Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dekubitus merupakan masalah serius yang sering terjadi pada pasien yang

mengalami gangguan neurologis, penyakit kronis, penurunan status mental,

pasien yang dirawat di ruang Intensive (ICU), onkologi, dan pasien dengan

ortopedik (Potter & Perry, 2010). Dekubitus merupakan lesi atau kerusakan

struktur anatomis dan fungsi kulit normal yang disebabkan oleh tekanan

eksternal yang terjadi secara terus-menerus pada daerah yang ada penonjolan

tulang sehingga merusak jaringan yang ada dibawahnya dan tidak sembuh

dengan urutan dan waktu yang biasa (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010).

Dekubitus merupakan masalah yang sering terjadi di Rumah Sakit di

Amerika Serikat yaitu berkisar 3 – 11 % pada unit perawatan akut dan 24 %

pada unit perawatan jangka panjang (Ayello, 2007). Fasilitas perawatan akut

di Amerika Serikat memperkirakan 2,5 juta dekubitus ditangani setiap

tahunnya (Reddy et al, 2006). Insiden dekubitus sekitar 12-66% pada pasien

bedah, 17-27% pada pasien bedah jantung dan 20-32% pada pasien yang usia

lanjut (Schouchoff, 2002).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suriadi et al, (2007)

menyatakan bahwa kejadian dekubitus pada pasien yang dirawat di ruang

Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Pontianak mencapai 33,3%.

Penelitian yang dilakukan oleh Tarihoran, et al (2010) didapatkan angka

kejadian dekubitus di Siloam Hospital ruang unit stroke (Neuroscience Unit)

1
2

sebesar 37,5%, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Handayani, et al

(2011) di ruang unit bedah RSUD Abdoel Moeloek Provinsi Lampung

didapatkan angka kejadian dekubitus sebesar 26,67%. Ketiga penelitian diatas

dilakukan dalam waktu 3 hari. Dekubitus dapat terjadi dalam waktu 3 hari

sejak terpaparnya kulit oleh adanya tekanan (Vanderwee et al, 2006).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Februari 2016, jumlah tempat tidur

Intensive Care Unit / Intensive Coronary Care Unit (ICU/ICCU) sebanyak 7

tempat tidur dan 7 di ruang Intermediate Care (IMC). Jumlah pasien yang

masuk di ruang ICU/ICCU dan IMC setiap bulannya berdasarkan data dari

rekam medis masing - masing 20 pasien. Angka kejadian dekubitus di ruang

IMC pada bulan Desember 2015 1 pasien dan bulan Januari sampai Februari

2016 sebanyak 3 pasien, dan di ruang ICU/ICCU sebanyak 1 pasien yang

terjadi dekubitus dan rata – rata sudah terjadi luka. Berdasarkan wawancara

yang dilakukan kepada masing – masing kepala ruang, kejadian dekubitus ada

ditemukan dengan tanda – tanda kemerahan terlihat pada saat memandikan

pasien akan tetapi karena tidak adanya format untuk mengkaji derajat

dekubitus di ruangan, sehingga menyebabkan tidak terdokumentasikan dengan

baik.

Kejadian dekubitus akan menimbulkan komplikasi yang serius pada

kesehatan pasien, kualitas hidup pasien, dan bisa menyebabkan sepsis, bahkan

sampai menyebabkan kematian, oleh karena itu pencegahan harus menjadi

fokus utama daripada penyembuhan, dekubitus sebenarnya bisa dicegah dan


3

biayanya lebih murah dibanding untuk pengobatan (Ayello, 2007 & Hopkin et

al, 2000).

Apabila terjadi dekubitus sulit untuk disembuhkan dan memerlukan biaya

yang tinggi, menyebabkan perawatan menjadi lebih lama di Rumah Sakit dan

meningkatkan mortalitas (Ignatavicius & Workman, 2006). Biaya yang

dibutuhkan untuk penyembuhan dekubitus sangat tinggi, dikarenakan

perawatan di Rumah Sakit yang lama, yang tentunya memiliki konsekuensi

sosial dan ekonomi bagi seluruh keluarga pasien, kemungkinan terburuk

adalah pasien dapat meninggal karena septikemia (Morison, 2004).

Berdasarkan hasil survei di Amerika Serikat biaya yang dibutuhkan untuk

perawatan pasien yang menderita dekubitus berkisar antara $ 500 – 400.000

(Rp. 6.587.500 – 5.270.000.000), jumlah ini bervariasi tergantung dari derajat

dekubitus dan komplikasi yang dialami pasien, sedangkan biaya yang

dibutuhkan untuk tindakan pencegahan dekubitus tidak mencapai setengah

dari biaya yang dipakai untuk mengobati dekubitus tersebut (Curtis, Allman,

& Hill, 2007).

