LEPTOSPIROSIS
EPIDEMIOLOGI
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang tersebar di seluruh dunia, disemua
benua kecuali Antartika, namun terbanyak didapati didaerah tropis. Penularan leptospirosis pada
manusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira. Kuman leptospira mengenai
sedikitnya 160 spesies mamalia, seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut, dan
sebagainya. Binatang pengerat terutama tikus merupakan vektor yang paling banyak. Tikus
merupakan vektor utama dari L. icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia.
Dalam tubuh tikus kuman leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang
biak di dalam epitel tubus ginjal tikus dan secara terus dikeluarkan melalui urin saat berkemih.
Penyakit ini bersifat musiman, didaerah beriklim sedang masa puncak insidens dijumpai
pada musim panas dan musim gugur karena temperatur adalah faktor yang mempengaruhi
kelangsungan hidup kuman leptospira, sedangkan didaerah tropis insidens tertinggi terjadi
selama musim hujan.
International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara dengan
insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga dunia untuk mortalitas. Di Indonesia
leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Lampung,
Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat.
Pada Kejadian Banjir Besar Di Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari 100 kasus leptospirosis
dengan 20 kematian. Epidemi leptospirosis dapat terjadi akibat terpapar oleh genangan /luapan
air (banjir) yang terkontaminasi oleh urin hewan yang terinfeksi.
ETIOLOGI
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu
mikroorganisme spirocheata. Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies yaitu
L.interrogans yang patogen dan L. biflexa yang hidup bebas (non patogen atau saprofit). Spesies
L.interrogans dibagi menjadi beberapa serogrup dan serogrup ini dibagi menjadi banyak serovar
menurut komposisi antigennya.
Saat ini telah ditemukan lebih dari 250 serovar yang tergabung dalam 23. Beberapa
serovar L.interrogans yang dapat menginfeksi manusia di antaranya adalah L.
Icterohaemorrhagiae, L.manhao L. Javanica, L. bufonis, L. copenhageni, dan lain-lain. Serovar
yang paling sering menginfeksi manusia ialah L. icterohaemorrhagiae dengan reservoir tikus, L.
canicola dengan reservoir anjing, L. pomona dengan reservoir sapi dan babi. Menurut West
Indian med. j. vol.54 no.1 Mona Jan. 2005. Serogrup leptospira yang sering menyebabkan
leptospirosis adalah:
Tabel 1. Serogrup leptospira24
PENULARAN
Penularan leptospirosis dapat secara langsung dan tidak langsung. Penularan langsung
dapat terjadi melalui darah, urin, atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman leptospira
masuk ke dalam tubuh pejamu; dari hewan ke manusia merupakan penyakit akibat pekerjaan;
dan dari manusia ke manusia meskipun jarang Penularan tidak langsung terjadi melalui kontak
dengan genangan air, sungai, danau, selokan saluran air dan lumpur yang telah tercemar urin
binatang yang terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka / erosi pada kulit
atau selaput lendir. Terpapar lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang
utuh juga dapat menularkan leptospira.
Oleh karena leptospira diekskresi melalui urin dan dapat bertahan hidup berbulan-bulan ,
maka air memegang peranan penting sebagai alat transmisi. Kelompok pekerjaan yang beresiko
tinggi terinfeksi leptospirosis antara lain pekerja-pekerja di sawah, pertanian, perkebunan,
peternakan, pekerja tambang, tentara, pembersih selokan, parit/saluran air, pekerja di
perindustrian perikanan, atau mereka yang selalu kontak dengan air seni binatang seperti dokter
hewan, mantri hewan, penjagal hewan atau para pekerja laboratorium.
PATOGENESIS
Patogenesis leptospirosis belum dimengerti sepenuhnya. Kuman leptospira masuk
kedalam tubuh pejamu melalui luka iris atau luka abrasi pada kulit, konjungtiva atau mukosa
utuh yang melapisi mulut, faring, esofagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi
droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi. Meski jarang, pernah dilaporkan penetrasi
kuman leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air saat banjir.
Infeksi melalui selaput lendir lambung, jarang terjadi, karena ada asam lambung yang
mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak firulen gagal bermultiplikasi dan
dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah setelah satu atau dua hari infeksi.
