S., 2014, Textbook of Oral Medicine, New Delhi, Jaypee
Brothers Medical Publisher.
Hasanah, I, Setyorini, D, dan Sulistiyani, 2014, Kadar Ion Fosfat dalam Saliva
Buatan Setelah Aplikasi CPP-ACP (Casein Phosphopeptides-Amorphous
Calcium Phosphate) (Phosphate Ion Level in Artificial Saliva After
Aplication of CPP-ACP (Casein Phosphopeptides-Amorphous Calcium),
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa, FKG Universitas Jember.
Haryanti, D.D., dkk., 2014, Efektivitas Menyikat Gigi Metode Horizontal,
Vertical dan Roll Terhadap Penurunan Plak pada Anak Usia 9-11 Tahun,
Jurnal Kedokteran Gigi Dentino, Vol 11 (2) : 151.
Hidayanti, L., Lina, N., Bachtiar, K. R., ____ , Peran Buah dan Sayur dalam
Menurunkan Keparahan Karies Gigi pada Anak, Kesmas Universitas
Soedirman, Purwokerto
Hiremath, S.S., 2011, Textbook of Preventive and Community Dentistry, 2nd ed.,
Elsevier, New Delhi, hal. 416.
Kervanto, S., 2009, Arresting Oklusal Enamel Caries Lesions with Pit and Fissura
Sealants, Academic Dissertation Faculty of Medicine, University of
Helsinki.
Kidd, E.A.M., dan Bechal. S.J., 1991, Dasar-dasar Karies Penyakit dan
Penanggulangannya, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta (terj).
Kohli, A., 2010, Textbook of Endodontics, Haryana, Elsevier.
Kurniawati, V., 2012, Mekanisme Aksi Permen Kaaret Xylitol dalam Pencegahan
Pembentukan Plak dan Karies Gigi, Oral Biology, Maranatha Christian
University, Vol 1(1)26.
Limeback, H., 2012, Comprehensive Preventive Dentistry, Oxford, Wiley
Blackwell.
Lubis. S.L.A. 2001. Fluor dalam Pencegahan Karies Gigi. USU e-Repository.
Mettu, S., dkk., 2015, Effect of Casein Phosphopeptide-Amorphous Calcium
Phosphate (CPP-ACP) on Caries-Like Lesions in Terms of Time and Nano-
Hardness: An in vitro Study, Journal of Indian Society of Pedodontics and
Preventive Dentistry, Vol 33(4).
Mount. G J., Hume. W R., Ngo. H C., Wolff. M S., 2016, Preservation and
Restoration of Tooth Structure 3rd edition, John Wiley and Sons, New
Delhi
Pereira, R.F., dan Soraya, C.L., 2014, Efficacy of Casein Derivate CPP-ACP, Rev
Gaúch Odontol, Porto Alegre, Vol 62 (3) : 245.
Ramayanti, S dan Purnakarya, I., 2013, Peran Makanan Terhadap Kejadian Karies
Gigi, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(2): 89-93
Reema, S.D., dkk., 2014, Review of Casein Phosphopeptides-Amorphous
Calcium Phosphate, The Chinese Journal of Dental Research, Vol 17 (1) :
8.
Rismaindar, 2011, Degradasi Bahan Restorasi Resin Komposit, FKG USU,
Medan
Robert G., John M. Powers. 2002. Restorative Dental Materials : 11 th
edition. Missouri : Mosby Inc.
Soesilo, D., Santoso, R.E., Diyatri, I., 2005, Peranan sorbitol dalam
mempertahankan kestabilan pH saliva pada proses pencegahan karies, Maj.
Ked. Gigi. (Dent. J.), 38(1) Januari 2005: 25–28.
Sumawinata, 2004, Senarai Kedokteran Gigi, EGC, Jakarta.
Vann. W F., McIver. F T., ____, Pit and Fissure Sealant, Health Research and
Service Administration, North Carolina
Walsh. M., Darby, M L., 2014, Dental Hygiene: Theory and Practice, Elsevier,
Missouri
Wollinsky, L. E., 1994, Caries and Cariology. Dalam Nisengard, R. J. and M. G.
Newman. Oral Microbiology and Immunology. 2nd Ed., Philadelphia, W. B.
Saunders Company, hal. 341-344
Yanti, S. 2002. Topikal Aplikasi Pada Gigi Permanen Anak. USU e-Repository.