Pencegahan dekubitus merupakan prioritas pada pasien yang mengalami

keterbatasan mobilisasi (Potter & Perry, 2006). Langkah utama pencegahan

terjadinya dekubitus adalah keakuratan pengkajian resiko terjadinya dekubitus

sehingga perawat dapat menetapkan dan melaksanakan intervensi untuk

pencegahan (Kottner 2009). Menurut National Pressure Ulcer Advisory Panel

(NPUAP, 2014) untuk mencegah kejadian dekubitus ada 5 (lima) point yang

bisa digunakan untuk menilai faktor resiko dekubitus, diantaranya adalah


4

mengkaji pasien yang beresiko terkena dekubitus, melakukan perawatan pada

kulit pasien, memperbaiki status nutrisi pasien, support surface, dan

pemberian edukasi pada pasien dan keluarganya. Tujuan utama pencegahan

dekubitus adalah mengurangi tekanan pada kulit sehingga terjadi peningkatan

aliran darah ke daerah tertentu, prinsipnya adalah dengan menyebarkan

tekanan ke semua permukaan misalnya menggunakan alat yang bisa

menurunkan tekanan permukaan (Coats & Bennett, 2002).

Tindakan keperawatan dalam upaya pencegahan secara dini terjadinya

dekubitus di Rumah Sakit adalah menjaga tekanan permukaan tempat tidur

tetap stabil (Elkin et al, 2003). Tekanan kapiler normal 12 – 32 mmHg,

sehingga tekanan diatas 32 mmHg meningkatkan tekanan interstitial yang

berdampak pada penurunan oksigenasi (Dini, et al., 2006). Salah satu tindakan

untuk menjaga tekanan permukaan dengan metode penataan tempat tidur.

Metode penataan tempat tidur merupakan salah satu kunci keterampilan

keperawatan yang penting untuk memberikan kenyamanan, dan kebersihan

tempat tidur bagi pasien (Elkin et al, 2003). Kekuatan gaya geser dan gesekan

pada tempat tidur tidak bisa dipisahkan dari adanya tekanan, karena gaya

tersebut merupakan komponen integral dari pengaruh tekanan pada pasien

(Malone & McInnes, 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Sumara (2013)

penggunaan metode bed making an occupied bed lipat sudut 90° mempunyai

tekanan permukaan lebih rendah dibandingkan dengan metode tali sudut.

Dukungan permukaan (support surfaces), digunakan untuk mengelola

tekanan eksternal pada tonjolan tulang, berdasarkan ketatnya (kencangnya)


5

lembar seprei atau linen dapat menyebabkan dekubitus (Matsuo et al, 2011).

Kekuatan dari seprei ini bisa membuat kulit teriritasi (Bloomfield et al, 2008).

Mekanisme timbulnya dekubitus ini berawal dari adanya tekanan permukaan

yang intensif dan lama, sehingga toleransi jaringan berkurang (Bryant, 2000).

Dengan adanya tekanan permukaan atau desakan pada kulit yang terus -

menerus, sehingga menyebabkan suplai darah yang menuju kulit terputus dan

jaringan akan mati (Bryant & Denise, 2007).

Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada masing – masing kepala

ruang, yaitu ruang ICU/ICCU dan IMC di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta, pencegahan terhadap dekubitus yang diterapkan di ruangan

adalah dengan memandikan pasien setiap hari yaitu pagi hari, pemberian

lotion, dan perubahan posisi setiap 2 jam. Penataan tempat tidur (bed making)

yang diterapkan di ruang ICU/ICCU dan IMC adalah metode tali sudut dimana

ujung ke empat sisi kasur diberikan ikatan kemudian ditarik dan dimasukkan

kedalam kasur. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruang di ruangan

tersebut metode ini diterapkan dengan pertimbangan praktis dan cepat dalam

pelaksanaan serta seprei tampak lebih rapi. Pada pemasangan seprei yang

tertalu kencang akan meningkatkan gaya gesekan (friction) pada pasien, dan

wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada kepala bagian unit linen

mengatakan kasur dan linen yang digunakan di ruangan ICU/ICCU dan IMC

sudah sesuai standar.