Organisme virulen mengalami multiplikasi di darah dan jaringan, dan kuman leptospira dapat
diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal pada hari keempat sampai sepuluh perjalanan
penyakit.
Kuman leptospira merusak dinding pembuluh darah kecil, sehingga menimbulkan
vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenesis kuman leptospira yang penting
adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas selular. Lipopolysaccharide (LPS) pada
kuman leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram
(-) dan aktifitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit,
sehingga terjadi agregasi trombosit disertai trombositopenia.
Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di dalam ginjal
kuman leptospira bermigrasi ke interstitium, tubulus ginjal dan lumen tubulus. Pada leptospirosis
berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan permeabilitas kapiler,
sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia. Hipovolemia akibat dehidrasi dan
perubahan permeabilitas kapiler salah satu penyebab gagal ginjal.
Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin darah dari
jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai berkurangya
sekresi bilirubin.
↓
Perubahan patologi di organ/jaringan
- Ginjal : nefritis interstitial sampai nekrosis tubulus, perdarahan.
- Hati : gambaran non spesifik sampai nekrosis sentrilobular disertai
hipertrofi dan hiperplasia sel Kupffer.
- Paru : inflamasi interstitial sampai perdarahan paru
- Otot lurik : nekrosis fokal
- Jantung : petekie, endokarditis akut, miokarditis toksik
- Mata : dilatasi pembuluh darah, uveitis, iritis, iridosiklitis.
PATOLOGI
Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang
bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi bagi beberapa organ. Lesi yang muncul
terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbadaan
antaraderajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis lesi
histology yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang
nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukan bahwa kerusakan bukan berasal dari
struktur organ. Lesi inflamasi menunjukan edema dan infiltrasi dari sel monosit, limfosit dan sel
plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan kapiler dengan perdarahan yang luas dan
disfungsi hepatoseluler dengan retensi bilier. Selain di ginjal, leptospira juga dapat bertahan pada
otak dan mata. Leptospira dapat masuk ke dalam cairan cerebrospinalis dalam fase spiremia. Hal
ini menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi sebagai
komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot
dan pembuluh darah.
MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 2 – 26 hari, biasanya 7 - 13 hari dan rata-rata
10 hari.
Gambaran klinis pada Leptospirosis:
Sering : demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, mialgia, conjuctival
suffusion, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotophobi
Jarang : pneumonitis, hemoptoe, delirium, perdarahan, diare, edema, splenomegali,
atralgia, gagal ginjal, peroferal neuritis, pancreatitis, parotitis, epididimytis, hematemesis,
asites, miokarditis
1. Leptospirosis anikterik
- 90% dari seluruh kasus leptospirosis di masyarakat.
- Perjalanan penyakit leptospirosis anikterik maupun ikterik umumnya bifasik
karena mempunyai 2 fase, yaitu : 3
a. Fase leptospiremia/fase septikemia
- Organisme bakteri dapat diisolasi dari kultur darah, cairan serebrospinal dan
sebagian besar jaringan tubuh.
- Selama fase ini terjadi sekitar 4-7 hari, penderita mengalami gejala nonspesifik
seperti flu dengan beberapa variasinya.
- Karakteristik manifestasi klinis : demam, menggigil kedinginan, lemah dan nyeri
terutama tulang rusuk, punggung dan perut.
- Gejala lain : sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, ruam, sakit
kepala regio frontal, fotofobia, gangguan mental, dan gejala lain dari meningitis.
2. Leptospirosis ikterik
- Demam dapat persisten dan fase imun menjadi tidak jelas atau nampak tumpang
tindih dengan fase septikemia.
- Keberadaan fase imun dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah kuman
leptospira yang menginfeksi, status imunologi, status gizi pasien dan kecepatan
memperoleh terapi yang tepat.
- Pasien tidak mengalami kerusakan hepatoselular, bilirubin meningkat, kadar
enzim transaminase serum hanya sedikit meningkat, fungsi hati kembali normal
setelah pasien sembuh.
- Leptospirosis sering menyebabkan gagal ginjal akut, ikterik dan manifestasi
perdarahan, yang merupakan gambaran klinik khas penyakit Weil.
- Azotemia, oliguria atau anuria umumnya terjadi dalam minggu kedua tetapi dapat
ditemukan pada hari ketiga perjalanan penyakit.
- Pada leptospirosis berat, abnormalitas pencitraan paru sering dijumpai meskipun
pada pemeriksaan fisik belum ditemukan kelainan.
- Pencitraan yang paling sering ditemukan adalah patchy alveolar pattern yang
berhubungan dengan perdarahan alveoli yang menyebar sampai efusi pleura.
Kelainan pencitraan paru umumnya ditemukan pada lobus perifer paru bagian
bawah.
- Komplikasi berat seperti miokarditis hemoragik, kegagalan fungsi beberapa
organ, perdarahan masif dan Adult Respiratory Distress Syndromes (ARDS)
merupakan penyebab utama kematian yang hampir semuanya terjadi pada pasien-
pasien dengan leptospirosis ikterik.
- Penyebab kematian leptospirosis berat : koma uremia, syok septikemia, gagal
kardiorespirasi dan syok hemoragik.
- Faktor-faktor prognostik yang berhubungan dengan kematian pada pasien
leptospirosis hádala oliguria terutama oliguria renal, hiperkalemia, hipotensi,
ronkhi basah paru, sesak nafas, leukositosis (leukosit > 12.900/mm3), kelainan
Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan repolarisasi, infiltrat pada foto pencitraan
paru.
- Kelainan paru pada leptospirosis berkisar antara 20-70% pada umumnya ringan
berupa batuk, nyeri dada, hemoptisis, meskipun dapat juga terjadi Adult
Respiratory Distress Síndromes (ARDS) dan fatal.
- Manifestasi klinik sistem kardiovaskular pada leptospirosis dapat berupa
miokarditis, gagal jantung kongestif, gangguan irama jantung.
I. ANAMNESIS
Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data epidemiologis
penderita harus jelas karena berhubungan dengan lingkungan pasien. Identitas pasien
ditanyakan : nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis pekerjaan, dan jangan lupa
menanyakan hewan peliharaan maupun hewan liar di lingkungannya, karena berhubungan
dengan leptospirosis.
Biasa yang mudah terjangkit pada usia produktif, karena kelompok ini lebih banyak aktif
di lapangan. Tempat tinggal; dari alamat dapat diketahui apakah tempat tinggal termasuk
wilayah padat penduduk, banyak pejamu reservoar, lingkungan yang sering tergenang air
maupun lingkungan kumuh.
Kemungkinan infeksi leptospirosis cukup besar pada musim pengujan lebih-lebih dengan
adanya banjir. Keluhan-keluahan khas yang dapat ditemukan, yaitu : demam mendadak,
keadaan umum lemah tidak berdaya, mual, muntah, nafsu makan menurun dan merasa mata
makin lama bertambah kuning dan sakit otot hebat terutama daerah betis dan paha.
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis berupa riwayat pekerjaan pasien, apakah
termasuk kelompok orang dengan resiko tinggi seperti pekerja-pekerja di sawah, pertanian,
perkebunan, peternakan, pekerja tambang, tentara, pembersih selokan, dan gejala klinis berupa
demam yang muncul mendadak, nyeri kepala terutama dibagian frontal, nyeri otot, mata merah /
fotophobia, mual atau muntah, dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik ditemukan demam,
bradikardi, nyeri tekan otot , hepatomegali dan lain-lain. Pada pemeriksaan laboratorium darah
rutin didapat leukositosis, normal, atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan LED
yang meninggi. Pada urin dijumpai proteinuria, leukositouria, dan sdimen sel torak. Bila terdapat
hepatomegali maka bilirubin darah dan transaminase meningkat. BUN, ureum, dan kreatinin bisa
meningkat bila terdapat komplikasi pada ginjal. Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari
cairan tubuh dan serologis.
Diagnosis leptospirosis dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan klinis dan laboratorium.
dapat dibagi dalam 3 klasifikasi, yaitu :
Suspek
bila ada gejala klinis tapi tanpa dukungan tes laboratorium.
Probable
bila gejala klinis sesuai leptospirosis dan hasil tes serologi penyaring yaitu
dipstick, lateral flow, atau dri dot positif.