Identifikasi pasien yang beresiko tinggi mengalami dekubitus sangat

penting untuk efektifitas penatalaksanaan dekubitus, karena sangat


6

menentukan strategi dan tindakan yang akan digunakan dalam pencegahan

terjadinya dekubitus dan untuk pengkajian resiko dekubitus diharapkan

menggunakan instrumen pengkajian yang direkomendasikan yang dapat

diaplikasikan pada praktik klinik (Kottner, 2009). Menurut Jaul (2010),

instrumen yang paling banyak digunakan serta direkomendasikan dalam

mengkaji resiko terjadinya dekubitus antara lain : Skala Norton, Braden, dan

Skala Waterlow.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh antara penataan tempat tidur lipat sudut 90°

terhadap kejadian dekubitus derajat I pada pasien tirah baring di ruang

Intensive Care Unit / Intensive Coronary Care Unit (ICU/ICCU) dan

Intermediate Care (IMC) Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menganalisis pengaruh penataan tempat tidur lipat sudut 90° terhadap

kejadian dekubitus derajat I pada pasien tirah baring.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik responden pada kelompok perlakuan

dan kelompok kontrol.


7

b. Mengidentifikasi pengaruh penataan tempat tidur lipat sudut 90° dan

metode tali sudut terhadap kejadian dekubitus derajat I pada pasien

tirah baring.

c. Mengidentifikasi pengaruh faktor-faktor perancu dengan kejadian

dekubitus derajat I.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Ilmu Pengetahuan / Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi di bidang ilmu

keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah mengenai penataan

tempat tidur lipat sudut 90° dalam menurunkan tingkat kejadian dekubitus

derajat I pada pasien tirah baring.

2. Bagi Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan

intervensi dan penatalaksanaan pada pasien tirah baring dalam

menurunkan tingkat kejadian dekubitus derajat I.


8

E. Peneltian Terkait (Originilitas)

No Peneliti Judul Penelitian Jenis Peneltian Perbedaan


Penelitian
1 Suriadi, et al Risk Factors In The Prospective Perbedaan
(2007) Development Of Cohort Design penelitian yang
Pressure Ulcers In dilakukan oleh
An Intensive Care peneliti adalah
Unit In Pontianak, pada variabel
Indonesia yang di teliti dan
jenis penelitian
yang digunakan
dalam penelitian
ini adalah quasy-
experiment post-
test only with
control group.
2 Fernandes & Using The Braden Ekplorasi Perbedaan
Caliri, And Glasgow Scales Deskriptip penelitian yang
(2008) To Predict Pressure dilakukan oleh
Ulcer Risk In Patient peneliti adalah
Hospitalized At pada variabel
Intensive Care Unit yang di teliti dan
jenis penelitian
yang digunakan
dalam penelitian
ini adalah quasy-
experiment post-
test only with
control group.
3 Shahin, et al Pressure Ulcer Cross Sectional Perbedaan yang
(2008) Prevalence In Study dilakukan oleh
Intensive Care peneliti adalah
Patients : A Cross- pada variabel
Sectional Study yang di teliti dan
jenis penelitian
yang digunakan
dalam penelitian
ini adalah quasy-
experiment post-
test only with
control group.
4 Tarihoran, et Pengaruh Posisi Quasi- Perbedaan
al (2010) Miring 30 Derajat Experimental penelitan yang
Terhadap Kejadian Post-Test Only dilakukan oleh
Luka Tekan Grade I With Control peneliti adalah
9

(Non Blanchable Group pada variabel


Erythema) Pada bebas
Pasien Stroke Di (independent)
Siloam Hospitals yang di teliti.

5 Handayani, Efektifitas Quasi- Perbedaan


et al (2011) Penggunaan Virgin Experimental penelitan yang
Coconut Oil (Vco) Dengan Post- dilakukan oleh
Dengan Massage Test Only peneliti adalah
Untuk Pencegahan pada variabel
Luka Tekan Grade I bebas
Pada Pasien Yang (independent)
Berisiko Mengalami yang di teliti.
Dekubitus Di Rsud
Dr. Hi. Abdoel
Moeloek Provinsi
Lampung
6 Sumara, Efektivitas Metode Quasi Perbedaan yang
(2013) Bed Making : An Eksperimen dilakukan oleh
Occupied Bed With Pre Post peneliti adalah
Terhadap Tekanan Test Design pada variabel
Interface terikat
(dependent) yang
di teliti yaitu
kejadian
dekubitus derajat
I dan pendekatan
waktu yang
digunakan dalam
penelitian ini
adalah quasy-
experiment post-
test only with
control group.

Anda mungkin juga menyukai