Definitif
bila hasil pemeriksaan laboratorium secara langsung positif, atau gejala klinis
sesuai dengan leptospirosis dan hasil MAT / ELISA serial menunjukkan adanya
serokonversi atau peningkatan titer 4 kali atau lebih
Table 4 : Approach to diagnosis of leptospirosis13
DIAGNOSIS BANDING
Leptospirosis anikterik dapat di diagnosis banding dengan influenza, demam berdarah
dengue, malaria, pielonefritis, meningitis aseptik viral, keracunan makanan/bahan kimia, demam
tifoid, demam enterik.
Leptospirosis ikterik dapat di diagnosis banding dengan malaria falcifarum berat,
hepatitis virus, demam tifoid dengan komplikasi berat, haemorrhagic fevers with renal failure,
demam berdarah virus lain dengan komplikasi.
KOMPLIKASI LEPTOSPIROSIS
1. Gagal Ginjal Akut
Keterlibatan ginjal pada gagal ginjal akut sangat bervariasi dari insufisiensi ginjal ringan
sampai gagal ginjal akut (GGA) yang fatal. Gagal ginjal akut pada leptospirosis disebut sindroma
pseudohepatorenal. Selama periode demam ditemukan albuminuria, piuria, hematuria, disusul
dengan adanya azotemia, bilirubinuria, urobilinuria. Manifestasi klinik gagal ginjal akut pada
leptospirosis ada 2 tipe yaitu gagal ginjal akut ologuri dan gagal ginjal akut non-oliguri dengan
tipe katabolic, dimana produksi ureum lebih tinggi dari 60mg%/24jam. Disebut gagal ginjal
oliguri bila produksi urin <500ml/24jam, dan disebut anuri bila produksi urin <100ml/24jam.
Prognosis gagal ginjal akut non oliguri lebuh baik disbanding gagal ginjal non-ologuri. 27
2. Perdarahan Paru
Kelainan paru berupa hemorrhagic pneumonitis, patogenesisnya tidak jelas diduga akibat
dari endotoksin langsung yang kemudian menyebabkan kersakan kapiler. Hemoptisis terjadi
pada awal septicemia. Perdarahan terjadi pada leura, alveoli, trakheobronkhial, kelainan berupa:
kongesti septum paru, perdarahan alveoli yang multifocal, infiltrasi sel mononuclear. Manifestasi
klinis: batuk, blood tinged sputum sampai terjadi hemoptisis masif sehingga menyebabkan
asfiksia.
3. Liver Failure
Terjadinya ikterik pada hari ke 4-6, dapat juga terjadi pada hari ke-2 atau ke-9. Pada hati
terjadi nekrosis sentrolobuler dengan proliferasi sel Kupfer. Terjadi ikterik pada leptospirosis
disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
1. Kerusakan sel hati.
2. Gangguan fungsi ginjal, yang akan menurunkan sekresi bilirubin, sehingga meningkatkan
kadar bilirubin darah.
3. Terjadinya perdarahan pada jaringan dan hemolisis intravaskuler akan meningkatkan
kadar bilirubin.
4. Proliferasi sel Kupfer sehingga terjadi kolestatik intrahepatik.
Kerusakan parenkim hati disebabkan antara lain: penurunan hepatic flow dan toksinyang
dilepas leptospira. Gambaran histopatologi tidak spesifik pada leptospirosis, karena disosiasi sel
hati, proliferasi histiositik dan perubahan peri porta terlihat juga pada penyakit infeksi yang
parah.
4. Perdarahan gastrointestinal
Perdarahan terjadi akibat adanya lesi endotel kapiler.
5. Shock
Infeksi akan menyebabkan terjadinya perubahan homeostasis tubuh yang mempunyai peran
pada timbulnya kerusakan jaringan, perubahan ini adalah hipovolemia, hiperviskositas koagulasi.
Hipovolemia terjadi akibat intake cairan yang kurang, meningkatnya permeabilitas kapiler oleh
efek dari bahan-bahan mediator yang dilepaskan sebagai respon adanya infeksi. Koagulasi
intravaskuler, sifatnya minor, terjadi peningkatan LPS yang akan mempengaruhi keadaan pada
mikrosirkulasi sehingga terjadi stasis kapiler dan anoxia jaringan. Hiperviskositas, akibat dari
peleasan bahan-bahan mediator terjadi permeabilitas kapiler meningkat, keadaan ini
menyebabkan hipoperfisi jaringan sehingga menyokong terjadinya disfungsi organ.
6. Miokarditis
Komplikasi pada kardiovaskuler pada leptospirosis dapat berupa gangguan sistem konduksi,
miokarditis, perikarditis, endokarditis, dan arteritis koroner. Manifestasi klinis miokarditis sangat
bervariasi dari tanpa keluhan sampai bentuk yang berat berupa gagal jantung kongesif yang fatal.
Keadaan ini diduga sehubungan dengan kerentanan secara genetic yang berbeda-beda pada
setiap penderita. 13,20
Manifestasi klinik miokarditis jarang didapatkan pada saat puncak infeksi karena akan
tertutup oleh manifestasi penyakit infeksi sistemik dan batu jelas saat fase pemulihan. Sebagian
akan berlanjur menjadi bentuk kardiomiopati kongesif / dilated. Juga akan menjadi penyebab
aritmia, gangguan konduksi atau payah jantung yang secara structural dianggap normal. 13,20
7. Enchepalophaty
Didapatkan gejala meningitis atau meningoenchepalitis, nyeri kepala, pada cairan
cerebrospinalis (LCS) didapatkan pleositosis, santokrom, hitung sel leukosit 10-100/mm3, sel
terbanyak sel leukosit neutrofil atau sel mononuclear, glukosa dapat normal atau rendah, protein
meningkat (dapat mencapai 100mg%). Kadang-kadang didapatkan tanda-tanda menngismus
tanpa ada kelainan LCS, sindroma Gullian Barre. Pada pemeriksaan patologi didapatkan:
infiltrasi leukosit pada selaput otak dan LCS yang pleositosis. Setiap serotip leptospira yang
patologis mungkin dapat menyebabkan meningitis aseptic, paling sering Conikola,
Icterohaemorrhagiae dan Pamoma.
PENATALAKSANAAN
A . PENCEGAHAN
Pencegahan penularan kuman leptospira dapat dilakukan melalui tiga jalur intervensi
yang meliputi intervensi sumber infeksi, intervensi pada jalur penularan dan intervensi pada
penjamu manusia.
Kuman leptospira mampu bertahan hidup bulanan di air dan tanah, dan mati oleh
desinfektans seperti lisol. Maka upaya ”Lisolisasi” upaya "lisolisasi" seluruh permukaan lantai ,
dinding, dan bagian rumah yang diperkirakan tercemar air kotor banjir yang mungkin sudah
berkuman leptospira, dianggap cara mudah dan murah mencegah "mewabah"-nya leptospirosis.
Selain sanitasi sekitar rumah dan lingkungan, higiene perorangannya dilakukan dengan
menjaga tangan selalu bersih. Selain terkena air kotor, tangan tercemar kuman dari hewan
piaraan yang sudah terjangkit penyakit dari tikus atau hewan liar. Hindari berkontak dengan
kencing hewan piaraan.
Biasakan memakai pelindung, seperti sarung tangan karet sewaktu berkontak dengan air
kotor, pakaian pelindung kulit, beralas kaki, memakiai sepatu bot, terutama jika kulit ada luka,
borok, atau eksim. Biasakan membasuh tangan sehabis menangani hewan, ternak, atau
membersihkan gudang, dapur, dan tempat-tempat kotor.
Hewan piaraan yang terserang leptospirosis langsung diobati , dan yang masih sehat
diberi vaksinasi. Vaksinasi leptospirosis disarankan untuk manusia yang memiliki risiko tinggi
terjangkit, dan pemberiannya harus diulang setiap tahun. Tikus rumah perlu dibasmi sampai ke
sarang-sarangnya. Begitu juga jika ada hewan pengerat lain. Jangan lupa bagi yang aktivitas
hariannya di peternakan, atau yang bergiat di ranch. Kuda, babi, sapi, bisa terjangkit
leptospirosis, selain tupai, dan hewan liar lainnya yang mungkin singgah ke peternakan dan
pemukiman, atau ketika kita sedang berburu, berkemah, dan berolahraga di danau atau sungai.
Selain itu penyediaan air minum juga harus terjaga baik dan diklorinasi.
Ternak Babi merupakan hewan yang mampu bertahan dari infeksi akut yang dapat
mengeluarkan bakteri leptospira dalam jumlah besar dalam jangka waktu lama, bisa sampai
setahun. Hewan babi merupakan sumber penularan leptospirosis, disebut sebagai Swine herd’s
disease. Oleh karena itu, peternak babi diimbau agar mengandangkan ternaknya dan jauh dari
sumber air. Saluran buangan ternak hendaknya diarahkan ke tempat khusus sehingga tidak
mencemari lingkungan.
B. TERAPI KURATIF
Terapi pilihan (DOC) untuk leptospirosis sedang dan berat adalah Penicillin G, dosis
dewasa 4 x 1,5 juta unit /i.m, biasanya diberikan 2 x 2,4 unit/i.m, selama 7 hari.
PROGNOSIS
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka kematian 5
% pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut menjadi 30-40 %
Faktor-faktor sebagai indikator prognosis mortalitas, yaitu :
Leptospirosis yang terjadi pada masa kehamilan menyebabkan mortalitas janin yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Zein Umar. (2006). “Leptospirosis”, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, edisi 4. FKUI :
Jakarta. Hal.1845 - 1848.
Speelman, Peter. (2005). “Leptospirosis”, Harrison’s Principles of Internal Medicine, 16th ed,
vol I. McGraw Hill : USA. Pg.988-991.
Dit Jen PPM & PL RSPI Prof. DR. Sulianti Saroso. (2003). Pedoman Tatalaksana Kasus dan
Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan RI :
Jakarta.
Dharmojono, Drh. Leptospirosis, Waspadailah Akibatnya!. Pustaka Populer Obor : Jakarta.
2002.
Departemen Kesehatan, 2003. Pedoman Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan Laboratorium
Leptospirosis di Rumah Sakit, Leptospira. Hlm. 8-15. Bagian Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan : Jakarta.
Lestariningsih. 2002. Gagal Ginjal Akut Pada Leptospirosis — Kumpulan Makalah Simposium
Leptospirosis. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
World Health Organization/ International Leptospirosis Society. Human Leptospirosis guidance
for diagnosis, surveillance and control. Geneva : WHO.2003.109
Setyawan Budiharta, 2002. Epidemiologi Leptospirosis. Seminar Nasional Bahaya Dan Ancman
Leptospirosis, Yogyakarta, 3 Juni 2002.
Widarso, Yatim.F, 2000. Leptospirosis dan Ancamannya, Majalah Kesehatan No. 15 Tahun
2000. Departemen Kesahatan, Jakarta.
Iskandar Z; Nelwan RHH; Suhendro, dkk. Leptospirosis Gambaran Klinis di RSUPNCM, 2002.
Riyanto B, Gasem MH, Pujianto B, Smits H. Leptospira sevoars in patients with severe
leptospirosis admitted to hospitals of Semarang. Buku Abstrak Konas VIII PETRI,
Malang, Juli 2002.
Gasem MH, Redhono D, Suharti C. Anicteric leptospirosis can be misdiagnosed as dengue
infection. Buku Abstrak Konas VIII PETRI, Malang, 2002
Niwattayakul K, Homvijitkul J, Khow O, Sitprija V. Leptospirosis in northeastern Thailand:
hypotention and complications. Southeast Asean J Trop Med Public Health 2002; 33:
155-60
Sion ML et al. Acute renal failure caused by leptospirosis and hantavirus infection in an urban
hospital. European Journal of Internal Medicine 13. 2002. 264-8
Daher EF, Noguera CB. Evaluation of penicillin therapy in patients with leptospirosis and acute
ranal failure. Rev Inst Med trop. S Paulo. 2000.42(6):327-32
Drunl W. Nutritional support in patients ARF. In; Acute Renal Failure; (Brenners & Rector’s) ed
WB Saunders. 2001: 465-83
Budiriyanto, M. Hussein Gasem, Bambang Pujianto, Henk L Smits : Serovars of Leptospirosis in
patients with severe leptospirosis admitted to the hospitals of Semarang. Konas PETRI,
2002.